Anda di halaman 1dari 26

Clinical Science Session

LEUKOKORIA

Oleh :
Khairunnisa 1940312025
Frieska Septi Awwalia 1940312123

Pembimbing :
dr. Muhammad Syauqie, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALAS PADANG
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 2
BAB I ............................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 3
BAB II........................................................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................................... 5
2.1 Anatomi Pupil ............................................................................................................................... 5
2.2 Leukokoria .................................................................................................................................... 6
2.2.1 Definisi Leukokoria .............................................................................................................. 6
2.2.2 Epidemiologi Leukokoria ..................................................................................................... 7
2.2.3 Diagnosis............................................................................................................................... 8
2.2.4 Diferensial Diagnosis .......................................................................................................... 10
2.2.5 Etiologi Leukokoria ............................................................................................................ 11
BAB III ....................................................................................................................................................... 24
KESIMPULAN ........................................................................................................................................... 24

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pupil merupakan lubang bundar di bagian tengah iris yang merupakan tempat
masuknya cahaya ke bagian dalam mata. Ukuran pupil normal berbeda-beda antar manusia,
umumnya yaitu berukuran 3-4 cm. Fungsi utamadari pupil adalahmengontrol jumlah
cahaya yang masuk kedalam mata untukmendapatkan fungsi visual terbaik pada berbagai
derajat intensitas cahaya.1
Leukokoria atau yang bisa di kenal dengan pupil putih (white pupil) merupakan
kondisi medis yang ditandai dengan timbulnya warna putih pada pupil yang harusnya pada
keadaan normal berwarna hitam. Leukokoria bukanlah merupakan suatu penyakit yang
berdiri sendiri, tapi merupakan gejala dari penyakit yang mendasarinya. Diferensial
diagnosis dari leukokoria pada anak-anak diantaranya: katarak kongenital, persistent
hyperplastic primary vitreous, retinopathy of prematurity, coats disease, toxocoral
granuloma, kongenital renital fold, coats disease.1
Penelitian menunjukkan bahwa 60% dari pasien dengan leukokoria memiliki katarak
kongenital (18% unilateral dan 42% bilateral), retinoblastoma (11% unilateral dan 7%
bilateral), ablasi retina (2,8% unilateral dan 1,4% bilateral), bilateral persisten primary
hiperplastik vitreous (4,2%), dan penyakit Coats unilateral (4,2%).1Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Kemala Sayuti dkk, di RSUP Dr. M. Djamil Periode 2009 – 2011,
penyebab tersering terjadinya leukokoria pada anak yang berusia kurang dari 13 tahun
adalah Retinoblastoma (33,4%), Katarak kongenital (30,5%), Katarak traumatik (13,8%),
Uveitis intrauterin (5,5%), dan ROP (5,5%).2
Warna putih pada pupil (leukokoria) harus di bedakan dengan kekeruhan pada
kornea, karena keduanya terlihat mirip namun memiliki penyebab yang berbeda. Setiap
kelainan yang menghalangi jalan sinar ke retina akan menimbulkan pantulan berwarna
putih. Pada leukokoria, karena sinar yang masuk terhalang oleh keadaan patologis maka
terlihat putih dibelakang pupil.1

3
1.2. Batasan Masalah
Penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,pada
leukokoria

1.3. Tujuan Penulisan


Penulisan ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai definisi, epidemiologi,etiologi,
patogenesis pada leukokoria

1.4. Metode Penulisan


Penulisan ini disusun dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan yangmerujuk
kepada berbagai literatur, termasuk buku teks dan makalah ilmiah.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Pupil
Pupil merupakan lubang bundar di bagian tengah iris yang berfungsi sebagai tempat
masuknya cahaya ke bagian dalam mata. Ukuran pupil normal bervariasi antar manusia dan
juga sesuai usia, derajat akomodasi dan cahaya ruangan. Diameter pupil normal adalah
sekitar 3-4 mm. Pada bayi ukuran pupil lebih kecil,kemudian cenderung lebih besar pada
masa kanak-kanak dan kembali mengecil secara progresif seiring dengan pertambahan usia.
Sekitar 20-40% manusia memiliki sedikit perbedaan dalam ukuran pupil (anisokoria
fisiologik), biasanya kurang dari 1 mm.1,3
Ukuran pupil berkaitan dengan berbagai interaksi antara otot dilator iris, yang
dipersyarafi secara parasimpatis, dengan kontrol supranukleus dari lobus frontalis
(kesiagaan) dan oksipitalis (akomodasi). Ukuran lubang pupil dapat di sesuaikan oleh
vasriasi kontraksi otot-otot iris untuk memungkinkan lebih banyak atau sedikit cahaya
masuk sesuai keadaan. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, yang pertama
sikuler (berjalan melingkar di dalam iris) dan yang kedua radial (berjalan keluar dari batas
pupil seperti jari-jari roda sepeda). Otot-otot iris di kontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-
serat saraf parasimpatis mempersarafi otot sirkuler, dan serat-serat saraf simpatis
mempersyarafi otot radial. 1,3
Pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi sehingga membentuk cincin yang
lebih kecil. Refleks konstriktor terjadi apabila sedang melihat cahaya terang, hal ini
bertujuan untuk mengurangi cahaya yang masuk ke mata. Sedangkan, apabila otot radialis
memendek, ukuran pupil akan meningkat, hal ini terjadi pada saat cahaya redup atau gelap
dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk. 1,3

5
Gambar 1. Otot pada pupil

2.2 Leukokoria
2.2.1 Definisi Leukokoria
Leukokoria diartikan dengan white pupil(pupil putih), adalah suatu keadaan pupil tidak
memiliki red reflex pada pemeriksaan oftalmoskop. Setiap kelainan yang menghalangi jalan
sinar ke retina akan menimbulkan pantulan berwarna putih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
leukokoria adalah gejala yang ditimbulkan oleh suatu keadaan patologi pada mata.4
Leukokoria dikenal juga dengan cat’s eye yang secara literatur diartikan dengan white
pupil atau pupil putih, normalnya saat cahaya masuk ke dalam mata melewati media refraksi
(kornea, lensa, vitreus) yang bening hingga mencapai retina, maka akan terlihat pantulan atau
refleksi fundus berwarna merah. Pada leukokoria, karena sinar yang masuk terhalang oleh
keadaan patologis maka terlihat putih dibelakang pupil.2
Leukokoria pertama kali diperhatikan oleh anggota keluarga atau pada fotografi kilat, dan
gambar-gambar seperti itu dapat bermanfaat bagi dokter spesialis mata. Namun, perangkat lunak
penghilang mata merah pada kamera modern dapat mengacaukan deteksi leukocoria. Juga, jika
subjek dalam foto terlihat sekitar 15 ° dari sumbu secara nasal, bayangan disk optik dapat
memenuhi pupil, memberikan refleks putih.13
Setiap pasien dengan refleks merah abnormal harus segera dievaluasi oleh dokter
spesialis mata. Pemeriksaan refleks merah juga dijamin pada setiap kunjungan anak sejak lahir
hingga 3 tahun dan, kemudian, sebagai bagian dari skrining penglihatan.13

6
Anamnesis terperinci, pemeriksaan oftalmikus yang baik, dan tes tambahan sangat
penting dalam mengevaluasi pasien dengan leukocoria. Artikel ini menguraikan pendekatan
praktis dan bertahap untuk mengidentifikasi temuan diagnostik utama pada retinoblastoma dan
pseudoretinoblastomas.13

Gambar 2. Leukokoria

2.2.2 Epidemiologi Leukokoria


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kemala Sayuti dkk, di RSUP Dr. M.
Djamil Periode 2009 – 2011, penyebab tersering terjadinya leukokoria pada anak yang
berusia kurang dari 13 tahun adalah Retinoblastoma (33,4%), Katarak kongenital
(30,5%), Katarak traumatik (13,8%), Uveitis intrauterin (5,5%), dan ROP (5,5%).2

7
2.2.3 Diagnosis
Anamnesis :
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Onset : Retinoblastoma rata-rata terdiagnosis pada 18 bulan. Pada penyakitCoats rata-
rata terdiagnosis pada usia 5 tahun
b. Durasi leukokoria : Perubahan menjadi leukokoria dari sebelumnya pernahmerah
dapat menyingkirkan kemungkinan leukokoria akibat PFV
c. Gejala lain, termasuk nyeri, kemerahan, fotofobia, strabismus dangangguan
penglihatan.
2. Riwayat Penyakit Mata Dahulu
a. Riwayat retinopati sebelumnya : Retinopathy of Prematurity muncul sebagaipupil
putih akibat jaringan fibrosa retrolental dan ablasi retina total.
b. Trauma: Trauma pada okuler bisa menyebabkan ablasi retina atauperdarahan vitreus.
Sehingga menyebabkan refleks pupil abnormal
3. Riwayat kesehatan sebelumnya
a. Prematuritas
b. Artritis , uveitis padat yang akan menunjukan leukokoria
c. Infeksi prenatal: Sindrom TORCH
d. Trauma kelahiran
e. Toxocariasis / Toxoplasmosis
f. Lesi kulit yag berhubungan dengan hiperpigmentasi
g. Tuberkulosis Sklerosis, yang berhubungan dengan astrositoma retina,endophtalmitis
endogen
4. Riwayat Penyakit keluarga : Beberapa kondisi yang menghasilkanleukocoria memiliki
riwayat.
a. Retinoblastoma : Autosomal dominan dengan penetrasi tidak (sekitar 90%),walaupun
hanya 10% pasien dengan retinoblastoma memiliki riwayatkeluarga.
b. Vitreretinoplasti Eksudatif Familial , Memiliki pola pewarisan dominanautosomal
meskipun banyak pasien tidak menunjukan gejala
c. Coloboma: Warisan dominan mutasi autosom pada gen PAX6 padakromosom 11
telah dicatat

8
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis menyeluruh sangat penting untuk diagnosis leukocoria.
Pemeriksaan yang dapat membedakan antar kondisi sebagai berikut:
1. Posisi Leukocoria.
a. Unilateral: Retinoblasoma (60%), penyakit Coats, PFV, toksocariasis,perdarahan
vitreous, ablasi retina.
b. Bilateral: Retinoblastoma (40%), FEVR, ROP, astrocytic hamartoma,endophthalmitis
endogen.
2. Warna Refleks
a. Refleks pupil putih adalah tipikal retinoblastoma (Gambar. 1B).
b. Refleks pupil kuning, atau xanthocoria, dari eksudat dan detasemen retinaeksterna
merupakan indikasi stadium lanjut penyakit Coats (Gambar. 2).
c. pupil biru keabu-abu an umumnya terlihat pada katarak kongenital..
3. Tekanan Intraokular.
TIO dapat meningkat pada retinoblastoma dan penyakit Coats yang disebabkanoleh
neovaskularisasi segmen anterior. TIO juga dapat meningkat pada JIA uveitiskarena
trabeculitis.
4. Segmen Anterior.
Funduskopi
A. Vitreous
B. Diskus Optikus
C. Pembuluh retina
D. Retina

Tes Tambahan dan Pencitraan


I. Ultrasonografi. Ultrasonografi direkomendasikan pada semua pasien dengan leukocoria,
karena tidak mahal, tidak invasif, dan sangatspesifik untuk mendeteksi kation kalsi yang
khas dari retinoblastoma (terlihat pada90% kasus).

9
II. Fluorescein Angiography. FA dengan fotografi Retcam berguna dalammengevaluasi
anak-anak dengan leukocoria.
III. Tomografi Terkomputerisasi. CT umumnya dihindari pada anak-anak karenarisiko
radiasi tetapi dapat dipertimbangkan jika ada kalibrasi yang dapatdipertanyakan.
Ultrasonografi memiliki sensitivitas yang baik untuk mendeteksikalori; dengan demikian,
CT sangat jarang diperlukan.
IV. Pencitraan Resonansi Magnetik. MRI dilakukan untuk mengevaluasi kelenjarpineal dan
memvisualisasikan saraf optik dan koroid untuk mendeteksi ltrasi padapasien
denganretinoblastoma.
V. Pemeriksaan Darah. Paparan toksoparaadalah umum, sehingga tes serologis positif
mendukung tetapi tidak diagnostik.Pemeriksaan darah juga berguna untuk mendiagnosis
infeksi TORCH dan untukmengidentifikasi penyakit yang mendasari pada pasien
denganendophthalmitisendogen.
VI. Pengujian Genetik. Ini penting pada penyakit seperti retinoblastoma, FEVR,
danhamartoma astrositik, baik untuk menegakkan diagnosis dan untuk konseling genetik.
VII. Biopsi Aspirasi Jarum Halus. FNAB dihindari pada pasien yang didugamemiliki
retinoblastoma karena risiko metastasis. Jika retinoblastomadikesampingkan, keran
intravitreal mungkin berguna pada mata denganendophthalmitis endogen untuk membuat
diagnosis atau pada pasien denganendophthalmitis kronis karena toksocariasis di mana
sitologi humor air akanmengungkapkan eosinofil.

2.2.4 Diferensial Diagnosis


Diferensial diagnosis paling sering dari leukokoria diantaranya:
1. Retinoblastoma
2. Katarak kongenital
3. Persisten Hyperplastic Primary Vitreous
4. Retinopathy of Prematutrity
5. Coats Disease
6. Retinal Detachment

10
2.2.5 Etiologi Leukokoria
A. Retinoblastoma
Retinoblastoma adalah tumor primer yang paling sering pada anak, yang berasal dari
neuroblas akibat mutasi kro-mosom 13q14. Sepertiga kasus retino-blastoma bersifat familial
(bilateral) dan duapertiga kasus merupakan sporadic (unilateral). Gambaran klinis bervariasi
sesuai pertumbuhan masa tumor dan re-tinoblastoma dapat menyebar ke sistem syaraf pusat.
Penyebaran ke syaraf pusat membuat prognosa pasien semakin buruk.12
Gejala dan tanda-tanda retinoblastoma ditentukan oleh luas dan lokasi tumorpada
waktudidiagnosis. Gejala yang paling sering ialah leukokoria (refleks putihpada pupil) sekitar
50-62%,strabismus (20%). Ciri-ciri lain meliputi heterokromia,hifema spontan, amauritic cat’
eye (bilamata kena sinar akan memantulkan cahayaseperti mata kucing) dan selulitis.
Dalamperkembangan selanjutnya tumor dapattumbuh ke arah badan kaca (endofilik) dan kearah
koroid(eksofilik). Padapertumbuhan endofilik, tampak massa putih yang menembus melalui
membranlimitan interna. Retinoblastoma endofilik kadang-kadang berhubungan denganadanya
selindividual atau fragmen jaringan tumor pada vitreus yang terpisah darimassa utama. Kadang-
kadang sel ganas memasuki anterior chamber danmembentuk pseudo hipopion.1,7
Pemeriksaan USG dan CT-scan dapat terlihat massa dengan kalsifikasi pada po-lus
posterior. Kalsifikasi dapat dideteksi dengan USG, tetapi alat ini tidak dapat digunakan untuk
menilai penyebaran tu-mor ke ekstra okuler. Pemeriksaan CT-scan sangat sensitif untuk
mendiagnosis retinoblastoma, serta memiliki spesifisitas 91 %.16

Gambar 2.4. Leukocoria Pada Retinoblastoma (white)

11
B. Katarak Kongenital
1. Definisi
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab
kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang
tepat.5,6
2. Etiologi
Pada anak-anak, kekeruhan lensa yang terjadi dapat akibat kelainan lokal
intraocular atau kelainan umum yang menampakan proses penyakit pada janin atau
bersamaan dengan proses penyakit ibu yang sedang mengandung. Hampir 50% dari
katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Dua puluh tiga
persen dari katarak kongenital merupakan penyakit keturunan yang diwariskan secara
autosomal dominan. Penyakit yang menyertai katarak kongenital yang merupakan
penyakit herediter adalah mikroftalmus, aniridia, kolobama iris, keratokonus, lensa
ektopik, displasia retina dan megalo kornea.5,6
Selain itu katarak kongenital dapat ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang menderita infeksi seperti rubella, rubeola, chikenpox, cytomegalo virus, herpes
simplek, herpes zoster, poliomyelitis, influenza, Epstein-Barrsyphilis dan toxoplasmosis
saat kehamilan terutama pada trimester I. Selain itu leukokoria juga bisa behubungan
dengan penyakit metabolik adalah galaktosemia, homosisteinuria, diabetes mellitus dan
hipoparatiroidisme. Katarak kongenital juga ditemukan pada bayi premature dan
gangguan sistem saraf seperti retardasi mental. 5,6

3. Manifestasi Klinis
Kekeruhan lensa pada katarak kongenital sering terjadi dan sering tidak bermakna
secara visual. Kekeruhan parsial, kekeruhan di luar sumbu penglihatan atau kekeruhan
yang tidak cukup padat tidak cukup untuk mengganggu transmisi cahaya sehingga sering
terabaikan. Katarak unilateral putih yang padat dan besar bisa tampak sebagai leukokoria.
Katarak kongenital yang menyebabkan gangguan penglihatan yang bermakna harus
dideteksi secara dini, sebaiknya di ruang bayi baru lahir dilakukan pemeriksaan oleh
dokter anak atau dokter keluarga.1,3,5

12
Bentuk-bentuk dari katarak kongenital:

Gambar 4 Tipe Katarak Kongenital


Diagnosis katarak biasanya tegak pada saat bayi baru lahir. Katarak merupakan
salah satu penyebab kebutaan terbanyak pada anak. Katarak pada anak dibagi
berdasarkan onset terjadinya yaitu katarak kongenital, katarak infantile, dan katarak
juvenile. Diagnosis katarak ditegakkan dengan anamnesa adanya putih pada mata atau
seperti mata kucing sejak lahir dan dilanjutkan pada pemeriksaan oftalmologi pada slit
lamp dengan cara pasien dibedung dan diposisikan di depan slit lamp akan tampak
kekeruhan di lensa.2
4. Tatalaksana
Tindakan pengobatan pada katarak congenital adalah operasi. Operasi dilakukan
apabila ditemukan indikasi yaitu bila refleks fundus tidak tampak dan apabila katarak
yang ditemukan bersifat total.
Tatalaksana untuk katarak kongenital adalah terapi bedah.6
• Lensectomy tanpa lensa intraokular
• Lensectomy dengan lensa intraokular

13
- Posterior kapsul intak (for older children)
- Teknik IOL dan posterior capsulektomi primer (for younger children)
• Intraocular lens implant
Pengobatan katarak congenital bergantung pada :5
1. Katarak total bilateral : sebaiknya dilakukan secepatnya segera setelah katarak terlihat
2. Katarak total unilateral : dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau segera
sebelum terjadinya strabismus; bila terlalu lama akan terjadi ambliopia karena tidak
ditatalaksana segera
3. Katarak bilateral parsial : biasanya dilakukan pengobatan konservatif sementara
dengan menggunakan kacamata dan midriatika; bila terjadi kekeruhan yang progresif
disertai dengan mulainya ditemukan tanda-tanda juling dan ambliopia maka
dilakukan pembedahan.
Ekstraksi lensa dilakukan melalui insisi limbus kecil dengan menggunakan alat
irigasiaspirasi mekanis. Pada katarak kongenital jarang diperlukan fakoemulsifikasi.
Perlu diberikan koreksi optik berupa pemakaian kacamata pada anak afakia bilateral yang
usianya lebih tua, tetapi kebanyakan operasi katarak pada anak akan diikuti oleh koreksi
dengan lensa kontak. Penggunaan lensa intraokular pada anak usia muda juga semakin
sering dilakukan saat ini. Hal ini dapat mengurangi kesulitan rehabilitasi optik yang
berkaitan dengan lensa kontak pada anak, tetapi didapatkan kesulitan untuk menentukan
besar kekuatan lensa intraokular yang diperlukan, yang mungkin memerlukan perubahan
karena mata anak masih anak berkembang.1
5. Komplikasi &Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe katarak yang dialami pasien dan tatalaksananya.
Komplikasi yang sering adalah timbulnya ambliopia, strabismus, dan ninstagmus.
Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan pascaoperasi paling buruk pada katarak
kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang
progresif lambat.1,5

14
Gambar 5. Katarak Kongenital
C. Coats Disease
1. Definisi
Penyakit Coats merupaan suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya aneurisma
dan telangiektasi pembuluh darah. Biasanya hal tersebut terjadi pada pembuluh darah di
dalam retina temporal. Pembuluh darah abnormal ini kemudian mengalami kebocoran
dan muncul eksudat dalam berbagai derajat. 6,7
Penyakit ini biasanya ditandai dengan unilateral (95%), perkembangan progresif
pembuluh darah abnormal di retina, lebih sering terjadi pada pria daripada wanita(3:1),
dan sering terjadi pada pasien usia muda ≤ 8 tahun, meskipun bisa juga terjadi pada bayi
dan pasien yang lebih tua.6,7
2. Etiologi
Tidak ada dasar genetik yang ditemukan tetapi telah dijelaskan ketidakstabilan
kromosom pada kromosom 3 dan 13. Gen lain yang telah terlibat meliputi: 6,7
• NDP (protein penyakit Norrie)
• CRB1
• PANK2
Hasil pencatatan beberapa kasus pasien, dikatakan bahwa beberapa penyakit
berikut memiliki asosiasi dengan Coats Disease, yaitu : Sindrom Turner (XO), Senior
Loken Syndrome, retinitis pigmentosa (both syndromic and isolated),
facioscapulohumeral dystrophy (FSHD), Linear Scleroderma/ Parry Romberg
Syndrome.6

15
3. Manifestasi Klinis
Gejala atau tanda pertama yang biasanya dikeluhkan adalah: 6,7
• Penurunan ketajaman visual di 68 kasus (34%),
• Strabismus di 37 (23%),
• Leukokoria di 31 (20%),
• Tidak menunjukkan gejala (8%).
Ketajaman visual pada penyakit Coats ini biasanya adalah 20/200 sampai tidak
ada persepsi cahaya. Umumnya ditemukan segmen anterior normal pada kedua mata.
Telangiektasi retina paling banyak melibatkan fundus midperifer atau perifer. Eksudasi
retina ditemukan hampir diseluruh bagian mata. Pada 47% penderita ditemukan adanya
detasemen retina total dan 8% penderita mengalami glaukoma neovaskular.
Dalam kasus ringan biasanya ditemukansatu atau dua fokus telangiektasi retina
pada bagian temporal. Mikroaneurisma dan penebalan pembuluh retina juga terlihat.
Pembuluh yang terkena menunjukkan pembesaran yang tidak teratur dengan aneurisma
yang menyala seperti bohlam selama fluoresensi angiogram.
Kelainan vaskular biasanya menonjol di dekatperipheral capillary dropout.
Kebocoran vaskular menyebabkan eksudat keras yang berada di perifer (dekat kelainan
vaskular) atau pertengahan perifer dan sentral (pada makula). Eksudat bervariasi dalam
ukuran dan cenderung menempati kutub inferior, akibatnya, ketajaman visual berkurang
terutama karena infiltrasi fovea, pembentukan edema makula sistoid atau bahkan ablasi
retina eksudatif. Eksudat tersebut pada akhirnya menyebabkan jaringan parut glial
diskoid dan neo-vaskularisasi subretinal. Eksudat subretinal lama dapat menyebabkan
endapan kristal superfisial. Pembuluh retina yang melapisi eksudat subretinal dapat
menghilangkan selaput gliotik. Metaplasia epitel pigmen retina dengan fibrosis subretinal
dapat dicatat. Neovaskularisasi retina jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada stadium
lanjut.
Segmen anterior biasanya tidak terlibat dalam kasus-kasus awal, tetapi kasus yang
terlambat dapat menyebabkan neovaskularisasi iris atau sudut ruang anterior, ectropion
uvea, glaukoma neovaskular. 6,7

16
Gambar 5. Xanthocoria (yellow pupil) pada coats disease
4. Diagnosis dan Stadium Klinis
Diagnosis klinis dilakukan dengan funduskopi. Tes diagnostik lainnya yang
digunakan harus mencakup OCT, ultrasonografi, dan angiografi fluoresensi. Biasanya
ditemukan Telangiektasi pembuluh darah, aneurisma (seperti bola lampu), kebocoran
perivaskular dini dan progresif, dan nonperfusi kapiler perifer. 6,7
Stadium yang biasa digunakan adalah yang dikembangkan oleh Comez-Morales.
Tahap I : Eksudat fokus
Tahap II : Eksudasi besar-besaran
Tahap III : Detasemen retina eksudatif parsial
Tahap IV : Detasemen Retina Total
Tahap V : Komplikasi

5. Tatalaksana
• Observasi
Dilakukan pada keadaan dengan telangiektasi pembuluh yang minimal dengan sedikit
atau tanpa eksudasi dan tidak ada ancaman penglihatan atau mata tanpa rasa sakit dan
nyaman
• Laser
Pada telangiektsi dengan eksudasi tetapi tidak ada atau cairan subretinal minimal
• Cryotherapy
Dilakukan untuk eksudasi dengan cairan subretinal dengan ketebalan sedemikian
sehingga reaksi cryo dapat mencapai retina

17
• Bedah vitreoretinal
Dilakukan untuk pelepasan retina yang luas dan tidak memungkinkan cryo atau laser.
• Enukleasi
Dilakukan pada keadaan mata buta yang sakit atau ketika ditemukan adanya
retinoblastoma dengan pencitraan dan pemeriksaan klinis
• Terapi anti-VEGF
Sangat bagus, tetapi profil keamanan untuk anak-anak masih belum jelas.
• Intravitreal triamcinolone acetonide
Terapi ini dapat mengurangi eksudasi, tetapi ada risiko glaukoma dan katarak.6,7
6. Prognosis
Prognosis tergantung pada luasnya penyakit dengan kasus yang lebih ringan. Pada
usia yang lebih tua biasanya memiliki prognosis yang lebih baik, bahkan regresi spontan,
sedangkan anak-anak di bawah usia tiga tahun memiliki prognosis yang lebih buruk.
Pada beberapa kasus mungkin saja berkahir dengan dilakukannya enukleasi. Hal
tersebut dilakukan apabila memiliki faktor risiko yang bisa menyebabkan hasil visual
yang buruk, seperti lokasi telangiektasis dan eksudasi, resolusi subretinal yang gagal
setelah perawatan, dan adanya makrosista retina. Faktor risiko utama untuk enukleasi
adalah peningkatan tekanan intraokular (lebih besar dari 22 mmHg dan neovaskularisasi
iris. 1,6,7

Gambar 6 Gambaran Funduskopi Coats Disease

18
D. Retinopathy of Prematurity
Retina merupakan jaringan transparan yang melekat pada ¾ dinding posterior bola mata.
Retina melebar dari makula di posterior hingga pada sekitar 5 mm dari ekuator anterior yakni
ora serrata dimana jaringan retina menyatu dengan epitel tak berpigmen dari pars plana silia.
Jaringan retina melekat longgar dengan lapisan RPE (Retinal Pigment Epithelium) dibawahnya
dan dapat dengan mudah dipisahkan pada specimen postmortem. Retina melekat kuat pada
daerah diskus optikus dan ora serrata. Retina juga melekat pada vitreus base.17
Diagnosis ROP ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya lahir belum cukup bulan dan
berat badan lahir rendah, adanya pemakaian oksigen lebih dari 7 hari, men-derita acute
respiratory distress syndrome dan pemeriksaan fisik serta oftalmologi Usia kehamilan dan berat
badan lahir yang rendah merupakan faktor risiko utama ROP. Suplemen oksigen, kadar
karbondiok-sida, paparan cahaya, sepsis, tranfusi darah berulang, ras, defisiensi vitamin E,
respiratory distress syndrome, status kelahiran eklamsi, dan pre-eklamsia merupakan faktor lain
yang diduga berperan dalam terjadi ROP.15 Penatalaksanaan ROP sangat ter-gantung pada
stadium. ROP stadium 1 dan 2 diobservasi 2 minggu. Observasi ini dilakukan untuk melihat
apakah akan berlanjut menjadi stadium 3 atau akan mengalami regresi secara spontan. Beberapa
peneliti menganjurkan untuk melakukan tindakan krioterapi. ROP dengan stadium 3 dianjurkan
melakukan krioterapi anterior atau fotokoagulasi laser. Penatalaksanaan pada ROP stadium 4
masih kontroversial. Tindakan skleral buckling dan vitrectomy pada stadium 4 dan 5 telah
dilaporkan 60% mengalami reattachment, tetapi hanya sedikit yang dapat mengalami perbaikan
tajam penglihatan.14

E. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous


1. Definisi
Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV) atau yang juga dikenal dengan
persistent fetal vasculature (pembuluh darah janin persisten), adalah kelainan mata
bawaan yang diakibatkan oleh kegagalan embriologis vitreous primer, dan pembuluh
darah hyaloid untuk mengalami regresi. Kelainan ini biasanya muncul secara unilateral,
tanpa temuan sistemik terkait pada bayi cukup bulan normal. Dalam kasus yang jarang
terjadi, PHPV bilateral bisa juga terjadi.8,9
PHPV dikelompokkan menjadi tiga jenis:8,9

19
(1) PHPV anterior (retrolental)
= Paling sering terjadi
= membran fibrovaskular, proses siliaris memanjang, katarak, mikrofthalmia
(2) PHPV posterior
= PHPV posterior jarang terjadi, dimana jaringan ikat opak timbul dari papilla
bergmeister’s dan pembuluh darah hialoid persisten, dapat ditemukan lipatan
retina pada 70% kasus
(3) Kombinasi antara PHPV anterior dan posterior .

2. Etiologi
Sebagian besar kasus PHPV bersifat sporadis, tetapi dapat diwariskan sebagai
sifat autosomal dominan atau resesif.

3. Manifestasi Klinis
a. PHPV Anterior Murni b. PHPV Posterior Murni
• Mikrofthalmia • Leukokoria
• Leukokoria • Mikrofthalmia
• Katarak • Lipatan Retina
• Prosesus siliaris memanjang • Ablasi retina traksi posterior
• Ruang anterior dangkal • Saraf optik hipoplastik
• Membran fibrovaskular • Saraf optik displastik
retrolental • Membran dan batang vitreous
• Perdarahan intralenticular • Makulopati pigmen
• Pelebaran iris pembuluh • Makula hipoplastik
• Glaukoma • Clear lens
• Strabismus • Strabismus
• Ectropion uvea
• Coloboma iridis

20
Gambar 8. PHPV
Kelainan okuler yang ditimbulkan pada pasien dengan persistent hyperplastic primary
vitreous (PHPV) dapat mengenai segmen anterior dan segmen posterior atau dapat mengenai
keduanya.PHPV anterior murni tidak ditemukan adanya kelainan pada polus porterior retina dan
akan mengalami perbaikan bila ditangani dengan tepat. Leukokoria disebabkan oleh membran
retrolenta, fibrovaskuler atau lensa katarak. PHPV posterior jarang terjadi, dimana jaringan ikat
opak timbul dari papilla bergmeister’s dan pembuluh darah hialoid persisten, dapat ditemukan
lipatan retina pada 70% kasus.10

4. Tatalaksana& Prognosis
Tanpa operasi, sebagian besar mata dengan PHPV akan mengalami glaukoma
berat, ablasi retina, perdarahan intraokular, dan / atau phthisis di awal kehidupan. Jika
tidak diobati, enukleasi mungkin diperlukan.8,9
Untuk mencegah komplikasi ini, direkomendasikan untuk melakukan
pembedahan vitreoretinal tanpa penundaan jika ada persepsi cahaya, terutama dalam
kasus PHPV bilateral yang jarang terjadi. Tetapi pada mata dengan PHPV yang parah

21
dengan potensi visual yang tidak dapat direkor secara visual, tidak ada persepsi cahaya,
dan defek pupil aferen yang intens, operasi tidak boleh dilakukan.8,9

F. Retinal Detachment
1. Definisi
Retinal detcahment atau terlepasnya retina merupakan kejadian terlepasnya retina
yang dapat menyebabkan buta total. Bagian luar dari fotoreseptor menerima oksigen
dan nutrisi dari koroid. Jika retina terlepas dari koroid, fotoreseptor tidak akan terjadi.
Fovea tidak memiliki pembuluh darah retina dan bergantung pada koroid untuk nutrisi
dan oksigenasinya, sehingga apabila terjadi detachmentretina dari makula akan
menyebabkan kerusakan permanen pada sel batang dan sel kerucut dan terjadilah
kehilangan pengelihatan. Tetapi bila makula tidak terlepas, pengelihatan masih bagus
bila retina di tempel kembali.10

2. Manifestasi Klinis
Gejala Retinal Detachment yang paling umum adalah kehilangan penglihatan
yang tiba-tiba dan tidak menyakitkan atau penglihatan kabur pada mata yang terkena.
Beberapa pasien dengan Retinal Detachment mengalami kehilangan lapangan padang
dan menggambarkan hal ini sebagai bayangan di satu area penglihatan mereka.
Berkedip dan melayang mungkin terjadi pada mata yang terpengaruh beberapa
hari atau minggu sebelum kehilangan penglihatan. Ini disebabkan oleh degenerasi
vitreus dan traksi pada retina. Retinal Detachment inferior sering tidak bergejala dan
progresif perlahan sehingga onset Retinal Detachment tidak diketahui sampai mencapai
kutub posterior. Kadang-kadang Retinal Detachment disertai dengan ketidaknyamanan
ringan dan kemerahan karena uveitis dan hipotonik yang terkait, dan ini dapat secara
keliru didiagnosis sebagai antenatal atau uveitis idiopatik.
Pada anak-anak dan dewasa muda, Retinal Detachment mungkin asimtomatik
pada awalnya dan didiagnosis hanya setelah mata yang terkena mengalami juling, atau
kemerahan, atau refleks pupil putih (leukokoria) karena perkembangan katarak yang
cepat. 10

22
3. Diagnosis
Metode terbaik untuk mendiagnosis Retinal Detachment adalah dengan
ophthalmoscopy inderek. Retinal Detachment jelas dikenali oleh hilangnya reflex
fundus merah dan peningkatan retina yang nyata. Retina tampak abu-abu, dan
menunjukkan lipatan dan undulasi. Detachment dangkal sulit untuk didiagnosis tetapi
dapat dilihat dengan visualisasi stereoskopis pembuluh retina yang memberikan
bayangan pada epitel pigmen retina yang mendasarinya penting untuk menilai keadaan
makula. Jika makula masih melekat, ini darurat medis, dan pasien harus menjalani
operasi dalam waktu 24 jam untuk mencegah lepasnya makula dan kehilangan
penglihatan permanen. Jika makula sudah terlepas, maka operasi harus dilakukan dalam
satu atau dua minggu.
Di mata dengan media buram, ultrasonografi B-scan okular berguna untuk
mendiagnosis RD dan patologi terkait, seperti vitreoretinopati proliferatif (PVR), benda
asing intraokular, dll. Ultrasonografi juga menyingkirkan banyak lesi yang terkait
dengan ablasi retina eksudatif. seperti tumor, skleritis posterior, dan lainnya. 10

Gambar 9. Retina Detachment

23
BAB III
KESIMPULAN
1. Leukokoria merupakan kondisi medis yang ditandai dengan timbulnya refleks putih pada
pupil yang pada keadaan normal berwarna merah.
2. Leukokoria merupakan tanda dari suatu patologi di mata bisa disebabkan oleh beberapa hal
dan paling sering adalah retinoblastoma , persistent hyperplastic primaryvitreous retinopathy
of prematurity, coast disease, CongenitalCataract, dan retinal displasia dan detcahment.
3. Penegakan diagnosis pada leukokoria sangat penting untuk menatalaksana penyakit-penyakit
tersebut dengan baik, dalam beberapa kedaan dapat mengancam jiwa atau kerusakan yang
ireversibel.

24
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 17 Alih Bahasa: dr. Brahm U. Pendit
Editor Bahas Indonesia : dr. Diana Susanto. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2007.
2. Sayuti K. Profil leukokoria pada anak di RSUP DR.MDjamil Padang. Artikel
penelitian.2015;37(1):38-40.
3. Vaughan DG, Asbury T. Lensa. Oftalmologi Umum, Edisi 11, Alih Bahasa Tambajong J,
Pendit UB. Widya Medika. Jakarta, 1992 : 95
4. American Academy of Ophthalmology staff. Section 6. Pediatric ophthalmology and
strabismus 2009-2010. San Fransisco; American Academy of Ophthalmology 2009
5. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.2008
6. Kanski JJ Bowling B. Congenital Cataract in Clinical Ophthalmology A Systematic
Approach Seventh Edition. UK : Elsevier. 2011.303
7. (https://eyewiki.aao.org/Coats_disease)
8. Shields JA, Shields CL, Honavar SG, Demirci H, Cater J. Classification and management
of Coats disease: the 2000 Proctor Lecture. Am J Ophthalmol. 2001 May;131(5):572-83.
PubMed PMID: 11336931
9. Khurana AK. Persistent hyperplastic primary vitreous. Dalam Comprehensif
Ophthalmology. 4th ed. 2007.
10. Lambert SR. Cataract and persistent hyperplastic primary vitreous. Dalam Taylor D et al,
penyunting. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Edinburg; Elsevier Saunders 2005.
11. Aaron M, Barash A, Murchison A, et al. Retinal Detachment. AAO Journal. Cited March
8 2020. https://eyewiki.aao.org/Retinal_Detachment
12. Damato B. Retinoblastoma. Dalam Butterworth Heinemann. Ocular Tumors: Diagnosis
and Treatment. Elsevier 2004.
13. https://www.aao.org/eyenet/article/stepwise-approach-to-leukocoria
14. American Academy of Ophthalmology staff. Retina. section 12. 2009-2010. San
Fransisco; American Academy of Ophthalmology 2009
15. Fieder AR, Quinn GE. Retinopathy of prematurity. Dalam Taylor D, Hoyt SC, Pediatric
Ophthalmologist and Strabismus. 3th ed. London; Elsevier Saunders 2005.

25
16. Opthalmic Pathology and Intraocular tumor 6; American Academy of Opthalmology,
2006-
7: Chapter 26; p. 390-9.What is retinophaty of prematurity. Eye-health diseases. AAO.
Available on https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-retinopathy-prematurity,

26

Anda mungkin juga menyukai