Anda di halaman 1dari 18

ATROPI PAPIL NERVUS OPTIKUS

OLEH :

MICELIA AMALIA SARI 0810312135

WIDYA HARYANI 0810313177

PEMBIMBING :

dr. KEMALA SAYUTI, Sp.M (K)

dr. ANDRINI ARIESTI, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAH

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2012

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Nervus optikus merupakan kumpulan akson yang berasal dari sel-sel ganglioner
pada seluruh retina. Satu mata mengandung kira-kira 1,25 juta akson. Nervus
optikus membentang dari bagian polus posterios mata sampai khiasma optikum.
Setelah bersilangan, serabut saraf berjalan melalui traktus optikus menuju badan
genikulatum laterale dengan total panjang nervus optikus 35-55 mm.
Atrofi papil merupakan degenerasi saraf optik, yang tampak sebagai papil berwarna
pucat, akibat menghilangnya serabut saraf dan kapiler. Hal ini disertai dengan
kemunduran tajam penglihatan atau kelainan lapang pandang yang merupakan
stadium akhir suatu proses yang terjadi di retina, papil nervus optikus, atau pada
saraf retrobulbar. Atrofi papil dibedakan menjadi atrofi akuisita dan herediter.

Kondisi ini bersifat irreversible, sehingga tidak ada terapi definitive yang dapat
diberikan selain tindakan pencegahan terhadap progresivitas kerusakan nervus
optikus, untuk itu kita perlu mengetahui cermat gejala dan etiologi atrofi papil ini
untuk memperlambat timbulnya komplikasi kebutaan.

1. Batasan Masalah

Makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, patofisiologi,


klasifikasi, manifestasi klinik, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan
prognosis dari atropi papil nervus optikus.

2. Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang definisi,


epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinik, giagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari atropi papil nervus optikus.

3. Metode penulisan

Makalah ini ditulis dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk


kepada berbagai literatur yang berhubungan dengan atropi papil nervus
optikus.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lintasan Visual

2.1.1 Bagian-Bagian Lintasan Visual


Mata merupakan alat optik yang mempunyai sistem lensa (kornea, humor
akuos, lensa dan badan kaca), diafragma (pupil dan film untuk membentuk
bayangan retina). Selanjutnya dari retina rangsang akan diteruskan ke otak
untuk disadari melewati lintasan visual. Lintasan visual dimulai dari sel-sel
ganglioner di retina dan diakhiri pada polus posterior korteks oksipitalis.1

Dengan demikian lintasan visual terdiri dari : 1

1. Sel-sel ganglioner di retina

Reseptor di retina (konus dan basilus) akan dihubungkan dengan sel-sel


ganglioner oleh sel bipolar. 1

Pada retina dibedakan retina bagian nasal dan bagian temporal dengan batas
vertical yang ditarik melalui macula lutea. Demikian pula pembagian retina
bagian atas dan bagian bawah dengan garis yang ditarik juga melewati
macula lutea. Akson sel-sel ganglioner akan berkumpul pada diskus optikus
(papilla nervus optikus) dengan penataan sebagai berikut : 1

Berkas papilomakular akan berada di bagian temporal diskus


optikus
Berkas arkuata superior akan berada di polus superior diskus
Kampus : berkas arkuata inferior akan berada di polus
inferior diskus
Serabut radier yang berasal dari nasal papil akan berada di
bagian nasal

Pada perjalanan akson selanjutnya menuju korpus genikulatum laterale serabut-


serabut akson tadi akan mengalami sedikit pemutaran (terpirin) sehingga terjadi
sedikit perubahan penataan pada lintasan berikutnya. 1

1. Nervus optikus

Nervus optikus merupakan kumpulan akson yang berasal dari sel-sel


ganglioner pada seluruh retina. Satu mata mengandung kira-kira 1,25 juta
akson. Nervus optikus membentang dari bagian polus posterios mata sampai
khiasma optikum. Setelah bersilangan, serabut saraf berjalan melalui traktus
optikus menuju badan genikulatum laterale dengan total panjang nervus
optikus 35-55 mm.1,4

Nervus optikus dibagi menjadi : 1,4(lihat gambar 1)

Bagian intraokular yaitu diskus optikus atau papilla nervus


optikus, merupakan bagian saraf yang berhubungan dengan mata.
Bagian ini dapat terlihat melalui pemeriksaan oftalmoskopi, yaitu
dengan terlihatnya optik disc. Semua serat-serat saraf retina
berkumpul di bagian ini dan pembuluh darah retina masuk dan
keluar melalui bagian ini. Ketiadaan photoreseptor secara total pada
lokasi akan menciptakan suatu gap di jalur visual yang kita kenal
dengan istilah blind spot.

Gambar 1 : Funduskopi Normal

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 373-376)

Bagian intraorbita
Bagian intraossea atau intraanalikular yang berasa pada
kanalis optikus
Bagian intrakranial
Gambar 2 : Nervus Optikus

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 373-376)

Diskus optikus terletak 3-4 mm di sebelah nasal fovea dengan diameter kira-
kira 1,5 mm. Karena diskus optikus merupakan berkas saraf, maka di tempat
itu tidak ada sel-sel fotoreseptor (konus dan basilus), sehingga merupakan
tempat yang tidak dapat menerima cahaya dan memberikan skotoma
absolute pada pemeriksaan lapangan pandang dengan diameter 5 sampai
7. Tetapi skotoma negative ini tidak kita sadari dan hanya teridentifikasi
pada pemeriksaan. 1

Setelah melewati lamina kribrosa pada sclera, maka nervus optikus


mendapatkan selubung myelin dan diselubungi pula oleh ketiga lapisan
meninges, dari luar ke dalam adalah : duramater, arakhnoid, dan piamater.
Dengan demikian nervus optikus intraorbita sampai bagian belakangnya
mempunyai diameter yang jauh lebih besar disbanding diskus optikus.
Antara nervus optikus dengan duramater terdapat celah. Duramater sendiri
melapisi nervus optikus sejak saraf di dalam kanalis optikus sampai tepi
belakang bola mata. Duramater juga ikut membentuk periorbita dan
sebagian dari sclera. 1
Di dalam nervus optikus serabut saraf dari retina tadi juga mengalami
penataan tertentu, yaitu : 1

Yang berasal dari makula akan berada di sentral


Yang berasal dari retina bagian nasal berada di medial
Yang berasal dari retina bagian temporal berada di lateral

Kemudian yang berasal dari retina bagian atas (baik dari nasal maupun temporal)
berada di atas, dan yang berasal dari bagian bawah retina berada di bawah. 1

Nervus optikus intra orbita tidak berjalan lurus, tetapi seperti huruf S atau
sigmoid, sehingga saraf ini tidak mudahteregang pada saat bola mata
bergerak. Pada kanalis optikus nervus optikus ini terfiksir dan saat keluar
dari kanalis optikus akan berakhir pada khiasma optikus, yang merupakan
perssatuan antara nervus optikus kanan dan kiri. 1

1. Khiasma optikum

Khiasma artinya berbentuk huruf X, merupakan tempat bersatunya nervus


optikus intrakranial kanan dan kiri. Dengan demikian jumlah serabut saraf
pada khiasma optikus adalah sebesar 2,5 juta akson. Khiasma optikus kira-
kira berada di atas sella tursika, tetapi kadang-kadang agak ke belakang atau
agak ke depan. Pada khiasma optikus, serabut saraf yang berasal dari retina
bagian temporal tidak menyilang, sedangkan yang berasal dari retina bagian
nasal mengadakan persilangan. Dengan demikian khiasma optikum
merupakan suatu hemidekusasio (menyilang separuh). 1

Bagian nervus optikus yang mengadakan persilangan (yang dari nasal) cara
menyilangnya adalah mengikuti penataan tertentu, sehingga di dalam
khiasma juga terjadi penataan serabut saraf lebih lanjut, dan kelainan pada
tempat tertentu pada khiasma akan memberikan defect lapangan pandang
yang khas. Khiasma sangat berhubungan erat dengan bangunan-bangunan
tertentu dalam otak, tetapi yang paling penting adalah hubungannya dengan
glandula pituitaria dan sisa-sisa epitelium kantung Rathke. 1

2. Traktus optikus

Traktus optikus merupakan bagian dari N II setelah meninggalkan khiasma


optikum. Ada dua traktus optikus yaitu kanan dan kiri. Traktus optikus
kanan terbentuk dari serabut saraf sari retina mata kanan bagian temporal
dan retina mata kiri bagian nasal, demikian pula sebaliknya untuk traktus
optikus kiri. Dengan demikian traktus optikus kanan untuk menghantarkan
rangsang dari lapang pandag kiri dan traktus optikus kiri untuk lapang
pandang kanan. 1
Traktus optikus berjalan divergen dan melanjutkan diri ke posterior
melingkupi pedunkuli serebri untuk berakhir pada korpus genikulatum
laterale dan mengadakan sinapsis di sini. Kecuali sebagai serabut saraf
sensoris untuk menghantarkan cahaya, nervus optikus, khiasma, dan traktus
optikus juga mengandung serabut aferen untuk refleks pupil, dengan
komposisi 80 % berupa serabut visual dan 20 % serabut pupilomotor
aferen. 1

3. Korpus genikulatum laterale

Korpus genikulatum laterale merupakan tempat berakhirnya nervus optikus


(tepatnya traktus optikus) yang menghantarkan rangsang cahaya untuk
berganti neuron disini. Nervus optikus yang membawa serabut aferen pupil
tidak berakhir disni, tetapi berakhir pada nukleus Edinger
Westphal sebelum mencapai korpus genikulatum laterale. Pada korpus
genikulatum laterale terdapat penataan retinotopik yang pasti, artinya
daerah retina tertentu adalah bersesuaian dengan tempat tertentu pada
korpus genikulatum laterale. Pada korpus genikulatum laterale terdapat
rotasi 90, sehingga serabut dari retina bagian atas terdapat di medial, dan
yang berasal dari retina bagian bawah akan terletak di lateral. 1

4. Radiasio optika dan korteks oksipitalis

Radiasio optika disebut pula radiasio genikulokalkarina atau traktus


genikokalkarina. Badan sel serabut ini berada pada korpus genikulatum
laterale dan aksonnya berasal di dalam korteks oksipitalis. Pada saat serabut
keluar dari korpus genikulatum laterale, terjadi rotasi balik, sehingga
serabut yang bersesuaian dengan retina bagian atas akan terdapat di
bagianatas radiasio optika dan korteks kalkarina dan bersesuaian dengan
retina bagian bawah akan terdapat di bagian bawah radiasio optika dan
korteks kalkarina. Radiasio optika berjalan ke belakang, berkas bagian atas
akan melewati lobus parietalis dan berkas bagian bawah akan melewati
lobus temporalis dan melingkupi kornu inferior dan posterior ventrikulus
lateralis untuk selanjutnya berakhir pada korteks visual.1

Korteks oksipitalis merupakan korteks proyeksi visual dan disebut pula


korteks striata karena adanya garis (stria) putih yang disebut stria Gennari,
dan disebut pula area 17 yang terletak di sepanjang bibir atas dan bawah
fisura kalkarina. Pada area 17 ini juga terdapat penataan retinooptik artinya
bagian tertentu dari retina adalah bersesuaian dengan bagian tertentu dari
area 17 ini. Bagian terbesar korteks visual adalah untuk penglihatan makular
dan hanya sebagian kecil untuk penglihatan perifer. 1

Berdekatan dengan area 17 terdapat area asosiasi visual yang lebih tinggi
yaitu area 18 (korteks parastriata) dan area 19 (korteks peristriata) untuk
integrasi visual. Area 17 terutama terdiri dari sel-sel simpleks sedangkan
area 18 dan area 19 terutama terdiri dari sel-sel kompleks dan sel-sel
hiperkompleks. Dengan kerja ketiga macam sel inilah terdapat integrasi
visual. Untuk intrgrasi visual dan kesadaran visual juga dibutuhkanadanya
hubungan antara korteks visual kanan dan kiri lewat splenium dan korpus
kalosum. 1

2.1.2 Vaskularisasi Lintasan Visual

Karena gangguan vaskular sering menjadi penyebab adanya gangguan


lintasan visual, maka vaskularisasi visual penting untuk diketahui. Sebagian
besar lintasan visual mempunyai lebih dari satu sumber vaskularisasi dan secara
ringkas adalah sebagai berikut :

Sel-sel ganglion pada retina divaskularisasi oleh arteria sentralis


retina
Diskus optikus mendapat vaskularisasi dari cabang arteria sentralis
retina dan arteria siliaris posterior
Nervus optikus daerah orbita mendaat vaskularisasi dari arteria
oftalmika dengan anastomosis vena meninges
Nervus optikus intrakanalikuler mendapat vaskularisasi dari cabang-
cabang pia dari arteria karotis interna
Nervus optikus intrakranial divaskularisasi oleh vasa-vasa kecil dari
arteria karotis interna, arteria serebri media, dan arteria komunikans
anterior
Khiasma optikumterutama divaskularisasi oleh vasa-vasa dari
arteria karotis interna dan arteria komunikas anterior
Traktus optikus divaskularisasi dari aa. Choroidales anteriores
Radiasio optika dan korteks oksipitalis divaskularisasi oleh arteria
serebri media dan posterior
Gambar 3 : Vaskularisasi Lintasan Visual

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 373-376)

2.2 Pemeriksaan Kelainan Lintasan Visual 1,3

Pemeriksaan kelainan lintasan visual terdiri dari :

Pemeriksaan visus, baik visus sentral jauh maupun sentral dekat dengan
usaha koreksi sebaik mungkin
Pemeriksaan lapangan pandang baik dengan cara yang paling sederhana
atau dengan alat yang canggih misalnya :

Uji konfrontasi

Uji lapang pandang yang paling sederhana


Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang
pandang pemeriksa
Pasien dan pemeriksa berdiri berdiri berhadapan dan
bertatap muka dengan jarak 60 cm
Mata kanan pemeriksan dan mata kiri pasien ditutup, mata
kiri pemeriksa menatap mata kanan pasien
Pemeriksa menggerakkan jari dari arah temporalnya dengan
jarak yang sama dengan mata pasien kearah sentral
Bila pemeriksa telah melihat benda atau jari di dalam
lapang pandangannya, maka bila lapang padang pasien juga normal
akan dapat melihat benda tersebut.
Bila lapang pandang pasien menciut maka ia akan melihat
benda atau jari itu setelah berada lebih ke tengah dalam lapang
pandang pemeriksa
Dengan cara ini dapat dibandingkan lapang pandang
pemeriksa dan pasien pada semua arah

Pengujian dengan perimeter


Dengan memakai bidang parabola yang terletak 30 cm di depan
pasien
Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan kemudian
benda digerakkan dari perifer ke sentral.
Bila ia melihat benda atau sumber cahaya tersebut, maka dapat
ditentukan setiap batas luar lapang pandangannya
Dapat pula ditentukan letak bintik buta pada lapang pandang
pasien

Pemeriksaan persepsi warna, bisa dilakukan dengan uji ishikara

Pemeriksaan reflex pupil

2.3 Atropi Nervus Optikus

Ada dua macam atropi nervus optikus yaitu atrofi optik akuisita dan atropi optik
heredodegeneratif (kongenital).1

2.3.1 Atropi Optik Akuisita

A. Definisi

Atropi optik adalah hilangnya akson nervus optikus dan digantikan oleh jaringan
glia.1

B. Etiologi1

Oklusi vaskular
Proses degenerasi
Setelah menderita papil edema
Setelah menderita neuritis optik
Pada adanya tekanan nervus optikus oleh apapun
Karena glaukoma
Gangguan metabolisme misalnya diabetes melitus
Karena toksin
Karena kelainan kongenital
Karena trauma
Karena degenerasi retina
C. Klasifikasi1

Pada atropi optik ada istilah atropi primer yang ditandai pupil pucat dan batas tegas,
atropi sekunder yang ditandai papil pucat dengan batas kabur karena adanya bekas
pembengkakan papil dan atropi konsekutif yaitu atropi papil yang terjadi karena
kelainan retina, misalnya pada retinitis pigmentosa.

Gambar 4 : Atropi Papil Nervus Optikus Primer

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 393-395)

Gambar 5 : Atropi Papil Nervus Optikus Sekunder

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 393-395)

D. Gejala dan Tanda1,3

Gejala dan tanda atropi papil tentunya juga tergantung dari penyakit yang
mendasari. Gejala dan tanda umum adalah sebagai berikut:

Penurunan visus
Gangguan persepsi warna
Gangguan lapangan pandang yang beraneka ragam tergantung
penyebabnya.

Bentuk kelainan pada lapangan pandang dapat berupa membesarnya bintik buta
fisiologik , bisa terjadi ;

Skotoma Busur (arkuata) : dapat terlihat pada glaucoma, iskemia


papil saraf optic, dan oklusi arteri retina sentral
Skotoma Sentral : pada retinitis sentral
Hemianopsia bitemporal : hilangnya setengah lapang pandang
temporal kedua mata, khas pada kelainan kiasma optic, meningitis basal, kelainan
sphenoid dan trauma kiasma.
Hemianopsia binasal : defek lapang pandang setengah nasal akibat
tekanan bagian temporal kiasma optic kedua mata atau atrofi papil saraf optic
sekunder akibat TIK meninggi.
Hemianopsia heteronym : bersilang, dapat binasal atau bitemporal
Hemianopsia homonym : hilang lapang pandang pada sisi yang sama
pada kedua mata, pada lesi temporal
Hemianopsia altitudinal : hilang lapang pandang sebagian atas atau
bawah, dapat terjadi pada iskemik optic neuropati, kerusakan saraf optic, kiasma
dan kelainan korteks .
Penemuan oftalmoskopis juga tergantung dari penyebabnya (papil pucat
bisa dengan batas tegas atau batas kabur, demikian juga bisa bersifat datar, cekung,
atau menonjol)
Atropi optik bisa bersifat difus dan sektoral, bisa total atau parsial,
bisa ringan atau berat. Atropi optik difus yang khas adalah disebabkan oleh retinitis
pigmentosa yang berupa atropi optik primer berbatas tegas dan berwarna putih
mengkilat seperti lilin.
Atropi sektoral polus superior atau inferior terjadi setelah neuropati
optik iskemik anterior.
Atropi bentuk bow tie (dasi kupu) bilateral khas pada lesi khiasma
optikum.
Atropi bentuk bow tie diskus kanan dan atropi diskus kiri khas lesi
traktus optikus dan korpus genikulatum lateral kiri, dan sebaliknya.
Atropi temporal bentuk baji adalah khas pada post neuritis
retrobulbar, neuropati optik toksis dan neuropati optik kompresif.

Perubahan vasa yang terjadi pada atropi optik adalah ditemukan vasa yang menjadi
lebih jelas, mengalami pengecilan dan mengalami sheating. Pada atropi optik yang
masih menyisakan fungsi penglihatan sehingga dapat dianalisis dengan
pemeriksaan lapang pandang akan memberikan perkiraan letak lesi yang lebih
tepat.

2.3.2 Atropi Optic Heredodegeneratif

A. Definisi 1

Atropi optik ini merupakan sebagian penyebab dari gangguan visus sentral bilateral
simetris yang berlangsung pelan-pelan.
B. Klasifikasi 1,2

1. Atropi Optik Dominan

Atropi optik dominan mula-mula dilaporkan oleh Kjer, Pewarisannya


dominan autosom

Gejala :

Penurunan penglihatan tidak kentara pada masa kanak-kanak, pada


skrining hanya ditemukan penurunan ketajaman mata yang ringan.
Mula timbulnya lambat antara umur 4 sampai 8 tahun
Khasnya terdapat skotoma sentrosekalis dengan gangguan penglihatan
warna.
Pasien mungin mengalami nistagmus atau tidak

Pemeriksaan fisik :

Pemeriksaan visus : gangguan visusnya sedang antara 20/30 sampai 20/70.


Jarang sampai 20/200. (penyakit dominan memang biasanya lebih ringan daripada
penyakit resesif).
Pemeriksaan lapangan pandang : skotoma sekosentral, lapang pandang
perifernya biasanya normal.
Pemeriksaan slit lamp akan didapatkan Kepucatan temporal diskus
optikus, ekskavasio sektoral temporal dan penipisan berkas serabut saraf, sesekali
terlihat cupping diskus yang ringan
Pemeriksaan isikhara : diskromatopsia (buta warna)

Diagnosis :

Mengidentifikasi adanya anggota keluarga yang lain yang terkena.


Defek genetik pada lengan panjang kromosom 3
Kelainan ini dapat berhubungan dengan tuli progresif atau kongenital atau
dengan ataksia, tetapi jarang terjadi.

2. Atropi Optik Resesif 1,2

Atropi optik resesif kadang-kadang terjadi pada neonatus sehingga disebut atropi
optik kongenital. Mula timbulnya kebanyakan umur 3-4 tahun. Gangguan visusnya
biasanya berat, kadang-kadang dengan nistagmus. Diskus optikusnya pucat dan
terjadi pengecilan pembuluh darah. Atropi optik juga bisa merupakan bagian dari
sindroma yang lebih luas. Dapat disertai penurunan pendengaran progresif,
kuadriplegia spastik dan demensia. Sindrom Wolfram (insipidus juvenilis, diabetes
melitus, atrofi optik, dan tuli) bisa juga menyertai. Diabetes juvenilis disertai atropi
optic yang kepucatan diskus optikusnya sebanding dengan beratnya atropi optik.

3. Penyakit Leber 1,2

Penyakit ini mula-mula ditemukan oleh Leber tahun 1871.Neuropati optik herediter
Leber adalah suatu penyakit yang jarang dan ditandai oleh serentetan neuropati
optik subakut

Epidemiologi :

Biasanya terjadi pada pria berusia 11-30 tahun.

Etiologi :

Penyakit ini disebabkan kelainan genetik, mutasi yang mengenai suatu titik (point
mutation) pada DNA mitokondria (mtDNA) dengan lebih 90% keluarga yang
terkena mengalami mutasi titik pada posisi 1178, 14484, atau 3460 . mtDNA secara
ekslusif diturunkan dari ibu dan akibatnya sesuai dari pola umum pewarisan
mitokondria (maternal) mutasinya diteruskan melalui garis wanita, hal ini
disebabkan karena spermatozoa tidak mengandung mitokondria dan kalaupun ada
mitokondria maka mitokondria ini akan mati saat pembuahan, penyakit ini jarang
bermanifestasi pada wanita karier, diprediksikan akan bermanifestasi pada
keponakan laki-laki sesuai garis ibu.

Gejala :

Penglihatan kabur
Skotoma sentral tampak pada satu mata, kemudian pada mata sebelahnya
Timbul sakit kepala dan tanda meningeal karena terjadi peradangan
arakhnoid

Patofisiologi :

Pada fase akut akan terjadi edema diskus optikus dan retina peripapilar
disertai pelebaran pembuluh-pembuluh darah kecil yang teleangiektasis di
permukaannya; tetapi khasnya tidak ada kebocoran diskus optikus pada
pemeriksaan angiografi fluoresein.
Kedua nervus optikus akhirnya menjadi atrofi dan penglihatan biasanya
antara 20/200 dan hitung jari.
Hilangnya penglihatan biasanya tidak total dan tidaka da kekambuhan.
Penyakit ini mungkin disertai dengan penyakit mirip skeloris multipel,
defek konduksi jantung, dan distonia

Diagnosis :

Ditegakkan dengan pemeriksaan titik mutasi mtDNA, berdasarkan


penemuan satu dari tiga titik mutasi DNA

Diagnosis Banding :

Myoclonic epilepsy and ragged red fibers (MERRF)


Miopati mitokondrial, Asisdosis laktat, Serangan serupa stroke
(mitochondrial myopathy, lactic acidosis, and stroke like episodes MELAS)
Neuropati optik sekunder seperti degenerasi retina (sindrom Kearns-
Sayre), Sindrom Wolfram

4. Penyakit Neurodegeneratif Herediter

Beberapa penyakit neurodegeneratif dengan awitan antara masa kanak-kanan


sampai dewasa muda bermanifestasi sebagai gangguan neurologik progresif dan
atrofi optik dengan keparahan bervariasi, diantaranya ;

Ataksia spinoserebelar herediter ( ataksia Friedreich)


Neuropati sensorik dan motorik herediter ( penyakit Charchot Marrie-
Tooth)
Lysosomal storage disease
Sfiongolipiodosis , mengalami atrofi pada akhir perjalanan penyakitnya
Leukodistropi pada tahap yang lebih dini
Degenerasi spongiform Canavan
Distrofi glioneural (penyakit Alper)
Penyakit Resfum, atrofi optik terjadi sekunder akibat retinopati pigmentasi
Hidrosefalus dari mukopolisakarida di meningens atau di sel glia nervus
optikus
BAB III

PENUTUP

Atropi papil nervus optikus adalah degenerasi saraf optic yang tampak sebagai papil
berwarna pucat akibat hilangnya akson nervus optikus dan digantikan oleh jaringan
glia. Atrofi papil bukan merupakan penyakit akan tetapi merupakan tanda akan
kondisi yang berpotensi serius, keadaan ini merupakan proses akhir dari suatu
proses yang terjadi di retina, kerusakan yang sangat luas dari nervus optikus akan
menimbulkan atrofi papil dan dapat menimbulkan mata menjadi buta, untuk itu
diperlukan penegakan diagnosis yang cermat dan tepat sehingga dapat segera
tertangani. Gejala awal berupa keluhan mata kabur disertai pandangan gelap yang
disertai dengan sakit kepala, lemas dan mual. Penegakan diagnosis atrofi papil
memerlukan pemeriksaan mata yang lengkap seperti ; pemeriksaan visus, tes lapang
pandang, penglihatan warna, reflex pupil, pemeriksaan retina dan diskus optikus
dengan menggunakan oftalmoskop. Pemeriksaan penunjang lainnya berdasarkan
penyakit yang menyebabkannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartono, Dr. Sari Neurooftamologi. Cetakan I. Pustaka Cendikia


Press. Yogyakarta, 2006
2. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. Edisi ketiga. Widya
Medika: Jakarta. 2000
3. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2006.
4. G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition.
Thieme Stuttgart. New York. 2006

Anda mungkin juga menyukai