Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

Papil Atropi

Pembimbing:

dr. Bambang Herwindu, Sp.M

disusun oleh:

Maya Saputri 112022010

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACARA

RSUD TARAKAN JAKARTA

PERIODE 17 Oktober – 19 November 2022


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Anatomi dan Fisiologi nervus optikus............................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Definisi........................................................................................... 5
1.3 Epidemiologi.................................................................................. 5
1.4 Etiologi .......................................................................................... 6
1.5 Patofisiologi ................................................................................... 13
1.6 Manifestasi Klinis........................................................................... 14
1.7 Diagnosis ....................................................................................... 15
1.8 Penatalaksanaan ............................................................................. 19
1.9 Prognosis ....................................................................................... 20

BAB III

Kesimpulan.......................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 22
Pendahuluan
Atrofi papil nervus optikus adalah degenerasi nervus optik yang tampak sebagai papil
berwarna pucat akibat hilangnya pembuluh darah kapiler serta akson dan selubung myelin
nervus optikus dan digantikan oleh jaringan glia. Atrofi papil bukan merupakan penyakit
akan tetapi merupakan tanda akan kondisi yang berpotensi serius, keadaan ini merupakan
proses akhir dari suatu proses yang terjadi di retina, kerusakan yang sangat luas dari nervus
optikus akan menimbulkan atrofi papil dan dapat menimbulkan mata menjadi buta, untuk itu
diperlukan penegakan diagnosis yang cermat dan tepat sehingga dapat segera tertangani.
Gejala awal berupa keluhan mata kabur disertai pandangan gelap yang disertai dengan sakit
kepala, lemas dan mual. Penegakan diagnosis atrofi papil memerlukan pemeriksaan mata
yang lengkap seperti; pemeriksaan visus, tes lapang pandang, penglihatan warna, reflex pupil,
pemeriksaan retina dan diskus optikus dengan menggunakan oftalmoskop. Pemeriksaan
penunjang lainnya berdasarkan penyakit yang menyebabkannya.

Anatomi dan Fisiologi Nervus Optikus


Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana halnya
nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak di perifer
dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor
sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam
(neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua
lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel
ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan
pada lapisan serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian tengah kaput
nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan
cabang dari a. oftalmika.1

1
Gambar 1. Lapisan Neuron pada Retina

Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan


tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu
berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri
bergabung
menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing
masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang
lain
membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral
dan
kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi. Serabut
saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut
saraf yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls visual yang membangkitkan
refleks opsomatik seperti refleks pupil.1

2
Gambar 2. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal)

Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls
penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktus
genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan
primer
tersebut mendapat vaskularisasi dari a. kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri
posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa
impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls
dari lapang
pandang atas.1

Gambar 3. Radiatio Optika

Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf
akan
berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan nukleus
Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi
bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan
menyertai nervus
okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil.

3
Secara umum saraf optikus dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Bagian intraokular yang terbagi menjadi kepala saraf optikus (papil saraf
optikus / optic disc), bagian pre-laminar yang berada di depan lamina kribrosa,
bagian laminar yang berada di dalam lamina kribrosa, dan bagian post-laminar yang
berada di belakang lamina kribrosa.
2. Bagian intraorbital yang memiliki panjang sekitar 3 cm, berbentuk huruf S, dan
menjulur dari bola mata sampai ke apeks orbita.
3. Bagian kanalis optikus dengan panjang sekitar 5-7 mm.
4. Bagian intrakranial yang menjulur dari kanalis optikus ke bagian anterior kiasma
optikum dan traktus optikus (10 mm).

Cahaya datang yang berasal dari optalmoskop mengalami refleksi internal total
melalui serat aksonal dan dipantulkan kembali oleh kapiler pada permukaan disk, sehingga
menimbulkan warna kuning-merah muda sebagai karakteristik disk optik sehat. Akson
yang tidak memiliki optik yang baik, menyebabkan penampilan pucat pada disk. Menurut
teori lain, hilangnya kapiler dalam menyebabkan atrofi optik disk pucat muncul.1

Gambar 4. Optik disc normal

4
Permulaan saraf optikus di retina inilah yang disebut sebagai papil saraf optikus (optic
disc). Karena ketiadaan fotoreseptor di papil saraf optikus, maka bagian retina ini tidak dapat
berespon terhadap stimulus cahaya. Karenanya bagian ini disebut juga sebagai blind spot, dan
memiliki diameter sekitar 1,5 mm.1
 Papil saraf optikus merupakan tanda oftalmoskopik penting pada pemeriksaan
funduskopi. Yang perlu diperhatikan dari papil saraf optikus adalah warna, batas, cup-
discratio dan lingkaran neuroretinal. Papil yang normal akan berwarna merah musa
kekuningan, dengan batas yang jelas, non-elevated, dan memilki cup-disc ratio kurang dari 0,3.1
1.2. Definisi Atrofi Papil
Atrofi papil saraf optikus didefinisikan sebagai kerusakan saraf optikus yang
menyebabkan degenerasi atau destruksi saraf optikus. Secara klinis keadaan ini dikenal
sebagai pucatnya papil akibat menghilangnya pembuluh darah kapiler serta akson
danselubung myelin saraf seperti yang terlihat pada pemeriksaan funduskopi. Atrofi optik
bisa sangat ringan dengan gangguan visus dan lapang pandang yang sangat ringan ( hidden visual loss )
sampai hilangnya visus dan lapang pandangan secara total. 2,3
1.3. Epidemiologi Atrofi Papil
Prevalensi kebutaan disebabkan atrofi nervus optikus diAmerika Serikat adalah 0,8%.
Manakala, prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan yang timbul akibat atrofi nervus
optikus masing-masing adalah 0,04% dan 0,12%. Atrofi nervus optikus bukanlah suatu
penyakit melainkan tanda dari berbagai proses penyakit. Dengan demikian, morbiditas dan
mortalitas pada atrofi optik tergantung pada etiologi. Berdasarkan ras, atrofi nervus optikus
lebih menonjol pada orang kulit hitam (0,3%) dibandingkan dengan kulit putih (0,05%).

5
Tidak ada kecenderungan jenis kelamin tertentu terhadap angka kejadian atrofi nervus
optikus. Sedangkan dari segi umur, atrofi optik terlihat dalam setiap kelompok usia.4
1.4. Etiologi Atrofi Papil
Berdasarkan etiologinya, atrofi papil dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Vaskular

Oklusi Arteri Retina


Penyebab paling sering oklusi arteri retina pada orang tua adalah embolisasi trombus
atau ateroma dari arteri karotis ke arteri retina sentralis. Penyebab lainnya antara lain arteritis
temporalis, neuritis optikus, hiperkoagulabilitas darah, dan peningkatan tekanan intraokular.
Dalam waktu satu jam setelah terjadinya oklusi, spasme arterial yang reaktif akan
menghilang sehingga aliran darah ke retina kembali normal. Meskipun demikian, beberapa
jam sesudahnya retina akan mengalami edema dan berwarna abu-abu karena iskemia yang
terus berlanjut serta matinya sel-sel ganglion retina. Karena retina pada daerah fovea tidak
mengandung sel ganglion, maka warna kemerahan di bawah koroid tetap terlihat, dan
memberikan gambaran yang khas berupa cherry-red spot yang dikelilingi retina berwarna
abu-abu. Dalam waktu 2 sampai 3 minggu, cherry-red spot akan menghilang, dan seiring
dengan matinya sel-sel ganglion beserta aksonnya, saraf optikus akan memucat, yang
merupakan gambaran khas atrofi papil.4

Cabang arteri retina sentralis juga dapat mengalami oklusi jika ada ateroma yang
terlepas. Oklusi cabang arteri retina sentralis dikenal sebagai plak Hollenhorst dan terlihat
sebagai objek refraktil. Temuan ini mengindikasikan adanya aktivitas embolik yang berasal
dari sistem karotid. Bagian retina yang diperdarahi oleh pembuluh darah yang mengalami
oklusi akan berhenti berfungsi dan menyebabkan gangguan penglihatan yang tidak
mempengaruhi penglihatan sentral. 4

Intervensi segera diperlukan dalam waktu 90 menit pertama setelah terjadinya oklusi
untuk mencegah kematian sel retina. Menurunkan tekanan intraokular secara cepat dengan
parasentesis dan vasodilator akan mendorong pergerakan embolus kembali ke perifer.
Penetalaksanaan lain seperti dengan pemijatan bola mata untuk memperbaiki pasokan O2 ke

6
jaringan, terapi CO2 untuk menghasilkan vasodilatasi, pemberian antikoagulan oral, maupun
pemberian trombolitik, dapat diusahakan meskipun tidak ada yang terbukti efektif. 4

Sekunder karena penyakit degeneratif pada retina


1. Papiledema
Papiledema adalah kongesti noninflamatorik papil saraf optikus yang berkaitan
dengan peningkatan tekanan intrakranial. Papiledema akan terjadi pada setiap keadaan
yang menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial persisten, seperti tumor
serebrum, abses atau hematom subdura, hidrosefalus, dan hipertensi maligna. 5

Papiledema dapat berkaitan dengan penurunan penglihatan akut setelah dekompresi


intrakranium mendadak atau penurunan tekanan perfusi sistolik. Pada papiledema
kronik, papil yang hiperemik dan meninggi menjadi berwarna putih abu-abu akibat
gliosis astrositik dan atrofi saraf disertai konstriksi sekunder pembuluh-pembuluh
darah retina. Selain itu dapat muncul juga pembuluh kolateral optikosiliaris, dan
eksudat halus atau drusen. Pada papiledema kronik juga terjadi penurunan lapang
pandang perifer dan timbul kekaburan penglihatan yang sementara. Atrofi papil dan
hilangnya penglihatan permanen dapat terjadi sekunder jika penyebab utama
papiledema tidak ditangani.5

Pengobatan papiledema harus ditujukan kepada penyebabnya. Pada hipertensi


intrakranium jinak, terapi mungkin berupa pungsi lumbal, diuretik, kortikosteroid,
pirau lumboperitoneum, dan fenestrasi selaput saraf optikus.5

Gambar 5. Gambaran funduskopik pada papiledema

2. Neuritis optikus

7
Neuritis optikus adalah peradangan saraf optikus yang dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan sebagian atau keseluruhan. Peradangan saraf optikus tersebut biasanya

7
disebabkan oleh pembengkakan atau kerusakan pada selaput myelin yang melapisi
saraf optikus. Pada banyak kasus kerusakan aksonal langsung juga dapat
menyebabkan kerusakan saraf. Selain itu, peradangan juga disebabkan oleh infeksi
bakteri-virus dan karena peradangan pembuluh darah (vaskulitis) yang memperdarahi
saraf optikus.4

Hilangnya penglihatan pada neuritis optikus terjadi dalam beberapa jam pertama
setelah awitan dan mencapai maksimum dalam beberapa hari. Tanpa pengobatan
ketajaman penglihatan akan membaik 2-3 minggu setelah awitan dan kadang-kadang
kembali ke normal dalam beberapa hari. Perbaikan dapat terus berlanjut secara
perlahan selama enam minggu. Apabila proses penyakitnya cukup destruktif maka
timbul atrofi papil retrograd, dan di lapisan serat saraf retina muncul kelainan berkas
serat saraf. Papil kehilangan warnanya yang merah muda dan menjadi pucat.5

Untuk setiap serangan, neuritis optikus memiliki prognosis yang baik bahkan tanpa
pengobatan, tetapi biasanya terjadi penurunan penglihatan yang bermakna setelah
beberapa tahun karena serangan berulang akan menimbulkan kerusakan permanen.5

Neuritis optikus diobati dengan pemberian kortikosteroid yang akan mempercepat


penyembuhan saraf optikus dan mencegah hilangnya penglihatan secara keseluruhan.4

Gambar 6. Gambaran funduskopik pada neuritis optikus

Kompresi

8
Saraf optikus menjulur ke belakang mata, dan melintasi orbita serta kanalis optikus
menuju kiasma optikus. Panjang saraf optikus intraokular sekitar 1 mm, pada segmen
intraorbital sekitar 25 mm, pada segmen intrakanalikular sekitar 9 mm, dan pada komponen

8
intrakranial sekitar 16 mm. Saraf optikus paling rentan terhadap penekanan pada tempat-
tempat yang dikelilingi oleh tulang.5,6 Atrofi papil sendiri merupakan akibat dari neuropati
optikus yang disebabkan karena penekanan oleh keganasan intrakranial, keganasan
intraorbital (meningioma, hemangioma, schwannoma), keganasan pada saraf optikus
(glioma atau meningioma saraf optikus), aneurisma sirkulus anterior Willisi, oftalmopati
tiroid, serta proses inflamasi pada saraf optikus. 6

Ciri khas dari neuropati optikus akibat penekanan adalah hilangnya penglihatan yang
perlahan namun progresif, disertai oleh kelainan pupiler aferen dan skotoma sekosentral.
Terlambatnya diagnosis pada neuropati optikus akibat penekanan bukan hal yang jarang
dijumpai karena biasanya pasien tidak mengenali gejala awal, atau karena gejala hilangnya
penglihatan disalahartikan sebagai akibat dari neuritis optikus. Penatalaksanaannya sendiri
masih sulit, bahkan banyak dari penyebabnya yang resisten terhadap pengobatan.6

Gambar 7. Gambaran funduskopi pada neuropati optikus akibat penekanan

Metabolik

Penyakit metabolik yang dapat menyebabkan atrofi papil antara lain diabetes,
penyakit gangliosida, dan lain sebagainya. Pada diabetes, saat neuropati berubah menjadi
stadium proliferatif, maka pada papil saraf optikus dapat dilihat sejumlah pembuluh darah
baru yang rapuh. Adanya gambaran yang demikian mengindikasikan perlunya intervensi
seperti PRP (panretinal photocoagulation) yang digunakan untuk menurunkan
neovaskularisasi di papil saraf optikus.

9
Gambar 8. Gambaran funduskopik pada retinopati diabetik

Traumatik

Gangguan penglihatan akibat trauma tidak langsung pada saraf optikus dapat terjadi
pada 1% dari semua cedera kepala. Deksametason intravena dalam dosis yang tinggi atau
sangat tinggi dapat memberi hasil baik bagi pasien dengan perdarahan subperiosteum,
perdarahan orbita, atau edema intrakanalikulus. Dekompresi kanalis optikus transetmoid
saraf optikus tampaknya merupakan tindakan yang aman dan efektif dikombinasikan
dengan kortikosteroid. 6

Gambar 9. Gambaran funduskopik pada atrofi papil traumatik

Glaukomatosa

Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokular yang disebabkan oleh


gangguan aliran keluar humor akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior

10
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem drainase (glaukoma
sudut tertutup). 7

Angka kejadian glaukoma sebanding dengan penuaan, dan frekuensinya meningkat


pada usia 60an, serta diperkirakan mengenai enam puluh juta orang di seluruh dunia.
Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan pada orang kulit hitam dan penyebab
terbanyak kedua kebutaan pada orang kulit putih. 7

Glaukoma sudut terbuka primer yang merupakan bentuk tersering, dapat


menyebabkan penyempitan lapang pandang bilateral progresif asimtomatik yang timbul
perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi penyempitam lapang pandang yang
ekstensif. Bentuk-bentuk glaukoma lain merupakan penyebab morbiditas visual yang berat
pada semua usia. 7

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion
difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Papil saraf optikus menjadi atrofik, disertai
pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi atrofik, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma sudut tertutup akut tekanan
intraokular mencapai 60-80 mmHg sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang
disertai edema kornea. 7

Untuk mendiagnosis glaukoma dapat dilakukan beberapa pemeriksaan antara lain:

1. Tonometri, digunakan untuk mengukur tekanan intraokular (normal 10-24 mmHg)


2. Gonioskopi, digunakan untuk memperkirakan kedalaman sudut kamera anterior dan
memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut
3. Penilaian papil saraf optikus. Penilaian klinis papil saraf optikus dapat dilakukan
dengan oftalmoskopi langsung atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 70
dioptri, lensa Hruby, atau lensa kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga
dimensi. Atrofi papil saraf optikus akibat glaukoma menimbulkan kelaianan-
kelainan khas yang terutama ditandai oleh berkurangnya substansi papil, yang
terdeteksi sebagai pembesaran cekungan papil disertai pemucatan papil di daerah
cekungan. Rasio cekungan-diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran
papil saraf optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan
antara ukuran cekungan terhadap garis tengah papil. Apabila terdapat peningkatan

11
tekanan intraokular yang signifikan, rasio cekungan-diskus yang lebih besar dari 0,5
atau

11
adanya asimetri bermakna antara kedua mata mengisyaratkan adanya atrofi
glaukomatosa.
4. Pemeriksaan lapang pandang. Lapang pandang pada glaukoma dapat dilakukan
dengan layar singgung, perimeter Goldman, Friedmann field analyser, dan
perimeter otomatis. Gangguan lapang pandang akibat glaukoma terutama mengenai
30 derajat lapang pandang bagian tengah. Perubahan paling dini adalah semakin
nyatanya bintik buta. Perluasan kontinyu ke daerah Bjerrum lapang pandang, 15
derajat dari fiksasi, menimbulkan skotoma Bjerrum kemudian skotoma arkuata.
Penurunan pembentukan humor akueus adalah suatu metode untuk menurunkan
tekanan intraokular pada semua bentuk glaukoma. Beberapa obat dapat menurunkan
pembentukan humor akueus, antara lain beta-blocker, agonis adrenergik α-2, dan inhibitor
karbonat anhidrase sistemik. Terdapat juga tindakan-tindakan bedah, antara lain iridektomi
dan trabekulektomi, tapi biasanya digunakan hanya setelah terapi medis gagal.7

Gambar 10. Gambaran funduskopik papil yang normal (kiri) dan papil yang
atrofik (kanan) pada glaukoma

12
1.5. Patofisiologi Atrofi Papil8

Pada nervus optikus terdapat sebanyak 1.2 juta axon yang berasal dari lapisan retina.
Akson- akson pada nervus optikus ini terdiri atas serabut bermielin oligodendrit dan bila
terjadinya kerusakan pada akson ia tidak akan regenerasi kembali. Pada akson yang
berdegenerasi, ia kehilangan kemampuan optik dimana pada diskus optikus yang normal
terdapat karakteristik warna kekuningan sedangkan pada diskus yang atrofi bewarna pudar.
Atrofi optic merupakan tanda utama kerusakan pada sel- sel ganglion retina.
Kerusakan dapat terjadi pada mana- mana bagian dari sel neuron, yaitu dari badan sel
sehingga ke bagian sinapsnya pada badan genikulatum lateral. Atrofi optic tidak terjadi
secara mendadak dimana diperlukan 4- 6 minggu dari waktu terjadinya kerusakan akson.
Perubahan histopatologi pada atrofi papil
 Peyusutan atau kehilangan myelin dan silinder aksis
 Gliosis
 Lebih dalamnya cup fisiologis dengan barring lamina cribrosa
 Pelebaran ruang subarachnoid
 Pelebaran septa pial
 Pembengkakan bulbus aksonal ( Cajal end Bulb)
Terdapat 3 teori patogenesis:
1. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis berlebihan.Perubahan
ini merupakan tanda patologis dari consecutive optic atrophy dan postneuritic
optic atrophy.
2. Degenerasi serabut saraf dan gliosis dalam keadaan normal,di mana astrosit
berproliferasi dengan sendirinya dan tersusun pada kolum longitudinal mengganti
serabut saraf (columnar gliosis).Keadaan ini terjadi pada atropi papil primer.

13
3. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis yang tidak
berfungsi.Hal ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah. Perubahan patologi ini
disebut sebagai cavernous optic atrophy dan merupakan ciri dari glaukoma dan
ischaemic optic atrophy.
1.6. Manifestasi Klinis9

Gejala dan tanda atropi papil tentunya juga tergantung dari penyakit yang
mendasari. Gejala dan tanda umum adalah sebagai berikut:

1. Penurunan visus
2. Gangguan persepsi warna
3. Gangguan lapangan pandang yang beraneka ragam tergantung penyebabnya.

Bentuk kelainan pada lapangan pandang dapat berupa membesarnya bintik


buta fisiologik bisa terjadi;
1. Skotoma Busur (arkuata) : dapat terlihat pada glaucoma, iskemia papil saraf
optic, dan oklusi arteri retina sentral
2. Skotoma Sentral : pada retinitis sentral
3. Hemianopsia bitemporal : hilangnya setengah lapang pandang temporal kedua
mata, khas pada kelainan kiasma optic, meningitis basal, kelainan sphenoid dan trauma
kiasma.
4. Hemianopsia binasal : defek lapang pandang setengah nasal akibat tekanan
bagian temporal kiasma optic kedua mata atau atrofi papil saraf optic sekunder akibat
TIK meninggi.
5. Hemianopsia heteronym : bersilang, dapat binasal atau bitemporal
6. Hemianopsia homonym : hilang lapang pandang pada sisi yang sama pada
kedua mata, pada lesi temporal

14
7. Hemianopsia altitudinal : hilang lapang pandang sebagian atas atau bawah,
dapat terjadi pada iskemik optic neuropati, kerusakan saraf optic, kiasma dan kelainan
korteks.
1.7. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis berupa keluhan subjektif pasien dan
kemungkinan faktor risiko yang diderita pasien. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan
fisik yang menginterpretasikan adanya gangguan pada nervus optikus, yaitu:
1. Gangguan lapangan pandang
Lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik, akan
menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang. Lesi pada nervus
optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini
disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang memperdarahi retina tanpa
kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang
kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut
amaurosis fugax. 8,9
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal
yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan
menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan
hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian temporal akan
menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut
parietal akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral.8,9 

15
Gambar 11. Kelainan lapangan pandang

2. Kelainan pada pemeriksaan refleks pupil

Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika terdapat lesi yang
mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan pada refleks pupil atau refleks
cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk diantaranya :
 Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan kekeruhan
cairan vitreus pada pasien diabetes melitus.
 Penyakit pada retina, seperti retinitis pigmentosa, perdarahan makula, atau scar.
 Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik, neuritis retrobulbar,
dan atrofi nervus optikus.
 Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan batang otak
 Penyakit atau kelainan pada batang otak
 Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau gangion siliare

16
Gangguan pada N.optikus (nervus II) dapat mengakibatkan gangguan relatif jaras
aferen pupil/RAPD (pupil Marcus Gunn). Tes yang digunakan dinamakan tes penyinaran
secara alternatif (swinging test), dimana bila mata yang sehat disinari cahaya kedua pupil
akan berkontraksi, kemudian re-dilatasi perlahan. Bila cahaya dipindahkan ke mata yang
sakit, konstraksi kedua pupil berkurang atau tidak ada re-dilatasi yang lebih lama dapat
terjadi.8,9
3. Pengujian dengan perimeter Goldmann
• Dengan memakai bidang parabola yang terletak 30 cm di depan pasien
• Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan kemudian benda digerakkan
dari perifer ke sentral.
• Bila ia melihat benda atau sumber cahaya tersebut, maka dapat ditentukan setiap batas
luar lapang pandangannya
• Dapat pula ditentukan letak bintik buta pada lapang pandang pasien8,9

4. Kelainan pada pemeriksaan funduskopi


Dalam bidang neurologi, kelainan papil nervus optikus yang perlu diperhatikan adalah papil
yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema.
Terdapat dua macam atrofi optik (atrofi papil) yaitu atrofi optik primer dan atrofi
optik sekunder.
1. Atrofi papil primer
Atrofi optik primer, disebut juga atrofi simpleks yaitu hilangnya serabut saraf optik
dengan gliosis yang minimal karena tidak didahului peradangan diskus optikus atau papil

17
edema. Pada atrofi primer, warna papil menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah
berkurang. Atrofi primer dijumpai pada kasus lesi nervus optikus atau khiasma optikum
(misalnya pada tumor hipofisis). Secara mikroskopik ditemukan degenerasi akson-akson
saraf dan selubung myelin. Selalu ditemukan sedikit proliferas isel-sel glia astrosit dan
bertambahnya jaringan kolagen.10,11

Gambar 12. Atrofi Primer

2. Atrofi papil Sekunder

Atrofi sekunder merupakan akibat lanjut dari papilitis dan papiledema. Atrofi
sekunder juga terjadi akibat lanjut dari papiledema misalnya pada pasien yang menderita
tekanan tinggi intracranial yang lama. Pada atrofi sekunder, warna papil juga pucat tetapi
batasnya tidak tegas. Terjadi akibat peradangan akut atau lesi vaskuler saraf optic yang
terletak dekat dengan bola mata serta menimbulkan reaksi aktif sel glia dan mesenkim dekat
papil. Degenerasi yang terjadi terisi oleh proliferasi astrosit, jaringan ikat atrofi dan
ditemukan pembuluh darah yang menghilang.10,11

18
Gambar 13. Atrofi Sekunder

1.8. Tatalaksana Atrofi papil

Tidak ada pengobatan yang terbukti untuk atrofi optik. Namun, pengobatan yang
dimulai sebelum atrofi optik berkembang dapat membantu menyelamatkan visus. Peran
steroid intravena terbukti dalam kasus neuritis optik atau neuropati optik iskemik anterior
arteritic. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat membantu pasien dengan neuropati
toksik dan bersifat kompresif.4

Idebenone, analog kuinon, telah digunakan baru-baru ini dalam beberapa kasus Leber
neuropati optik untuk memperbaiki jaring sintesis ATP dengan menyediakan jalur alternatif.

Atrofi papil saraf optikus dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata teratur,
terutama bagi mereka yang mengalami penurunan penglihatan. Deteksi awal adanya
inflamasi atau masalah lain akan memperkecil kemungkinan terjadinya atrofi. Pasien yang
secara genetik berisiko menderita leber’s hereditary optic neuropathy, disarankan untuk
mengkonsumsi vitamin c, vitamin atau anti oksidan lainnya serta menghindari paparan
terhadap zat beracun dan mencegah malnutrisi untuk menjauhkan kemungkinan terjadinya
neuritis optikus toksik atau nutritional.4

19
1.9. Prognosis Atrofi papil

Pengobatan dini dan intensif pada neuropati optik akibat nutrisi dapat memberikan
pasien dengan visus mendekati normal. Tapi setelah cadangan nutrisi habis terjadi perubahan
kecil akibat hilangnya serat saraf dimana menyebabkan penurunan yang signifikan dalam
penglihatan.
Deteksi dini adalah kunci karena kita tidak dapat menggantikan akson mati.
Degenerasi dan atrofi papil saraf optic merupakan keadaan yang bersifat irreversible dan
perlu tindakan pencegahan terhadap progresivitas kerusakan nervus optikus dan
kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan tergantung dari penyebab.1,2,4

2.0. Tumor Hipofisis


Secara umum, lesi pada kiasma menyebabkan defek lapang pandang hemianopia
bitemporal. Pada awalnya, defek ini biasanya tidak lengkap dan sering asimetrik. Namun,
seiring dengan berjalannya penyakit, hemianopia temporal menjadi komplet, lapang pandang
nasal inferior dan superior kemudian terkena, dan ketajaman penglihatan sentral akan
berkurang. Sebagian besar penyakit yang mengenai kiasma bersifat neoplastik; proses
vaskular atau peradangan hanya sesekali menyebabkan disfungsi kiasma
Lobus anterior kelenjar hipofisis adalah lokasi awal tumor hipofisis yang
bermanifestasi dalam bentuk penglihatan, kelumpuhan nervus kranialis termasuk kelumpuhan
otot ekstraokular, dan sebuah massa lesi pada CT-scan atau MRI, yang berasal dari sella
hipofisis dan meluas ke regio suprasela dan atau parasella.
Pemeriksaan penglihatan, khususnya dokumentasi lapang pandang, serta pemeriksaan
endokrin, penting dalam penentuan tatalaksana tumor ini. Prolaktinoma umumnya diterapi
dengan agonis dopamin, seperti cabergoline, bromocriptine, atau pergolide. Makroadenoma
hipofisis lain umumnya menjalani hipofisektomi transfenoid. Radioterapi dapat diberikan

20
sebagai adjuvan pembedahan. Ketajaman penglihatan dan lapang pandang dapat pulih secara
dramatis setelah tekanan pada kiasma dihilangkan. Akan tetapi apabila terjadi atrofi optik, itu
merupakan tanda prognostik yang buruk.5

Kesimpulan

Atrofi papil merupakan akibat degenerasi serat saraf dari saraf optikus dan jalur
penglihatan sensoris. Keadaan ini dapat merupakan kelainan bawaan atau didapat. Jika
didapat, maka penyebabnya adalah gangguan vaskuler, sekunder karena penyakit degeneratif
pada retina, karena penekanan pada saraf optikus, atau karena penyakit metabolik. Gejala
yang muncul berupa penurunan fungsi penglihatan, dan ditandai dengan pucatnya papil saraf
optikus dan hilangnya reaksi pupil. Penatalaksanaan yang dapat diberikan tergantung pada
penyakit yang mendasari.

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas HS, Yulianti S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-5. Jakarta. Badan Penerbit
FKUI;2017.
2. Rashmin Gandhi, MBBS, FRCS(Edin), FRCS(Glasg). Optic atropy. Diunduh pada
tanggal 19 November 2022 http://emedicine.medscape.com/article/1217760-
followup#showall.
3. Ahmad SS, Kanukollu VM. Optic Atrophy. Di unduh tanggal 20 November 2022
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559130/
4. Optic atrophy. Diunduh pada tanggal 19 November 2022
http://eyewiki.aao.org/Optic_Atrophy
5. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum. Edisi ke 17.
Jakarta: EGC; 2010. h. 263-283
6. Cooper T. Compressive optic neuropathy. Diunduh pada tanggal 20 November 2022
www.emedicine.com/oph/topic167.htm
7. Haddad W. Intraocular anatomy. Diunduh pada tanggal 20 November 2022
www.eyeweb.org/anatomy.htm
8. Montgomery TM. Anatomy, and pathology of the human eye. Diunduh pada tanggal
20 November 2022 http://www.tedmontgomery.com/the_eye/optcnrve.html
9. Charoenkijkajorn, Chaow MD; Cho, Junsang MD; Lee, Andrew G. MD. Unexplained
Bilateral Optic Atrophy for Decades. Diunduh pada tanggal 20 November 2022 doi:
10.1097/WNO.0000000000001736
10. Cribaillet CD. Optic atrophy type 1.Diunduh pada tanggal 20 November
2022 .http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1248/?report=printable
11. Optic atrophy. Di unduh pada tanggal 20 November 2022
http://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/common/standard/tranorm.jsp/
requestURL=/healthatoz/Atoz/ency/optic_atrophy.jsp.

22

Anda mungkin juga menyukai