Anda di halaman 1dari 10

Gangguan pada Chiasma Opticum

Viola Ratana Maitri / 102017005


Gracelya Pattiasina / 102012338
Felicia Jesslyn Kurniajaya / 102017166
Krisna Fernanda Suryaputra / 102017103
Amelia Elfisa / 102017097
Melkisedek William Handrick Kasdi Putra / 102016015
Anggi Osvianty Ricard / 102017234
Vanessa Pattipeilohy / 102017039
Richard Harris / 102017193
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara no. 6, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 11510

Abstrak

Jaras informasi visual penglihatan meliputi retina, nervus opticus, chiasma opticum, traktus
optikus, lateral geniculate nucleus dan korteks visual lobus oksipitalis. Chiasma opticum
merupakan struktur yang terbentuk atas persilangan kedua nervus opticus. Pada chiasma opticum
terjadi pindah silang (crossing over) nervus opticus. Pindah silang yang terjadi pada chiasma
opticum krusial bagi korteks visual lobus oksipital karena akan mempengaruhi visualisasi bidang
pandang mata. Salah satunya adalah bitemporal hemianopsia. Bitemporal hemianopia adalah
defek penglihatan atau kebutaan pada separuh lapang pandang padasatu atau kedua mata.
Pada penglihatan hemianopsia bitemporal terjadi kehilangan pada sebagian luar (temporal atau
lateral) dari kedua lapang pandang kanan dan kiri. Informasi dari lapang pandang temporal yang
jatuh pada retina (medial) nasal.

Kata kunci : nervus opticus, chiasma opticum, bitemporal hemianopsia

Abstract
The path of visual visual information includes the retina, optic nerve, chiasma opticum, optic
tract, lateral geniculate nucleus and visual cortex of the occipital lobe. Chiasma opticum is a
structure formed on the crossing of both optic nerves. In optical chiasma crossover over the
optic nerve occurs. The cross moves that occur in the optical kiama are crucial to the visual
cortex of the occipital lobe as they affect the visualization of the field of view of the eye. One of
them is bitemporal hemianopsia. Bitemporal hemianopia is a vision defect or blindness in half a
field of view on one or both eyes. In vision of the bitemporal hemianopsia there is loss of the
outer part (temporal or lateral) of both the right and the left field. Information from the temporal
viewpoint that falls on the retinal (medial) nasal.

Keywords: optic nerve, chiasma opticum, bitemporal hemianopsia

Pendahuluan
Sistem penglihatan adalah suatu hal yang kompleks mulai dari bola mata sampai keotak
bagian oksipital. Lobus oksipital adalah suatu area dimana informasi diproses dan kemudian
diinterpretasikan oleh mata.sehingga kita tau tentang apa yang kita lihat (warna, bentuk, lokasi
dan jarak benda). Trauma, tumor, proses inflamasi dan lain-lain pada jaras penglihatan dapat
menyebabkan masalah pada mata dan penglihatan khususnya pada  defek lapangan pandang dan
penglihatan.1

Makroskopik Nervus Opticus

Nervus optikus merupakan bagian dari Sistem Saraf Pusat (SSP) yang memiliki lebih
sedikit sel neuron dan terisolasi dari sel lain yang umumnya berada di otak. Nervus optikus
terdiri dari akson sel ganglion retina dan sel glia. Jumlah akson cenderung tetap, sedangkan
jumlah sel glia dan mielin relatif bervariasi di berbagai tempat dibandingkan akson. Nervus
optikus membentang dari retina melewati foramen sklera posterior hingga ganglion genikulatum
lateral di thalamus.1

Pada manusia, panjang nervus optikus yang terbentang dari belakang bola mata hingga
kiasma optikum adalah sekitar 50 mm dan terdiri dari empat bagian1:

1) Bagian intraokuler (head nervus optikus) memiliki panjang sekitar 1 sampai 1.5 mm
dengan diameter transversal terhadap sklera sebesar 1,5 mm.
2) Bagian intraorbital dimulai dari bagian posterior permukaan sklera, memiliki panjang
sekitar 30-40 dan diameter 3-4 mm. Bagian ini memiliki sinous course sehingga tetap
memungkinkan gerakan excursi bola mata. Sekitar 8-15 mm dibelakang bola mata,
a.centralis retina berpenetrasi
3) Bagian intrakanalikuler yang memiliki panjang sekitar 5-8 mm terfiksasi erat di dalam
kanalis optikus.
4) Bagian intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm dan bergabung dengan nervus
kontralateral membentuk kiasma optikum. Karena merupakan bagian dari SSP, bagian
intarorbita nervus optikus diselubungi pula oleh lapisan piamater, araknoid, dan
duramater.

Gambar 1. Nervus Opticus2

Mikroskopik Sel Saraf

Jaringan saraf merupakan salah satu dari empat jaringan dasar tubuh dan mempunyai sel
saraf (neuron) yang berhubungan satu dengan yang lain. Selain neuron, sel neuroglial juga
adalah sel penunjang tambahan yang berfungsi sebagai jaringan ikat. Neuron adalah unit
fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan sitoplasma, di mana
dibedakan antara akson dan dendritnya. Badan sel atau perikarion adalah suatu neuron yang
mengendalikan metabolism keseluruhan neuron, bagian ini tersusun dari satu nucleus tunggal,
nucleolus yang menonjol dan organel lain seperti kompleks golgi dan mitokondria , tetapi
nukleus ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat bereplikasi. Badan nissl, terdiri dari reticulum
endoplasma kasar dan ribosom bebas serta berperan dalam sintesis protein. Dendrit adalah
perpanjangan sitoplasama yang biasanya berganda pendek dan berfungsi untuk menghantar
impuls ke sel tubuh. Akson adalah suatu processus tunggal, yang lebih tipis dari dendrit dan
befungsi menghantarkan impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel lain (sel otot atau
kelenjar), atau ke badan sel neuron yang menjadi asal akson.3,4

Gambar 2. Struktur Khas Neuron3

Sel neuroglial, biasanya disebut glia adalah sel penunjang tambahan, tidak seperti neuron
sel glial dapat menjalani mitosis selama rentang kehidupannya dan bertanggung jawab atas
terjadinya tumor sistem saraf sehingga sel glial lebih banyak daripada neuron. Sel glia terdiri
dari, astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus Panjang, sebagian
besar melekat pada dinding kapilar darah melalui pedikel atau kaki vascular. Oligodendroglia
menyerupai astrosit, tetapi bahan selnya kecil dan jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lbih
pendek. Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya memiliki peran
fagostik. Sel ependimel membentuk membran epithelial yang melapisi rongga serebral (otak) dan
rongga medulla spinalis.3,4
Gambar 3. Jenis-Jenis Neuroglia4

Untuk menjalankan fungsi ini secara anatomi sistem saraf dikelompokkan menjadi dua,
yaitu Sistem Saraf Pusat (SSP) dan Sistem Saraf Tepi (SST). Sistem saraf pusat yang dibentuk
oleh otak dan medulla spinalis dengan pelindung sistem saraf pusat adalah tulang tengkorak dan
vertebra. Sistem saraf tepi atau perifer merupakan susunan jaringan saraf yang terletak di luar
dari sistem saraf pusat. Sistem saraf tepi disusun oleh 12 pasang saraf kranial serta 31 pasang
saraf spinal, yang menghubungkan otak dan medulla spinalis dengan reseptor dan efektor.3,4

Secara fungsional, sistem saraf tepi terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen.
Saraf aferen (sensorik)yang menerima dan meneruskan impuls saraf ke SSP untuk diolah, serta
saraf eferen (motorik) yang berasal dari SSP dan meneruskan impuls saraf ke otot dan kelenjar.3,4

Sistem motorik mempunyai dua divisi, yaitu divisi somatik (volunter) dan divisi otonom
(involunter). Divisi somatik berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal dan
pembentukkan respons motorik pada otot rangka, serta divisi otonom yang mengendalikan
seluruh respon involunter pada otot polos, otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransmisi
impuls saraf melalui dua jalur. Jalur yang pertama adalah saraf simpatis yang berasal dari area
toraks dan lumbal pada medulla spinalis, serta jalur yang kedua adalah saraf parasimpatis yang
berasal dari area otak dan sacral pada medulla spianalis. Sebagian besar organ internal di bawah
kendali otonom memiliki inervasi simpatis dan parasimpatis.3,4

Mekanisme Penglihatan

Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Retina berfungsimenerima cahaya
dan merubahnya menjadi sinyal fotokimia, untuk selanjutnyameneruskan sinyal tersebut ke otak.
Retina terdiri dari 3 macam sel saraf (neuron), yaitu sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor
(batang dan kerucut), sel bipolar, serta sel ganglion. Sel batang bertanggungjawab untuk
penglihatan pada daerah kurang cahaya dansel kerucut bertanggungjawab untuk penglihatan
pada daerah cukup cahaya dan warna.5

Gambar 4. Lapisan Neuron Retina6

Cahaya yang masuk ke mata diubah menjadi sinyal elektrik di retina. Cahaya tersebut
mencetuskan reaksi fotokimiawi di sel batang dan kerucut, yang mengakibatkan pembentukan
impuls yang akhirnya dihantarkan ke korteks visual. Sel-sel bipolar retinamenerima input pada
dendritnya dari sel batang dan kerucut, kemudian menghantarkanimpuls lebih jauh ke arah
sentral pada lapisan sel ganglion. Akson panjang sel ganglionmelewati papilla optika (diskus
nervi optica) dan
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan tuber sinerium
(tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi
satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing-masing mata
akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain membentuk
traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatumlateral dan nucleus
pretektalis. nervusoptikus, yang mengandung sekitar 1 juta serabut. Pada bagian tengah kaput
nervus optikustersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan cabang
dari A.oftalmika.5
Gambar 5. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (Tampak Basal)6

Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras


visualsedangkan serabut saraf yang berakhir di nukleus pretektalis di batang otak
menghantarkanimpuls visual (saraf afferent) yang membangkitkan refleks visual seperti
refleks pupil.Selanjutnya, dari korpus genikulatum lateral, jaras visual terus melalui traktusgenik
ulokalkarina (radiasio optik) ke korteks visual. Daerah berakhirnya serabut di korteksdisebut
korteks striatum (area 17/area Brodmann). Ini merupakan pusat persepsi cahaya.Di sekitar area
17, terdapat area yang berfungsi untuk asosiasi rangsang visual, yaitu area18 dan 19.Setelah
sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa
impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktusgenikuloka
lkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks
penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari a. kalkarina yang merupakan cabang
dari a.serebri posterior. Serabut yang berasal dari bagian parietal korpus genikulatum
lateralmembawa impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari
temporalmembawa impuls dari lapang pandang atas.5

Jaras Penglihatan

Nervus opticus adalah saraf penglihat (gambar 6). Nervus cranialis II diliputi oleh
meninges dengan lanjutan spatium subarachnoideum. Nervus cranialis II berawal pada tempat
akson sel ganglion retina menembus sclera. Nervus opticus melintas ke posteromedial melalui
orbita dan melalui canalis opticus ke fossa cranii media untuk mencapai chiasma opticum.
Posterior dari chiasma opticum, nervus opticus secara parsial. Serabut-serabut dari masing-
masing retina sebelah nasal menyilang ke sisi yang lain, sedangkan serabut-serabut dari masing-
masing retina sebelah temporal tidak menyilang (gambar 7).

Dengan demikian serabut-serabut dari sebelah kanan kedua retina membentuk tractus
opticus dexter, dan yang berasal dari sebelah kiri kedua retina membentuk trectus opticus
sinister. Bersilangnya serabut-serabut pada chiasma opticum menyebabkan tractus opticus dexter
mengantarkan impuls dari lapangan pandang kiri dan sebaliknya berlaku untuk tractus opticus
sinister. Serabut terbanyak dalam kedua tractus opticus berakhir pada corpus geniculatum
laterale dextrum dan corpus geniculatum laterale sinistrum. Dari pusat-pusat ini dilepaskan akson
ke kedua korteks visual lobus occipitalis cerebri.7

Gambar 6. Bagian Setengah Anterior Permukaan dalam Cranium7

Gambar 7. Potongan Horizontal Melalui Peranti Visual7


Kelainan Pada Pemeriksaan Lapang Pandang
Karena nervus cranialis II diliputi oleh perpanjangan meninges, peningkatan tekanan
cairan serebrospinal menghambat penyaluran baik tekanan darah dalam vena-vena mata, dan
menyebabkan edema retina. Keadaan ini tampak pada pemeriksaan olfamoslopik sebagai
pembengkakan discus nervi opitici atau papilla nervi octici (papoledema) dan membuktikan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.7

Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,akan
menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau medanpenglihatan.
Pemotongan nervus opticus dexter dan menyebabkan kebutaan pada lapangan pandang temporal
(T) dan nasal (N) mata kanan. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau
anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis
retina yang mendarahiretina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang
menjadi arterioftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi
tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax.7
Pemotongan tractus opticus dexter meniadakan penglihatan pada lapngan pandang
temporal mata kiri dan lapangan pandang nasal mata kanan, dan menyebabkan
hemianopsiahomonim kontralateral.7

Lesi pada bagian medial kiasma opticum akan menghilangkan medan penglihatan
temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya
akan menimbulkan hemianopsia binasal. Pemotongam chiasma opticum menganggu penglihatan
perifer sehingga terjadi hemianopsia bitemporal, sebagai akibat dari tumor hypophysis (glandula
pituitaria) dan aneurisma buah bebesaran (berry aneurysm) arteri carotis interna atau arteria
cerebri anterior.7
Gambar 8. Pemotongan Nervus Opticus Dexter, Chiasma Opticum dan Tractus Opticus Dexter7

Kesimpulan

Pemotongan chiasma opticum mengganggu penglihatan perifer. Gangguan penglihatan ini


karena tekanan terhadap chiasma opticum dan dapat terjadi karena tumor pada arteria carotis
iternal atau arteria cerebri anterior, sehingga menyebabkan terjadi hemianopsia bitemporal

Daftar Pustaka

1. Froetscher M, Baehr M. Duus topical diagnosis in neurology. Stuttgart: Thieme;2011.


p.130-7
2. Rowen JW, Yokochi C, Drecoll EL. Drecoll. Color atlas of anatomy. Jakarta:
EGC;2011.p. 70
3. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC;2011.h.154-7
4. Gartner LP, Hiatt JL. Buku ajar berwarna histologi. Baryland: Saunders Elsevier;
2007.h.181-7
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC;2014. h.145-55
6. Mahar M, Priguna S. Neurologi klinis dasar. Jakarta : Dian Rakyat.2007. p.116-26
7. Moore KL, Agur AMR. Anatomi klinis dasar. Jakarta : Hipokrates; 2014. h.450-1

Anda mungkin juga menyukai