Anda di halaman 1dari 13

Pemeriksaan Penunjang di

Bagian Kesehatan Jiwa


Kelompok 7
1. Arfani Nurpratiwi
2. Hilda Putrianti
3. Mahdalena
4. Novianti Angela.G
5. Siti Adawiyah
6. Ulfa Avita
7. Vitra Widianti
Pengertian
Pemeriksaan penunjang kesehatan jiwa adalah rangkaian
pemeriksaan untuk menentukan apakah seseorang menderita
permasalahan pada kejiwaannya atau tidak. Serangkaian
pemeriksaan tersebut meliputi wawancara, pemeriksaan
fisik, dan tes tertulis melalui kuesioner.
Indikasi
Pemeriksaan medis kejiwaan bertujuan untuk mendeteksi adanya
gangguan mental dan perilaku pada seseorang. Ini dilakukan
karena tidak semua gangguan kejiwaan dapat dideteksi dengan
mudah. Bahkan, terkadang seseorang yang mengalami masalah
kejiwaan tidak menampakkan gejala sama sekali atau sulit
dibedakan dari perilaku orang normal. Salah satu ciri yang
menandakan seseorang menderita penyakit kejiwaan adalah
gejala psikis yang terjadi terus-menerus.
Jenis-jenis Pemeriksan

1. Pemeriksaan Medis Kejiwaan Melalui Wawancara


Saat menjalani pemeriksaan medis kejiwaan, pasien
akan diminta informasi tentang riwayat dan kondisinya
secara umum oleh psikiater saat dilakukan wawancara.
Jika pasien tidak dapat memberikan informasi, maka
wawancara bisa dilakukan terhadap keluarga atau
orang terdekat pasien. 
Informasi yang dapat diminta oleh psikiater kepada pasien dan keluarga, antara lain
adalah:

-Identitas pasien, tujuannya adalah untuk mengetahui data-data pribadi pasien dan juga
untuk pendekatan personal psikiater kepada pasien. Data yang akan diminta meliputi
nama, pekerjaan, status perkawinan, riwayat pendidikan, dan hal lain seputar latar
belakang sosial dan budaya pasien.
-Maksud utama pasien menjalani pemeriksaan medis kejiwaan. Tujuannya
adalah untuk mengidentifikasi alasan utama pasien menjalani pemeriksaan
medis kejiwaan. Identifikasi ini seringkali dilakukan dalam bentuk pertanyaan
umum oleh psikiater yang memancing pasien untuk bercerita secara rinci,
terkait keluhannya kepada psikiater.

-Pemeriksaan penyakit jiwa yang sedang diderita. 


Ini adalah pemeriksaan yang paling utama untuk menentukan diagnosis
gangguan mental yang sedang diderita. Psikiater akan meminta pasien atau
keluarga untuk menceritakan gejala dan riwayat gangguan mental yang diderita
serinci mungkin. Selain gejala mental, juga perlu menilai apakah ada gejala fisik
yang dirasakan pasien.

-Pemeriksaan riwayat kesehatan pasien. 


Psikiater akan menanyakan penyakit-penyakit yang pernah atau sedang
diderita pasien. Psikiater juga dapat menanyakan riwayat tindakan medis yang
pernah pasien jalani, terutama riwayat operasi.

-Pemeriksaan obat-obatan dan alergi. 


Untuk melengkapi informasi kondisi kesehatan pasien, perlu juga diketahui
obat-obatan yang dikonsumsi dan alergi yang diderita oleh pasien.
-Riwayat gangguan mental di keluarga. 
Jika ada anggota keluarga dekat yang pernah menderita gangguan
mental atau masalah kejiwaan, hendaknya pasien atau keluarga
memberitahukan informasi ini kepada psikiater.

-Lingkungan dan riwayat sosial pasien. 


Pemeriksaan ini mencakup pengumpulan informasi terkait kondisi
sosial pasien, mencakup riwayat pendidikan, lingkungan pekerjaan,
jumlah anak, dan riwayat kriminal pasien. Kebiasaan pasien juga
harus diinformasikan, terutama kebiasaan yang dapat merusak
kesehatan fisik dan mental pasien, seperti kebiasaan merokok, minum
alkohol, atau mengonsumsi NAPZA.

-Riwayat perkembangan pasien. 


Informasi ini penting jika pasien pernah menderita komplikasi pada
saat lahir atau terlahir prematur.
2. Observasi Status Mental
Pemeriksaan kondisi mental pasien melalui observasi status mental
dimulai dari pengamatan kondisi personal pasien pada saat awal
wawancara dilaksanakan. Hal-hal yang diamati pada pemeriksaan ini,
antara lain:
-Penampilan pasien. 
Psikiater akan melakukan pengamatan mulai dari saat pasien masuk
ke ruang pemeriksaan. Hal-hal yang dievaluasi dalam observasi ini
seperti apakah pasien rileks atau gelisah, postur tubuh, cara
berjalan, dan pakaian pasien. Dokter akan menilai apakah pakaian
dan penampilan pasien secara umum sesuai dengan situasi, usia, dan
jenis kelamin pasien.

-Sikap pasien kepada psikiater. 


Seperti ekspresi wajah pada saat pemeriksaan, kontak mata pasien
kepada psikiater, apakah pasien melihat ke satu titik tertentu seperti
langit-langit atau lantai selama pemeriksaan, dan apakah pasien mau
diajak bekerja sama selama pemeriksaan (kooperatif) atau tidak.
-Mood dan afek pasien. 
Terutama suasana perasaan dan emosi pasien sehari-hari. Apakah pasien merasa
sedih, cemas, marah, atau senang selama hari-hari biasa Afek pasien dapat
dilihat dari gelagat dan raut wajah yang diekspresikan pasien ketika menjalani
pemeriksaan. Kesesuaian terhadap mood bisa terlihat dari apakah saat mengaku
merasa senang, pasien terlihat tersenyum, murung, atau tidak menunjukkan
ekspresi sama sekali.

-Pola bicara. 
Pola bicara dapat dilihat dari volume suara dan intonasi pasien selama
wawancara, kualitas dan kuantitas pembicaraan, kecepatan berbicara, serta
bagaimana pasien merespons pertanyaan wawancara, apakah pasien hanya
menjawab sekadarnya atau bercerita panjang lebar.

-Proses berpikir. 
Proses berpikir pasien dapat dievaluasi dari bagaimana pasien bercerita selama
wawancara dilakukan. Hal-hal yang akan diperiksa dari proses berpikir pasien
yaitu hubungan antara pembicaraan, apakah pasien sering mengganti topik
pembicaraan, atau apakah pasien berbicara dengan kata-lata yang tidak lazim
dan tidak bisa dimengerti. Persepsi dan daya tanggap pasien terhadap kenyataan
atau apakah pasien memiliki halusinasi atau waham (delusi) juga akan diperiksa.
-Konten atau isi pikiran. 
Pemeriksaan konten pikiran pasien dapat dilihat dari:
1. Orientasi pasien, terutama apakah pasien mengenal siapa
dirinya, mengetahui kapan dan di mana dia berada.
2. Kesadaran pasien.
3. Kemampuan pasien dalam menulis, membaca, dan mengingat.
4. Kemampuan berpikir abstrak, seperti persamaan dan
perbedaan antara dua benda.
5. Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien pada waktu
wawancara.
6. Keinginan membunuh.
7. Keinginan bunuh diri.
8. Fobia.
9 Obsesi, terutama pada penderita gangguan obsesif kompulsif (
OCD/ Obsessive Compulsive Disorder).
-Pemahaman diri sendiri (insight). 
Check! Dokter akan mengevaluasi apakah pasien memahami tingkat keparahan atau
sadar akan gangguan mental yang sedang dideritanya. Sikap pasien terhadap
gangguan mental yang sedang dideritanya juga akan diperiksa, termasuk
sikapnya kepada petugas kesehatan yang berupaya menangani masalah
kejiwaan tersebut.
-Pertimbangan (judgement).
 Pasien akan diperiksa terkait kemampuannya menimbang suatu perkara dan
membuat keputusan berdasarkan pertimbangan tersebut. Umumnya psikiater
akan menilai fungsi penilaian pasien dengan membuat suatu skenario
berbentuk cerita, yang akan melibatkan pasien untuk membuat suatu
keputusan di dalam skenario tersebut.
-Impulsivitas. 
Pasien akan diperiksa terkait impulsivitasnya dan kemampuan mengontrol
impulsivitas tersebut. Psikiater juga akan menilai apakah pasien dapat
menahan dorongan (impuls) lewat wawancara.
-Keandalan (reliability). 
Psikiater atau psikolog akan menilai apakah pasien dapat dipercaya atau
diandalkan, berdasarkan informasi yang telah diperoleh dari observasi dan
wawancara yang telah dijalani.
3. Pemeriksaan Penunjang dan Psikotes
Jika diperlukan, pasien akan diminta untuk menjalani pemeriksaan penunjang
agar dapat membantu psikiater menentukan diagnosis. Pemeriksaan penunjang
ini dapat berupa pemeriksaan darah dan urine di laboratorium atau dengan
pencitraan, misalnya CT scan dan MRI otak.

-CT scan atau computerized tomography scan adalah


prosedur pemeriksaan medis yang menggunakan kombinasi
teknologi sinar-X dan sistem komputer khusus untuk
menghasilkan gambar organ, tulang, dan jaringan lunak di
dalam tubuh.
Kegunaan CT Scan
CT scan adalah mesin pemindai berbentuk lingkaran yang besar dan cukup untuk
dimasuki orang dewasa dengan posisi berbaring. CT scan umumnya digunakan
untuk beberapa hal berikut:
-Memperoleh diagnosis kelainan otot, tulang, dan sendi
-Menentukan lokasi dan ukuran tumor
-Menentukan lokasi infeksi dan bekuan darah
-Memandu prosedur medis, seperti operasi, biopsi, atau terapi radiasi
-Mendeteksi dan memantau perkembangan kondisi dan penyakit tertentu, seperti
kanker dan sakit jantung
-Mencari tahu lokasi cedera atau perdarahan internal
The
Proce
ss

-Magnetic resonance imaging atau MRI otak adalah


pencitraan diagnostik yang umum dilakukan untuk
diagnosis tumor otak, stroke, dan perdarahan
intrakranial. Modalitas pencitraan ini menggunakan
medan magnet kuat dan denyut frekuensi radio untuk
menghasilkan gambaran struktur internal tubuh secara
detail. MRI terutama berguna untuk melihat jaringan
lunak tubuh.
MRI otak memberikan gambaran segmentasi anatomi yang
jelas dan detail. Gambaran ini berguna untuk mengukur dan
melihat struktur anatomi otak, ada tidaknya perubahan
dalam otak, dan ada tidaknya area patologis.
Selain menjalani pemeriksaan medis kejiwaan lewat wawancara dan observasi
dengan psikiater, pasien juga kemungkinan akan diminta untuk menjalani
pemeriksaan lebih lanjut yaitu psikotes. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
mengevaluasi lebih dalam fungsi mental dan hal spesifik terkait kejiwaan
pasien, seperti tipe kepribadian, tingkat kecerdasan (IQ), dan kecerdasan
emosional (EQ) pasien.

Anda mungkin juga menyukai