Anda di halaman 1dari 22

DEPARTEMEN NEUROLOGI Referat Anatomi

FAKULTAS KEDOKTERAN Oktober 2020


UNIVERSITAS HASANUDDIN

LESI RADIATIO OPTICA

OLEH :

dr. Evi Andriani Lestari H


C155192007

PEMBIMBING :
dr. Asty Amalia, M.Med.Ed

BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

1
PENDAHULUAN

Penglihatan adalah indera primer pada manusia. Proses melihat dimulai saat
cahaya memasuki bagian refraktif mata, yakni melalui kornea, humor akuos, lensa,
humor vitreus hingga terfokus pada retina. Berkas cahaya yang sampai di retina akan
diubah menjadi impuls saraf. Impuls yang timbul akan dihantarkan ke korteks visual
untuk dianalisis dan diinterpretasikan hingga menghasilkan kesan penglihatan berupa
sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Proses melihat melibatkan sebuah struktur
dengan sistem yang kompleks, setiap bagiannya didesain khusus untuk sebuah tujuan
tertentu dan menjalankan fungsi yang diharapkan. 1-3

Jaras visual dapat digambarkan sebagai jaras anatomis dimana impuls eletrik yang
membawa informasi visual dari retina dihantarkan ke otak untuk diproses. Jaras visual
terdiri dari jaras visual aferen dan eferen. Jaras yang dilalui oleh cahaya hingga menjadi
impuls yang dihantarkan menjadi sebuah interpretasi visual di korteks otak disebut
sebagai jaras visual aferen. Jaras visual aferen meliputi retina, saraf optic, chiasma optic,
traktur optikus, korpus lateral genikulatum, radiasi optik dan berakhir di lobus oksipital. 2-
5

Jaras visual aferen menunjukkan pengaturan retinotopic yang presisi pada semua
gejala yang ditimbulkan karena kerusakan anantomi jaras visual. 6

Gangguan yang ditemui berhubungan dengan sistem penglihatan visual aferen


(melibatkan saraf optikus), sistem penglihatan eferen (mengatur pergerakan bola mata)
atau reflek pupil. Gangguan penglihatan dapat dibagi dalam gangguan akibat kerusakan
pada susunan saraf optikus dan akibat kerusakan pada unsur non-saraf seperti kornea,
lensa dan korpus vitreus. Keluhan yang berhubungan dengan gangguan nervus optikus
adalah ketajaman penglihatan berkurang, medan penglihatan berkurang, adanya bercak
dalam lapangan pandang yang tidak dapat dilihat, fotofobia atau mata mudah menjadi
silau.7

2
I. ANATOMI
I.1 Skema Jaras Visual

Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan menghasilkan sebuah
bayangan yang kecil dan terbalik. Setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada
retina bergantung pada kemampuan refraksi mata. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati
pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya
menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi
pada retina. Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk
akan diteruskan ke nervus optikus, kiasma optikus, traktus optikus, lateral geniculate dari
thalamus, kolikulus superior dan korteks serebri.
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor karena adanya iris
yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot
polos, yaitu otot sirkuler dan radial. Saat otot sirkuler berkontraksi, pupil mengecil untuk
mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil
meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk.
Agar bayangan terfokus di retina, dibutuhkan kemampuan lensa sehingga baik sumber
cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina yang dikenal sebagai daya akomodasi.
Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah
bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata
normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut
berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk
penglihatan dekat.
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan tuber
sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu berkas
membentuk kiasma optikum. Serabut bagian nasal dari masing – masing mata akan bersilangan
dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan
melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan kolikulus superior.

3
Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual
sedangkan serabut saraf yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls visual yang
membangkitkan refleks opsomatik seperti refleks pupil. Setelah sampai di korpus genikulatum
lateral, serabut saraf yang membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika
atau traktus genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Serabut yang
berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang bawah
sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang
pandang atas.

Gambar 1. Skematik Jaras Penglihatan

4
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,
akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau medan
penglihatan. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata
yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang mendarahi
retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri
oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan
disebut amaurosis fugax.
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal yang
disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan menimbulkan
hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim
kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan menyebabkan quadroanopsia inferior
homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia
superior homonim kontralateral.

I.2 Retina

Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana halnya


nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak di perifer dari
sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor
sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Pada bagian tengah
kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan
cabang dari arteri oftalmika.10

5
Gambar 2. Potongan Horizontal Bola mata

Cahaya harus menembus semua lapisan dalam sebelum mencapai fotoreseptor yang
merupakan sel saraf khusus untuk menerima dan mengkonduksi stimulus penglihatan. Sebuah
reaksi kimia terjadi di dalam sel-sel fotoreseptor ini secara beruntun dan mengubah energi
elektromagnet menjadi stimulus listrik. Stimulus ini berjalan menuju lapisan retina lainnya
melalui neurotransmiter. Impuls diteruskan dari fotoreseptor ke sel bipolar dan mencapai sel
ganglion retina lalu menuju kepala saraf optik.1,5,11

Suplai pembuluh darah arteri untuk 1/3 bagian luar retina berasal dari arteri koroid, sedangkan
untuk 2/3 lapisan bagian dalamnya berasal dari arteri retina sentralis. Keduanya merupakan
cabang dari arteri oftalmik. 5,11,12,13

1.3 Saraf Optik

Saraf optik bersifat unik secara anatomis karena merupakan satu-satunya sistem
saraf pusat yang berada di luar rongga kranial. Akson-akson dari retina berjalan
menembus sklera melalui lamina kribrosa di kepala saraf optik. Ukuran saraf optik
memiliki panjang sekitar 50 mm, memanjang dari diskus optik hingga kiasma optik.
Saraf optik terbagi menjadi 4 bagian yaitu bagian intraokular (diskus optik atau kepala

6
saraf), intraorbital (terletak dalam konus otot), intrakanalikular (terletak didalam kanal
optik), dan intrakranial (berakhir di kiasma optik). 1,6,14

Sebagian dari saraf optik pada bagian intraokular dapat terlihat dengan
oftalmoskop sebagai kepala saraf optik atau diskus optik. Ukuran diskus optik sangat
beragam, rata-rata 1,76 mm secara horizontal dan 1,92 mm secara vertikal. Bagian
intraokular ini rata-rata berdiameter 1,5 mm dan memanjang sekitar 3 mm dibelakang
sklera, dimana sel-sel saraf mendapatkan selubung myelin. Kepala saraf optik ini dibagi
menjadi empat area, yakni lapisan serabut saraf superfisial, area prelaminar, area laminar,
dan area retrolaminar. Suplai area ini berasal dari arteri siliaris posterior dan arteriol
retina. 1,6

Bagian intraorbital merupakan bagian paling panjang yakni sekitar 25-30 mm dan
berdiameter 3-4 mm karena mendapatkan tambahan selubung myelin pada serabut
sarafnya. Saraf yang terletak pada apeks orbital dikelilingi oleh jaringan fibrosa kuat
yang disebut annulus of Zinn, yang merupakan origo dari keempat otot rektus dan otot
superior oblik. Bagian ini diperdarahi oleh arteri retina sentralis. 1,15

Bagian intrakanalikular ini panjangnya sekitar 8-10 mm dan lebarnya 5-7 mm.
Saraf optik yang berada intrakanalikular ini terfiksasi terhadap kanalnya, karena
duramaternya bersatu dengan periosteum. Bagian intrakanalikular ini menjadi bagian
yang paling rentan terhadap cedera dikarenakan regangan yang ditransmisikan dari
trauma tumpul fasial. 1,15

Saraf optik sudah tidak memiliki selubung meningen pada bagian intrakranial.
Saraf optik intrakranial berjalan medial dan sedikit keatas, bersatu di kiasma optik dan
memiliki panjang bervariasi antara 8-12 mm (rata-rata 10 mm). Variasi panjang saraf
optik ini berkorelasi dengan posisi kiasma optik. Bagian intrakranial ini diperdarahi oleh
cabang arteri karotis interna dan arteri oftalmik. 1,15

7
Gambar 3. Anatomi nervus kranialis

Saraf optik dikelilingi oleh tiga selubung meningen yang bersambung dengan
meningen yang menutupi isi kranial. Lapisan paling dalam adalah pia mater yang lembut
dan bervaskularisasi. Bagian luarnya adalah membran kolagen dari selubung arakhnoid
yang membentuk jaringan trabekula menjadi ruang subarakhnoid. Ruang subarakhnoid
bersambung dengan ruang subarakhnoid serebral dan berisi cairan serebrospinal. Lapisan
paling luar adalah dura mater yang kuat, jaringan ikat yang mengandung banyak fiber
elastis dan bersambung dengan sklera.3,15

1.4 Kiasma Optik

Saraf optik kiri dan kanan bertemu di optik kiasma yang terletak di ruang
subarakhnoid dari sisterna suprasellar, di atas sella tursika dan kelenjar pituitari.
Hipotalamus berada diatas optik kiasma. Lokasi dari kiasma terhadap sella bervariasi,
kebanyakan adalah tepat di superior tetapi sekitar 17% individu terletak di anterior
1,9
(prefixed), dan sekitar 4% yang terletak posterior (postfixed).

8
Gambar 4. Posisi Kiasma optik terhadap Tuberkulum Sela

Kiasma optik merupakan komisura yang dibentuk dari persilangan saraf optik.
Lebar kiasma optik berukuran sekitar 12 mm, panjangnya 8 mm pada arah
anteroposterior dan ketebalannya 4 mm. Serabut ekstramakular bagian temporal tidak
bersilangan di kiasma dan traktus optikus. Perpanjangan dari makula terletak di tengah
saraf optik dan membentuk 80%-90% dari volume total saraf optik dan serabut kiasma.
Serabut makula bagian nasal menyilang di bagian poterior dari kiasma. Sekitar 53% dari
serabut saraf optik yang menyilang dan 47% sisanya tidak menyilang. Suplai darah
kiasma optik diberikan oleh cabang kecil dari arteri serebral antrerior proksimal dan arteri
komunikans anterior.1,6

9
Gambar 5. Anatomi Kiasma Optikum

1.5 Traktus Optik

Traktus optik adalah segmen jaras visual yang menghubungkan kiasma optik
dengan nukleus genikulat lateral. Traktus optik mengelilingi diensefalon, lateral terhadap
hipotalamus dan berdekatan dengan sisterna ambien. Sebagian serabut saraf terlibat
dalam jaras pupilari yang keluar menuju nuklei pretektal sebelum nukelus genikulat
lateral. Serabut saraf paling banyak berakhir di nukleus genikulat lateral. Traktus optik
disuplai peradarahanya oleh arteri koroid anterior. 1,5,8

1.6 Nukleus Genikulat Lateral

10
Nukleus genikulat lateral terletak di posterior talamus yang berbentuk seperti
jamur serta tersusun atas enam lapisan. Empat lapisan superior berasal dari akson sel P
(parvolelular), yang mana sel ganglionnya memiliki area reseptif lebih sempit. Sel P ini
bertanggung jawab untuk menangkap resolusi spasial dan persepsi warna dengan
maksimal. Dua level inferior lainnya menerima input dari serabut sel M (magnoselular),
yang mana sel ganglionnya memiliki area reseptif lebih besar. Sel M lebih sensitif dalam
mendeteksi gerakan. Akson-akson yang berasal dari bagian kontralateral mata berakhir di
lapisan 1, 4, dan 6, sedangkan serabut saraf iplsilateral menginervasi lapisan 2, 3 dan 5.
Suplai darah nukelus genikulat lateral ini berasal dari arteri koroid posterior lateral dan
arteri koroid anterior. 1,5,11

Gambar 6. Nukleus Genikulatum Lateralis

1.7 Radiasi Optik

Radiasi optik (atau saluran geniculocalcarine) adalah bagian dari jalur visual,
membentuk hubungan antara nukleus genikulata lateral pulvinar talamus dengan korteks
visual primer dari lobus oksipital. 16

Jalur ini membawa neuron urutan ketiga yang berkorelasi dengan bidang visual
kontralateral. Misalnya, radiasi sisi kiri berisi informasi dari bagian kiri temporal dan
retina hidung kanan. Serat temporal bersinaps pada lapisan 2, 3 dan 5 dari nukleus
genikulat lateral, sedangkan serat hidung pada lapisan 1, 4, dan 6. Serat inferior dari

11
radiasi optik berkorelasi dengan bidang visual superior. Sel ganglion retinal tipe M
bersinaps di lapisan 1 & 2, sedangkan tipe P di 3-6. 16

Secara anatomis, radiasi optik menyerupai lembaran materi putih yang diratakan.
Dari asalnya di nukleus genikulat lateral, radiasi optik melewati bagian retrolentiform dari
kapsul internal dan menyebar menjadi tiga bundel utama:16

1. bundel anterior (loop Meyer)


2. bundel pusat
3. bundel posterior

Gambar 7. Radiatio Optica

Bundel anterior (lingkaran Meyer) bergerak secara anterolateral di sepanjang atap


tanduk temporal ventrikel lateral sebelum mengambil belokan tajam ke anteroinferior di
sekitar tanduk temporal ventrikel lateral. Pada titik ini, batas anteriornya ~ 4,5 mm di
anterior tanduk temporal dan bercampur dengan serabut komisura anterior. Bundel
anterior kemudian bergerak ke belakang, jauh ke gyri superior dan tengah dari lobus
temporal, tersisa di lateral tanduk temporal ventrikel lateral. Bundel sinapsis anterior di
perbatasan anteroinferior sulkus kalkarin. 16

12
Gambar 8. Skematik Meyer’s Loop

Sebuah bundel serabut sentral awalnya melintas ke lateral di atas atap tanduk
temporal ventrikel lateral, sebelum secara tajam berputar ke posterior dan berlanjut ke
lateral bersama dengan tanduk oksipital dari ventrikel lateral. Tapetum memisahkannya
dari dinding tanduk posterior. Bundel ini bergerak secara superior ke bundel anterior
sampai bersinaps di sulkus kalkanalin posterior. Bundel sentral berjalan jauh ke girus
superior lobus temporal dan berhubungan dengan radiasi pendengaran (kapsul internal
sublentiform) dan fasciculus longitudinal inferior. 16

Bundel posterior bergerak ke arah dorsal dan posterior, dipisahkan dari dinding
lateral dan atap tanduk oksipital ventrikel lateral hanya oleh tapetum. Bundel posterior
ini relatif lebih unggul daripada bundel anterior dan sentral dan berakhir di bibir superior
sulkus kalkarin. Dalam hubungannya dengan tanduk posterior ventrikel lateral, tapetum
dan radiasi optik bersama-sama membentuk striatum sagital, yang berjalan dalam arah
kraniokaudal. 16

Hubungan

Hubungan kunci dari radiasi optik meliputi;16

1. Kapsul internal retrolentiform (semua bundel).


2. Tanduk temporal anterior ventrikel lateral (loop Meyer).

13
3. Dekat ke atap dan dinding lateral ventrikel lateral (lingkaran Meyer dan bundel
tengah).
4. Dinding lateral dan atap tanduk posterior ventrikel lateral; dipisahkan oleh tapetum
(Meyer's Loop - inferior, central bundle - middle, posterior bundle - superior
termasuk atap).

Kerusakan radiasi optik

1. Anterior +/- bundel tengah; quadrantanopia superior homonim (defisit "pie-in-the-


sky").16
2. Posterior +/- bundel tengah; inferior atau defisit "pie-in-the-floor".16
3. Penglihatan makula mungkin terhindar pada lesi ini, terutama jika lesi berada di lobus
oksipital.16

Lesi vaskular

1. Lesi yang mengenai arteri koroidal anterior atau lateral dapat memengaruhi nukleus
genikulat lateral:16
 Aspek lateral sesuai dengan bidang visual superior
 Aspek medial sesuai dengan bidang visual inferior
2. Arteri koroidal anterior mensuplai bagian medial dan lateral nukleus genikulat lateral;
lesi oklusi menyebabkan hemianopia homonim berbentuk baji perifer (biasanya tidak
lengkap).
3. Arteri koroid lateral mensuplai hilus dari nukleus genikulat lateral; oklusi di sini
dapat menyebabkan quadrantanopia horizontal homonim (yaitu "cacat pai" lateral).
4. Arteri serebral medial dan infark arteri serebral posterior dapat mempengaruhi radiasi
distal ke nukleus genikulat lateral, dan dapat menyebabkan berbagai presentasi klinis
dari kuadrantanopi homonim kecil hingga hemianopii homonim padat; perubahan ini
sering menjadi bagian dari sindrom stroke yang lebih besar.

14
5. Perubahan iskemik dan hemoragik pada arteri perforasi yang bercabang dari MCA
dan PCA (lateral lenticulostriate, thalamogeniculate), serta wilayah arteri koroid
anterior, dapat menyebabkan defek lapang.
6. Lesi korteks oksipital cenderung menyebabkan hemianopi homonim dengan ukuran
bervariasi - dengan atau tanpa keterlibatan makula; MCA dapat mensuplai ujung
distal lobus oksipital, sesuai dengan makula.

Gambar 9. Vascularisasi Otak

Lesi Neoplastik

1. Tumor invasif lobus temporal dan parietal (yaitu glioma, metastasis) dapat
menyebabkan kehilangan lapang pandang relatif terhadap lokasinya dan dapat
ditemukan selama investigasi untuk defek lapang pandang.

15
2. Lesi di lobus parietal berhubungan dengan paresthesia, kurangnya perhatian,
pengabaian, apraxia, agnosia, dan kesulitan bicara.
3. Lesi lobus temporal berhubungan dengan gangguan memori, pendengaran, bicara dan
vestibular, serta kejang.
4. Lesi efek massa jarang muncul dengan defisit medan jenis radiasi optik terisolasi.16

Kondisi inflamasi / degeneratif.

Sklerosis multipel, leukomalasia periventrikel, adrenoleukodistrofi (anak-anak)


dapat menyebabkan defek lapangan campuran atau non-spesifik.16

Iatrogenik

Mengingat perjalanan radiasi optik melalui lobus temporal anterior, dan


hubungannya dengan inti basal inferior, loop Meyer dapat rusak pada lobektomi temporal
anterior (50-90%) dan amygdalohippocampectomies (50%).16

1.8 Korteks Visual

Radiasi optik mencapai tujuannya di korteks visual primer yang dikenal juga
sebagai korteks striatum, area Broadman 17 atau V1. Sebanyak 85% korteks visual
primer (V1) terbenam dalam fisura interhemisfer. Impuls visual diterima oleh area ini dan
akhirnya gambar bisa terlihat. Korteks visual dikelilingi oleh area asosiasi visual yang
menginterpretasikan informasi visual sehingga otak dapat mengenali apa yang sedang
dilihat. 1,5

16
Gambar 10. Korteks visual primer dan kaitannya dengan representasi lapang
pandang

Gambar 11. Korteks Area visual

Serabut saraf dari makula berakhir lebih di posterior korteks. Serabut yang berasal
dari lapang pandang perifer akan berakhir lebih di anterior korteks. Serabut saraf dari
bagian surperior retina yang menyatakan lapang pandang inferior berjalan ke bagian atas
sulkus kalkarin. Sepertiga korteks visual (bagian posterior area 17) merupakan akhir dari
serabut saraf yang berasal makula. 1,14

Area asosiasi lainnya adalah area 18 (V2 dan V3) dan area 19 yang menerima
input aferen dari area 17, talamus dan pulvinar, bersama dengan regio lainnya dari
korteks serebral. Fitur visual yang diproses di V1 yaitu bentuk, warna, gerakan dan
kedalaman. Proses yang telah selesai akan menyebaban input tersebut dilanjutkan baik ke
V2, V3, V4 maupun V5 tergantung spesifikasi fitur yang didapatkan oleh V1. Area V4
sangat sensitif terhadap warna dan berfungsi mengolah informasi untuk identifikasi
objek. Area V4 menerima impuls yang berasal dari sel ganglion parvoselular. Area V5
menangkap informasi tentang kecepatan dan arah benda yang bergerak untuk analisis
visuospasial. Area V5 juga berfungsi mengatur gerakan sesuai keinginan. Area V5
menerima impuls dari sel ganglion magnoselular. Korteks visual disuplai utama oleh
arteri serebral posterior, dan arteri seberal media memperdarahi ujung anterior sulkus
kalkarin dan aspek lateral dari ujung oksipital.5,6,15

17
1.9 Variasi Kelainan Pada Pemeriksaan Lapang Pandang

Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks
sensorik,
akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau medan
penglihatan. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada
mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina
yang mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang
menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut
terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax. 10,18

Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan


temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian
lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan
menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian
medial akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi
pada serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim
kontralateral. 10’18

18
Gambar 12. Lintasan impuls visual dan gangguan medan penglihatan akibat
berbagai lesi di lintasan Visual

Daftar Pustaka

1. Canton LB, Rapuano C, Cioffi G. Fundamentals and principles of ophthalmology. Basic


and Clinical Science Course San Francisco: American Academia of ophthalmology;
2016.
2. Standring S. The eye. Gray’s Anatomy. Philadelpia: Elsevier;2016.
3. Reminton LA. Visual System. Clinical Anatomy and Physiology of the visual system.
Edisi ke 3. Missouri: Elsevier; 2012.
4. Gault JA. Visual field. Ophtalmology secret in color . Philadelphia: Elsevier; 2016.
5. Trobe JD. The optical, retinocortical, and integrative components. The Neurology Of
Vision . New York : Oxford University Press; 2001.
6. Agarwal A. Visual pathway. Manual of neuro-ophtalmology. New Delhi:Amar
Agarwal;2015.
7. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta.
2000.
8. Schiefer U, Hart W. Functional anatomy of the human visual pathway. Dalam: Hart
USHWW, editor. Clinical Neuro-Ophthalmology . Berlin:Springer; 2007.
9. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Neuro-ophthalmology. Review of Ophthalmology.
Edisi ke 3. Philadelphia: Elsevier;2018.
10. Froetscher M & Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4th edition;2015.
11. Moraes CGD. Anatomy of the visual pathways. Journal of Glaucoma. 2013
12. Miller NR, Subraimanian PS, Patel VR. Walsh and Hoyt’s clinical neuro-ophthalmology
the essential. Edisi ke 3. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;2016
13. Barton JJS, Benatar M. Functional visual anatomy. A manual and athlas of perimetry.
Humana Press Springer;2003.
14. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts F, Pearlman E, The eye basic sciences
in practice. Edisi ke 4, Philadelphia: Elseiver ,2016.
15. Bowling B. Neuro-Ophthalmology . Kanski’s clinical ophthalmology. Edisi ke 8. Sydney:
Elsevier, 2016.
16. Assoc Prof, James Dr. optic. http://www.radiopedia.org

19
20
21
22

Anda mungkin juga menyukai