Anda di halaman 1dari 30

Bed Side Teaching

Papil Edema

OLEH :

Muhammad Ferdiansyah 1740312451


Ridho Hariyadi Afnim 1840312419

PRESEPTOR :
dr. Julita, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR. M. DJAMIL PADANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekitar 1,2 juta axon bersatu di optik disk membentuk saraf optik. Panjang
saraf optik sekitar 50 mm, akan berjalan dari belakang bola mata melalui orbita,
dan melewati kanal optik, berjalan di intrakranial, sebagian mengalami dekusasi
dan berjalan bersaman dengan saraf optik kontralateral membentuk suatu kiasma
optikus. Setiap axon akan menjaga transpot aktif axonal pada arah ortograde
(mata ke otak) ataupun retrograde.1
Ruang subarachnoid dari otak akan berlanjut ke depan hingga menyelimuti
saraf optik hingga tepat dibelakang bola mata. Sehingga kelainan yang terjadi
didalamnya (tumor, hidrosefalus, pseudotumor cerebri seperti idiopatik
intrakranial hipertensi (IIH)) akan menyebabkan disfungsi atau kompresi pada
saraf optik, hal ini menyebabkan tahanan partial dari tranport axoplasmik, dan
menyebabkan pembengkakan pada optik disk.1,2
Papil edema merupakan suatu elevasi dari optik disk, yang biasanya
bilateral, dan disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial. Sehingga segala
bentuk kelainan intrakranial yang tidak menyebabkan edema pada optik disk
harus disingkirkan, dan biasanya akan membutuhkan pemeriksaan pencitraan dan
atau lumbal pungsi untuk dinilai komposisinya. Nilai normal dari tekanan
intrakranial adlah 250mmH2O bila diukur dengan manometer pada posisi
telentang.2,3,4
Penyebab papil edema yang sering adalah tumor intrakranial (primer atau
metastasis), IIH, sagital sinus trombosis, aqueduct stenosis, hematoma subdural
atau epidural, AV malformasi, perdarahan subarachnoid, meningitis, ensefalitis,
abses otok.2,3,5
Suatu keadaan lain dapat juga menyebabkan tahanan pada transport
axoplasmik tanpa disetai peningkatan tekanan intrakranial. Keadaan seperti ini
terjadi pada tumor seperti meningioma selaput saraf optik, glioma, lesi infiltratif
seperti leukemia, anterior iskemik optik neuropati dan obat-obat tertentu yang

2
mempengaruhi saraf optik (ethambutol). Hal ini berbeda dengan papil edema dan
biasanya disebut dengan edema disk.1,2,5
Papil edem dapat menyebabkan hilangnya akson dengan penyempitan
biang visual, kehilangan substansi diskus dan akhirnya menyebabkan kehilangan
ketajaman sentral.1,2,5 Berdasaran penjelasan tersebut penulis ingin membahas
tentang etiologi papil edem.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi
Papiledema merupakan edema dari papil saraf optik akibat peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Tampilan diskus pada papiledema tidak dapat
dibedakan dari edema oleh penyebab lain (contohnya papililtis) yang mana secara
tidak spesifik diistilahkan dengan edema diskus optikus.1
Berbeda dengan penyebab lain dari pembengkakan diskus saraf optik,
pengelihatan biasanya masih cukup baik pada papiledema akut. Papiledema
hampir selalu timbul sebagai fenomena bilateral dan dapat berkembang dalam
beberapa jam sampai beberapa minggu. Istilah ini tidak dapat digunakan untuk
menggambarkan pembengkakkan diskus saraf optik yang disebabkan oleh karena
infeksi, infiltratif, atau peradangan.2
2. 2 Anatomi
Diskus optikus (papila N. Optikus) merupakan bagian dari nervus optikus
yang terdapat intra okuler dimana dapat dilihat dengan pemeriksaan memakai alat
oftalmoskop.
Adapun bagian-bagian dari Nervus Optikus yang mempunyai panjang 50,0
mm itu adalah sebagai berikut :
a. Bagian intra okuler sepanjang 0,70 mm
b. Bagian intra orbita sepanjang 33,00 mm
c. Bagian intra kanalikuler sepanjang 6,00 mm
d. Bagian intra kranial sepanjang 10,00 mm
Nervus Optikus ini muncul dari belakang bola mata (orbita) melalui
lubang pada sklera dengan diameter sekitar 1,50 mm. Sedang letak diskus
optikusnya berada sekitar 0,3 mm di bawah dan 1,0 mm di sebelah nasal fovea
sentralis.3

4
Gambar 1. Jalur Optikus3

Gambar 1 memperlihatkan prinsip jaras penglihatan dari kedua retina ke


korteks penglihatan. Setelah meninggalkan retina, impuls saraf berjalan ke
belakang melalui nervus optikus. Di kiasma optikum semua serabut dari bagian
nasal retina menyeberangi garis tengah, tempat mereka bergabung dengan
serabut-serabut yang berasal dari bagian temporal retina mata yang lain sehingga
terbentuklah traktus optikus. Serabut-serabut dari traktus optikus bersinaps di
nucleus genikulatum lateral dorsalis, dan dari sini serabut-serabut
genikulokalkarina berjalan melalui radiasi optika (atau traktus genikulokalkarina),

5
menuju korteks penglihatan primer yang terletak di area kalkarina lobus
oksipitalis.4
Selain itu, serabut penglihatan melalui tempat-tempat lain di otak:
1. Dari traktus optikus menuju nukleus suprakiasmatik di hipotalamus,
mungkin untuk pengaturan irama sirkadian.
2. Ke nuklei pretektalis, untuk mendatangkan gerakan refleks mata agar
mata dapat difokuskan ke arah objek yang penting dan untuk
mengaktifkan refleks pupil terhadap cahaya.
3. Ke kolikulus superior, untuk pengaturan arah gerakan cepat kedua
mata.
4. Menuju nukleus genikulatum lateralis ventralis pada thalamus dan
kemudian ke daerah basal otak sekitarnya, diduga untuk membantu
mengendalikan beberapa fungsi sikap tubuh.4
Pasokan darah untuk saraf optikus di anterior lamina kribosa berasal dari
arteri siliaris. Bagian orbital mendapatkan darah dari arteri oftalmikus beserta
cabang-cabangnya termasuk arteri retina sentralis. Saraf optikus yang berada di
kanalis optikus mendapat darah dari arteri oftalmikus. Sedangkan bagian
intrakranial mendapatkan darah secara sentripetal dari pembuluh darah pial.
Drainase vena dari bagian okular dan orbital saraf optikus akan mengalir ke vena
sentralis retina.5,6
2.2.1 Papil saraf Optikus
Permulaan saraf optikus di retina inilah yang disebut sebagai papil saraf
optikus (optic disc). Karena ketiadaan fotoreseptor di papil saraf optikus, maka
bagian retina ini tidak dapat berespon terhadap stimulus cahaya. Karenanya
bagian ini disebut juga sebagai blind spot, dan memiliki diameter sekitar 1,5 mm.7
Papil saraf optikus merupakan tanda oftalmoskopik penting pada
pemeriksaan funduskopi. Yang perlu diperhatikan dari papil saraf optikus adalah
warna, batas, cup per disc ratio dan lingkaran neuroretinal. Papil yang normal
akan berwarna merah muda kekuningan, dengan batas yang jelas, non-elevated,
dan memilki cup-disc ratio kurang dari 0,3.6

2.3 Epidemiologi
Papiledema yang disebabkan oleh hipertensi intrakranial dapat terjadi pada
usia berapapun, laki-laki atau perempuan, dan ras manapun. Meskipun TIK tinggi
dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, fontanel yang terbuka dapat mengurangi

6
perkembangan papiledema pada pasien meskipun mengalami hipertensi
intrakranial.
Hipertensi intrakranial idiopatik (IIH) terutama mempengaruhi wanita
obesitas usia subur. Di AS, kejadian tahunan per 100.000 orang diperkirakan 0,9
pada populasi umum dan 3,5 pada wanita berusia 15-44 tahun. Durcan dkk
memperkirakan bahwa kejadian IIH hingga 13 per 100.000 pada wanita obesitas
berusia 20-44 tahun yang mengalami kelebihan berat badan ≥ 10% dan hingga
19,3 per 100.000 yang mengalami kelebihan berat badan ≥ 20%. Kejadian IIH
bervariasi dari satu negara ke negara, mungkin terkait dengan prevalensi obesitas.
Kejadiannya adalah 1,56 / 100.000 orang /tahun, 2,86 / 100.000 pada wanita, dan
11,9 / 100.000 pada wanita gemuk dalam penelitian Sheffield UK. Peristiwa
tahunan IIH yang dilaporkan di negara-negara Timur Tengah diperkirakan
mencapai 2,0-2,2 / 100.000 pada populasi umum.
Meskipun kurang umum, IIH juga dapat terjadi pada anak-anak, pria,
pasien non-obesitas, dan orang tua. Namun, pasien IIH atipikal ini harus
menjalani evaluasi yang lebih agresif untuk mengetahui etiologi yang mendasari
selain IIH.8

2.4 Patogenesis
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan patogenesis dari papiledem.
Teori Hayreh menjelaskan bahwa pembengkakan diskus pada papiledem
merupakan hasil dari aliran axoplasmic yang stasis pada regio prelaminar diskus
optikus yang terjadi karna perubahan gradien tekanan di lamina cribrosa.
Peningkatan tekanan intrakranial, hipertensi maligna, dan lesi orbita menyebabkan
gangguan gradien tekanan dengan meningkatkan tekanan jaringan pada regio
retrolaminar. Sementara itu hipotonik okular mengubahnya dengan menurunkan
tekanan jaringan regio prelaminar. Jadi pembengkakan axonal di regio prelaminar
adalah perubahan struktur awal yang akhirnya menyebabkan kongesti vena dan
akhirnya menyebabkan edem ekstraseluler.9
Ruang subarachnoid behubungan dengan lapisan pembungkus nervus
optikus, sehingga ketika terjadi peningkatan tekanan LCS, tekanan akan
diteruskan ke nervus optikus dan pembungkus nervus optikus berperan sebagai

7
tourniquet yang menghambat transport aksoplasmik, hal ini menyebabkan
penumpukan material di daerah lamina kribosa sehingga meyebabkan
pembengkakan khas pada saraf kranial.10
Doktrin Monro-Kellie menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
tekanan dan volume antara tekanan intrakranial, volume cairan serebrospinal,
darah, jaringan otak, dan tekanan perfusi serebral. Volume total dalam cranium
dari darah, LCS, dan otak adalah tetap sehingga setiap peningkatan salah satu dari
konstituen kranial harus dikompensasi dengan menurunkan volume yang lain dan
jika tidak dapat dikompensasi maka dapat meningkatkan tekanan intrakranial.11
Peningkatan tekanan intracranial dapa terjadi olehs alah satu atau
kombinasi dari mekanisme berikut: peningkatan jumlah total jaringan intrakranial
oleh lesi seperti tumor otak, peningkatan volume jaringan intrakranial oleh edem
serebral yang fokal atau difus, peningkatan produksi LCS, penurunan total volume
yang tersedia dalam tengkorak oleh penebalan tengkorak, penurunan total aliran
LCS dalam sistem ventrikel seperti oleh karna hidrosefalus obstruktif atau
granulasi arachnoid seperti oleh karna meningitis, perdarahan subaravhnoid dan
penurunan penyerapan LCS dari obstruksi intrakranial atau ekstrakranial atau
hambatan aliran vena seperti trombosis sinus vena. Mekanisme potensial lain dari
peningkatan tekanan intrakranial adalah tingginya tekanan intra abdomen yang
meningkatkan tekanan pleura dan tekanan pengisian jantung yang mengarah ke
peningkatan teknan vena intrakranial dan tekanan intrakranial.11
a. Papiledema Akut12
Papiledema pada diskus sulit dibedakan dengan edema diskus yang terjadi
karena penyebab lain. Papiledema akut menyebabkan hiperemia pada diskus
optikus, dengan dilatasi pada jaringan kapiler di permukaan diskus, serta
munculnya telangiektasis pada permukaan dan radial pembuluh darah peripapilar.
Pada awalnya papiledema dimulai pada bagian pole superior dan inferior
diskus optikus, pada keadaan yang semakin memburuk akan menekan diskus
nasal optik membentuk area C-shaped pada diskus yang edema dengan bagian
terbuka pada lingkar temporal. Selanjutnya edema akan melibatkan seluruh diskus
optikus yang mengakibatkan pengaburan pembuluh darah besar pada kepala
diskus optik dan kemudian berakhir dengan hilangnya physiologic cup dan

8
pengaburan pembuluh darah pada diskus tersebut. Hilangnya pulsasi vena spontan
menggambarkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.

Gambar 2. Papil Edem Akut11


b. Papiledema Kronik
Terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang berlangsung selama
beberapa bulan hingga tahun dan papiledema yang terus berlangsung mengganggu
fungsi nervus optikus. Diskus terlihat pucat karena kehilangan axon yang
berlangsung kronik.13

Gambar 3. Papil Edem Kronik11


2.4.1 Mekanisme Kehilangan Penglihatan
Mekanisme utama kehilangan penglihatan kemungkinan karena stasis
aliran axoplasmic. Tekanan intrakranial yang tinggi menghasilkan peningkatan
tekanan LCS yang mengelilingi saraf optik, yang mengganggu gradien normal

9
antara tekanan intraokular dan tekanan retrolaminar, yang menyebabkan tekanan
jaringan tinggi di dalam saraf. Tekanan jaringan yang meningkat di dalam saraf
mengganggu proses metabolisme yang memediasi aliran axoplasmic.11
Pada kejadian akut, papiledem mengarah ke pembesaran blind spot,
yang merupakan perubahan lapangan visual yang paling sering terjadi. Papiledem
yang berat dapat menyebebabkan defek lapisan serat saraf lapangan pandang.
Defek lapangan pandang khas yang ditemukan pada papiledema berhubungan
dengan kerusakan serabut saraf saraf pada diskus optikus. Bundel papillo makular
dan ketajaman visual sentral tampak terhindar sampai tahap akhir penyakit.11

2.5 Etiologi (14,15,16,17)


Sampai sekarang masih belum jelas benar akan mekanisme pembentukan
papilloedema, tetapi beberapa sarjana telah berusaha untuk menerangkannya
(1)
dengan berbagai macam teori. Yang dapat disebutkan disini ialah :Adanya
penyumbatan pada bagian belakang dari nervus optikus yang disebabkan oleh
konstriksi vena yang melewati ruangintravaginal. Penyempitan ini terjadi akibat
kenaikan tekanan intrakranial (1,2). Teori ini untuk pertama kali dikemukakan
oleh SCHWALBE : (1870).
 Tekanan cairan otak (cerebro spinal) yang meningkat, akan menekan
sepanjang ruang peri-vaskuler dari pembuluh darah serabut-serabut saraf
dan akan meresap ke dalam saraf dan disklis optikus (1,2).
 BEHR (1911, 1937) berpendapat bahwa pada saraf normal akan terjadi
pengaliran cairan kebelakang sepanjang nervus optikus. Papilloedema
akan terjadi bilamana ada hambatan pengaliran cairan tersebut.
 MARCHESANI (1930 — 1931) mengatakan bahwa timbulnya
papilloedema adalah karena proscs pembengkakan dari bagian-bagian
otak dan akan menialar ke diskus optikus.
 WATKINS, WAGENER dan BROWN beranggapan bahwa papilloedema
timbul karena reaksi lokal dari jaringan saraf optikus terhadap anoxaemia
akibat hilangnya darah (pada penderita dengan Thrombocytopenic
purpura).
Berdasarkan terori-teori yang telah disebutkan di atas, maka WOLINTZ
menarik kesimpulan bahwa pathogenesa papilloedema disebabkan beberapa

10
faktor yaitu : anatomi; vaskuler; mekanis dan metabolik. Walaupun sarjana
tersebut condong untuk menyatakan bahwa salah satu faktornya ialah kenaikan
tekanan intra kranial, dimana kenaikan tersebut akan menyebabkan
pembendungan sirkulasi kapiler pada lamina cribrosa dan diskus optikus.
WOLINTZ (5) menyebutkan pembagian penyebab papilloedema menjadi empat
golongan besar yaitu :
 Kenaikan Tekanan Intra Kranial :(i) Tumor Otak, terutama yang letaknya
infra tentorial seperti : tumor cerebellum (otak kecil), tumor pada
ventrikel ke-IV, tumor pada fossa cranii anterior dan medius,
craniopharyngioma, dan lain-lain.
 Hypertensi Intra Kranial Yang Benigna/Pseudo Tumor Cerebri :
(i) thrombosis vena intra kranial,
(ii) gangguan endokrin seperti : Addisons disease, Cushing"s disease,
kelainan Ovarium (menstruasi, obesitas, kehamilan dan lain-lain).
(iii) absces otak.
(iv) subarachnoid/subdural haemorrhage.
(v) hydrocephallus.
 Penyakit-Penyakit Pada Orbita : tumor dari nervus optikus, thyroid
ophthalmopathy.
Penyakit-Penyakit Pada Mata : glaucoma akut, hypotoni oleh karena
rudapaksa, operasi atau uveitis.
Penyakit-Penyakit Sistemik : hypertensi yang maligna,blood dyscrasia, anaemia
dan pulmonary insufficiency

2.6 Manifestasi Klinis


Papil edema dapat diamati dengan pemeriksaan fundus yang biasanya
dibantu dengan direk oftalmoskopi baik dengan standart cahaya (putih) atau
dengan red-free light (untuk menilai nerve fiber layer). Indirect oftalmoskop
dengan lensa 20D akan menghasilkan gambaran yang lebih sterioskopis. Lensa
90D juga dapat digunakan dengan slit lamp untuk menghasilkan pembesaran yang
baik dan steresokopis. RAPD biasanya tidak ditemukan pada papiledema.1,5
Berikut adalah tanda klinis edema pada optik disk secara mekanik:1,2
 Kabur di margin optik disk

11
 Penggaungan pada cup optik disk
 Anterior extension of the nerve head
 Edema pada nerve fiber layer
 Adanya retinal atau koroidal fold, atau keduanya
Sedangkan tanda klinis edema pada optik disk secara vaskuler adalah:1,2
o Kongesti vena dari pembuluh darah arkuata atau peripapiler
o Perdarahan di papil dan retinal peripapiler
o Infark dari nerve fiber layer (cotton wool spot)
o Hiperemis pada optic nerve head
o Hard exudat di optik disk

Untuk mempermudah mengetahui stadium papil edema berdasarkan


waktu, maka papil edema dibedakan menjadi papil edema awal/insipien, fully
developed/akut papil edema, kronis papil edema, dan papil edema lambat.
Perkembangan papil edema ini dapat terjadi beberapa hari hingga beberapa
minggu tergantung pada etiologinya. Biasanya edema akan mengenai optik disk
daerah superior dan inferior terlebih dahulu, setelah agak kronis (bulan hingga
tahun) baru mengenai daerah nasal dan kemudian temporal 1,2,3,6
 Papil edema awal/insipien
Pada keadaan akut disk tampak hiperemis, bengkak, batas dengan
margin tidak jelas dan kekaburan di sekitar nerve fiber layer. Pulsasi vena
juga tampak hilang spontan.

Gambar 4. Papil Edema Awal/Insipien

12
 Fully developed papil edema (akut)
Stadium ini optik disk masih tampak hiperemis dengan
pengangkatan/elevasi optic nerve head, dan pembuluh darah tampak
tenggelam, disertai dengan dilatasi jaringan kapiler, telangiektasis dan
adanya peripapiler splinter haemmorhage dan terkadang disertai dengan
adanya koroidal fold dan retina striae, sehingga menyebabkan penurunan
tajam penglihatan. Terkadang dapat ditemukan adanya cotton wool spots
dan eksudat.

Gambar 5. Papil Edema Akut


 Kronis papil edema
Adanya beberapa perdarahan, cup optik disk tampak kabur, dan disk
tampak kurang hiperemis dibandingkan stadium akut, akibat proses
kehilangan axon yang kronis, serta terdapat hard eksudat di dalam optic
nerve head. Tampak pula suatu daerah keputihan (pseudodrusen) yang
merupakan suatu akumulasi dari bendungan axoplasma akibat papil
edema. Optociliaris shunt juga dapat ditemukan pada stadium ini.
Hilangnya penglihatan mulai meningkat pula.

13
Gambar 6. Papil Edema Kronis
 Papil edema lambat
Pada stadium ini telah terjadi atrofi optik sekunder yang merupakan
stadium akhir, pembengkakan disk menurun karena axon sudah hilang,
arteriol retina menyepit atau tampak sheated, dan optik disk tampak
keabu-abuan/pucat. Fungsi penglihatan dan lapang penglihatan biasanya
sudah tidak ada.

Gambar 7. Papil Edema Lambat


Sedangkan gejala yang muncul pada pasien adalah gambaran dari
peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala dan penglihatan menjadi
tiba-tiba gelap yang bersifat transien. Gejala lain yang jarang ditemukan adalah
penglihatan kabur, pengecilan lapang pandang, diskromatopsia, dan diplopia.1
Nyeri kepala akibat peningkatan tekanan intrakranial biasanya mudah
dibedakan karena biasanya berat dan sering disertai dengan mual dan muntah
serta adanya tekanan disekitar telinga, dan tinitus. Selain itu nyeri kepala akan
bertambah berat bila dalam posisi telentang dan pada pagi hari ketika pasien
bangun tidur dan bertambah nyeri sepanjang hari. Nyeri perlu dibedakan dengan
nyeri kepala pada IIH (biasanya berupa chronic tension-type, migren, cluster
headache, dan berkelanjutan meskipun tekanan intrakranial telah normal).1
Penglihatan yang tiba-tiba gelap dan bersifat transien juga spesifik pada
tekanan tinggai intrakranial, hal ini biasanya dikenal dengan
blackout/grayout/whiteout pada monokular atau binokular, keadaan ini biasa
terjadi 3-4 detik dan sering terjadi bila pasien berubah posisi dari telentang ke
posisi duduk atau berdiri.1,2

14
Pada keadaan akut biasanya tajam penglihatan dan penglihatan warna masih
normal, respon pupil juga masih baik dan hanya ditemukan adanya pembesaran
bintik buta, akan tetapi bila telah terjadi atrofi sekunder yang bersifat permanen,
akan menyebabkan pengecilan lapang pandang dan gangguan penglihatan warna.
1,2,3,6

Penglihatan yang kabur pada keadaan papil edema juga merupakan akibat
dari pembesaran bintik buta dan retinal fold atau edema; tetapi biasanya bersifat
reversibel. Diplopia seringkali muncul akibat kelumpuhan N.VI yang tidak
terlokalisasi, dan akan pulih bila tekanan telah terkontrol.1,2,3

2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala yang sering muncul berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial yang mendasarinya.
 Sakit kepala: sakit kepala akibat peningkatan tekanan intrakranial
memiliki karakteristik memburuk ketika bangun tidur, dan dapat dipicu
oleh batuk dan jenis manuver Valsava lainnya.
 Mual dan muntah: Peningkatan intracranial dapat menyebabkan mual dan
muntah serta dapat disertai dengan kehilangan kesadaran dan dilatasi
pupil.
 Gejala Visual seringkali tidak ditemukan, namun gejala-gejala berikut
dapat terjadi:
 Beberapa pasien mengalami gangguan visual transient (adanya
penglihatan memudar keabu-abuan, terutama ketika bangun dari posisi
duduk atau berbaring, atau penglihatan seperti lampu kerlapkerlip).
 Penurunan tajam penglihatan, konstriksi pada lapangan pandang dan
penurunan persepsi warna dapat terjadi.
 Tanda neurologis yang sering dijumpai adalah : Ataxia, hemiparese atau
hemiplegia, parese dan paralyse saraf-saraf kranial yaitu : nervus V, VI,
VII ; occipital headache, aphasia, anosmia, deafness dan tinnitus, Foster
Kennedydan lain-lain.

15
 Tanda ophthalmologis yang ditemukan ialah : Bilateral/unilateral
papilloedema, parese dan paralyse N. III., N. IV., N. VI, nystagmus,
lagophthalmos, hemianopsia dan gangguan penglihatan.
b. Pemeriksaan Fisik1
 Pemeriksaan tanda vital, terutama tekanan darah untuk mengetahui adanya
hipertensi maligna,
 Tajam penglihatan, penglihatan warna dan pemeriksaan pupil seringkali
normal. Defek relatif aferen pupil biasanya tidak ditemukan. Defisi abduksi
sebagai akibat sekunder dari kelumpuhan saraf kranialis keenam terkadang
dapat ditemukan berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
 Pemeriksaan fundus dengan dilatasi yang cermat harus dilakukan untuk
menemukan tanda-tanda berikut:
Manifestasi awal:
 Hiperemia diskus
 Edema yang kurang jelas pada serabut saraf dapat diidentikasi dengan
pemeriksaan slit lamp biomikroskopi yang cermat dan oftalmoskopi
langung. Ini seringkali dimulai pada daerah nasal dari diskus. Tanda
pentingini terjadi ketika edema lapisan serabut saraf mulai menghambat
pembuluh darah peripapiler.
 Perdarahan kecil pada lapisan serabut saraf dideteksi paling mudah dengan
cahaya bebas merah (hijau).
 Pulsasi vena spontan yang normalnya ditemukan pada 80% individu dapat
menghilang ketika tekanan intrakranial meningkat lebih dari 200 mm air.
Manifestasi lanjut
 Jika papiledema terus memburuk, pembengkakkan lapisan serabut saraf
akhirnya menutupi batas normal diskus dan diskus secara kasar terlihat
terangkat.
 Terjadi sumbatan vena dan perdarahan peripapiler menjadi lebih jelas,
diikuti dengan eksudat dan cotton-wool spots.

16
 Retina sensoris peripapiller dapat tumbuh secara konsentris atau,
terkadang, membentuk lipatan radial yang dikenal sebagai Paton lines.
Lipatan koroidal juga dapat ditemukan.
Manifestasi kronis
 Jika papiedema menetap selama beberapa bulan, hiperemia diskus perlahan
menghilang, memberikan gambaran abu-abu atau pucat pada diskus yang sudah
hilang sentral cup-nya, sebagai akibat gliosis astrositik dan atrofi neuron dengan
konstriksi sekunder dengan pembuluh-pembuluh darah retina dan masuk pada
stadium papiledema atrofik. Mungkin juga terdapat kolatera-kolateral
retinokoroidal yang menghubungkan vena centralis retinae dan vena-vena choroid
peripapilar, kolateral-kolateral ini timbul bila sirkulasi retina terhambat di daerah
pralaminar nervus opticus.
 Seiring dengan waktu, diskus dapat mengembangkan deposit kristalin yang
mengkilat (disc pseudodrusen).
Berdasarkan pemeriksaan funduskopi, papil edema terbagi dalam 4 tingkatan :7
1. Early
 Tidak ada gejala visual dan tajam penglihatan normal
 Diskus optikus tampak hiperemis dan elevasi ringan.
 Garis tepi diskus (awalnya nasal,kemudian superior, inferior dan temporal)
tampak tidak jelas, dan mulai terjadi pembengkakan lapisan serat saraf papil
retina.
2.Established
 Penglihatan kabur yang transien dapat terjadi pada satu atau kedua mata,
terjadi beberapa detik, terutama saat berdiri.
 Tajam penglihatan normal atau berkurang
 Diskus optikus terlihat hiperemis berat dan elevasi sedang dengan garis
tepi yang tidak jelas, dimana awalnya dapat asimetris. Optic cup dan
pembuluh darah kecil di diskustampak kabur. Terjadi sumbatan vena, dan
perdarahan peripapiler berupa flame shape,dan dapat terlihat cottonwool
spots.
3. Longstanding

17
 Tajam penglihatan bervariasi dan lapangan pandang mulai menyempit.
 Elevasi diskus optikus yang nyata.
 Cotton-wool spots dan perdarahan tidak ada
4. Atrophic
 Tajam penglihatan sangat terganggu
 Diskus optikus terlihat berwarna abu-abu kotor , sedikit elevasi, dan garis
tepi yang tidak jelas

Pemeriksaan Fluoresen:1,3
Dilakukan dengan pemberian 5 cc larutan fluorescein melalui 10% vena cubiti
dalam waktu sepuluh detik akan menunjukkan :
(i) fase arterial dimana didapatkan gambaran pembuluh darah kapiler
lebih jelas terlihat (dilatasi) dan meluas diluar diskus optikus (retina) ;
(ii) fase lama/laten dimana akan terlihat adanya kebocoran dari
fluorescein, sehingga tampak hyperfluorescein pada papil dan
sekitarnya.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan darah tidak spesifik dalam mendiagnosis papiledema.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu: darah lengkap, gula darah, angiotensin-
converting enzyme (ACE), laju endap darah (LED), dan serologi sifilis dapat
membantu dalam menemukan tandatanda penyakit infeksi, metabolik, atau
peradangan.1
b. Pemeriksaan Pencitraan:
 Neuroimaging (CT scan, MRI) otak dengan kontras harus dilakukan
dalam usaha untuk mengidentifikasi adanya lesi massa SSP.
 B-scan ultrasonography dapat berguna untuk meningkirkan diskus drusen
yang tersembunyi.
 Fluorescein angiography dapat digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis. Papiledema akut menunjukkan peningkatan dilatasi kapiler
peripapilar dengan kebocoran lanjut pada kontras.

18
c. Pemeriksaan Perimetri:1
 Pada pemeriksaan lapang pandang umumnya menunjukkan pembesaran
titik buta. Pada edema diksus yang ekstrim, suatu “pseudo“ hemianopsia
bitemporal dapat terlihat.
 Pada papiledema kronis, pembatasan lapang pandang, terutama daerah
inferior, secara bertahap dapat terjadi, yang selanjutnya dapat memburuk
menjadi kehilangan penglihatan sentral dan kebutaan total (inferior
altitude). - Fotografi warna stereo pada diskus optikus berguna untuk
mendokumentasikan perubahan yang terjadi.
2.8 Diagnosis Banding

19
c. Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada Secara khas ditandai dengan panuveitis
bilateral dan ablasi retina eksudatif dan berhubungan dengan berbagal manifestasi
dermatologik dan neurosensorik.3
d. Pseudopapiledema Edema dari lapisan serat saraf yang mengaburkan cakram
peripapilari margin dan pembuluh darah merupakan ciri khas papil edema.
Biasanya, pembuluh peripapilari jelas terlihat di pseudopapiledema, kecuali dalam

20
kasus-kasus seperti myelinated serabut saraf.3 Dalam pseudopapiledema, disk
kuning, cup mungkin kecil atau tidak ada, kongesti vena tidak ada, namun sering
terjadi pulsasi vena secara spontan, anomali pembuluh kongenital dapat dilihat,
dan kelainan diskus ini berhubungan dengan faktor genetik.
2.9 Penatalaksanaan
1. Obat-obatan (non bedah):
 Terapi, baik secara medis ataupun bedah, disesuaikan dengan proses
patologis yang mendasarinya dan disesuaikan dengan temuan okuler.
 Diuretik: obat carbonic anhydrase inhibitor, acetazolamide
(Diamox), dapat berguna pada kasus tertentu, terutama pada kasus-
kasus hipertensi intrakranial idiopatik. (pada keberadaan trombosis
sinus venosus, diuretik dikontraindikasikan)
 Penurunan berat badan disarankan pada kasus hipertensi intrakranial
idiopatik.
 Kortikosteroid efektif dalam kasus yang berkaitan dengan
peradangan (contoh: sarcoidosis).
2. Pembedahan:
 Lesi massa yang mendasarinya, jika ada, harus diangkat.
 Lumboperitoneal shunt atau ventriculoperitoneal shunt dapat
digunakan untuk memperbaiki aliran LCS.
 Dekompresi selubung saaf optik dapat dilakukan untuk
mengurangi pemburukan gejala okuler dalam kasus hipertensi
intrakranial idiopatik yang tidak terkontrol dengan obat-obatan.
Prosedur ini menghilangkan sakit kepala persisten yang terjadi.
3. Diet:
 Pembatasan diet dan konsultasi dengan ahli diet dalam kasus hipertensi
intrakranial idiopatik mungkin diperlukan.

2.10 Komplikasi
Papilledema yang tidak terkontrol akhirnya bisa menyebabkan kebutaan
permanen.

21
2.11 Prognosis
Papilledema kronis menyebabkan hilangnya akson dengan penyempitan
bidang visual, kehilangan substansi dari diskus dan pada akhirnya, kehilangan
ketajaman sentral. Pasien (terutama yang menderita IIH) perlu diikuti untuk
mencegah kehilangan penglihatan.1 Prognosis baik jika tekanan intracranial dapat
terkontrol dengan baik.

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

22
- Nama : Tn. Z
- Jenis Kelamin : Laki-Laki
- Usia : 46 tahun
- Alamat : Kampung Lapai, Padang
- Pekerjaan : Buruh
- Tanggal Pemeriksaan : 26 Februari 2019
-
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama :
Penglihatan mata kanan kabur sejak 2 minggu yang lalu

3.3 Riwayat Penyakit Sekarang :


- Mata kanan terasa kabur sejak 2 minggu yang lalu, keluhan mata kabur
dirasakan mendadak
- Riwayat trauma pada mata tidak ada
- Riwayat pemakaian kacamata tidak ada
- Riwayat mual, muntah tidak ada
- Riwayat mata nyeri ketika digerikan ada, merah, silau, berair, dan mata
bengkak tidak ada
- Riwayat nyeri kepala tidak ada, lemas tidak ada, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan tidak ada
- Riwayat nyeri otot dan sendi tidak ada
- Riwayat nyeri rahang saat mengunyah tidak ada
- Riwayat penggunaan obat-obatan tradisional atau jamu dalam jangka waktu
yang lama tidak ada
- Riwayat penggunaan obat-obatan baik yang diberikan oleh dokter atau dibeli
sendiri tidak ada
- Rinwayat mendengkur saat tidur ada
- Pasien merokok sejak 10 tahun yang lalu, sekarang masih merokok, 1 bungkus
per hari
- Pasien rujukan dari puskesmas dan belum diberikan pengobatan apa-apa

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
- Pasien tidak menderita penyakit diabetes melitus
- Pasien menderita hipertensi sejak 3 tahun yang lalu, tidak mengkonsumsi obat
anti hipertensi
- Riwayat kolesterol tinggi disangkal

23
- Tidak ada riwayat penyakit lupus, atau kelainan darah lainnya
- Riwayat operasi pada mata tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengeluhkan keluhan yang sama
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit diabetes mellitus,
hipertensi dan kolesterol tinggi
-
Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan Umum : Baik
- Tekanan darah : 160/80 mmHg
- Frekuensi Nadi : 100x/menit
- Frekuensi Nafas : 20x/menit
- Suhu : Afebris

Status Generalisata :
Kulit : dalam batas normal
Kelenjar Getah Bening : dalam batas normal
Kepala, rambut : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Tenggorokan, gigi dan mulut : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Punggung : dalam batas normal
Alat kelamin, anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : dalam batas normal

24
Regio Temporal, palpasi : Nyeri pada penekanan arteri temporal tidak ada
Status Oftalmologis 26 Februari 2019

STATUS
OD OS
OFTALMIKUS

Visus tanpa koreksi 6/60 6/9

(Visus terbaru) 20/30 20/25

Visus dengan koreksi Tidak maju dengan PH PH menjadi 6/6

Refleks fundus (+) (+)

Silia Trikiasis (-), Madarosis (-) Trikiasis (-), Madarosis (-)

Palpebra superior Edema (-) Edema (-)

Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)

Aparat lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal

Hiperemis (-), Papil (-), Hiperemis (-), Papil (-),


Konjungtiva Tarsalis
folikel(-), sikatrik (-) folikel (-), sikatrik (-)

Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)


Konjungtiva Bulbii
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)

Sklera Warna Putih Warna putih

Kornea Bening Bening

Kamera Okuli
Cukup dalam Cukup dalam
Anterior

Iris Cokelat gelap Cokelat gelap

Refleks cahaya (+ menurun/+), Refleks cahaya (+/+),


Pupil diameter 4 mm, bulat, letak diameter 3 mm, bulat, letak
sentral, RAPD (+) sentral

Lensa Bening Bening

Korpus vitreum Bening Bening

25
Fundus :

- Media Bening Bening

Hiperemis di daerah
nasal, batas kabur, c/d sulit Bulat, batas tegas, C/D
- Papil optikus
dinilai, perdarahan peripapil 0,1 – 0,2
(+) (splinter hemorrhage)

- A/V Retina 2:3 2:3

Perdarahan (-), eksudat


- Retina Perdarahan (-), eksudat (-)
(-)

- Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)

Tekanan bulbus okuli Normal palpasi Normal palpasi

Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas

Gambar

Pemeriksaan Perimetri :

OD : General depressed OS : Dalam batas normal

26
Pemeriksaan laboratorium darah :

Total kolesterol : 206 mg/dl

HDL : 50 mg/dl

LDL : 136 mg/dl

Trigliserida : 98 md/dl

Pemeriksaan Brain CT Scan :

Kesan : Atrofi serebri dan cerebellum

Diagnosis Kerja :

Edem papil OD ec Suspek NAION (Non Arteritik Anterior Iskemik Optik


Neuropati)

Diagnosis banding :

Edem papil OD ec Neuritis Optik Idiopatik

Terapi:

 Neurotropin tablet, 2x1 tab


 Asetilsalisilat Acid (Tromboaspilet) tablet, 2x1 tab
 Konsultasi penyakit dalam mengenai hipertensi dan dislipidemia
Prognosis:

 Quo ad vitam : dubia ad bonam

27
 Quo ad sanationam: dubia ad malam
 Quo ad functionam: dubia ad malam

BAB IV

KESIMPULAN

Papil edema merupakan edema dari papil saraf optik akibat peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Oleh karenanya, jika tekanan cairan cerebrospinal
(LCS) meningkat, maka tekanannya akan diteruskan ke saraf optik, dan
pembungkus saraf optik bekerja sebagai suatu torniket untuk menghalangi
transpor aksoplasmik. Hal ini menyebabkan penumpukan material di daerah
lamina kribrosa, menyebabkan pembengkakan yang khas pada saraf kepala.

Gejala yang terjadi pada pasien dengan papil edema adalah akibat sekunder
dari peningkatan tekanan intrakranial yang mendasarinya. Terapi, baik secara
medis ataupun bedah, diarahkan kepada proses patologis yang mendasarinya dan
disesuaikan dengan temuan okuler. Terapi spesifik harus diarahkan kepada lesi
massa yang mendasarinya jika ditemukan.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Rigi Mohammed, Almarzouqi Sumayya J, Morgan Michael L, Lee


Andrew G. Papilledema: epidemiology, etiology and clinical management
2. Passi N, Degnan A.J, Levy L.M. MR Imaging of Papilledema and Visual
Pathways: Effects of Increased Intracranial Pressure and Pathophysiologic
Mechanisms
3. Vaughan Daniel G, Asbury Taylor, Riordan-Eva Paul. Oftalmologi Umum.
Edisi 14. Cetakan pertama. Alih bahasa: Tambajong Jan, Pendit Brahm U.
Penerbit Widya Medika. Jakarta. 2000.
4. Allantyne. A.Y. and Michaelson I.C.: Textbook of the Fundus
of the Eye. Second Edition, Thc Williams and Wilkins Company,
Baltimorc : 637 — 52, 1970.
5. Stewart. D.E.S : Parson's Diseases of the eye .Fifteenth Edition, The
English language book society and Churchill Livingstonc, Edinburg,
London and New York : 338-42, 1970.
6. Koencoro. E : Papilloedema. Arsip di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran UNAIR/R.S. Dr. SOETOMO, Surabaya, 1978.
7. Vaughan. D : General Ophthalmology . 18 th Edition, Maruzen Asian
Edition, Langc Medical Publication Maruzen Company Ltd: 141-2, 2012.
8. Wolintz. A.H : Essentials of Clinical Neuro-Opththalmology. First
Edition, P.G. Medical Book . Little Brown and Company, Boston : 66-
71, 1976.
9. Wybar. K: Ophthalmology. Second Edition, Concise Medical
10. Textbook: Baillierc Tindall, London : 151-4, 1974.
11. Rigi. M., Almarzouqi. S. J., Morgan. M. L., Lee. A. G. Papilledema:
epidemiology, etiology, and clinical management.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5398730/ Diakses: 17
September 2018.
12. Khurana AK. Diseases of The Retina. In: Comprehensive Ophthalmology.
4th Ed. 2007. New Delhi: New Age International (P) Limited. 299-300.
13. American Academy of Ophtalmology. 2014-2015. Fundamentals and
Principles of Ophtalmology.San Fransisco.83-108.
14. Rigi. M., Almarzouqi. S. J., Morgan. M. L., Lee. A. G. Papilledema:
epidemiology, etiology, and clinical management.
15. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. 2000. OftalmologiUmum.
Jakarta:WidyaMedika. Pp:272-3.

29
16. American Academy of Ophtalmology. 2014-2015. Neuro-Ophtalmology.
San Fransisco. Pp:5-58, 101-60.
17. BALLANTYNE. A.Y. and MICHAELSON I.C.: Textbook of the Fundus
of the Eye. Second E dition, Thc Williams and Wilkins Company,
Baltimorc : 637 — 652, 1970.
18. DUKE ELDER SIR STEWART : Parson's Diseases of the eye .Fifteenth
Edition, The English language book society and Churchill Livingstonc,
Edinburg, London and New York : 338 — 342, 1970.
19. WOLINTZ. A.H : Essentials of Clinical Neuro-Opththalmology.
First Edition , P.G. Medical Book . Little Brown and Company,
Boston : 66 -- 71, 1976.
20. WYBAR. K : Ophthalmology . Second Edition, Concise Medical.

30

Anda mungkin juga menyukai