Anda di halaman 1dari 5

I. PENGUKURAN TEKANAN DARAH A.

BRACHIALIS PADA SIKAP


BERBARING, DUDUK DAN BERDIRI

ALAT YANG DIPERLUKAN


1. Sfigmomanometer
2. Stetoskop
3. Stopwatch

Nama Orang Percobaan : Richard Harris

Berbaring Telentang

1. Orang percobaan (OP) berbaring terlentang dengan rileks dan tenang selama 10 menit
2. Selama menunggu hingga 10 menit, pasanglah manset sfigmomanometer pada lengan
kanan atas OP.
3. Carilah dengan palpasi denyut a. brachialis pada fossa cubiti dan denyut a. radialis
pada pergelangan tangan kanan OP.
4. Setelah OP berbaring 10 menit, tetapkanlah kelima fase Korotkoff dalam pengukuran
tekanan darah OP tersebut
5. Ulangilah pengukuran tekanan darah sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-
rata dan catatlah hasilnya

Duduk
6. Tanpa melepaskan manset, OP duduk dan menunggu selama 3 menit. Setelah itu
ukurlah lagi tekanan darah a.brachialisnya dengan cara yang sama. Ulangi
pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah hasilnya.

Berdiri
7. Tanpa melepaskan manset, OP berdiri dan menunggu selama 3 menit. Ukurlah lagi
tekanan darah a.brachialisnya dengan cara yang sama. Ulangi pengukuran sebanyak 3
kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah hasilnya.
8. Bandingkan hasil pengukuran tekanan darah OP pada ketiga sikap yang berbeda
diatas.
HASIL PERCOBAAN

SIKAP

BERBARING DUDUK BERDIRI


BAcAAN

(mmHg) P1 P2 P3 R P1 P2 P3 R P1 P2 P3 R

FASE I 110 110 110 110 120 120 120 120 120 125 125 123

FASE II 100 100 100 100 110 110 105 108 110 110 110 110
FASE III 90 92 92 91 90 90 90 90 95 98 98 97
FASE Iv 83 85 85 84 85 85 83 84 90 90 90 90

FASE v 70 80 80 77 80 70 80 77 80 80 80 80

PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, tujuan utamanya adalah untuk menguji adakah perubahan sikap
berbaring, duduk, dan berdiri dapat mempengaruhi tekanan darah secara fisiologis. Tekanan
darah arteri merupakan kekuatan darah pada dinding pembuluh darah yang menampung , hal
itu menyebabkan tekanan darah arteri ini berubah-ubah pada setiap siklus jantung. Tekanan
darah dinilai dalam 2 nilai, yaitu tekanan tinggi sistolik yang menandakan kontraksi
maksimal jantung dan tekanan rendah diastolik atau tekanan istirahat. Pemeriksaan tekanan
darah biasanya dilakukan pada lengan kanan, kecuali pada lengan tersebut terdapat cedera.
Pengukuran tekanan ini dapat dilakukan dengan menggunakan sfigmomanometer dan
stetoskop. Pada tekanan sisitolik dalam arteri tepat melampaui tekanan manset, semburan
darah melewatinya pada tiap denyut jantung, dan secara sikron dengan tiap denyut bunyi
detakan didengar di bawah manset. Tekanan manset pada waktu bunyi pertama terdengar
adalah tekanan sistolik. Dengan menurunnya tekanan, suara menjadi lebih keras, kemudian
tidak jelas dan menutupi dan akhirnya pada kebanyakan individu menghilang (bunyi
Korotkoff). Bunyi Korotkoff dihasilkan oleh arus turbulen dalam arteri brachialis. Arus
laminar dalam arteri yang tidak berkonstriksi adalah tidak bersuara, tetapi bila arteri
menyempit, kecepatan kritis dan terjadilah arus turbulen.1 Bunyi Korotkoff dapat dibagi
dalam lima fase yang berbeda, yaitu :

 Fase I : timbulnya dengan tiba-tiba suatu bunyi mengetuk yang jelas dan makin lama
makin keras sewaktu tekanan menurun 10-14 mmHg berikutnya. Ini disebut pula nada
letupan.
 Fase II : bunyi berubah kualitasnya menjadi bising selama penurunan tekanan 15-20
mmHg berikutnya.
 Fase III : bunyi sedikit berubah dalam kualitas, tetapi menjadi jelas dan keras selama
penurunan tekanan 5-7 mmHg berikutnya.
 Fase IV : bunyi meredam (melemah) selama penurunan 5-6 mmHg berikutnya. Setelah itu
bunyi menghilang.
 Fase V : titik dimana bunyi menghilang

Pada permulaan fase I yaitu dimana bunyi mula-mula terdengar merupakan tekanan
sistol. Sedangkan permulaan fase IV atau fase V merupakan tekanan diastol. Pada percobaan
ini, hasil yang diperoleh bagi tekanan darah orang percobaan ketika baring 110/77 mmHg dan
meningkat ketika duduk menjadi 120/77 mmHg dan ketika berdiri menjadi 123/80 mmHg.
Peningkatan ini menunjukkan bahwa posisi tubuh berpengaruh terhadap tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah ini terjadi karena adanya gaya gravitasi yang mempengaruhi
tekanan pompa jantung. Lain halnya pada saat berbaring letak estermitas atas dan bawah
sejajar dengan jantung, sehingga kecepatan aliran darah menjadi standar. Tapi jika pada
keadaan berdiri, bagian ekstermitas atas dan kepala lebih tinggi dari jantung sehingga darah
dapat lebih cepat sampai ke tempat yang dituju, dengan pasokan yang sama dengan pada
waktu berbaring. Maka dari itu diperlukan tekanan pompa yang lebih besar sehingga darah
meningkat kemudian aliran balik vena meningkat dan selanjutnya meningkatkan tekanan
darah.2 Sehingga darah akan terlokalisir pada suatu tempat.

Darah yang kembali ke atrium jantung di bantu oleh mekanisme dari vena. Darah dari
seluruh tubuh akan kembali ke jantung melalui sistem peredaran darah vena. Proses
kembalinya darah ke jantung melalui vena salah satunya dipengaruhi oleh gaya gravitasi
sama seperti yang terjadi pada arteri. Namun yang terjadi pada sistem vena adalah semakin
besar pengaruh gaya gravitasi yang bekerja pada pembuluh vena tersebut akan menahan
aliran darah vena untuk kembali ke jantung dan membuat darah terakumulasi pada daerah
tersebut. Hal inilah yang membuat tekanan vena akan semakin berkurang saat mulai
menjauhi gaya gravitasi. Semakin mendekati jantung tekanan darah vena akan semakin
berkurang di bandingkan dengan tekanan vena pada saat berada di daerah dengan pengaruh
gaya gravitasi yang besar.
Pada posisi berbaring, gaya gravitasi bekerja secara merata, sehingga tidak perlu
dipertimbangkan. Namun, sewaktu seseorang berdiri, efek gravitasi tidak merata. Selain
tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung, pembuluh yang terletak di bawah jantung
juga mendapat tekanan yang ditimbulkan oleh berat kolom darah dari jantung ke ketinggian
kolom darah yang bersangkutan. Terdapat dua konsekuensi penting dari peningkatan tekanan
ini. Pertama, vena yang dapat melebar “menyerah” di bawah peningkatan tekanan hidrostatik
ini, sehingga semakin melebar dan kapasitasnya meningkat. Sebagian besar darah yang
masuk ke kapiler cenderung menumpuk di vena-vena tungkai bawah dan tidak di kembalikan
ke jantung. Karena aliran balik vena berkurang, curah jantung berkurang dan volume
sirkulasi efektif juga menurun. Kedua, peningkatan mencolok tekanan darah kapiler yang
terjadi akibat efek gravitasi menyebabkan filtrasi berlebihan cairan keluar jaringan kapiler di
ekstremitas bawah dan menimbulkan edema lokal yaitu berupa pembengkakan kaki dan
pergelangan kaki.

Dalam keadaan normal terdapat dua tindakan kompensasi yang melawan efek gravitasi
tersebut. Pertama, penurunan tekanan arteri rata-rata yang terjadi sewaktu seseorang
berpindah dari berbaring menjadi berdiri memicu vasokontriksi vena melalui stimulasi
simpatis, yang mendorong sebagian simpanan darah ke arah jantung. Kedua, pompa otot
rangka “mengganggu” kolom darah dengan secara total mengosongkan segmen-segmen
tertentu vena secara intermiten, sehingga bagian tertentu vena tidak mendapat beban berat
kolom seluruh vena dari jantung ke ketinggiannya. Refleks vasokonstriksi vena secara tidak
total dapat mengompensasi efek gravitasi tanpa bantuan aktivitas otot rangka. Dengan
demikian, ketika seseorang berdiri untuk waktu yang lama, aliran darah ke otak berkurang
karena menurunnya volume sirkulasi efektif.

Pengisian atrium kanan jantung akan berkurang sehingga pada posisi berdiri akan
terjadi penurunan sementara. Setelah beberapa menit kemudian tekanan darah akan kembali
normal, karena sudah mulai beradaptasi dengan perubahan posisi tubuh. Hal ini karena
adanya baroresptor yang menjaga tekanan arteri di kepala dan tubuh bagian atas tetap
konstan. Karena tekanan arteri meningkat, baroreseptor sinus karotis dan lengkung aorta
meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen. Setelah mendapatkan
informasi bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh peningkatan potensial tersebut, pusat
kontrol kardiovaskuler berespons dengan mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan
aktivitas parasimpatis ke sistem kardiovaskuler. Sinyal-sinyal eferen ini menurunkan
kecepatan denyut jantung, menurunkan volume sekuncup, dan menimbulkan vasodilatasi
arteriol dan vena, yang pada gilirannya menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total,
sehingga tekanan darah kembali ke tingkat normal.1

Anda mungkin juga menyukai