Anda di halaman 1dari 36

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN ............................................. Error! Bookmark not defined.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................... Error! Bookmark not defined.
2. 1 Definisi ............................................................................................................................ 4
2. 2 Etiologi ............................................................................................................................ 4
2. 3 Epidemiologi ................................................................................................................... 5
2. 4 Patofisiologi ..................................................................................................................... 6
2. 5 Manifestasi Klinis ............................................................................................................ 9
2. 6 Diagnosis ....................................................................................................................... 20
2. 7 Diagnosis Banding ......................................................................................................... 24
2. 8 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................. 25
2. 8. 1 Laboratorium..........................................................Error! Bookmark not defined.
2. 8. 2 Radiologi ................................................................Error! Bookmark not defined.
2. 8. 3 Lain-lainnya ...........................................................Error! Bookmark not defined.
2. 9 Penatalaksanaan ............................................................................................................. 30
2. 10 Komplikasi & Prognosis ................................................................................................ 33
2. 11 Pencegahan .................................................................................................................... 34
BAB III DAFTAR PUSTAKA ........................................ Error! Bookmark not defined.

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Ilustrasi mekanisme terjadinya aneurisma dan stenosis pada KD 8


Gambar 2. 2 Tunica Media 9
Gambar 2. 3 Perjalanan gejala pada Kawasaki Disease 10
Gambar 2. 4 Manifestasi Klinis Penyakit Kawasaki 11
Gambar 2. 5 (A) Injeksi konjungtiva bilateral, (B) Eritema, fisura, dan deskuamasi
bibir disertai strawberry tongue, (C) dan (D) Eritema dan edema pada kaki dan
tangan, (E) Eksantema kulit, (F) Eksantema yang meluas sampai perineum. 11
Gambar 2. 6 Gambaran eritema pada seluruh badan 14
Gambar 2. 7 Injeksi konjungtiva bilateral tanpa eksudat pada Kawasaki 14
Gambar 2. 8 Wajah pasien penyakit kawasaki dengan injeksi konjungtiva, bibir
pecah-pecah, dan skin rash 14
Gambar 2. 9 Lidah stroberi 15
Gambar 2. 10 Eritem dan edema pada Kawasaki 15
Gambar 2. 11 Deskuamasi pada Kawasaki 16
Gambar 2. 12 Beau Line pada kuku 19
Gambar 2. 13 Foto Rontgen polos dada yang menunjukkan aneurisma besar pada
arteri koronaria. 29
Gambar 2. 14 Pemeriksaan angiografi 29

2
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Kawasaki adalah sindrom vaskulitik febril akut pada masa kanak-
kanak awal. Kelainan ini juga disebut sindrom nodus limfa mukokutaneus dan
periarteritis nodosa. Penyakit autoimun ini sudah menjadi penyebab utama dari
penyakit jantung didapat disamping demam rematik. Sindrom Kawasaki pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1967 oleh Dr. Tomisaku Kawasaki, yang melaporkan
50 kasus penyakit dengan gejala-gejala yang khas pada anak Tokyo Red Cross
Medical Center di Jepang. Anak-anak ini memiliki gejala demam, ruam, injeksi
konjungtival, limfadenitis servikal, inflamasi bibir dan rongga mulut, serta eritema
dan edema pada tangan dan kaki.

Penyakit ini diperkirakan benigna dan dapat sembuh sendiri (self-


limited/swasirna). Akan tetapi, laporan berikutnya menunjukkan hampir 2% pasien
dengan sindrom Kawasaki meninggal karena penyakit ini. Kematian terjadi pada
anak berumur kurang dari 2 tahun. Anak-anak ini meninggal saat gejala mereka
membaik atau terlihat sembuh. Pemeriksaan setelah kematian menunjukkan oklusi
trombotik pada aneurisma arteri koronarius, dengan miokardial infark sebagai
penyebab segera kematian.

Studi ekokardografik menunjukkan 20-25% anak dengan sindrom


Kawasaki yang tidak diobati mengalami sekuel kardiovaskular bervariasi mulai
dari ektasis arteri koronarius asimtomatik atau pembentukan aneurisma sampai
aneurisma arteri koronarius dengan trombosis, infark miokardial, dan mati
mendadak. Tingkat kematian adalah 0,1-2%. Tanpa pengobatan, terjadinya
mortalitas mencapai 1% dalam waktu enam minggu dari onset. Pemberian awal
imunoglobulin intravena mengurangi resiko mengalami keterlibatan jantung
sampai 5%. Meskipun inflitrat inflamasi sudah muncul di pankreas, ginjal, dan
traktus bilier, saluran nafas atas, tidak ada sekuel yang signifikan muncul di

jaringan-jaringan tersebut.1

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi

Penyakit Kawasaki adalah kondisi yang menyebabkan inflamasi di dinding-


dinding arteri berukuran kecil dan sedang di seluruh tubuh, meliputi arteri
koronarius, yang menyuplai darah untuk otot jantung. Sindrom Kawasaki juga
disebut “mucocutaneous lymph node syndrome” karena sindrom ini juga mengenai
kelenjar getah bening, kulit, dan membran mukosa di dalam mulut, hidung, dan

tenggorok.1

Tanda-tanda sindrom Kawasaki, seperti demam tinggi persisten dan kulit


mengelupas, dapat menakutkan. Tetapi sindrom Kawasaki dapat diobati, dan
kebanyakan anak dapat sembuh dari sindrom Kawasaki tanpa masalah serius.
Sekitar 20 % dari pasien yang tidak diobati didapatkan peningkatan kelainan arteri
koronaria termasuk aneurisma, dengan peningkatan kemungkinan menjadi
trombosis dan stenosis pada arteri koroner, infark pada miokardium, ruptur
aneurisma dan kematian mendadak.

2. 2 Etiologi

Penyebab penyakit Kawasaki masih belum diketahui, tetapi menurut penelitian


penyakit ini tidak menular. Beberapa teori menghubungkan penyakit ini dengan
bakteri, virus, atau faktor lingkungan lain, tetapi belum ada yang dapat dibuktikan.
Gen-gen tertentu dapat meningkatkan susepbilitas kepada penyakit Kawasaki.
Berdasarkan pada angka kejadian yang bervariasi pada etnik grup, peringkat

tertinggi pada ras Asia.2

Walaupun Rickettsialike bodies telah ditemukan pada jaringan beberapa penderita,


tetapi uji serologik urnumnya negatif, demikian pula biakan negatif. Penyebab lain
yang juga menjadi perkiraan antara lain strain propionibacterium acnes yang
dipindahkan oleh tungau ke manusia, reaksi imun abnormal terhadap virus Epstein -

4
Barr, rubeola, rubella, hepatitis, parainfluenza, Toksin yang diproduksi oleh atau
reaksi imunologik terhadap streptokokus sanguis, treponema pallidum, leptospira,

brucella atau mikoplasma.7

2. 3 Epidemiologi

Angka kejadian penyakit kawasaki pada anak-anak Asia adalah yang tertinggi jika
dibandingkan dengan ras-ras lain, tapi penyakit ini dapat terjadi pada semua ras
di dunia. Penyakit kawasaki bukanlah penyakit baru, dari hasil otopsi pada anak-
anak dengan periarteritis nodosa sebelum tahun 1960 mengarah pada penyakit

kawasaki yang fatal.2

Sindrom ini lebih sering ditemukan di Jepang, Taiwan, dan Korea. Prevalensi
sindrom Kawasaki meningkat dari tahun 1967 sampai pertengahan 1980an dan
meningkat pada 5000-6000 kasus per tahun. Insidens tertinggi sindrom Kawasaki
telah dilaporkan di Jepang, dimana frekuensi penyakit ini 10 sampai 20 kali lebih
tinggi di negara-negara Barat. Kira-kira 5000-6000 kasus dilaporkan tiap tahun di
Jepang. Insidens tahun 2000 adalah 134,2 kasus per 100.000 anak-anak di bawah 5
tahun. Wabah terjadi di Jepang saat tahun 1979, 1982, dan 1985. Tidak ada wabah

terjadi sejak tahun-tahun itu.3 Kejadian tahunan dilaporkan pada populasi kulit

putih di luar Amerika Serikat adalah sama dengan yang dilaporkan dalam populasi
AS, dengan 11,3-14,7 kasus per 100.000 anak berusia kurang dari 5 tahun di
Kanada dan 3,6 kasus per 100.000 anak berusia kurang dari 5 tahun di Australia.
Dari 1999-2000, kejadian di Inggris adalah 8,1 kasus per 100.000 anak. Di
Indonesia, PK masih jarang dilaporkan, sekitar lebih dari 100 kasus terutama sekitar

Jabotabek2 dan 19 kasus pernah dilaporkan di Surabaya. 13 Kasus yang ditemukan

ini diduga hanya sebagian kecil dari kasus sebenarnya namun tidak terdeteksi.

Meskipun sindrom Kawasaki telah dilaporkan pada anak-anak dengan etnis


berbeda, sindrom ini terjadi biasanya pada anak-anak Asia, terutama keturunan
Jepang. Kedua biasa terjadi pada kulit hitam, orang Polinesia, dan Filipina serta
terakhir paling rendah pada kulit putih. Sindrom Kawasaki sedikit lebih sering

5
pada laki-laki dibanding perempuan. Perbandingan laki-laki dan perempuan
berjarak sekitar 1,3-1,83:1 tergantung pada negara dimana statistik dilaporkan.
Arthritis tampak lebih sering pada anak perempuan daripada laki-laki. Kematian
dan komplikasi serius lebih sering pada anak laki-laki daripada perempuan.

Kira-kira 85-90% kasus sindrom Kawasaki terjadi pada anak-anak berumur di bawah
5 tahun; 90-95% kasus terjadi pada anak di bawah 10 tahun. Di Amerika Serikat,
insidens memuncak pada anak-anak berumur 6-12 tahun. Anak 1–2 tahun merupakan
kelompok usia yang paling rentan, karena pada periode ini imunitas tubuh belum
sempurna. Bayi <1 tahun masih memiliki antibodi dari ibunya dan anak >2 tahun
telah mengalami perkembangan sistem imun. Jarang pada bayi < 3 bulan tetapi
pernah dilaporkan pasien umur 20 hari maupun 12 hari yang ditemukan di jepang.
Sindrom Kawasaki jarang dilaporkan pada remaja dan orang dewasa, yang
kebanyakan di antara 18-30 tahun. Kurang dari 60 pasien dewasa dilaporkan di
literatur dengan lokasi geografis berbeda, meliputi 25 di Eropa, 23 di Amerika Utara,

5 di Asia, 2 di Amerika Selatan, dan 2 di Afrika.3 Beberapa laporan menunjukkan

bahwa PK lebih sering dijumpai pada status ekonomi tinggi. Waktu tersering
dilaporkan pada saat musim dingin dan musim semi. Angka kekambuhan antara 1–
3%, dengan insidensi tertinggi muncul 2 tahun setelah serangan yang pertama dan
lebih sering pada pasien dengan usia lebih muda dan mempunyai lesi koroner.

2. 4 Patofisiologi

Penyebab pasti pada penyakit kawasaki belum diketahui. Rowley et al. Menemukan
antibody Imunoglobulin A (IgA) yang berikatan dengan struktur spheroid pada
bronkus penderita kawasaki. Antibodi ini merupakan inclusion bodies berisi protein
dan asam nukleat yan merupakan ciri khas infeksi yang disebabkan oleh virus. Dari
hasil temuan ini mereka menduga bahwa penyebab penyakit kawasaki adalah infeksi
virus yang masuk melalui saluran pernapasan.

PK adalah vaskulitis sistemik yang melibatkan hampir semua pembuluh darah


sedang dan besar, Pada stadium awal penyakit, sel endotelial dan lapisan tengah
vaskuler (tunika media) menjadi edema, tetapi lamina elastis interna masih utuh.
7-9 hari setelah onset demam, masuknya netrofil pada permukaan intima, yang

6
dengan cepat diikuti oleh proliferasi limfosit CD8+ (sitotoksik) dan sel plasma
penghasil IgA. Sel-sel inflamasi mensekresi bermacam-macam sitokin (seperti
tumor necrosing factor (TNF), faktor pertumbuhan endotelial vaskular, faktor
kemotaksis dan aktifasi monosit), interleukin (IL, misal: IL-1, IL-4, IL-6), dan
matriks metaloproteinase (MMP, terutama MMP3 dan MMP9) yang
menargetkan sel-sel endotel dan menyebabkan serangkaian peristiwa yang
menghasilkan fragmentasi lamina elastis internal dan kerusakan vaskular.

Terbentuknya arteritis koroner dimulai sebagai disosiasi edema dari media


tunika. Selama beberapa minggu (hari-10) atau bulan berikutnya, sel-sel
inflamasi yang aktif digantikan oleh sel fibroblas dan monosit, dan jaringan ikat
fibrosa mulai terbentuk dalam dinding pembuluh darah. Peradangan menyebar
sepenuhnya di arteri dan menyebabkan kerusakan dan terjadi dilatasi arteri.
Aneurisma berkembang pada hari ke-12 setelah onset dimana kerusakan menjadi
sangat parah. Pusaran darah pada aneurisma mempermudah terbentuknya
trombus. Dinding intima berproliferasi dan menebal. Dinding pembuluh akhirnya
menjadi menyempit atau tersumbat akibat stenosis atau trombus. Sebagian besar
patologi dari penyakit ini disebabkan oleh vaskulitis arteri sedang. Awalnya,
neutrofil yang hadir dalam jumlah besar, tapi dengan cepat beralih dan menyusup
ke sel mononuklear, limfosit T, dan imunoglobulin A (IgA)-yang memproduksi
sel plasma. Semua peradangan melibatkan tiga lapisan pembuluh. Selama seluruh
proses, kerusakan vaskular yang terbesar adalah ketika terjadinya peningkatan
progresif jumlah trombosit dalam serum, dan ini adalah titik puncak penyakit
dengan risiko yang paling signifikan adalah kematian. Infiltrasi dari sel inflamasi
berlanjut sampai sekitar hari ke-25 dari penyakit, setelah sel-sel inflamasi
menurun secara bertahap dalam jumlah dan hampir sepenuhnya hilang sekitar
hari ke-40 dari onset penyakit.

7
Gambar 2. 1 Ilustrasi mekanisme terjadinya aneurisma dan stenosis pada KD

Pada pasien KD, terdapat gangguan fungsional dan struktural pada arteri
koroner akibat aktivasi berbagai mediator pro -inflamasi. Gangguan fungsional berupa
gangguan reaktivitas vaskuler yang bergantung pada endotel dan gangguan kapasitas
fibrinolitik. Gangguan struktural berupa penghancuran elastin dan degradasi dinding
pembuluh darah. Penghancuran elastin dinding arteri koroner penderita KD
disebabkan oleh adanya enzim matrix metalloproteinase (penghancur elastin) dan
menurunnya kadar cystatin C (penghambat penghancuran elastin).4 Degradasi dinding
pembuluh darah disebabkan oleh aktivasi TNF-α. Gangguan fungsional dan struktural
ini pada akhirnya berujung pada aneurisma arteri koroner, yang dapat menetap atau
berkembang menjadi stenosis. Stenosis pada fase lanjut akan berujung pada iskemia
atau infark.

Pada penyakit kawasaki yang akut, infiltrat peradangan, termasuk IgA akan
muncul pada jaringan non-vaskular pada penyakit kawasaki, trmasuk pada otot jantung,
saluran nafas atas, pankreas, ginjal, dan saluran billier, sehingga dapat disimpulkan
bahwa agen yang infeksius dapat memacu respon imun pada semua jaringan. Tidak
ada gejala sisa berarti yang muncul pada jaringan-jaringan non vaskular ini setelah

fase resolusi dari masa akut.4

8
Gambar 2. 2 Tunica Media

2. 5 Manifestasi Klinis
Sering kali penyakit ini terlupakan dan baru terdiagnosis setelah anak
menderita demam tinggi berkepanjangan dan pemeriksaan darah terhadap adanya
infeksi yang rutin dikerjakan (seperti infeksi typhus, infeksi hepatitis,
tuberkulosis) menunjukkan hasil yang negatif. Penyakit Kawasaki memiliki
beberapa fase. Gambaran klinis PK tidak bersifat patognomonik. Presentasi klinis
sindrom Kawasaki bervariasi seiring waktu, dengan perjalanan klinis dibagi secara
konvensional menjadi 3 stadium: akut, subakut, dan konvalesen (penyembuhan).

Beberapa penulis menambah fase keempat yaitu fase kronik.5

Tahap akut febril : tahap akut dimulai dengan onset tiba-tiba demam dan
berlangsung sekitar 7-14 hari. Demam biasanya tinggi spiking (suhu puncak 39-
40 derajat) atau bisa lebih tinggi. dan remiten tanpa disertai gejala prodromal
seperti batuk, bersin dan pilek. Demam resisten terhadap antibiotik / antipiretik
dan dapat bertahan sampai dengan 3-4 minggu bila tidak diobati. Semakin lama
periode demam berlangsung, semakin besar kemungkinan aneurisma.

9
Gambar 2. 3 Perjalanan gejala pada Kawasaki Disease

10
Gambar 2. 4 Manifestasi Klinis Penyakit Kawasaki

Gambar 2. 5 (A) Injeksi konjungtiva bilateral, (B) Eritema, fisura, dan deskuamasi bibir disertai
strawberry tongue, (C) dan (D) Eritema dan edema pada kaki dan tangan, (E) Eksantema kulit, (F)
Eksantema yang meluas sampai perineum.

Dengan terapi yang tepat, dosis tinggi aspirin, dan imunoglobulin intravena
(IVIG), demam biasanya remisi dalam waktu 48 jam. Setelah 2–5 hari demam,
gejala lain pada kulit dan mukosa akan muncul. Ruam eritema umumnya timbul
dalam 5 hari setelah demam.

Selain demam minimum 5 hari, tanda dan gejala fase ini dapat mencakup sebagai
berikut:

• Sifat lekas marah (irritability)

11
• Konjungtivitis bilateral non-eksudatif dan tanpa edema konjungtiva, atau
ulkus kornea. (90%) Mulai 1–2 minggu tetapi dapat berlangsung sampai beberapa
minggu. Injeksi meliputi konjungtiva bulbar dan tidak ditemui pada limbus. Sifat
eksudatif terdapat pada 5% kasus PK.

• Uveitis anterior (70%)

• Eritema perianal (70%)

• Eritema (80-90%) dan edema pada tangan dan kaki ataupun seluruh tubuh,
yang terakhir menghambat ambulasi (pergerakan) dan rasa nyeri (sulit dibedakan
dengan nyeri arthritis. Biasanya, eritema dan bengkak akan berkurang setelah panas
turun. Eritema bersifat tegas, mengenai daerah proksimal ataupun hinga
pergelangan tangan dan kaki. Erupsi diawali dengan eritema pada telapak tangan
dan kaki.

• Ruam (80-90%) (frekuensi tertinggi pada hari-7) bersifat polimorfik dan


dapat ditemukan diberbagai tempat termasuk daerah inguinal. Ruam dapat
berlangsung sampai fase konvalesen. Ruam selalu eritematosa dan biasanya tidak
gatal namun dapat terasa nyeri. Berikut adalah tipe ruam mulai dari yang tersering:

o Bentuk paling sering adalah eritema menyerupai urtikaria menyeluruh


dengan plak iregular.

o Bentuk kedua yang sering tampak adalah makulopapular morbiliformis.

o Meskipun jarang, namun pernah dilaporkan adanya eksantema berupa


eritroderma skarlatiniformis ataupun lesi iris (target lesi).

12
• Kelainan mukosa (80-90%) pada orofaring PK dapat bermacam-macam,
termasuk kekeringan dan fisura (celah) bibir, eritema pada bibir, rongga mulut,
mukosa bukal dan mukosa faring, inflamasi noneksudatif pada tenggorokan, dan
strawberry tongue

• Disfungsi hati, ginjal, dan gastrointestinal seperti muntah dan diare (65%
pasien)

• Miokarditis, perikarditis, kardiomegali, gagal jantung, dan efusi


pleura. Miokarditis cukup sering ditemui pada KD fase akut (50–70%) yang
menyebabkan gangguan kontraktilitas otot jantung. Namun, gangguan ini
membaik dengan cepat setelah pemberian terapi IVIG. Meskipun ditemui
gangguan histopatologis pada biopsi otot jantung penderita KD beberapa
tahun setelah resolusi KD, kontraktilitas dan fungsi jantung jangka panjang
tampak normal pada pemeriksaan ekokardiografi.

• Gangguan saluran nafas terdapat pada 30% pasien.

• Limfadenopati (75%), umumnya nodus servikal satu, membesar, non supuratif


berukuran sekitar 1,5 cm, soliter atau berkelompok dan dengan kultur nodus bakteri
negatif

• Temuan terkait lainnya termasuk meningitis, piuria steril,

• Diskoloriasi kuku (75%) biasanya 5-8 hari setelah demam. Warna


berubah secara trasnversal bercoklatan atau putih. Diskolorasi dapat sembuh
secara spontan.

13
Gambar 2. 5 Gambaran eritema Gambar 2. 6 Wajah pasien penyakit kawasaki dengan
pada seluruh badan injeksi konjungtiva, bibir pecah-pecah, dan skin rash

Gambar 2. 7 Gambaran injeksi konjungtiva bilateral non eksudatif

14
Gambar 2. 7 Lidah stroberi

Gambar 2. 8 Eritem dan edema pada Kawasaki

15
Gambar 2. 9
Skin rash dan lymphadenopati servikal (sisi kanan, diameter >1.5 cm ).

Perubahan mukokutan dan limfadenopati merupakan yang paling jelas


selama fase akut. Namun, perhatikan bahwa eritema dan edema pada tangan dan
kaki mungkin merupakan temuan terakhir yang berkembang. Diagnosis harus
dilakukan dalam fase ini.

Tahap subakut dimulai saat demam telah mereda, dan terus sampai minggu
4-6 (hari 11-25). Tanda khas dari tahap ini adalah deskuamasi dari jari-jari,
trombositosis (jumlah platelet dapat melebihi 1 juta / uL), dan pengembangan
aneurisma koroner. Risiko kematian mendadak adalah tertinggi pada tahap ini.

• Gejala akut dari tahap I mereda sampai temperatur kembali normal.

• Arthritis dan arthalgia, khususnya pada sendi kecil, misalnya interfalang,


dan sendi besar pada minggu kedua dan ketiga.

• Anak tetap mudah tersinggung dan tidak nafsu makan.

• Kering, celah bibir pecah.

• Deskuamasi jari tangan dan jari kaki yang dimulai dari ujung jari tangan
dan jari kaki adalah khas. Sekitar 10–15 hari setelah awitan penyakit, didapatkan
fisura antara kuku dan ujung jari, kemudian terjadi deskuamasi yang meluas

16
meliputi telapak tangan sampai pergelangan atau telapak (kasus berat).
Deskuamasi tipis dan generalisata terutama pada kulit yang sebelumnya berwarna
merah. Deskuamasi juga bisa didapatkan pada daerah perineal seperti halnya pada
tangan dan kaki.

• Trombus koroner, aneurisma, infark miokard, dan gagal jantung.

• Trombositosis puncak pada 2 minggu.

• Diskolorasi kuku berlanjut dari fase akut.

Gambar 2. 10 Deskuamasi pada Kawasaki

Aneurisma dapat terjadi di luar arteri koroner, terutama pada arteri


subklavia, brakialis, aksilaris, iliaka, dan femoralis, serta aorta abdominal.
Harada, dkk. menyusun sistem skor untuk memperkirakan risiko terjadinya
aneurisma koroner dan kebutuhan terapi IVIG (Tabel 1). Adanya minimal 4 poin
positif dari 7 poin pada skor Harada menandakan risiko tinggi mengalami
aneurisma koroner.

17
Tabel 1 Skor Harada

Karakteristik lain dari tahap subakut adalah dengan iritabilitas persisten,


anoreksia, dan injeksi konjungtiva. Persistensi demam lewat dari 2-3 minggu
dapat menjadi indikasi penyakit Kawasaki yg timbul kembali. Jika demam terus
berlanjut, hasilnya kurang menguntungkan karena risiko yang lebih besar dari
komplikasi jantung.

Fase Konvalesen (6 – 8 minggu dari awitan). Fase penyembuhan ditandai dengan


resolusi lengkap tanda-tanda klinis penyakit, biasanya dalam waktu 3 bulan
presentasi. Tahap ini dimulai dengan reaktan fase akut (misalnya, LED, protein C-
reaktif) dan kelainan laboratorium lainnya kembali ke nilai normal. Selama tahap
ini, sebagian besar temuan klinis resolusi, namun alur melintang dalam di kuku
(Beau lines) dapat menjadi jelas 1-2 bulan setelah timbulnya demam dan dapat
terjadi tanpa didahului perubahan warna. Gambaran ini tidak spesifik untuk PK.
Gambaran lain kuku adalah onikomadesis yang terjadi pasca deskuamasi
periungual. Karena kelainan sistemik yang parah dan panas tinggi yang
berkepanjangan, maka tidak heran sebagian anak mengalami kerontokan rambut yang
mungkin muncul 6–12 minggu setelah fase akut.

18
Gambar 2. 11 Gambaran Beau line pada
kuku

Selama tahap penyembuhan, kelainan jantung mungkin masih jelas.


Aneurisma arteri koroner kecil cenderung untuk resolusi sendiri (60% kasus),
tetapi aneurisma yang lebih besar dapat berkembang, dan infark miokard dapat
terjadi. Pada pasien yang ekokardiogram sebelumnya normal, namun, deteksi
aneurisma baru tidak biasa setelah minggu 8 penyakit.

Fase kronis; Tahap ini penting secara klinis hanya pada pasien yang telah
mengalami komplikasi jantung. Durasinya adalah sangat penting seumur hidup
karena aneurisma yang terbentuk di masa kecil mungkin pecah di masa dewasa.
Dalam beberapa kasus aneurisma pecah dalam kehidupan dewasa, review cermat
sejarah medis masa lalu telah mengungkapkan penyakit demam saat anak-anak
dengan etiologi tidak diketahui.

Temuan lain yang mungkin dijumpai antara lain piuria steril (pada 60% kasus),
gangguan fungsi hepar (40%), arthritis sendi besar (30%), meningitis aseptik (25%),
nyeri perut dengan diare (20%), hidrops kandung empedu dengan ikterus (10%).
Artritis dan atralgia pada sendi besar atau kecil dapat timbul pada minggu pertama.
Anak dengan KD umumnya lebih gelisah dibanding anak dengan penyakit demam lain.
Kelumpuhan nervus fasialis dan tuli sensori-neural frekuensi tinggi sementara dapat
terjadi. Pada 1/3 kasus, terdapat keluhan gastrointestinal seperti diare, muntah, dan
nyeri perut. Temuan lain yang lebih jarang antara lain pembengkakan testis, nodul
pulmonal, efusi pleura, hepatomegali, jaundice, dan hidrops kantung empedu.
Kelainan

jantung lainnya adalah regurgitasi katup. Gangguan katup dapat berupa


regurgitasi mitral (~1%) atau regurgitasi aorta (~5%) yang disebabkan disfungsi

19
muskulus papilaris, infark, atau valvulitis. Gangguan katup dapat berujung pada
pemulihan, gangguan katup menetap, atau kematian akibat infark miokard.

2. 6 Diagnosis

Pada penyakit Kawasaki tipikal atau tipe klasik, tidak ada cara spesifik
untuk mendiagnosisnya, karena iu diagnosis berdasarkan pada kriteria kliniknya
saja, dimana terdapat demam minimal 5 hari dengan 4 atau lebih kriteria dari 5
gejala klini mayor dan mengecualikan diagnosis lainnya. Penyakit Kawasaki
dapat didiagnosis hanya denga 3 gejala klinik apabila terdapat ketidaknormalan

pada arteri kronaria pada pencitraan ekokardiografi.6

Kriteria mayor
(Sumber : The Permanente Journal/ Winter 2009/ Volume 13 No. 1):

• Perubahan mukosa oral, termasuk bibir merah atau retak, faring erite, atau
lidah stroberi

• Konjungtivitis bilateral non-eksudatif

• Limfadenopati servikal, biasanya unilateral, dengan satu node ≥ 1,5 cm

• Ruam polimorfik (eksantema)

• Perubahan Ekstremitas (eritema pada telapak tangan dan telapak kaki,


pembengkakan tangan dan kaki, deskuamasi periungual dalam fase
penyembuhan)

Hasil laboratorium dapat ditemukan:

• Trombositosis mulai minggu keduau ketiga dengan nilai rata-rata 700.000 /


mm3

20
(500.000-1.000.000 mm3). Nilai ini akan mengalami penurunan pada
minggu ke-4 sampai ke-8.

• Tingkat abnormal lipid serum, termasuk peningkatan kadar trigliserida


dan low-density lipoprotein dan penurunan tingkat high-density lipoprotein.

• Hiponatremia ( Na <135 meq/L), dikaitkan dengan peningkatan risiko


aneurisme

• Temuan lain yang tidak terlalu spesifik antara lain peningkatan ringan
transaminase, hiperbilirubinemia, hipoalbuminemia, dan peningkatan leukosit
urin. Sebagian penderita mengalami peningkatan troponin I pada fase akut.

Pada beberapa kasus, pasien mengalami banyak gejala tipikal sindrom


Kawasaki tetapi tidak sebanyak yang diperlukan untuk kriteria diagnosis. Oleh

21
karena itu kata “inkomplit” dipakai dibanding “atipikal” untuk mendeskripsikan
kasus-kasus ini. Kasus inkomplit biasanya terjadi pada anak berumur di bawah 6
bulan. Pada kondisi ini, demam ditambah hanya 3 gejala dapat menegakkan
diagnosis. Dasar pemikirannya adalah bahwa penatalaksanaan aman dan efektif
dan bahwa kegagalan untuk mendiagnosis sindrom Kawasaki dapat
mengakibatkan prognosis yang buruk. Pada kasus dengan gambaran klinis yang
jelas, diagnosis PK dapat dibuat sebelum hari ke-5 panas. Pada beberapa kasus
gejala klinis penyakit ini muncul secara bertahap, sehingga dengan berjalannya

waktu kasus inkomplit dapat berubah menjadi kasus komplit.10 Meningkatnya

kejadian atipikal PK ditengarai sering pada umur lebih muda.

Untuk diagnosis sindrom Kawasaki inkomplit, American Academy of Pediatrics


(AAP)/American Heart Association (AHA) menganjurkan saat demam selama 5 hari
ditambah 2 atau 3 gejala tipikal ada atau lebih dan saat karakteristik pasien
menunjukkan kemungkinan sindrom Kawasaki, kadar CRP dan LED harus
diperiksa. Peningkatan LED dan CRP hampir selalu ditemui pada KD dan akan
mengalami penurunan pada minggu ke-6 sampai ke-10. Jika CRP kurang dari
3mg/dL dan LED lebih dari 40 mm/jam, anak harus dimonitor dan tindakan harus
dilakukan.

Jika CRP adalah 3 mg / dL atau lebih tinggi dan LED adalah 40 mm / jam atau
lebih, langkah berikutnya adalah untuk mengukur albumin, alanine
aminotransferase (ALT), trombosit, dan hitung WBC dan menguji air seni untuk

piuria. Batas normal meliputi:6

• Albumin ≤3 g/dL

• Anemia berdasar usia

• Peningkatan ALT

• Trombosit> 450.000 (setelah 7 hari)

22
• Leukosit> 12.000 atau >15.000/mm3

• Adanya piuria (leukosit urin ≥10 sel/LPB)

Jika kurang dari 3 kriteria laboratorium tambahan positif, echocardiogram


jantung harus dilakukan dahulu. Jika ekokardiogram adalah negatif tetapi demam
berlanjut, ekokardiogram ulang mungkin dilakukan. Jika echocardiogram adalah
negatif dan demam mereda, sindrom Kawasaki tidak mungkin. Jika
ekokardiogram positif, anak tersebut dirawat karena sindrom Kawasaki.

Tabel 2 Algoritma Diagnosis Penyakit Kawasaki Atipikal

Dengan tidak adanya gold standar untuk diagnosis, algoritma ini tidak

dapat menjadi bukti melainkan mewakili pendapat komite ahli. Konsultasi dengan

23
para ahli harus dicari bila diperlukan. Bayi > 6 bulan demam hari ke-7 tanpa

penjelasan lainnya harus menjalani pemeriksaan laboratorium, jika bukti

peradangan sistemik ditemukan, lakukan ekokardiogram, bahkan jika bayi tidak

memiliki kriteria klinis. Salah satu penyebab tersulit dalam diagnosis penyakit ini

adalah gambaran klinisnya dapat muncul secara bertahap dan gambaran yang

sering teridentifikasi adalah deskuamasi, yang pada penyakit ini munculnya

terlambat di mana komplikasi pada jantung mungkin telah terjadi.

2. 7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada kawasaki sering berkaitan dengan infeksi virus pada
tahap awal pada penyakit. Berikut ini adalah tabel perbandingan antara penyakit

kawasaki dengan infeksi lainnya.2

Diagnosis banding berdasar manifestasi kulit dan mukosa antara lain: bibir:
SJS atau eritema multiforme dan S4; kulit: multiforme, erupsi obat, S4, scarlet

24
fever, dan TSS; kelenjar getah bening: infeksi bakteri atau tuberkulosa; mata:
konjungtivitis; lidah: scarlet fever; inguinal: S4 dan infeksi streptokokus; jari-jari:
scarlet fever (deskuamasi). Perlu dipertimbangkan pula pada bibir: keilitis; kulit:
viral exanthem (roseola, rubela) dan Hipersensitivitas terhadap dilantin; mata:
leptospirosis, serta inguinal: kandidiasis.

Berbeda dengan SJS, PK memberikan gambaran mata merah tanpa eksudat


yang mirip dengan konjungtivitis. Pada bibir tidak didapatkan erosi yang luas
disertai krusta hemoragik yang merupakan gambaran khas SJS melainkan bibir
merah terang (cherry red), kering dan pecah-pecah serta separuh kasus didapatkan
gambaran lidah strawberi seperti pada scarlet fever. Berbeda dengan S4, pada PK
tidak didapatkan krusta pada daerah perioral. Bentuk eksantema tersering setelah
urtikaria adalah bentuk morbiliformis, bercak awal mungkin sulit dibedakan
dengan eksantema virus ataupun erupsi obat. Bentukan iris atau gambaran mirip
lesi target juga harus dibedakan dengan eritema multiforme. Jika bercak
menunjukkan bentuk eritrodermi skarlatiniformis, perlu berhati-hati dengan
diagnosa banding scarlet fever atau TSS. Meskipun jarang namun gambaran mirip
psoriasis pustulosa juga pernah dilaporkan. Bentuk vesikel, bula atau purpura
jarang ditemukan. Erupsi daerah inguinal dijumpai pada 67% kasus PK yang
mungkin gambarannya mirip dengan kandidiasis namun tidak disertai satelit
papul/pustul. Limfadenopati yang terjadi mungkin sulit dibedakan dengan
limfadenopati karena infeksi bakteri atau tuberkulosa. Pada PK limfadenopati
servikal unilateral besarnya rata-rata 1,5–5 cm dan selalu berbentuk massa keras,
tidak berfluktuasi dan kurang nyeri, terkadang dapat bilateral namun limfadenopati
generalisata bukan merupakan gambaran PK yang khas. Pada fase sub akut atau
sekitar 10–15 awitan terjadi deskuamasi yang dimulai dari ujung-ujung jari tangan
dan kaki yang meluas ke telapak tangan sampai pergelangan yang mirip dengan
scarlet fever.

2. 8 Pemeriksaan Penunjang

25
Beberapa pemeriksaan penunjang medik pada penyakit Kawasaki dapat
menunjukkan hasil sebagai berikut :

• Darah tepi terlihat anemia normositik dan akhirnya trombositosis.

• Tingkat sedimentasi eritrosit (laju endap darah) akan meningkat.

• C-reaktif protein (CRP) akan meningkat.

• Tes fungsi hati terdapat peradangan hati dan serum albumin rendah.

• Elektrokardiogram (EKG) terlihat disfungsi ventrikel atau kadangkadang


aritmia karena miokarditis.

• Ekokardiogram (Echo) terlihat perubahan halus arteri koroner atau, kemudian


aneurisma.

• Ultrasound atau tomografi terkomputerisasi dapat menunjukkan hidrops


(pembesaran) kantong empedu.

• Urinalisis terlihat sel darah putih dan protein dalam urin (piuria dan
proteinuria), tanpa disertai pertumbuhan bakteri.

• Pungsi lumbal terlihat adanya meningitis aseptik.

• Angiografi untuk mendeteksi aneurisma arteri koroner menjadi


standar emas untuk diagnosis, tetapi sekarang jarang digunakan karena telah
dapat diketahui

2.8.1 Laboratorium

26
Leukositosis merupakan pemeriksaan laboratorium yang khas selama fase akut,
dengan gambaran dominan granulosit matur dan imatur. Kurang lebih 50%
memiliki nilai leukosit melebihi 15.000/mm, leukopeni jarang terjadi. Anemia
sering ditemukan pada penyakit Kawasaki dengan morfologi sel darah merah yang
normal. Anemia hemolitik berat memerlukan tranfusi, dan biasanya berhubungan
dengan infus intravena imunoglobulin. Peningkatan Laju Endap Darah (LED) dan
CRP ditemukan pada penyakit Kawasaki, biasanya kembali normal 6 sampai 10
minggu setelah serangan dari penyakit. Namun perlu diingat bahwa peningkatan
LED tanpa peningkatan CRP dapat terjadi karena terapi imonoglobulin, sehingga
penilaian LED tidak dianjurkan pada pasien yang mendapatkan terapi
imunoglobulin. Pada fase lanjut ditemukan trombositosis antara 500.000 sampai 1
juta/mm3. biasanya timbul pada minggu kedua, dan mencapai puncaknya pada
minggu ketiga dan kembali normal pada minggu 4 sampai 8 setelah serangan

pada kasus tanpa komplikasi.6

Pada fase akut terdapat penurunan kolesterol plasma, high-density lipoprotein


(HDL) dan apolipoprotein. Peningkatan serum transaminase ditemukan pada 40%
pasien, hiperbilirubuin pada 10% pasien. Hipoalbuminemia sering terjadi dan
berhubungan dengan penyakit akut yang kronis dan berat. Pada pasien yang
dilakukan lumbal punksi, 50% pasien ditemukan meningitis aseptik dengan
gambaran dominan sel mononuklear. Peningkatan enzim jantung troponin I
merupakan petanda spesifik kerusakan otot miokard pada fase awal penyakit
Kawasaki.

2.8.2 Radiologi

27
Ekokardiografi adalah studi pilihan untuk mengevaluasi aneurisma arteri koroner
selama tahap akut. Sekuele utama KD berkaitan dengan kardiovaskuler, terutama
sistem arteri koroner (5–15% pasien KD akut) .Dalam urutan tertinggi ke
frekuensi terendah, keterlibatan dari arteri koroner adalah sebagai berikut:
1. Arteri koroner kiri proksimal anterior descending dan a. koronaria kanan
2. Cabang utama arteri koroner kiri
3. Arteri sirkumfleksa kiri
4. Arteri koroner kanan bagian distal
5. Arteri posterior descending

Selain mengevaluasi arteri koroner untuk pelebaran dan trombosis,


ekokardiogram dasar juga dilakukan untuk mengevaluasi keterlibatan jantung
lainnya. Ini termasuk pelebaran aorta, kontraktilitas tertekan, ventrikel dan fungsi
katup, dan efusi perikardial.

Elektrokardiogram harus dilakukan secara serial, sebaiknya harus dilakukan pada


saat diagnosis penyakit Kawasaki, pada minggu ke 2 dan pada minggu ke 6-8
setelah onset penyakit. Ini mungkin perlu dilakukan lebih sering pada pasien
berisiko tinggi. Pemeriksaan lanjutan ini bertujuan mengidentifikasi progresi atau
regresi abnormalitas arteri koroner, mengevaluasi fungsi ventrikel dan katup, serta
menilai adanya efusi perikardium. Jika hasilnya normal dan laju endap darah sudah
normal maka ekokardiografi tidak harus diulang lagi. Jika ditemukan kelainan pada
fase akut, ekokardiografi dapat diulang setidaknya sekali seminggu, bahkan jika
perlu tiap 48 jam untuk memantau pertambahan dimensi aneurisma arteri koroner
atau pembentukan trombus.Ukuran normal diameter arteri koroner pada anak 2 mm
dan pada remaja 5 mm.
Foto rontsen, Magnetic Resonance Imaging (MRI), Magnetic Resonance
Angiography (MRA), dan Computed Tomography Ultrafast (CT) scanning
adalah tes invasif lain yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kelainan arteri

koroner.5

28
Gambar 2. 12 Foto Rontgen polos dada yang menunjukkan aneurisma besar pada arteri
koronaria.

Gambar 2. 13 Pemeriksaan angiografi menunjukkan aneurisma besar


dengan diameter 6,5 mm

29
2.8.3 Lain-lainnya

Pemeriksaan biopsi kulit jarang dilakukan. Secara histopatologi


menunjukkan gambaran yang tidak spesifik meliputi edema papila dermis, edema
interseluler fokal lapisan sel basal dan infiltrasi perivaskular ringan dari limfosit
dan sel mononuklear.1 Gambaran vaskulitis pada kulit bukan merupakan
gambaran yang menonjol pada PK. Pada lesi pustular, pustul steril terletak di
intraepidermal subkorneal disertai neutrofil dan tidak berhubungan dengan duktus
ekrin. Dari otopsi pernah didapatkan gambaran mirip poliarteritis nodosa.

2. 9 Penatalaksanaan

Oleh karena penyebab penyakit kawasaki belum diketahui, maka tidak tersedia
terapi spesifik. Pengobatan biasanya bersifat suportif. Terapi untuk keterkaitan
kardiovaskular sangat rumit dan tidak terdapat keseragaman cara tatalaksaanya.
Berbagai regimen dianjurkan untuk pengobatan penyakit kawasaki dengan
kelebihan dan kelemahannya. Untuk mengurangi resiko komplikasi,
penatalaksanaan dilakukan segera setelah kemunculan gejala dan tanda, terutama
apabila masih ada demam. Tujuan penatalaksanaan awal adalah menurunkan
demam dan inflamasi serta mencegah kerusakan jantung.

Terapi KD dengan aspirin dan IVIG dalam 10 hari setelah awitan demam dapat
menurunkan risiko AAK dari 20% menjadi <5%. Namun, 10–20% pasien KD
yang diobati akan mengalami demam dan gejala lain yang menetap (non-
responder), dan berisiko mengalami AAK:

• Gamaglobulin

Agen ini memiliki efek anti-inflamasi generalisata. Pemberian gamaglobulin


secara intravena dapat menurunkan resiko masalah arteri koronarius. Masih belum
diketahui mekanisme kerjanya pada penyakit ini tapi sudah terbukti dapat
mengurangi angka kejadian penyakit koronaria yang merupakan komplikasi dari

30
penyakit kawasaki. Di masa lalu, IVIG diberikan sebagai dosis rendah selama 4
hari (400 mg / kg / hari), namun studi baru telah menunjukkan bahwa dosis tunggal
yang tinggi lebih efektif. Dalam prakteknya saat ini, dosisnya adalah 2 g / kg secara
intravena dalam waktu 10-12 jam. Jika mungkin, IVIG paling baik diberikan dalam
7 hari pertama.

• Aspirin:

Aspirin dosis tinggi dapat membantu menangani inflamasi. Aspirin juga bisa
mengurangi rasa sakit dan inflamasi sendi, juga menurunkan demam.
Penanganan sindrom Kawasaki merupakan pengecualian terhadap aturan tidak
boleh menggunakan aspirin pada anak-anak. Sebagian besar ahli menggunakan
dosis tinggi aspirin untuk jangka waktu bervariasi, diikuti dengan dosis rendah
aspirin untuk efek antiplatelet nya. Aspirin dosis tinggi (80-100 mg / kgBB/ hari
secara oral dibagi dalam 4 dosis) diberikan pada fase akut untuk efek anti-
inflamasi dan dikombinasikan dengan IVIG. Hal ini berlanjut sampai hari ke-14
penyakit atau sampai pasien telah afebris untuk 48-72 jam. Institusi lain
menurunkan dosis aspirin jika pasien tidak demam selama 48-72 jam. Setelah
pasien tetap afebris untuk 48-72 jam (saat aspirin dosis tinggi dihentikan), dosis
rendah aspirin dimulai untuk aktivitas antiplatelet nya. Dosisnya Sekitar ~10%
pasien KD mengalami kegagalan terapi dengan IVIG pertama. Kegagalan
pengobatan didefinisikan sebagai demam yang persisten atau kambuh kembali ≥36
jam setelah selesainya pemberian IVIG infus awal. Terdapat beberapa pilihan terapi
untuk kegagalan pengobatan yang memerlukan keahlian lanjut, seperti pengulangan
IVIG kedua atau ketiga, steroid, transfusi tukar, ulinastatin, abciximab, antibodi
monoklonal, serta agen sitotoksik:

• Pengobatan terhadap Sindrom Kawasaki yang resisten terhadap IVIG:


pasien yang dosis kedua terapi IVIG gagal dapat diobati dengan kortikosteroid.
Saat ini, pemberian steroid dibatasi untuk anak yang masih mengalami demam dan
inflamasi akut setelah pemberian ≥2 infus IVIG. Metilprednisolon intravena dapat
diberikan 30 mg / kg selama 2-3 jam diberikan sekali sehari selama 1-3 hari.
Pemberian kortikosteroid masih diperdebatkan karena terdapat beberapa laporan

31
yang menunjukan adanya angka terjadinya aneurisma pada pemakaian
kortikosteroid.

Pengobatan alternatif adalah infliximab (Remicade) 5 mg / kg, yang merupakan


antibodi monoklonal tikus-manusia chimeric diarahkan terhadap tumor necrosis
factor-alpha solubel dan terikat membran. Beberapa studi telah menemukan
infliximab berguna dalam mengobati penyakit Kawasaki yang tahan terhadap
IVIG. Burns dkk melaporkan infliximab sama efektifnya dengan dosis kedua IVIG
pada pasien yang tidak respon dengan dosis pertama IVIG. Terapi alternatif lain
untuk kasus resisten antara lain cyclophosphamide dengan dan tanpa methotrexate,
namun, efektivitas perawatan ini masih belum pasti karena mereka telah digunakan
dalam hanya sejumlah kecil kasus. Berikut ini adalah terapi tambahan untuk pasien
yang tidak merespon terapi konvensional. Ulinastatin adalah inhibitor tripsin
manusia dimurnikan dari urin manusia. Telah digunakan hanya di Jepang untuk
kasus-kasus yang sukar disembuhkan dari penyakit Kawasaki dan diyakini
berfungsi dengan menghambat elastase neutrofil dan sintase prostaglandin H2 pada
tingkat mRNA. Di masa depan, dengan mengidentifikasi tanda tangan genetik
untuk kelompok ini, terapi lebih agresif, seperti terapi antisitokin, plasmapheresis,
atau siklosporin A, dapat digunakan untuk mengurangi risiko komplikasi koroner.

Jika pasien menunjukkan masalah jantung, pemeriksaan lanjutan untuk


memeriksa jantung dilakukan sekitar enam sampai delapan minggu setelah
penyakit mulai. Jika pasien mengalami masalah jantung yang berkelanjutan,
pasien dapat dirujuk ke spesialis jantung anak. Pada beberapa kasus, anak dengan

aneurisma arteri koronarius dapat membutuhkan:5

• Antikoagulan: Obat-obat seperti aspirin, clopidogrel, warfarin, dan


heparin membantu mencegah pembentukan gumpalan darah.

• Angioplasti arteri koronarius: Prosedur ini membuka arteri yang telah


menyempit sampai menghambat aliran darah ke jantung.

32
• Pemasangan stent: Prosedur ini menanam alat pada arteri yang
tersumbat untuk membantu membiarkan arteri teap terbuka dan mengurangi
resiko sumbatan ulang. Pemasangan stent dapat menemani angioplasti.

• Bypass graft arteri koronarius: Operasi ini membuat saluran baru


melewati arteri yang tersumbat atau menyempit dengan mengambil pembuluh
darah dari kaki, dada, atau tangan sebagai graft.

Terapi untuk manifestasi mukokutan secara keseluruhan hanyalah simtomatik,


meliputi pemberian emolien untuk kulit yang mengelupas dan antihistamin untuk
gatal. Sebagai edukasi, dapat diberitahukan pada keluarganya bahwa penyakit ini
dapat menjadi serius dan fatal. Dan komplikasi dapat terjadi tidak secara segera
setelah terjadinya penyakit. Apabila terdapat keluhan pada jantungnya maka harus
segera diperiksakan ke dokter dan diberitahukan juga bahwa pengobatan aspirin
tidak boleh dhentikan sebelum dokter memperbolehkan untuk berhenti memakai.

2. 10 Komplikasi & Prognosis

Penyakit Kawasaki adalah penyebab utama penyakit jantung didapat (acquired)


pada anak. Sekitar 1 dari 5 anak dengan sindrom ini mengalami masalah jantung,

tetapi hanya sedikit yang mengalami kerusakan permanen.2

Komplikasi jantung meliputi:

• Inflamasi otot jantung (miokarditis)

• Masalah katup jantung (mitral regurgitasi)

• Ritme jantung abnormal (disritmia)

• Aneurisma arteri koronaria

33
• Inflamasi pembuluh darah (vaskulitis), biasanya arteri koronarius, yang
menyuplai darah ke jantung.

Masing-masing komplikasi dapat menyebabkan kerusakan pada jantung. Inflamasi


arteri koronarius dapat menuju pelemahan dan penonjolan dinding arteri
(aneurisma). Aneurisma meningkatkan resiko gumpalan darah terbentuk dan
menyumbat arteri, yang dapat menyebabkan serangan jantung atau menyebabkan
perdarahan internal yang mengancam nyawa. Pada sedikit anak yang mengalami
masalah arteri koronarius, sindrom Kawasaki dapat berakibat fatal meskipun

dengan perawatan.2 Dengan penanganan tepat dan cepat, prognosis bagus. Data

terbatas, tetapi di Amerika Serikat, kematian terjadi kira-kira 1% dari anak-anak


yang terkena penyakit ini. Pada anak-anak di bawah 1 tahun, tingkat kematian
melebih 4%. Pada anak-anak berumur 1 tahun atau lebih, tingkat kematian kurang
dari 1%. Rata-rata tingkat kematian di Jepang adalah 0,1-0,3%. Puncak kematian
terjadi 15-45 hari setelah onset demam. Sampai sekarang, tidak ada kematian

dilaporkan pada kasus sindrom Kawasaki pada orang dewasa.5

2. 11 Pencegahan

Tidak dikenal cara pencegahan untuk penyakit Kawasaki. Pencegahan


dilakukan untuk menghindari perburukan kerusakan koroner. Orangtua anak
penderita penyakit Kawasaki dengan kelainan koroner, ditekankan tentang
perlunya tindak lanjut, yaitu minum obat secara teratur dan pemantauan kondisi
jantung. Pengamatan penderita paska penyakit Kawasaki, terutama dengan riwayat
aneurisma koroner berat, dilakukan jangka panjang bahkan mungkin seumur hidup.
Aneurisme koroner yang ringan pada umumnya akan mengalami resolusi dalam
beberapa bulan.

34
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Rowley AH, Shulmen ST. Kawasaki Disease. In: Behrman RE, Kleigemen RM,
Jenson HB. Nelson text bok of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia 2007: 1036-1042.

2. Holmen RC, Belay ED, Christensen KY, Folkema AM, Steiner CA, Schonberger
LB. Hospitalization for Kawasaki Syndrome among children in the United States.
1997-2007. Pediatric Infect Dis J. Jun 2010; 29 (6): 483-8.

3. Takahasik, Ohaseki T, Yokouchi Y. Pathogenesis of Kawasaki Disease The


Journal of Translational Immunology. 2011;p. 20-22.

4. Freeman AF, ST Shulman. Kawasaki Disease: Summary of The American Heart


Association Guidelines. Journal American Family Physician. Vol 74 no.7. 2006

5. Jane W. Newburger, Diagnosis, Treatment, and Long-Term Management of


Kawasaki Disease, P: 1708-1728, PEDIATRICS Vol. 114 No. 6 December 2004.

6. Candra K. Siregar, Kelainan Jantung Pada Penyakit Kawasaki, Lembaga Emu


Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/ RS Ujung Pandang,
Ujung Pandang. Hal : 38-40, Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 2004

7. Noah S Scheinfeld, Kawasaki Disease , Available at:


http://emedicine.medscape.com/

8. Mahr A. Kawasaki disease. Orphanet Encyclopedia, June 2004, P : 1-5

9. Rubiana S. Penyakit Kawasaki Penyebab Kelainan Pada Pembuluh Darah


Koroner Anak, Staf Kardiologi Anak Pelayanan Jantung Terpadu, RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta

35
10. Circulation . (2001) .Diagnostic Guidelines for Kawasaki Disease. Diperoleh
19 Maret 2014, dari http://circ.ahajournals.org/content/103/2/335.full.pdf+html

11. Janelle R Cox, Recognition of Kawasaki Disease, The Permanente Journal/


Winter 2009/ Volume 13 No. 1

12. Anne H. Rowley, Kawasaki Disease, In : Richard E Behrman, Nelson Textbook


of Pediatrics 17th Edition, Chapter : 156

13. Molecules to humans .(2006).Cardiovascular Lesions of Kawasaki Disease:


From Genetic Study to Clinical Management .Diperoleh 19 Maret 2014.dari
http:// cdn.intechopen.com /pdfs-wm/37890.pdf

14. Scheinfeld, Kawasaki


Disease,(2014)http://emedicine.medscape.com/article/965367-
overview#aw2aab6b2b5aa)

15. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deferding RR. Kawasaki Disease. In:
Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deferding RR. Lange Current Diagnosis &
Treatment Pediatrics. 19th ed. USA 2009: 556-7.

16. Rowley AH, Shulmen ST. Kawasaki Disease. In: Behrman RE, Kleigemen
RM, Jenson HB. Nelson text bok of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia 2007: 1036-
1042.

36

Anda mungkin juga menyukai