Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

NEURITIS OPTIK

Pembimbing:
dr. Siti Fatimah Sah Rahmadhani, Sp.M

Penyusun:
Michelle Witedja
406192014

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 8 Juni 2020 – 15 Juni 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TARUMANAGA
HALAMAN LEMBAR
PENGESAHAN

Nama : Michelle Witedja


NIM : 406192014
Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Bagian : Program Pendidikan Profesi Dokter
Periode : 8-15Juni 2020
Judul : Ulkus Kornea
Diajukan : 11 Juni 2020
Pembimbing : dr. Siti Fatimah Sah Rahmadhani, Sp.
Telah diperiksa dan disahkan tanggal

………………………………………

Pembimbing,

dr. Siti Fatimah Sah Rahmadhani,


Sp.M

2
BAB 1
PENDAHULUAN

Neuritis optik adalah peradangan atau demielinasi saraf optikus akibat berbagai macam

penyakit. Peradangan pada nervus optik ini disebabkan oleh berbagai macam penyakit. Etiologi

neuritis optik adalah idiopatik, namun berkaitan dengan demyelinating lesion, neuromielitis

optika, penyakit autoimun, infeksi, inflamasi dan respon imun pasca imunisasi. Dasar patologi

penyebab neuritis optikus paling sering adalah inflamasi demielinasi dari saraf optik.

Suatu studi epidemiologi menunjukan neuritis optikus berkisar 4-5 per 100.000 populasi,

dengan insidensi tertinggi pada populasi yang tinggal di dataran tinggi, seperti Amerika Utara

dan Eropa bagian barat, dan terendah pada daerah ekuator. Sedangkan dari segi ras, ras

kaukasian lebih banyak terkena dibanding ras lain. Pada predileksi umur dewasa muda 20-45

tahun, neuritis optikus biasanya bersifat unilateral dan banyak pada wanita (3:1). Sedangkan

neuritis optik pada anak lebih jarang terjadi , yaitu hanya kurang lebih 5% kasus, biasanya

bersifat bilateral, timbul palpitis, dan mempunyai kecenderungan menjadi sklerosis multipel

lebih rendah.

Pengobatan neuritis optikus dapat dilakukan dengan pemberian kombinasi steroid oral,

intravena, disesuaikan dengan tingkatkeparahan penyakit. Selain itu, mitoxantrone juga dapat

diberikan untuk mengobati penyakit kekambuhan-remisi yang progresif dan sulit diobati.

 Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada 92% pasien.

Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif. Meskipun demikian, penglihatan

tidak dapat sepenuhnya kembali normal.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi dan Fisiologi Saraf Optik


Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana halnya
nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak di perifer dari
sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor
sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam
(neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan
yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion
(lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan pada lapisan
serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian tengah kaput nervus optikus
tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan cabang dari a.
oftalmika.

Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan


tubersinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu berkas
membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung
menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari
masingmasing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata
yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum
lateral dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi.
Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan
serabut saraf yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls visual yang
membangkitkan refleks opsomatik seperti refleks pupil.

4
Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls
penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktus
genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan primer
tersebut mendapat vaskularisasi dari a. kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri
posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls
lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang
pandang atas.

Impuls afferent berjalan dari retina ke korteks visual, dan impuls eferen dari korteks
visual ke area pretektalis dan kemudian ke nucleus parasimpatis Perlia yang terletak dibagian

5
medial dan ventral nucleus Edinger-Westphal(nucleus otonomo aksesorius). Dari nucleus Perlia
kedua sisi, impuls berjalan ke area nuclear m.rectus medialis( untuk konvergensi okular) dan
masuk ke nucleus Edinger-Westphal, yang kemudian berlanjut ke ganglion silliare dan m.
silliaris (untuk akomodasi) dan m. sfingter pupilae (untuk konstriksi pupil).

N. optikus yang masuk ke orbita melalui kanalis optikus dari fossa crania media disertai
dengan arteri optalmika, yang terletak disisi latera bawahnya. Saraf ini dikelilingi oleh selubung
piamater, arachnoideamater, dan duramater. Berjalan kedepan dan lateral kedalam kerucut
mm..recti dan meembus sclera pada suatu titik di medial polus posterior mata. Disini meninges
menyatu dengan sclera, sehingga spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinal
meluas kedepan dari fossa crania media, disekitar n.optikus , melalui canalis optikus dan sampai
ke bola mata.

Mata mengirimkan sinyal ke bagian belakang otak (lobus occipital) melalui nervus optik, dimana
informasi tersebut diiterpretasikan sebagai sebuah gambar. Nervus optik dibungkus oleh myelin,
untuk membantu konduksi sinyal ke bagian belakang otak.

6
1.2 Definisi Neuritis Optik

Neuritis optik adalah demielinasisi dan inflamasi dari nervus optikus, serabut saraf menjadi
bengkak dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dengan penglihatan yang bisa berkurang
ataupun normal, tergantung dari jumlah saraf yang mengalami peradangan. Neuritis optik
merupakan kerusakan saraf optikus di papilla pada segmen anterior dan di segmen posterior
pada bagian belakang mata.

1.3 Etiologi
Neuritis optik adalah penyakit idiopatik, namun menurut beberapa penelitian neuritis optik
dapat berkaitan dengan beberapa penyakit seperti:
a. Demielinatif
 Idiopatik
 Sklerosis multiple
 Neuromielitis optika (penyakit Delvic)
b. Diperantarai imun
- Neuritis optik pascainfeksi virus (morbili, mumps, cacar air, influenza,
mononukleosis infeksiosa)
- Neuritis optik pascaimunisasi
- Ensefalomielitis diseminata akut
- Polineuropati idiopatik akut (sindrom Guillain-Barre)
- Lupus eritematosus sistemik
- Penyakit leber
c. Infeksi langsung
- Herpes zoster, sifilis, tuberkulosis, crytococcosis, cytomegalovirus
d. Neuropati optik granulomatosa
- Sarkoidosis
- Idiopatik
e. Penyakit peradangan sekitar

7
- Peradangan intraocular
- Penyakit orbita
- Penyakit sinus, termasuk mukormikosis
- Penyakit intracranial: meningitis, ensefalitis
f. Intoksikasi racun eksogen
tobacco, etil alkohol, metil alkohol
g. penyakitmetabolic
diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis

1.4 Patofisiologi
Nervus optikus mengandung serabut-serabut syaraf yang mengantarkan informasi visual

dari sel-sel nervus retina ke dalam sel-sel nervus di otak. Retina mengandung sel

fotoreseptor, merupakan suatu sel yang diaktivasi oleh cahaya dan menghubungkan ke sel-sel

retina lain disebut sel ganglion. Kemudian mengirimkan sinyal proyeksi yang disebut akson

ke dalam otak. Melalui rute ini, nervus optikus mengirimkan impuls visual ke otak. Inflamasi

yang terjadi pada neuritis optik yang akan menyebabkan sinyal visual terganggu dan

pandangan menjadi lemah

1.5 Gejala Klinis

Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang sampai buta. Keluhan

ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat penekanan. Kadang-kadang disertai demam

atau setelah demam biasanya pada anak yang menderita infeksi virus atau infeksi saluran napas

bagian atas.

Pada pemeriksaan pupil ditemui adanya RAPD yaitu kelainan pupil yang sering dijumpai

dengan adanya tanda pupil Marcus Gunn. Cara pemerikasaan, mata pasien secara bergantian

8
diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi malah membesar. Kelainan ini

menunjukan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.

Gambar 10. Tanda pupil Marcus Gunn

Pada pemeriksaan fundus ditemukan hiperemi papil saraf optik dengan batas yang kabur,

pelebaran vena retina sentralis dan edema papil. Kadang-kadang sekitar papil terlihat bergaris-

garis disebabkan edema, sehingga serabut saraf menjadi renggang.

Gangguan lapang pandang dapat terjadi pada penglihatan perifer dan menyempit secara

konsentris, didapatkan juga skotoma sentral, sekosentral atau para sentral.

1.6 Diagnosis

Diagnosis dari neuritis optik cukup sulit untuk ditegakkan, karena pasien datang dengan
keadaan mata yang terlihat normal.
1. Anamnesa

9
Riwayat pasien dengan sklerosis multipel dapat ditanyakan apakah mempunyai riwayat
neuritis optik yang berulang, ditanyakan apakah pernah terjadi keluhan yang sama
sebelumnya. Gejala subjektifnya antara lain :
 Penglihatan turun mendadak dalam beberapa jam sampai hari yang mengenai satu atau
kedua mata. Kurang lebih sepertiga pasien memiliki visus lebih baik dari 20/40 pada
serangan pertama, sepertiga lagi juga dapat memiliki visus lebih buruk dari 20/200
 Penglihatan warna terganggu
 Rasa sakit bila mata bergerak dan ditekan, bola mata terasa berat dibagian belakang
kepala
 Adanya defek lapangan pandang.
 Pasien mengeluh penglihatan menurun setelah olahraga atau suhu tubuh naik. (tanda
Uhthoff)
 Beberapa pasien mengeluh objek yang bergerak lurus terlihat mempunyai lintasan
melengkung (Pulfrich phenomenom); kemungkinan dikarenakan konduksi yang
asimetris antara nervus optikus.
2. Pemeriksaan
 Pemeriksaan fisik pada pasien dengan kecurigaan neuritis optikus meliputi pemeriksaan
ophtalmologis, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan sistemik yang menyeluruh.
 Pemeriksaan ophtalmologi meliputi:
 pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp, penlight untuk menilai segmen anterior dari
mata, reflek pupil pada kedua mata. Refleks pupil menurun pada mata yang terkena dan
defek aferen relatif atau Marcus-Gunn pupil umumnya ditemukan. Pada kasus yang
bilateral, defek ini biasanya tidak ditemukan
 pemeriksaan tajam penglihatan jarak jauh maupun jarak dekat.
 Pemeriksaan buta warna dengan Ishihara pseudoisochromatic plate
 Pemeriksaan lapang pandang, pada pasien dengan neuritis optik seringkali didapatkan
skotoma sentral yang dapat diperiksa dengan menggunakan perimetry
 Pemeriksaan funduskopi pada papilitis terlihat gambaran hiperemia dan edema diskus
optik sehingga membuat batas diskus tidak jelas. Pada papil terlihat perdarahan, eksudat
star figure yang menyebar dari papil ke makula, dengan perubahan pada pembuluh darah

10
retina dan arteri menciut dengan vena yang melebar. Kadang-kadang terlihat edema papil
yang besar yang menyebar ke retina. Edema papil tidak melebihi 2-3 dioptri.

Edema nervus optikus pada neuritis optikus

Dasar perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang diatas pada kasus neuritis optik
adalah:

1. Untuk menentukan penyebabnya apakah suatu proses

inflamasi atau non inflamasi, idiopatik, dan infeksi.

2. Untuk menentukan prognosisnya, apakah akan

berkembang secara klinis menjadi multipel sklerosis.

a. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan myelin,

yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel. MRI juga dapat

membantu menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai

menderita neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan

gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi

white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan MRI

11
otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan pelebaran

nervus optikus. Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan apakah

terdapat lesi ke arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis multipel

adalah terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di area

periventrikular dan menyebar ke ruangan ventrikular.

b. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Protein ologinal banding pada cairan serebrospinal merupakan penentu sklerosis multipel.

Terutama dilakukan terhadap pasien-pasien dengan pemeriksaan MRI normal.

c. Test Visually Evoked Potentials

Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam sistem visual, auditorius

dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test Visually evoked potentials

menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal elektrik yang

lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus.

d. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis optica. Pasien

dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksan ini untuk mendeteksi apakah

berkembang menjadi neuromyelitis optica. Pemeriksaan tingkat sedimen eritrosit (erythrocyte

sedimentation rate (ESR)) dipakai untuk mendeteksi inflamasi pada tubuh, tes ini dapat

menentukan apakah neuritis optikus disebabkan oleh inflamasi arteri kranialis.

1.7 Penatalaksanaan

 Tergantung penyebab

12
 Bila infeksi diberikan antibiotika
 Kortikosteroid : methylprednisolone 4x250 mg selama 3 hari dilanjutkan dengan
prednizolone oral selama 14 hari

1.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding mata tenang visus turun mendadak, adalah:

1. Nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy

Terdapatnya nyeri terutama pada pergerakan mata (meskipun tidak mutlak) secara klinis

dapat membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy.

2. Syndrom viral dan post viral

Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-3 minggu,

tetapi dapat juga sebagai fenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai anak-anak daripada

dewasa dan terjadi karena proses imunologi yang menghasilkan demielinisasi nervus optikus.

Post viral atau parainfeksius neuritis optikus dapat terjadi unilateral tetapi sering bilateral.

Diskus optikus dapat normal atau terjadi pembengkakan.

3. Ablasio Retina

Keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina.

Ablasio retina akan memeberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang

terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijar api (fotopsia) pada lapang

penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat

dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.

4. Oklusi Arteri Vena Sentralis

13
Gangguan vaskular retina dengan potensial menimbulkan kebutaan yang sering terjadi

dan mudah didiagnosis. Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak yang tidak

nyeri. Biasanya pada usia lebih dari 50 tahun dan mengidap penyakit kardiovaskular terkait

lainnya.

5. Papil Edema

Kongesti non inflamasi diskus optik yang berkaitan dengan peningkatan tekanan

intrakranium. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya nyeri kepala hebat, mual, muntah namun

ketajaman penglihatan masih normal. Pada funduskopi didapatkan papil sembab, batas kabur,

kapiler dan vena retina melebar dan berkelok, terdapat perdarahan, eksudat dan terdapat

penonjolan papil yang melebihi 3 dioptri. Tidak terdapat gangguan pada lapang pandang.

Keadaan ini biasanya ditemukan bilateral.

1.9 Prognosis

Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau mendekati sempurna setelah 6-12 minggu.

Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih mencapai visus 20/40 atau lebih baik. Dan

sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan, meskipun pemulihan

dalam 1 tahun juga memungkinan. Derajat keparahan kehilangan penglihatan awal menjadi

penentu terhadap prognosis penglihatan. Meskipun penglihatan dapat pulih menjadi 20/20 atau

bahkan lebih baik, banyak pasien dengan acute demyelinating optic neuritis berlanjut menjadi

kelainan pada penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian dan kualitas hidupnya. Kelainan

tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna (33-100%),

14
lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89-100%), reaksi pupil afferent (55-

92%), diskus optikus (60-80%), dan visual-evoked potensial (63-100%).

BAB III
KESIMPULAN
Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi saraf optik, demielinisasi yang
menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata
(monokular). Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan papilitis.
Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam penyakit/keadaan.
Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf pusat.
Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur, adanya bintik buta, perbedaan subjektif
pada terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu. Pada anak, biasanya gejala bersifat
mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, neuritis optikus seringkali
unilateral. Adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran umum dari neuritis optikus.
Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak.

Pengobatan neuritis optikus dapat dilakukan dengan pemberian kombinasi steroid oral,
intravena, disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit. Proses penyembuhan dan pemulihan

15
ketajaman penglihatan terjadi pada 92%pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan
yang progresif. Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi
ke lima, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2014
2. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American
Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology. Basic and Clinical
Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of American Academy of
Ophtalmology, 2009-2010.
3. Hoorbakht H, Bagherkashi F. Optic Neuritis, Its Differential Diagnosis and Management
[Internet].India : Bharati Vidyapeeth University, Medical College, School of Optometry,

16
Pune, Maharashtra 2012. [cited on 2020 Juni 06]. Avaible from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3414716/
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar fisiologi kedokteran.2006. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5. Menon V, Saxena R, Misra R, Phulijhele S. Management of optic neuritis. [internet].
Indian: Jurnal Ophtalmol 2011. [cited on 2020 Juni 06]. Avaible from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3116540/
6. Snell RS, et al. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi keenam. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC 2006.

17

Anda mungkin juga menyukai