Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

KATARAK DI RUANGAN GELATIK


RSUD ANUTAPURA PALU

DISUSUN OLEH :
NAMA: INTAN ANGELINA DOMBO
NIM: 10323016

CI LAHAN CI INSTITUSI

Nuraela, S.Kep.,Ns Ns. Elin Hidayat, S.Kep.,M.Kep


NIK: 20230901156
NIP: 197803132005012019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA PALU
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
KATARAK
A. Tinjauan teori katarak
1. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies dan Inggris cataract dan
latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular.
Dimana kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang diakibatkan hidrasi
(penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari
kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak
menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa
yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan
yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata
dapat bervariasi (Razi, 2019).
Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur–angsur
penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya. Katarak adalah
terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa. Umumnya
akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Thalia,2019).
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau
kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua
orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000)
Ada beberapa jenis kataran menurut (WebMD 2018), yaitu katarak
nuclear, katarak kortikal, katarak subscapular posterior, katarak traumatic,
katarak sekunder, katarak radiasi, katarak lumelar atau zonular, katarak polar
posterior, katarak polar anterior, katarak pohon natal, katarak brunescant, dan
katarak diebetik, yang tampak seperti kepingan salju.
Menurut data terakhir dari (WHO 2018), Katarak menyebabkan 51% dari
kebutaan penduduk dunia yang mewakili sekitar 20 juta orang. Jumlah orang
yang mengidap katarak diperkirakan semakin bertumbuh dari waktu kewaktu.
Katarak merupakan penyebab penting dari lemahnya penglihatan baik dinegara
maju maupun berkembang. Diindonesia seperti dilansir dalam situs
departemen kesehatan, diperkirakan setiap kasus katarak bertambah sekitar
250.000 orang pertahun.

2. Anatomi dan fisiologi mata

Mata merupakan organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit,


yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna
yang dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif
di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata
fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk
memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf
yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual
ke otak (Junqueira, 2007).
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka
cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk
struktur seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian
tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris
mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain
radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil
apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk
mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis
memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk
meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood, 2012).
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan
menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh
dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa
bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah
bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior.
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan
jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi
lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf
simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara
sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan
dekat (Sherwood, 2012).

3. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau
bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut.
Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65
tahun menderita katarak. Sekitar 50% orang berusia 75- 85 tahun daya
penglihatannya berkurang akibat katarak. Adapun penyebab lain yaitu:
a. Umur
Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya, keadaan
ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak. Pada golongan
usia 60 tahun hamper 2/3-nya mulai mengalami katarak.
b. Trauma mata
Trauma mata akan mengakibatkan pembengkakan, penebalan, dan
munculnya warna putih di serat lensa. Warna putih yang terbentuk pada
akhirnya dapat menyebabkan katarak.
c. Diabetes melitus
Diabetes kerap kali dituding menjadi penyakit yang dapat
menyebabkan katarak. Sebab enzim aldosa reduktase yang ada di dalam
tubuh penderita diabetes mampu memicu timbulnya penyakit katarak.
d. Sinar ultaviolet
Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada
lensa mata. Seseorang dengan pekerjaan sehari-hari sering terpapar sinar
ultraviolet meningkatkan factor risiko katarak. Sinar ultraviolet akan diserap
oleh protein terutama asam amino aromatic, yaitu triptofan, fenil alanine dan
tirosin sehingga menimbulkan reaksi foto kimia dan menghasilkan fragmen
molekul yang disebut radikal bebas, seperti anion superoksid, hikdroksil dan
spesies oksigen reaktif seperti hydrogen peroksida yang semuanya bersifat
toksis
e. Obat-obatan
Jenis obat tertentu dapat menstimulasi pembentukan katarak,
diantaranya : Amiodaarone (obat untuk jantung), Chlorpromazine (sedatif),
kortikosteroid (penanganan radang akut dan kronis), Lovastatin (penurun
kolesterol), Phenytoin (antiseizure, pengobatan epilepsy). Pengguanaan obat
kortikosteroid sebagai faktor risiko perkembangan katarak.
f. Merokok
Individu yang merokok 20 batang atau lebih jenis sigaret dalam sehari
mempunyai risiko 2 kali lebih banyak mengalami katarak. John J. Harding
dalam penelitiannya bersama Ruth van Heyningen di Oxford berkesimpulan
terdapat hubungan antara perokok berat dengan katarak.

4. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan
berbentuk seperti kancing baju, meempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nucleus, diperifer terdapat korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah
kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri dianterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti
kristal salju pada jendela. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya trnsparasi. Perubahan pada serabut halus multiple
(zonula) yang memajang dari badan silier kesekitar daerah diluar lensa
misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Perubahan kimia dalam perubahan lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya
keretina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
disertai influks air kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu tranmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peran dalm melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun
mempunyai kecepatan yang berbeda, dapat disebabkan oleh kejadian trauma
maupun sistemis, seperti diabetes. Namun sebenarnya katarak merupakan
konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang kronik dan “ matang “. Ketika orang memasuki dekade ketujuh
katarak bersifat kongenital dan harus diindentifikasi awal karena bila tidak
terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak
meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes
dan asupan antitoksin dan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.
(Brunner & Suddarth,2020).

5. Patway

Usia lanjut dan Congenital atau cedera mata Penyakit metabolik


proses penuaan (misalnya DM)
bisa diturunkan.
Nukleus mengalami perubahan warna menjadi
Risiko jatuh coklat kekuningan

Penurunan Perubahan fisik (perubahan pd serabut halus


penglihatan multiple (zunula) yg memanjang dari badan silier Kurang terpapar
kesekitar daerah lensa)
terhadap

Hilangnya tranparansi informasi tentang


lensa prosedur tindakan

Perubahan kimia dlm protein lensa pembedahan

Ansietas
Gangguan koagulasi
penerimaan
sensori/status mengabutkan pandangan
organ indera
Terputusnya protein lensa disertai prosedur invasive
influks air kedalam lensa pengangkatan
Menurunnya
katarak
ketajaman
penglihatan Usia meningkat
Risiko Infeksi
Penurunan enzim menurun
Gangguan
persepsi sensori-
perseptual Degenerasi pd lensa
penglihatan

KATARAK

Post op Nyeri akut

6. Menifestasi klinis
a. Penglihatan kabur seperti melihat kabut atau asap
b. Pupil mengecil akibat kekeruhan pada lensa
c. Merasa silau atau melihat cahaya yang terlalu terang
d. Pada pupil terdapat bercak putih/leukokoria
e. Mata sering berair

7. Komplikasi
a. Glaucoma
Glaukoma. Sebuah katarak senilis, yang terjadi pada usia lanjut,
pertama kali akan terjadi keburaman dalam lensa, kemudian
pembengkakan lensa dan penyusutan akhir dengan kehilangan transparasi
seluruhnya. Selain itu, seiring waktu lapisan luar katarak akan mencair dan
membentuk cairan putih susu, yang dapat menyebabkan peradangan berat
jika pecah kapsul lensa dan terjadi kebocoran. bila tidak diobati, katarak
dapat menyebabkan glaukoma.
b. Uveitis
Protein lensa keluar dan dianggap benda asing, sehingga tubuh
berusaha menghancurkannya. Keadaan ini menimbulkan reaksi uveitis
c. Subluksasi dan Dislokasi lensa
Terjadi pada stadium hipermatur, di mana pada stadium ini zonulnya
menjadi kaku dan rapuh sehingga bisa lepas dari lensa. Lensa bisa
subluksasi atau dislokasi
d. Prolaps iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode
pascaoperasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi
insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan
segera dengan pembedahan.

e. Hilangnya vitreous
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan risiko
terjadinya glaukoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan
pengangkatan dengan satu instrumen yang mengaspirasi dan mengeksisi
gel (vitrektomi). Pemasangan lensa intraokular sesegera mungkin tidak bisa
dilakukan pada kondisi ini.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler: mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma
e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perda rahan.
g. Pemeriksaan lampu slit
h. A-scan ultrasound (echography).
i. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non bedah
1) Terapi penyebab katarak
2) Pengontrolan diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-obatan
yang bersifat kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasi, dan
miotik kuat, menghindari radiasi dapat memperlambat atau mencegah
terjadinya proses kataraktogenik.
3) Penilaian terhadap perkembangan visus pada katarak insipien dan
imatur:
a) Retraksi sering berubah sangat cepat, sehingga harus sering di
koreksi
b) Pengaturan pencahayaan, pasien dengan kekeruhan dibagian
perifer lensa dapat diinstruksikan menggunakan pencahayaan yang
terang. Berbeda dengan kekeruhan pada bagian sentral lensa,
cahaya remang yang ditempatkan disamping dan sedikit di
belakang kepala pasien akan memberikan hasil terbaik
c) Penggunaan kacamata gelap, pada pasien dengan kekeruhan lensa
dibagian sentral, hal ini akan memberikan hasil yang baik dan
nyaman apabila beraktivitas diluar ruangan.
d) Midriatil, dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lateral
aksial dengan kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin
5% atau tropikamid 1% dapat memberikan penglihatan yang jelas.
b. Pembedahan katarak
1. Pengankatan lensa
Ada tiga macam teknik pembedahan ynag biasa digunakan untuk
mengangkat lensa:
a) Operasi katarak Ekstrakapsular atau Ekstraksi katarak ekstra
kapsular (EKEK/ECCE)
EKEK adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak
dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau
merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks
lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan
endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intraokuler
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intraokuler,
kemungkinan akan dilakukan bedah glaukomamata dengan
predisposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya
telah mengalami prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami
ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah
ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul
pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
b) Operasi katarak intrakapsular atau Ekstraksi katarak
intrakapsular(EKIK/ICCE)
EKIK adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh
lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah
rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Pada katarak ekstraksi
intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
pembedahan yang sangat lama populer. Pembedahan ini dilakukan
dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus
sehingga penyulit tidak banyak. Katarak ekstraksi intrakapsular ini
tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini adalah
astigmatisme, glaucoma ,uveitis, endoftalmiti dan perdarahan.
Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
c) Phacoemulsification:
Merupakan modifikasi dari ECCE. Pembukaan kapsul
dilakukan dengan teknik Capsular Helix. Keuntungannya: insisi
lebih kecil, komplikasi lebih sedikit, dan lebih aman
2. Penggantian lensa
Penderita yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya
akan mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang teleh
diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang disebut
lensa intraokuler dan biasanya lensa intraokuler dimasukkan ke dalam
kapsul lensa di dalam mata. Untuk mencegah infeksi, mengurangi
peradangan, dan mempercepat penyembuhan selama beberapa minggu
setelah pembedahan di berikan tetes mata atau salep. Untuk
melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca
mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka
pembedahan benar-benar sembuh.

10. Pencegahan
a. Memeriksakan kondisi mata secara rutin
b. Melindungi mata dari paparan sinar UV
c. Mengonsumsi makanan bergizi
d. Menghentikan kebiasaan merokok
e. Batasi Alkohol. Pencegahan katarak yang ketiga adalah batasi alkohol

B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas fisik
Gejala : perubahan aktifvitas biasanya/hobby sehubungan dengan
gangguan penglihatan
b. Makan/cairan
Gejala : mual / muntah (pada komplikasi kronik / glaukoma akut)
c. Neurosensori
Gejala : gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat / merasa di ruang gelap.
d. Tanda : tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri tiba – tiba, berat
menetap atau tekanan pada sekitar mata.
f. Penyuluhan dan pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskular, riwayat
stress, alergi, gangguan vasomotor, ketidakseimbangan endokrin.
2. Diagnosa keperawatan
a. Pre operasi
1) Gangguan Sensori Persepsi Penglihatan b.d Kekeruhan Pada Lensa
Mata
2) Resiko Jatuh b.d Penurunan Visus
3) Ansietas berhubungan dengan krisis maturasional
b. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pancedera fisiologis
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (bedah)

3. Intervensi
a. Pre operasi
NO DIAGNOSA PERENCANAAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
1 Gangguan Sensori Setelah dilakukan Perawatan mata 1. untuk
Persepsi Penglihatan tindakan keperawatan 1. monitor status mengetahui
b.d Kekeruhan Pada diharapkan penglihtan penglihatan status
Lensa Mata dapat kembali normal 2. minitor TTV penglihatan
dengan kriteria hasil : 3. orientasikan klien pada pasien
- lapang pandang terhadap 2. untuk
normal lingkungan mengetahui
- tajam penglihatan 4. kaji ketajaman perkembangan
baik penglihatan klien klien
- mata tidak buram 5. perhatikan tanda- 3. untuk
- pandangan tanda iritasi mata mempermudah
kembali normal bila menggunakan klien dalam
dan tidak melihat obat tetes mata mengenal
bayangan asap lingkungan
4. untuk
mengetahui
kehilangan
penglihatan
yang terjadi
secara lambat &
progresif
5. gangguan
penglihatan /
iritasi berakhir
1-2 jam setelah
diberikan obat
tetes mata tetapi
secara bertahap

2. Resiko Jatuh b.d Setelah dilakukan Pencegahan cedera 1. untuk


Penurunan Visus tindakan keperawatan 1. monitor TTV mengetahui
diharapkan klien tidak 2. anjurkan klien perkembangan
mengalami resiko untuk klien
jatuh dengan kriteria menghindari 2. aktivitas yang
hasil : aktivitas yang berlebihan dapat
- klien dapat berlebih meningkatkan
melakukan 3. dekatkan resiko jatuh
aktivitas tanpa barang-barang 3. untuk
bantuan yang menghindari
- penglihatan dibutuhkan klien dari resiko
kembali klien jatuh
normal 4. beritahu 4. untuk
- TTV normal keluarga klien memudahkan
TD : 110/70 – untuk klien dalam
120/80 mmHg membantu beraktivitas
N : 60-80 klien dalam
x/menit beraktivitas
S: 36-37 °c
RR:
16-20x/menit
3 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Reduksi ansietas 1. Untuk
dengan krisis tindakan 1. Identifikasi saat mengetahui
maturasional keperawatan selama ansietas berubah kapan ansietas
3x24 jam di 2. Identifikasi berubah
harapkan ansietas kemampuan 2. Untuk
menurun dengan mengambil mengetahui
Kriteria Hasil : keputusan kemampuan
- Mengungkapkan 3. Monitor tanda- pasien dalam
kekhawatirannya tanda ansietas mengambil
dan ketakutan 4. Ciptakan keputusan
mengenai lingkungan yang 3. Untuk
pembedahan yang tenang dan relaks, mengetahui
akan dijalani berikan dorongan tanda-tanda
- Memungkinkan untuk verbalisasi ansietas
pemahaman dan mendengarkan 4. Membantu
tindakan rutin dengan penuh mengidentifikasi
preoperasi dan perhatian sumber ansietas.
perawatan. 5. Yakinkan klien 5. Meningkatkan
bahwa ansietas keyakinan klien.
mempunyai respon 6. Menjelaskan
normal dan pilihan
diperkirakan memungkinkan
terjadi pada klien membuat
pembedahan keputusan secara
katarak yang aka benar.
dijalani.
6. Jelaskan kepada
klien aktivitas
premedikasi yang
diperlukan, berikan
informasi tentang
aktifitas
penglihatan dan
suara yang
berkaitan dengan
periode intra
operatif.

b. Post operasi

NO DIAGNOSA PERENCANAAN KEPERAWATAN


KEPERAWATAN TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Untuk
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Identifikasi mengetahui
agen pancedera 3x24 jam diharapkan karakteristik karakteristik
fisiologis nyeri akut teratasi lokasi, dan durasi lokasi, dan
dengan kriteria hasil : nyeri durasi nyeri
- Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala pada pasien
menurun (5) nyeri 2. Untuk
- Skala nyeri 3. Indentifikasi mengetahui
menurun (5) respon nyeri non berapa skala
- Meringis verbal nyeri pada
menurun 4. Berikan terapi
non farmakologi pasien
(tehnik relaksasi 3. Untuk
nafas dalam dan mengetahui
distraksi) respon nyeri
5. Jelaskan non verbal
penyebab dan 4. Untuk
pemicu nyeri meminimalisir
6. Kolaborasi nyeri pada
pemberian pasien
analgetik 5. Agar pasien dan
keluarga paham
penyebab dan
pemicu nyeri
6. Untuk
mengurangi
nyeri

2 Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi 1. Nutrisi dan


berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Tingkatkan hidrasi yang
prosedur invasive 3x24 jam diharapkan penyembuhan luka optimal akan
(bedah) risiko infeksi teratasi dengan : meningkatkan
dengan kriteria hasil : - Beri dorongan kesehatan
untuk megikuti diet secara
- Tanda-tanda
seimbang dan keseluruhan,
infeksi tidak
asupan cairan yang meningkatkan
terjadi.
adekuat. penyembuhan
- Penyembuhan luka
- Instrukskn klien pembedahan
tepat waktu.
untuk tetap 2. Memakai
- Bebas drainase
menutup mata. pelindung mata
purulen, eritema
2. Gunakan teknik meningkatkan
dan demam. aseptic untuk penyembuhan
meneteskan tetes dan menurukan
mata. kekuatan iritasi
3. Gunakan teknik kelopak mata
aseptic untuk terhadap jahitan
membersihkan luka.
mata dari 3. Teknik aseptic
dalam keluar meminimalkan
dengan tisu masuknya
basah/bola kapas mikroorganisme
untuk tiap usapan dan mengurangi
ganti balutan. infeksi.
4. Tekankan 4. Teknik aseptic
pentingnya tidak mengurangi
menyentuh/mengg terjadinya
aruk mata yang resiko infeksi
dioperasi. /bakteri
5. Observasi tanda kontaminasi
dan gejala infeksi silang.
seperti:kemerahan, 5. Mencegah
kelopak mata kontaminasi
bengkak, drainase dari kerusakan
purulen, infeksi operasi.
konjungtiva,

4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan
mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung
dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup
pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien
dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak 1 2 3 4 3) Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan (misalnya duduk ditempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi) Pengaturan posisi Observasi 1)
Monitor status oksigenasi Terapeutik 1) Motivasi melakukan ROM aktif atau
pasif 2) Hindari gerakan menempatkan klien yang dapat meningkatkan nyeri
24 implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga
merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan
selesai dilakukan Evaluasi

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan.
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
Data Subjektif (S) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih
dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data
yang berdasarkan hasilpengukuran atau observasi perawat secara langsung
pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A
(Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai.
Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku
sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku
pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak
tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan tujuan, dan yang terakhir adalah planning (P) merupakan
rencana tindakan berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat
akan menghentikan rencana dan apabila belum tercapai, perawat akan
melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan pasien.
Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi
yang telah dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi penting
dilakukan untuk menilai status kesehatan pasien setelah tindakan keperawatan.
Selain itu juga untuk menilai pencapaian tujuan, baik tujuan jangka panjang
maupun jangka pendek, dan mendapatkan informasi yang tepat dan jelas untuk
meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan asuhan keperawatan yang
diberikan. (Amid dan Hardhi, 2020).

DAFTAR PUSTAKA

Webmd, 2018. Health Cataracts. Diakses Tanggal 7 April 2020


Who, 2018. Causes Bliddness Priority. Diakses Tanggal 7 April 2020
Hannah, Thalia. S. 2019. Laporan Pendahuluan Katarak. Diakses pada tanggal 07
april 2020
Nurarif. A. H. Dan Kusuma. H. 2021. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC- NOC. Jogjakarta: Mediaction
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Anda mungkin juga menyukai