Disusun oleh:
Fiona Wongkar
01073170168
Pembimbing:
TANGERANG
1
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................. 3
LAPORAN KASUS.......................................................................................... 3
I. IDENTITAS PASIEN .................................................................................. 3
II. ANAMNESIS ............................................................................................... 3
III. ANAMNESIS BERDASARKAN SISTEM ............................................... 6
IV. PEMERIKSAAN FISIK .......................................................................... 9
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................13
VI. DIAGNOSIS ...........................................................................................17
BAB II .......................................................................................................... 19
ANALISA KASUS ......................................................................................... 19
BAB III ......................................................................................................... 24
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 24
I. Definisi ........................................................................................................24
II. Epidemiologi ...............................................................................................24
III. Etiologi ...................................................................................................25
IV. Patogenesis..............................................................................................27
V. Manifestasi Klinis 4 .................................................................................29
VI. Diagnosis.................................................................................................34
VII. Diagnosis Banding ..................................................................................36
VIII. Tatalaksana ............................................................................................39
XI. Komplikasi..............................................................................................43
X. Pencegahan .............................................................................................44
XI. Prognosis ................................................................................................44
BAB IV ......................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 45
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ibu IY
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Umur : 37 Tahun
• Status Pernikahan : Menikah
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Agama : Islam
• Nomor Med Record : RSUS 00-86-84-11
• Status Pembayaran : BPJS 3
• Tanggal MRS : 30 Juni 2019 pukul 17.30
• Tanggal Pemeriksaan : 30 Juni 2019 pukul 19.00
II. ANAMNESIS
• Keluhan Utama:
Demam sejak 5 hari SMRS
3
Selain itu sejak dua hari lalu pasien juga merasakan adanya
bintik-bintik rata tidak menonjol bewarna merah berukuran
sekitar 1-2 mm dengan jumlah banyak muncul mendadak di
kedua betis kanan dan kiri. Bintik-bintik tidak menimbulkan
keluhan apapun termasuk gatal. Bintik-bintik merah tidak hilang
ketika ditekan.
4
• Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa
- Darah tinggi, kencing manis, kolesterol, asam urat
disangkal.
• Riwayat Operasi :
- Pasien belum pernah menjalani prosedur operasi sebelumnya
• Riwayat Pengobatan
- Pasien sudah berobat pada tanggal 30 Juni 2019 pukul 10:00
ke RS-An Nisa dan telah dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan Complete Blood Count tetapi pasien
dirujuk ke RS Siloam
- Sejak keluhan ini muncul pasien telah mengkonsumsi
parasetamol 3 x 500 mg tetapi tidak ada keluhan yang
mengalami perbaikkan
- Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun secara rutin
• Riwayat Kebiasaan
- Pasien menyangkal adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum-minuman beralkohol, penggunaan obat-obatan
terlarang, perilaku seksual yang menyimpang.
- Pasien rutin berolahraga satu minggu sekali jalan pagi.
5
• Riwayat diet (pola makan)
Sejak mengalami keluhan - keluhan diatas pasien mengalami
penurunan nafsu makan dan pasien mengaku bahwa pasien
kurang mengkonsumsi cairan dalam sehari-harinya. Dalam
kondisi tidak sakit pada umumnya pasien mengkonsumsi
makanan yang dimasak oleh dirinya sendiri dan tidak suka
membeli makanan dari luar.
6
b. Keluhan organ kepala
Mata : (-)
Hidung : (-)
Lidah : (-)
Gangguan menelan : (-)
Sakit kepala : (-)
Telinga : (-)
Mulut : (-)
Gigi : (-)
Suara : (-)
c. Keluhan organ dileher
Kaku kuduk : (-)
Pembesaran kelenjar : (-)
7
Diare : (-)
Perubahan tinja : (-)
Tenesmiadanum : (-)
Perubahan air seni : (-)
8
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 58 kg
Tinggi badan : 160 cm
BMI : 22, 65 (normal)
Keadaan sirkulasi
Tekanan darah : 130 / 90 mmHg
Nadi : 88x/menit regular kuat angkat
Suhu : 36.8 oC
VAS : 2/10
Keadaan pernafasan
Frekuensi : 18x /menit, SpO2 : 99% via O2 room air
Corak pernafasan : normal
Bau nafas : (-)
STATUS GENERALIS
Kepala
1. Kepala : Normosefali, massa - , skar -
2. Wajah : Dalam batas normal
3. Mata
Palpebral : hematoma (-/-), edema (-/-)
Kornea : jernih (+/+), infiltrat (-/-), ulkus (-/-)
Pupil : bulat, Isokor 3 mm/3 mm, RCL +/+,
RCTL +/+
Konjungtiva : anemis (-/-), injeksi (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
9
- Telinga : normotia, otorrhea (-/-)
- Hidung : deviasi septum (-), rhinorrhea (-/-),
pernapasan cuping hidung (-/-)
- Bibir : sianosis (-), mukosa basah
- Gigi : karies (-), ulkus (-), stomatitis (-)
hipertrofi gusi (-)
- Lidah : kotor (-), coated tounge (-), oral thrush (-
), geographic tounge (-)
Rongga leher
Faring : hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1, detritus (-)
Kelenjar Getah Bening : pembesaran (-)
Leher
Inspeksi : Kelenjar tiroid pembesaran (-)
Jugular venous pressure 5±2 cm
Hepatojugular reflux (-)
Palpasi : Kaku kuduk (-)
Kelenjar tiroid: pembesaran (-)
Kelenjar getah bening: (-)
Lain- lain : Massa (-)
10
THORAX
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris pada saat statis
maupun dinamis, skar (-), retraksi (-)
Palpasi : Chest expansion simetris pada kedua lapang
paru, taktil fremitus normal, krepitus (-)
Perkusi : Sonor (+/+) di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikular (+/+), ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-), heave (-)
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal kanan bawah
jantung ICS IV parasternal dextra, kiri bawah jantung ICS V
midclavicular sinistra, pinggang jantung ICS III parasternal
sinistra
Auskultasi : S1S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung (-), cekung (-), caput medusa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 8x/menit, metallic sound (-),
bruit (-)
Perkusi : Shifting dullness (-), Fluid wave (-)
Palpasi : Nyeri tekan(-) hepatomegali (-) splenomegali (-)
mc burney sign (-)
11
EKSTREMITAS
• CRT < 2 detik, akral hangat (+/+), Range of Motion + semua
arah
• Tampak makula eritematosa jumlah multipel berukuran 1
sampai dengan 2 mm pada tibialis anterior dextra et sinistra
• Uji Rumple Leed +
12
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
13
RESUME
14
FOLLOW UP :
Senin, 01 Juli 2019
S Demam (-), lemas (+) belum ada perbaikkan. Nyeri pada seluruh
badan sudah berkurang, nyeri pada kedua belakang bola mata sudah
tidak ada. Nafsu makan masih rendah, bintik-bintik merah pada kaki
tidak bertambah ataupun berkurang. Nyeri perut (-) gusi berdarah (-)
sesak nafas (-)
O Tampak Sakit Sedang / Compos Mentis
TD : 120 / 80 mmHg, nadi : 88x / menit, pernapasan : 20 x / menit,
suhu : 36,3ºC
Mata : KA -/-, SI -/-
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi paru -/- , wheezing -/-
Abdomen : supel, bising usus (+) 9x/menit normal, (-) metallic sound
(-)
Ektremitas : hangat dan lembap, CRT < 2 detik. Rash tidak
bertambah. Purpura(-), ekimosis (-)
15
Selasa, 02 Juli 2019
S Demam (-), lemas (+) perbaikkan. Nyeri pada seluruh badan sudah
berkurang. Nafsu makan mulai meningkat, bintik-bintik merah pada
kaki berkurang dan memudar. Nyeri perut (-) jumlah BAK meningkat
O Tampak Sakit Sedang / Compos Mentis
TD : 120 / 80 mmHg, nadi : 78x / menit, pernapasan : 18 x / menit,
suhu : 36,8ºC
Mata : KA -/-, SI -/-
Cor : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi paru -/- , wheezing -/-
Abdomen : supel, bising usus (+) 10x/menit normal, (-) metallic sound
(-)
Ektremitas : hangat dan lembap, CRT < 2 detik. Rash memudar.
Purpura(-), ekimosis (-)
16
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Banding :
• Chikungunya Fever
• Zika Infection
• Leptospirosis
• Malaria
Tatalaksana :
1. Edukasi pasien bahwa penyakit adalah self limiting dan
diperlukan terapi suportif atau simptomatik agar tidak
terjadi syok yaitu dengan minum cairan yang banyak dan
memenuhi gizi harian agar sistem imun bekerja dengan
baik.
- Cairan Per Oral berupa susu, jus, cairan isotonik
yang dihitung dengan rumus 1500 + (20 x KgBB)
dimana pada pasien ini dianjurkan untuk minum
2700ml dalam 24 jam
- Gizi Harian didapatkan dari kalori yang tercukupi
dan kebutuhan gizi yang seimbang. Kebutuhan
kalori untuk pasien ini adalah 1500 kal / hari (25
kalori / kgBB) yang meliputi 45-65% karbohidrat,
20-25% lemak tidak jenuh, 10-20% protein, dan
serat sebanyak 25 gram.
17
2. Edukasi pasien bahwa pasien perlu dirawat inap atas
indikasi observasi dikarenakan nilai trombosit <100.000,
riwayat gusi mudah berdarah, penurunan nafsu makan dan
sedang dalam fase kritis penyakit.
3. Diberikan terapi cairan intravena kristaloid dengan dosis
maintanance karena tidak ditemukan tanda-tanda
dehidrasi dengan rumus Holiday-Segar
4. Parasetamol 500 mg TDS untuk mengurangi keluhan
simptomatik pasien
18
BAB II
ANALISA KASUS
Pasien, wanita berumur 37 tahun datang ke IGD RSUS dengan Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari SMRS. Demam muncul mendadak, terus menerus dan suhu
tinggi. Pertama kali muncul dan diukur adalah 38,8 derajat Celcius. Demam
menghilang sejak 1 hari SMRS yaitu hari ke 4 setelah pertama kali timbul dan
belum muncul kembali hingga saat diperiksa.
Bila ditemukan keluhan demam seperti ini maka perlu digali lebih lanjut dalam
anamnesis untuk menentukan penyebab dari demam. Keluhan demam dapat
disebabkan oleh infeksi, keganasan, kondisi inflamasi lainnya. Demam yang
diakibatkan oleh keganasan dapat dieksklusi dikarenakan kita mengkonsiderasikan
usia pasien yang masih muda, pola demamnya muncul mendadak akut, suhu tinggi
dan baru 5 hari yang lalu muncul. Sedangkan pada keganasan pada umumnya
demam muncul kronis dan subfebris. Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah
kondisi inflamasi lainnya seperti artritis dapat menjadi penyebab dari demam. Oleh
karena itu keluhan seperti pembengkakan sekitar sendi dan kekakuan pagi hari
perlu ditanyakan dan tidak ditemukan pada pasien ini. Selain itu kita perlu
menanyakan keluhan tambahan lainnya untuk menemukan apakah ada sumber
infeksi dari tubuh misalnya nyeri pada gigi, nyeri saat BAK yang tidak ditemukan
pada pasien ini.
Oleh karena itu, dengan keluhan demam yang seperti ini maka kita dapat
memikirkan etiologi demam disebabkan oleh infeksi virus dikarenakan pola
demamnya adalah abrupt onset of high fever yang dimana bila disebabkan oleh
bakteri maka umumnya progressive fever.
19
Keluhan tambahan yang ditemukan pada pasien ini adalah timbulnya rash di
ekstremitas bawah gusi mudah berdarah saat menyikat gigi. Nyeri pada kedua
belakang bola mata, nyeri pada otot dan sendi yang dideskripsikan seperti ngilu dan
tumpul dengan skala nyeri 3 dari 10.
Dengan pola panas dan keluhan tambahan yang dimiliki oleh pasien maka kita
dapat mengkonsiderasikan diagnosis Demam Dengue, demam Chikunguya,
leptospirosis, infeksi Zika dan infeksi Malaria.
Pada infeksi yang disebabkan oleh Malaria umumnya terjadi pada orang-orang
yang memiliki riwayat travelling ke daerah endemis yaitu Irian Jaya, Sumatera,
Kalimantan dan Sulawesi akhir-akhir ini. Kemudian, infeksi Malaria pada
umumnya memiliki trias Malaria bagi penderita yang tinggal di wilayah non-
endemis berupa stadium dingin ditandai dengan menggigil, muntah, nadi lemah lalu
stadium demam nadi kuat kembali dan suhu sangat tinggi dapat mencapai 41 derajat
Celcius lalu diikuti stadium berkeringat ditandai dengan suhu kembali turun, pasien
lemas dan lelah tetapi dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Pola demam yang
dimiliki oleh penderita malaria juga tergantuang dari jenis Plasmodium yang
menginfeksi, seperti Ovale dan Tertiana akan kembali demam setiap 48 jam,
Malariae setiap 72 jam dan Falciparum setiap 12 jam. Tanda-tanda klinis ini tidak
ditemukan oleh pasien ini maka diagnosis Malaria dapat kita singkirkan.
20
Pada infeksi yang disebabkan oleh infeksi virus Zika dapat menimbulkan keluhan
yang sama yaitu berupa demam, timbulnya rash makulopapular, mialgia, artralgia,
nyeri retroorbital tetapi infeksi yang disebabkan oleh Zika memiliki tanda khas
yaitu konjungtivitis non-purulen serta adanya riwayat berpergian ke daerah
endemis Zika yaitu Afrika, Kepulauan Karibia dan hal-hal ini tidak kita temukan
pada riwayat dan tampilan klinis pasien ini. Maka diagnosis infeksi virus Zika dapat
kita singkirkan.
Pada pasien ini, Uji Bendung menunjukkan hasil yang (+) dan pada pemeriksaan
laboratorium awal ketika masuk IGD menunjukkan Trombosit 23.000 ul, OT/PT
291/296 yang menunjukkan adanya trombositopenia berat. Oleh karena itu,
diagnosis demam Chikunguya dapat kita eksklusikan.
21
4. Terdapat minimal satu tanda plasma leakage : hematokrit meningkat >20%
dibandingkan standar dengan umur dan jenis kelamin
5. Penurunan hematokrit >20% setelah diberikan cairan adekuat
6. Tanda kebocoran plasma : efusi pleura, asites, hipoalbuminea, edema
Untuk poin nomor 4 perlu dihitung apakah adanya peningkatan hematokrit dengan
rumus hemokonsentrasi (Ht tertinggi - Ht terendah) : Ht terendah x 100%
Hasil Laboratorium dengan hemokonsentrasi tertinggi adalah pada tanggal 30 yaitu
46% dan Ht terendah ditemukan pada tanggal 02 Juli 2019 yaitu 35,30%. Setelah
dihitung hasilnya menunjukkan 31,4% yang menunjukkan bahwa terdapat tanda
plasma leakage.
Pemeriksaan Penunjang lainnya yang diperlukan untuk pasien ini adalah kadar
elektrolit untuk memantau derajat dehidrasi, kadar albumin untuk menilai
terjadinya kebocoran plasma, Golongan Darah dan crossmatch dan pemeriksaan
Non Structural Protein-1 atau NS1 yang memiliki spesifisitas 100% dan sensitivitas
63-93%. Kemudian pemeriksaan radiologis X RAY thorax juga perlu dilakukan
untuk memantau terjadinya rembesan plasma hebat untuk menilai efusi pleura.
Tatalaksana untuk pasien ini mencakup dua hal yaitu tatalaksana Non-
Medikamentosa dan Medikamentosa.
Tatalaksana Non-Medikamentosa:
• Edukasi penyakit bahwa penyakit adalah sebuah self-limiting disease.
• Prinsip utama : pemeliharaan volume cairan sirkulasi dengan banyak asupan
cairan isotonik ( dewasa >5 gelas per hari atau dihitung berdasarkan rumus
kebutuhan cairan. Pada pasien ini adalah 2700 ml/hari)
22
• Menyarankan pasien untuk makan makanan yang bernutrisi. Berdasarkan
berat badan pasien maka kebutuhkan kalori pasien dalam sehari adalah 1500 kalori
yang berisikan 45% karbohidrat, 20% protein, 20% lemak dan 25 gram serat.
• Dianjurkan untuk bed rest adekuat
• Perjalanan penyakit
• Tanda-tanda bahaya yaitu nyeri perut, timbulnya lesi kulit secara mendadak,
muntah-muntah, BAB bewarna gelap, kesulitan bernafas atau sesak nafas
• Edukasi pencegahan untuk memberhentikan siklus transmisi
perkembangbiakkan nyamuk yang terjadi sekitar pemukiman warga.
Berdasarkan WHO 1997, pasien ini sudah memenuhi kriteria rawat inap yaitu
adanya peningkatan hematokrit serta penurunan trombosit.
Tatalaksana Medikamentosa:
⁃ Tatalaksana Medikamentosa bersifat simptomatik sesuai dengan keluhan
pasien.
⁃ Berdasarkan Pan American Health Organization: Dengue and DHF.
Guideline, Protokol pemberian cairan DBD dengan Ht meningkat adalah
Kebutuhan adalah pemberian cairan kristaloid sesuai rumus 1500+ 20 x (Berat
Badan dalam kg - 20). Maka pada pasien ini adalah 2300ml/ hari
⁃ Evaluasi tanda-tanda syok dan tanda-tanda bahaya
⁃ Pantau Darah Rutin setiap 12 jam
23
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Demam dengue (DF) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan /atau nyeri
sendi disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diatesis hemorhagik. Pada DBD terjadi rembesan plasma yang ditandai
dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan
cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue atau dengue shock
syndrome adalah demam berdarah dengue ditandai oleh renjatan / shock.1
II. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di Wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat
dan Karibia. Wilayah Asia Tenggara mencakup Malaysia, Phillipines,
Thailand, Cambodia, Vietnam, Indonesia, Papua New Guinea, Laos.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 - 15 per 100.000 penduduk dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa (KLB) 35 per 100.000 penduduk
pada tahun 1998. KLB kembali terulang pada tahun 2014 terjadinya 8030
kasus dan terjangkitnya 7 provinsi dan 69 kabupaten. Pada negara tropis dan
subtropis, penyakit DBD adalah penyakit endemik yang muncul sepanjang
tahun dengan predileksi saat musim hujan karena optimal untuk
berkembang biak. Di Indonesia tercatat transmisi virus terjadi paling sering
pada bulan Januari-Februari. Pada tahun 2015 tercatat terdapat sebanyak
126,675 penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia dan 1229 orang
diantaranya meninggal dunia. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya dikarenakan perubahan iklim dan rendahnya kesadaran
untuk menjaga kebersihan lingkungan. Jumlah kejadian DBD terus
meningkat seiring meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Perubahan iklim menyebabkan meningkatnya kejadian DBD karena
24
memengaruhi kehidupan vektor, perubahan curah hujan. suhu, kelembapan
dan arah udara.2
III. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue
yang termasuk dalam genus Flavivirus keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat Molekul 4 x 106. Virus terdiri dari 4 serotipe DEN-1.
DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang sebenarnya semuanya dapat menyebabkan
kematian. DEN-2 berkaitan dengan serotipe yang paling bahaya. DEN- 3
paling banyak ditemukan di Indonesia. Terdapat reaksi silang antara dengue
dengan Flavivirus yang lain seperti YELLOW FEVER, JAPANESE
ENCEPHALITIS dan WEST NILE VIRUS yang menyebabkan positifnya tes
serologis dan menyebabkan hasil yang false positive. Dalam laboratorium
virus dengue dapat bereplikasi di dalam tubuh primata, tikus, kelinci,
anjing, kelelawar, kuda, sapi, babi. Tetapi belum ada bukti bahwa primata
dapat menjadi reservoar agar siklus transmisi tetap dapat berjalan. Virus
juga dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Aedes aegypti dan Aedes
albopictus) dan Toxorhynchites.
25
Manusia akan terinfeksi oleh virus dengue setelah nyamuk Aedes menghisap
darah manusia sambil menyemburkan liurnya yang berisikan virus kedalam
tubuh manusia tersebut lalu dimulailah proses inkubasi 4-6 dimana proses
viremia terjadi dan terus berlangsung sampai dengan demam menghilang
yang secara tipikal terjadi pada hari ke 4 sampai dengan 7. Pada saat demam
sudah menghilang maka viremia sudah mencapai puncaknya (6 sampai
dengan 8 log10 RNA copies/ ml) dan bila ada nyamuk Aedes yang belum
terinfeksi menghisap darah manusia yang sudah terinfeksi ini maka nyamuk
tersebut akan terinfeksi dan menyebarkan virusnya ke manusia lain yang
belum terinfeksi. Periode inkubasi yang terjadi didalam tubuh nyamuk
berlangsung selama 8-12 hari. Sekali terinfeksi nyamuk tersebut terus
membawa virus tersebut seumur hidupnya dan tetap menjadi infektif.
26
Transmisi secara Vertikal
Beberapa kasus melaporkan adanya kejadian transmisi vertikal ketika
episode viremia terjadi dalam waktu 10 hari sebelum melahirkan (termasuk
hari partus). Tampilan klinis pada neonatus muncul pada hari ke 4-11
setelah dilharikan. Menyusui melalui ASI juga telah membuktikan transmisi
secara vertikal dari virus dengue.
IV. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai dengan saat ini
masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan di dalam terjadinya demam berdarah
dengue dan sindrom renjatan dengue (DSS).
a) respons humoral yaitu pembentukan antibodi yang bertujuan untuk
menetralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas
yang dimediasi antibodi,
Hipotesis ini disebut sebagai antibody dependent enhancement (ADE)
b) Limfosit T baik T helper (CD4+) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun selular terhadap virus dengue. T helper 1 akan memproduksi
interferon gamma, IL2 dan limfokin. T helper 2 akan memrpoduksi IL4, IL
5, IL6 dan IL10
c) monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus namun proses
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin
oleh makrofag dan sel Kuppfer.
d) terbentuknya kompleks imun C3a dan C5a
27
Kurane pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag
lalu ada proses fagositosis kompleks virus-antibodi. Virus lalu bereplikasi di
dalam makrofag dan terjadi aktivasi T-helper dan T sitotoksik dan kembali
diprofuksinya limfokin dan interfern gamma lalu terjadilah disfungsi sel
endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi
melalui aktivasi kompleks virus antibodi juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma.
28
gambar 2. Imunopatogenesis pada Demam Berdarah Dengue 1
V. Manifestasi Klinis 4
Masa inkubasi dari virus adalah 4-6 hari lalu timbul gejala prodromal
terlebih dahulu yaitu : nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia,
ruam kulit, manifestasi perdarahan adanya petekie atau uji bendung +, nyeri
tulang belakang dan perasaan lelah.
29
Fase demam umumnya terjadi pada 2-7 hari lalu diikuti dengan fase kritis 2-
3 hari lalu fase resolusi. Pada waktu fase kritis pasien Sudah tidak demam
tetapi resiko untuk mengalami syok meningkat terutama bila pasien tidak
mendapatkan tatalaksana yang adekuat. Pada demam dengue tidak
ditemukan fase kritis hanyalah fase febril dan fase konvalesen atau fase
resolusi.
30
Demam Dengue (DD) probable dengue
demam akut 2-7 hari ditambah 2/lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
• Nyeri kepala
• Nyeri retro-orbital
• Mialgia
• Artralgia
• Ruam kulit
• Uji Bendung +
• Leukopenia <5000
• Trombosit <150.000
• Hematokrit naik 5-10%
Dan pemeriksaan serologis dengue positif (IgM/IgG +) atau terjadi di lokasi
yang sama atau waktu yang sama di tempat yang terkonfirmasi endemik
dengue.
31
Derajat Berat DBD
Grade 1 : Demam dan gejala konstitusional non spesifik dan test torniquet
positif
Grade 2 : Grade 1 + perdarahan spontan
Grade 3 : tanda kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit
dingin dan lembap)
Grade 4 : profound shock nadi dan tensi tidak terdeteksi
32
Dengue dengan tanda bahaya
adanya gejala diatas disertai adanya gejala dari :
• Nyeri perut
• Muntah tidak berhenti-henti
• Perdarahan mukosa
• Letargi
• Hepatomegaly >2 cm
• Meningkatnya hematokrit dengan penurunan trombositopenia yang cepat
Severe Dengue
adanya gejala disertai satu dari :
• Plasma leakage yang berujung pada syok, akumulasi cairan yang berujung
pada sesak nafas / distres nafas
• Perdarahan berat
• Kerusakan organ ditandai dengan AST aspartate aminotransferase
meningkat atau alanine aminotransferasi meningkat >1000 unit/ml
• Penurunan kesadaran
33
VI. Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue untuk melihat kadar :
a) hemoglobin
b) hematokrit : dikarenakan kebocoran plasma terdapat peningkatan
hematokrit >20% dari hematokrit awal yang umumnya terjadi pada hari ke 3
demam. Adanya hemokonsentrasi juga menunjukkan adanya peningkatan
hematokrit yang dapat dihitung dengan rumus
tetapi perlu diingat pada kondisi anemia, gangguan pembekuan darah yang
sebelumnya sudah dimiliki pasien, episode perdarahan sebelumnya yang
mengakibatkan hemoglobin dan hemokonsentrasi rendah maka
penghitungan hemokonsentrasi dapat menjadi bias sehingga memperhatikan
klinis pasien (tanda plasma leakage menjadi landasan pedoman yang lebih
penting dibandingkan melihat hasil laboratorium).
c) jumlah trombosit / platelet : trombositopenia umumnya menurun pada
hari ke 3-8.
d) jumlah limfosit : normal atau menurun. Limfositosis relatif ditemukan
mulai hari ke 3 (kenaikkan >45% dari total leukosit awal) sebelum fase
kritis dimulai
e) PT-APTT memanjang, Fibrinogen meningkat, D-dimer memanjang,
Fibrin Degradation Product meningkat
f) kadar albumin dapat menurun karena terjadinya kebocoran plasma
g) SGOT dan SGPT dapat meningkat
darah tepi untuk melihat adanya gambaran limfosit plasma biru yang
meningkat terutama pada saat fase syok.
j) Golongan darah dan crossmatch untuk keperluan pemberian transfusi
darah
k) imunoserologi untuk pemeriksaan IgM dan IgG dengan Rapid Diagnostic
Test Kits . Menurut WHO hari ke 3-5 demam adalah waktu terbaik
melakukan pemeriksaan serologis karena sudah dimulai pembentukkan
34
antibodi. Pada hari ke 0-2 demam pasien masih berada pada fase demam
dimana belum terdapat perubahan hemodinamik dan pembentukkan antibodi
yang dapat terdeteksi oleh alat pemeriksaan.
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5 meningkat s/d minggu ke 3 lalu
menghilang setelah 60-90 hari
IgG : pada infeksi primer, mulai terdeteksi dari H-14 apabila infeksi
sekunder terdeteksi pada H-2 (IgG amnestik) dan dapat bertahan sampai
selamanya.
l) NS-1 : antigen NS-1 (non structural protein-1) dapat dideteksi pada hari
pertama-hari kedelapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4%
dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard
kultur virus. Hasil negatif antigen NS-1 tidak menyingkirkan adanya infeksi
virus dengue. 5
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (reverse
transcriptase Polymerase Chain Reaction) namun karena teknik yang lebih
rumit dan mengkonsumsi waktu yang lama, saat ini tes serologis yang
mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total
(IgG dan IgM) lebih banyak dilakukan.
35
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan dan
bila terjadi di kedua paru menunjukkan tingkat keparahan yang lebih lanjut
tetapi apabila terjadi rembesan plasma hebat, efusi pleura ditemukan pada
kedua hemithoraks. Posisi yang dianjurkan adalah posisi lateral dekubitus
kanan. Asites dan efusi pleura juga dapat dideteksi dengan pemeriksaan
USG.
• Zika virus juga disebabkan oleh vektor nyamuk yang sama. Zika
diasosiasikan dengan konjungtivitis non purulen. Zika dapat
ditransmisikan melalui gigitan nyamuk yang sudah terinfeksi,
transmisi maternal-fetal, hubungan seksual, transfusi darah dll. Masa
inkubasi virus ini adalah 9-14 hari dengan gejala penyakit yang
36
ringan dan mengalami perbaikkan dalam 2 s/d 7 hari. Manifestasi
klinis adalah timbul demam akut bersifat low-grade (37,8 s/d 38,5)
adanya pruritic rash (makula eritermatosa yang dapat muncul di
wajah, ekstremitas, telapak kaki), artralgia dan konjungtivitis,
mialgia, sakit kepala, nyeri retroorbital. Mendiagnosis infeksi Zika
menggunakan PCR dan mendeteksi RNA yang terdapat di serum,
darah dan urine (uji serologi). Infeksi virus Zika harus
dikonsiderasikan bila ada riwayat berpergian ke Afrika, Kepulauan
Pasifik, Amerika.8
•
Malaria dikarakterisasikan dengan demam, malaise, mual, muntah,
nyeri perut, diare dan anemia akibat splenomegali tetapi pada
individu yang imun dapat berlangsung tanpa gejala (asimptomatis).
Penyakit malaria ialah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
protozoa Plasmodium didalam eritrosit dan biasanya disetai dengan
gejala demam dapat berlangsung akut atau kronis. Infeksi malaria
banyak ditemukan didaerah tropis dan negara-negara berkembang.
Di Indonesia juga malaria merupakan infeksi yang menjadi
perhatian utama KEMENKES untuk dilakukan eliminasi selain TB
dan HIV/AIDS. Infeksi malaria dibuktikan dengan pemeriksaan
mikroskopik yang positif, adanya antigen malaria dengan tes cepat
yaitu ditemukannya DNA/RNA parasit pada pemeriksaan PCR.
Dikenal ada 5 jenis plasmodium yang menginfeksi manusia yaitu
P.vivax yang merupakan infeksi yang paling sering dan
menyebabkan malaria tertiana / vivaks, P. Falciparum memberikan
banyak komplikasi dan mempunyai perjalanan klinis yang cukup
serius. P. Malariae menyebabkan malaria kuartana. P. Ovale
merupakan infeksi yang ringan dan sering sembuh spontan tanpa
pengobatan menyebabkan malaria ovale. P. Knowlesi memiliki
klinis yang mirip seperti malariae. Demam pada malaria bersifat
periodik, anemia dan splenomegali. Gejala yang klasik yaitu
terjadinya ‘TRIAS MALARIA’ secara berurutan : periode dingin
37
(15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri
dengan seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk diikuti
dengan meningkatnya temperatur dan diikuti dengan periode panas :
Penderita muka merah, nadi cepat dan suhu badan tetap tinggi
beberapa jam lalu diikuti dengan periode berkeringat. Periode tidak
panas berlangsung 12 jam pada falciparum, 36 jam pada vivax dan
ovale, 60 jam pada malariae.9
38
menggunakan alas kaki. Sebagian besar kasus leptospirosis
bersifat self- limiting. Terapi untuk leptospirosis yaitu memberikan
antimikroba untuk mempercepat klirens mikroba dari tubuh dan
suportif. Pilihan antimikroba adalah doksisiklin 100 mg BD untuk
7 hari atau azithromisin 500 mg OD untuk 3 hari lalu diikuti
250mg/day untuk beberapa hari. 8
VIII. Tatalaksana
Tidak ada terapi spesifik untuk demam dengue. Prinsip utama dalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari <1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.
Asupan cairan pasien harus tetap dijaga terutama cairan oral. Jika asupan
cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.
Perlu diingat untuk selalu memantau status volume pasien dari jumlah urine
dan juga tanda-tanda klinis adanya return of plasma to intravascular pada
fase konvalens dapat menyebabkan edema paru sehingga keluhan sesak
perlu ditanyakan kepada pasien. Pemberian cairan yang bersifat hipotonik
dapat menyebabkan edema ensefalopati dan menyebabkan kejang.
39
gambar 3. Observasi dan Indikasi Rawat pada pasien suspek DBD
dewasa tanpa renjatan di UGD 1
40
gambar 5. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa 1
41
gambar 7. Cairan pada DBD dengan hemokonsentrasi 1
Edukasi Pencegahan :
Tujuan dilakukannya edukasi kepada masyarakat untuk memberhentikan
siklus transmisi perkembangbiakkan nyamuk yang terjadi di sekitar
pemukiman warga dengan :
Membudidayakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus secara
berkelanjutan sepanjang tahun dan mewujudkan terlaksananya Gerakan 1
rumah 1 jumantik (Juru Pemantau Jentik)
42
• Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk (tindakkan fogging, semprot
obat nyamuk)
• Menggunakan kelambu pada saat tidur
• Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan cupang
• Menanam tanaman pengusir nyamuk
• Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
• Menggunakan pakaian berlengan panjang dan celana panjang
•
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa
menjadi tempat istirahat nyamuk.
XI. Komplikasi
• Kegagalan pada liver disebabkan pada renjatan syok dengue yang ditandai
dengan profound shock dimana nadi sudah tidak dapat diraba lagi.
Kegagalan pada hati disebabkan karena hipoperfusi dalam jangka
waktu yang agak terlalu lama dan hipoksia. Nyeri abdomen seperti
nyeri abdomen akut merupakan manifestasi klinis dari kasus ini
• Neurologi : ensefalopati dan kejang : sekuele neurologik dapat terjadi
dengan frekuensi kejadian 1% 5 manifestasi klinis yang ditimbulkan
berupa demam, sakit kepala dan letargi. Diagnosis ditegakan dengan
pemeriksaan serologis, kultur dan deteksi dengan PCR pada cairan
CSF.
• Disfungsi miokardial : disebabkan karena plasma leakage yang
menyebabkan meningkatnya kerja dari ventrikular sistolik dan
diastolik dan antigen virus dengue yang terdapat pada kardiomiosit.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya episode aritmia yang didukung
dengan pemeriksaan penunjang troponin T atau Atrial Natriuretic
Peptida yang meningkat.
• Acute Kidney Injury : 3% kasus dengue mengalami komplikasi ini
diakibatkan plasma leakage yang menyebabkan episode shock,
rabdomiolosis, glomerulonefritis dan tubular nekrosis akut ditandai
dengan eGFR yang menurun dan kreatinin yang meningkat
mendadak.
43
X. Pencegahan
Vaksin Dengue : tidak memberikan proteksi komplit, dapat menyebabkan
bias dalam pemeriksaan serologis IgG dan IgM bila dilakukan beberapa
minggu sebelum terserang dengue (false positive) Vaksin Dengue CYD-
TDV (Dengvaxia) adalah vaksin live attenuated recombinant yang dirilis
pada Desember 2015. Saat ini beberapa vaksin lainnya masih dalam tahap
perkembangan. Vaksinasi meliputi tiga injeksi dari 0,5 ml diberikan secara
subkutan dengan interval waktu setiap 6 bulan. CYD-TDV aman diberikan
bagi pasien yang dulunya sudah mengalami infeksi primer (seropositive
individuals) tetapi meningkatnya derajat keparahan dengur bila diberikan
pada orang-orang yang belum pernah terinfeksi dengue sebelumnya
(seronegative individuals). Oleh karena itu negara harus
mengkonsiderasikan introduksi vaksin dengue hanya bila seronegative
individuals dapat dijauhi, Pre-vaccine Screening untuk mengetahui bahwa
pasien infeksi primer atau sekunder juga di rekomendasikan. Vaksin
Dengue melindungi terhadap 4 serotipe dengue. Efektivitas Vaksin
terhadap serotipe 1 adalah 54,7% serotipe 2 43% serotipe 3 71,6% dan
serotipe 4 76,9% secara berturut-turut. Perlu diingat bahwa efektivitas
vaksin bervariasi berdasarkan status imun pasien dan serologi status
sebelum divaksinasi. Vaksin dapat diberikan pada umur 9 sampai dengan
45 tahun.10
XI. Prognosis
Umumnya baik bila diberikan terapi cairan yang adekuat. Prognostik yang
baik dapat dilihat dari urine output yang adekuat dan kembalinya nafsu
makan yang baik.
44
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1) Siti Setiati, Alwi & Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.
Edisi ke IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2014.
Hal 539-548
45
6) Wilson M. (2019). Chikungunya fever: Epidemiology, clinical
manifestations, and diagnosis. [online] UpToDate. Tersedia dari:
https://www.uptodate.com/contents/chikungunya-fever-epidemiology-
clinical-manifestations-and-diagnosis?csi=bbcbebf7-47ae-44d9-9de7-
b07e8d6f4da5&source=contentShare
8) Zika Virus [Internet]. CDC. 2019 [cited 1 July 2019]. Available from:
https://www.cdc.gov/zika/index.html
9) Siti Setiati, Alwi & Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.
Edisi ke IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2014.
Hal 595-612
46