Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MATA

NEURITIS OPTIK

Disusun oleh :
Fiona Wongkar
01073170168

Pembimbing:
dr. Maria Larasati Susyono, Sp. M

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MATA


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 13 JANUARI 2020 - 16 FEBRUARI 2020

1
DAFTAR ISI

BAB I................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.............................................................................................................3

BAB II...............................................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................4

2. Anatomi nervus optik............................................................................................4


2.1 Jaras penglihatan sensorik.............................................................................4

3. Definisi..................................................................................................................5

4. Epidemiologi.........................................................................................................5

5. Etiologi..................................................................................................................5

6. Patofisiologi...........................................................................................................6

7. Manifestasi Klinis..................................................................................................7

8. Diagnosis...............................................................................................................8

9. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................8

10. Diferensial Diagnosis........................................................................................9

11. Tatalaksana........................................................................................................9

12. Prognosis.........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12

2
BAB I
PENDAHULUAN

Beragam penyakit dapat mengenai nervus optikus dengan tampilan yang


khas berupa defek pupil aferen, penglihatan warna yang buruk dan adanya
perubahan pada diskus optikus.3 Optik neuritis adalah terjadinya inflamasi akut
pada nervus optikus yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan rasa
nyeri pada bola mata dan sering ditemukan pada praktik sehari-hari. Menurut
penelitian, 15-20% optik neuritis berasosiasikan dengan sklerosis multipel
dengan etiologi tersering adalah idiopatik. Wanita lebih sering terjangkit
dibandingkan laki-laki dan umumnya terjadi pada usia 30-35 tahun. Pada anak-
anak dengan onset 9-12 tahun umumnya terjadi bersamaan dengan infeksi virus.9

Nyeri pada bola mata yang umumnya dideskripsikan sebagai tumpul dan
semakin dirasakan dengan pergerakkan bola mata, penurunan visus hingga
hanya dapat melihat cahaya (no light perception) tetapi penurunan visus ini
mengalami perbaikkan dalam kurun waktu 2-3 minggu. Perbaikkan visus yang
awalnya hanya dapat melihat cahaya dapat membaik sampai dengan visus
kembali normal 6/6 bila ditatalaksana dengan baik secepat mungkin.3

Oleh karena itu, diagnosis tepat yang ditegakkan dari awal dapat
mempercepat alur rujukkan dan tatalaksana dengan baik dapat memberikan
prognosa yang baik bagi penyakit ini.9

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

2. Anatomi nervus optik


Nervus optik dibagi menjadi 4 segmen yaitu intraokular, intraorbital,
intrakanalikular dan intrakranial.
 Intraokular yang berada di optic disc yang memiliki diameter sebesar 1,5 mm.
Segmen sepanjang 1 mm yang keluar dari lamina kribrosa dan setelah keluar
akan mengalami penambahan diameter menjadi 3mm dan akan termielinisasi.
 Intraorbital. Segmen nervus optik ini memiliki panjang 25 mm yang terletak dari
bagian posterior.
 Intrakanalikular. Segmen dengan panjang yang bervariasi 4-10mm yang berada
di kanalis optik di tulang sphenoid
 Intrakranial. Segmen yang dimulai dari orifisium internal kanalis optik dan
berjalan diatas sella diafragma dan berjalan bersama nervus optikus kontralateral
untuk membuat optik kiasma. 3,4

2.1 Jaras penglihatan sensorik


Cahaya yang dideteksi oleh sel batang dan kerucut akan meneruskan informasi
ke nervus optikus yang keluar dari bagian belakang bola mata dan berjalan
kearah posterior di dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam rongga tengkorak
untuk membentuk kiasma optikus. Di kiasma separuh serabut mengalami
dekusasi dan menyatu dengan serabut saraf temporal yang tidak menyilang dari
nervus optikus kontralateral untuk membentuk traktus optikus. Traktus optikus
berjalan menuju nukleus genikulatus lateralis tempat traktus akan bersinaps.
Separuh kanan lapangan pandang tiap tiap mata membentuk traktus optikus kiri
dan berproyeksi di hemisfer serebrum kiri. Demikian sebaliknya. Dua puluh
persen serabut di traktus menjalankan fungsi pupil. Traktus berjalan melalui crus
posterior kapsula interna dan menyebar seperti kipas dalam radiatio optica
melintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan ke korteks oksipitalis.
3

4
3. Definisi
Neuritis optik adalah inflamasi akut pada nervus optikus dimana terjadinya
kondisi demielinisasi.1,2 Bila ada gambaran nervus optikus edema kondisi ini
disebut papilitis atau neuritis optik anterior. Bila tidak ada gambaran nervus
optikus edema maka kondisi tersebut disebut optik neuritis retrobulbar yang
terutama ditemukan di stadium awal penyakit. Pada pasien papilitis yang disertai
dengan gambaran eksudat pada makula (macular star figure) terminologi yang
digunakan adalah neuroretinitis. 1,3

4. Epidemiologi
Insidensi dari neuritis optik di dunia berkisar 1-5 orang per 100.000
penduduk sedangkan insidens neuritis optik di Poliklinik Mata FKUI/RSCM
sebesar 178 pasien dari tahun 2010 sampai 2013. Neuritis optik umumnya
menyerang pasien berusia 20-50 tahun dengan rata-rata 30-35 tahun. Neuritis
optik bilateral lebih sering terjadi pada anak-anak berusia 12-15 tahun dan di ras
Asia dan Afrika Selatan 2. Wanita lebih sering terkena dibandingkan laki-laki
dengan perbandingan 3:1.1 Optik neuritis sangat berasosiasi dengan multipel
sklerosis. 2

5. Etiologi
Idiopatik, Infeksi, Inflamatorik, Genetik, Neoplasma, Kompresi, Metabolik,
Obat-obatan, Trauma, Autoimun, Nutrisional, merupakan etiologi dari terjadinya
optik neuritis seperti yang disertakan dalam tabel dibawah berikut.2

5
Tabel 1. Etiologi dari Neuritis optik 3

6. Patofisiologi
Basis dari patogenesis dari optik neuritis adalah demielinisasi inflamatorik
dari nervus optik. Adanya edema di lapisan saraf yang termielinisasi dan
kerusakkan mielin. Demielinisasi optik neuritis dimediasi oleh imun tetapi
mekanisme spesifik dan target antigen tidak diketahui. Aktivasi sel T
diidentifikasi pada onset dan banyak ditemukan di cairan serebrospinal. Aktivasi
sel T dan B ini menyebabkan pengeluaran sitokin-sitokin dan agen-agen
inflamatorik lainnya. Pada penderita multipel sklerosis, melibatkan genetik
untuk neuritis optik karena telah diidentifikasi bahwa adanya keterlibatan
Human Leukocyte Antigen (HLA) pada pasien dengan neuritis optika. 2

6
7. Manifestasi Klinis
Umumnya gejala muncul pada monokular tetapi 10% kasus timbul pada
kedua mata secara bersamaan atau berlangsung cepat. 2
Pasien dengan neuritis optik akan mengeluhkan penurunan tajam penglihatan
mendadak. Penurunan tajam penglihatan terjadi cepat dalam hitungan jam atau
beberapa hari dengan penurunan maksimal (peak) yaitu pada minggu pertama
dan kedua. Derajat penurunan tajam penglihatan yang terjadi bervariasi, dari
minimal hingga tidak ada persepsi cahaya. 1 Pasien juga merasakan nyeri pada
pergerakkan bola mata. Photopsia (flashes of light) dilaporkan terjadi pada 30%
penderita neuritis optik yang dipresipitasi oleh pergerakkan bola mata. Penderita
neuritis optika juga mengeluhkan adanya perubahan pada penglihatan persepsi
warna (dyschromatopsia).7 Selain itu, adanya pengurangan kecerahan cahaya.10
Pada bentuk yang atipikal umumnya terjadi pada kedua mata, <15 tahun,
gejalanya mengingikasikan terjadinya infeksi. 2

Tabel 2. Tampilan klinis dari neuropati optik 2

7
8. Diagnosis
Pada pemeriksaan visus didapatkan penurunan tajam pada satu atau kedua mata.
Pada pemeriksaan pada uji ishihara didapatkan penurunan persepsi warna dan
sensitivitas kontras. Pada pemeriksaan refleks pupil ditemukan refleks yang lebih lemah
pada mata yang terkena serta dapat ditemukan relative afferent pupillary defect apabila
neuritis optik terjadi unilateral.1

Pada pemeriksaan uji lampu celah / slit lamp atau funduskopi ditemukan adanya
periflebitis retina yang dapat ditemukan pada 12% pasien dan mengimplikasikan resiko
tinggi untuk mengalami multipel sklerosis.2 Nervus optikus akan terlihat hiperemis,
edema dengan batas yang tidak jelas pada papilitis yang dimana dalam waktu 4-6
minggu papil akan berubah menjadi pucat meskipun tajam penglihatan dan fungsi
penglihatan membaik atau papil normal pada neuritis retrobulbar.1 Pada neuritis
retrobulbar sering dikatakan ‘be doctor sees nothing and the patient sees nothing.’10

Pada uji lapang pandang / uji konfrontasi bervariasi dari ringan sampai dengan
berat, difus atau lokal, perifer atau sentral. Defek lapang pandang yang paling sering
ditemukan adalah difus.1

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lapang pandang dengan perimetri kinetik untuk mengukur seluruh
luas lapang pandang dan menetapkan lokasi lesi. Defek lapang pandang yang tersering
adalah defek skotoma sentral ataupun sekosentral, arkuata diikuti cacat radier nasal.11

Pemeriksaan Visual Evoked Response (VER) mata digunakan untuk mengukur


kecepatan konduksi pada jalur penglihatan sensoris sehingga dapat mendeteksi kelainan
pada mata yang secara klinis tidak terpengaruh. Pada mata yang terkena mungkin
menunjukkan penurunan amplitudo.3

Pemeriksaan darah dan MRI dengan kontras untuk mengetahui penyebab lain,
MRI diperlukan untuk menentukan ada tidaknya lesi MS yang berperan penting untuk
menentukkan prognosis pasien tersebut. Selain itu, khususnya bagi pasien yang tidak

8
ada perbaikkan setelah 6 minggu ada baiknya untuk memeriksa CT-scan atau MRI
karena perlu dipikirkan diagnosis neuropati optik kompresif. 1 Pemeriksaan MRI dengan
kontras akan menunjukkan penyengatan terutama di periventricular white-matter.5 Lesi
dengan ukuran 3mm atau lebih di ventrikular menjadi prediktor terkuat untuk timbulnya
sklerosis multipel. 7

Pemeriksaan darah perifer lengkap untuk menyingkirkan HIV, defisiensi B12,


toksoplasma serum, sifilis, bartonella/Borrelia serology dan untuk beberapa kelainan
autoimun seperti SLE yang ditandai dengan Anti-ds-DNA antibodies, antinuclear
antibodies.1,5

Pemeriksaan serologi untuk mengidentifikasikan autoimun yang terasosiasikan


dengan optik neuritis. Saat ini marker serologi terdiri dari aquaporin-4-IgG (AQP4-
IgG), Myelin Oligodendrocyte Glycopretin (MOG-IgG) dan glial fibrillary acidic
protein-IgG (GFAP-IgG), collapsin response-mediated protein 5 autoantibodies
(CRMP-5-IgG).6 Pada kasus atipikal diperlukan adanya pemeriksaan lumbal puncture
yang memberikan hasil limfosit dan protein yang meningkat serta dapat ditemukan
oligoclonal bands, imunoglobulin G. 2

10. Diferensial Diagnosis


Pada anak-anak etiologi infeksius dan postinfeksius yang dapat melibatkan
neuritis optik harus selalu dikonsiderasikan. Pada orang tua >50 tahun neuropati optik
iskemik yang misalnya disebabkan oleh diabetes mellitus atau giant cell arteritis lebih
sering terjadi dibandingkan optik neuritis. 1 Penyakit lainnya yang memberikan tampilan
edema diskus optikus memberikan kesan seperti penyakit neuritis optik seperti oklusi
vena centralis retina, hipotoni okular, peradangan intraokular. 3Gejala sistemik dan
gangguan pada saraf lainnya harus selalu diperhatikan untuk mempertimbangkan
diagnosis lainnya. Nervus kranialis III, IV, VI yang mengontrol gerakan otot okular
serta V dan VII juga berhubungan erat dengan fungsi mata.3

11. Tatalaksana

9
Kortikosteroid adalah pengobatan lini pertama untuk neuritis optik infeksius,
idiopatik, yang berhubungan dengan MS ataupun dengan autoimun yang lain. 6 Ada dua
tipe dosis pemberian steroid yaitu dengan prednisone oral dosis 1mg/kgBB/hari selama
14 hari kemudian penurunan dosis setiap minggunya. Tipe kedua adalah intravena
metilprednisolone 4 x 250 mg selama 3 hari diikuti dengan metilprednisolon oral
sebanyak 1 mg/kgBB/hari dan penurunan dosis setiap minggu. Prednisolone diberikan
sedikitnya selama 3 bulan dalam dosis yang paling minimal untuk menimbulkan efek
samping berupa sindrom Cushing, prednisolone di tapering off sampai dengan
7,5mg/hari atau dalam dosis yang mencegah terjadinya rekurensi. 5 Tapering off dimulai
pada hari ke 15 yaitu sebanyak 20mg kemudian 10mg pada hari ke 16 dan 18. 7 Apabila
dengan pemberian metilprednisolone masih tidak dapat mencegah terjadinya rekurensi
maka perlu dipertimbangkan pemberian methotrexate dan azathioprine.5

Perlu diingat dalam pemberian methylprednisolone harus dikombinasikan


dengan pemberian proton pump inhibitor untuk mencegah terjadinya ulkus peptik 5 dan
pemeriksaan X Ray Thorax dan pemeriksaan gula darah untuk menyingkirkan
tuberkulosis laten dan diabetes sebelum dimulainya terapi steroid.8
Untuk pasien lain yang disebabkan oleh infeksi maka terapi harus disesuaikan dengan
penyebabnya. 1

Interferon Beta-1a, Interferon beta-1b dan glatiramer acetate terbukti mampu


menurunkan resiko perkembangan sklerosis multipel yang nyata secara klinis hingga
sekitar 25% dan resiko perburukkan lesi substansia alba serebral serta memperlambat
perburukkan nervus optika.3,5,7 Opsi terakhir adalah plasmapharesis yang dilakukan
dalam onset 6 minggu dari penyakit. Pemberian plasmapharesis dapat mulai
dipertimbangkan ketika methylprednisolone sudah diberikan dalam dosis yang tinggi
dan dalam jangka waktu yang lama tetapi tidak ada perbaikkan. 5 Immunoadsoption (IA)
adalah terapi alternatif dari plasmapharesis yang dapat membuang antibodi autoimun
secara selektif dengan membran yang telah termodifikasi tanpa membuang plasma
protein sehingga mengurangi keperluan untuk penggantian protein dan meminimalkan
komplikasi.6

10
Gambar 1 Tatalaksana neuritis optik6

12. Prognosis
Prognosis tajam penglihatan umumnya baik pada pasien-pasien dengan
neuritis optik idiopatik serta yang berhubungan dengan MS. Penglihatan secara
khas mulai membaik dalam 2-3 minggu setelah awitan dan kadang-kadang
membaik dalam beberapa hari.3 Pada beberapa pasien ditemukan adanya
gangguan penglihatan warna dan sensitivitas kontras yang menetap meskipun
tajam penglihatan membaik. Defek lapang pandang umumnya membaik seiring
dengan perbaikkan tajam penglihatan. 1 Eksaserbasi temporer dari keluhan mata
dapat terjadi yang disertai dengan meningkatnya temperatur tubuh yang dikenal
sebagai fenomena Uhtoff dan sering dipresipitasi oleh mandi air panas dan
olahraga 2. Fenomena Uhtoff ini dapat dikurangi dengan banyak berada di dalam
rumah dan minum air yang banyak.7

11
Bila proses penyakitnya cukup destruktif, terjadi atrofi optik retrograd,
tampak defek berkas saraf di lapisan serat saraf retina. Pada kasus yang sangat
berat atau kambuhan diskus tampak bewarna putih kapur dengan batas tegas.
Kepucatan diskus tidak selalu berhubungan dengan buruknya tajamnya
penglihatan.3 Resiko untuk terjadinya MS dalam 5 tahun pada pasien neuritis
optik adalah 16% pada pasien dengan hasil MRI normal. 51% pada pasien
dengan dua atau lebih lesi pada white matter periventrikular. Pasien dengan
papil nervus optik edematosa tetapi memiliki MRI normal, laki-laki, tidak ada
nyeri pergerakan bola mata serta kehilangan tajam penglihatan ringan memiliki
kemungkinan lebih kecil untuk menderita MS. 1 38% neuritis optik demielinatif
idiopatik episode pertama beresiko berkembang menjadi sklerosis multipel yang
nyata secara klinis dalam waktu 10 tahun. Bila disertai dengan lesi abnormal
pada MRI otak berisiko 56% di kemudian harinya. 3

12
DAFTAR PUSTAKA

1. S. Sitorus, Rita. Sitompul, Ratna. 2017. Buku Ajar Oftalmologi. Neuritis Optik.
Edisi Pertama. FKUI. Jakarta. Hal 292-295
2. Osborne B, Laura B. UpToDate [Internet]. Uptodate.com. 2020 [cited 14
January 2020]. Available from: https://www.uptodate.com/contents/optic-
neuritis-pathophysiology-clinical-features-and-diagnosis?
3. Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. Neuro-Oftalmologi. Edisi ke-17. Jakarta:
EGC; 2015. Hal 262-272
4. Lorenzo C, Francesca S. Optic nerve [Internet]. Kenhub. 2020 [cited 14 January
2020]. Available from: https://www.kenhub.com/en/library/anatomy/the-optic-
nerve
5. Wilhelm H, Schabet M. The Diagnosis and Treatment of Optic Neuritis.
Deutsches Aerzteblatt Online [Internet]. 2015;. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4581115/
6. Horton L, Bennett J. Acute Management of Optic Neuritis. Journal of Neuro-
Ophthalmology [Internet]. 2018;38(3):358-367. Available from:
https://journals.lww.com/jneuro-
ophthalmology/Fulltext/2018/09000/Acute_Management_of_Optic_Neuritis___
An_Evolving.19.aspx
7. Hoorbakht H. Optic Neuritis, its Differential Diagnosis and Management. The
Open Ophthalmology Journal [Internet]. 2012;6(1):65-72. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3414716/#!po=18.0556
8. Gupta A. Clinical Ophthalmology. 9th ed. Chennai: Elsevier Health Sciences
APAC; 2014.
9. R Chu E. Optic Neuritis More than a loss of vision [Internet]. Australian Family
Physician; 2009 [cited 16 January 2020]. Available from:
https://www.racgp.org.au/download/Documents/AFP/2009/October/200910chu.
pdf

10. Hartono. 2006. Sari Neurooftalmologi. Yogyakarta :Pustaka Cendekia Press.


Hal 27
11. Hartono. 2016. Perimetri Kinetik Klinik. Yogyakarta : Pustaka Cendikia Press.

13

Anda mungkin juga menyukai