Anda di halaman 1dari 12

Mekanisme Pernapasan dan Efek Dekompresi

Krisna Fernanda Suryaputra


102017103 / A4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : krisna.2017fk103@civitas .ukrida.ac.id

Abstrak
Untuk bertahan hidup, makhluk hidup perlu bernapas untuk mendapat suplai gas oksigen untuk
metabolisme sel. Pernapasan sendiri terdiri dari 2 jenis yaitu pernapasan eksternal dan
pernapasan internal. Mekanisme dasar pernapasan adalah perpindahan gas dari daerah dengan
tekanan tinggi ke tekanan rendah, baik pernapasan eksternal dan internal. Pernapasan eksternal
adalah pertukaran gas O2 dan CO2 antara paru-paru dengan lingkungan luar. Pernapasan internal
adalah pertukaran gas O2 dan CO2 antara alveolus dan kapiler paru dan antara pembuluh kapiler
dengan jaringan. Efek dekompresi merupakan salah satu contoh dari pertukaran gas yang terjadi
saat tekanan turun. Dekompresi dapat menyebabkan penyakit dekompresi yang dapat
membahayakan nyawa seseorang.

Kata Kunci : Pernapasan, internal, eksternal, dekompresi

Abstract

To survive, organisms need to breath to get supply of oxygen gas for cell metabolism. Breathing
itself has 2 types which are external breathing and internal breathing. The basic mechanism of
breathing is the movement of gas from area with high pressure to lower pressure, either its
external breathing or internal. External breathing is the exchange of O 2 gas and CO2 between the
lungs and external environment. Internal breathing is the exchange of O 2 gas and CO2 between
the alveoli and the capillary of lungs also between the capillary and tissues. Decompression
effect is one of the example of gaseous exchange when pressure is decreasing. Decompression
can cause decompression sickness which can endanger someone’s life.

Key words: Breath, internal, external, decompression

1
Latar Belakang

Untuk dapat bertahan hidup, makhluk hidup memerlukan bernapas agar mendapatkan suplai gas

oksigen untuk metabolisme sel. Jika terjadi kekurangan oksigen, metabolisme sel akan

terhambat, namun tubuh manusia dapat bereaksi akan masalah itu dengan cepat sehingga suplai

oksigen masih bisa didapati. Pernapasan makhluk hidup diatur oleh sistem respirasi. Selain

mengatur pernapasan, sistem respirasi juga berperan dalam transport gas di tubuh makhluk hidup

agar suplai gas oksigen yang diperlukan dapat disebarkan ke seluruh tubuh. Sistem respirasi ini

harus dipelihara agar dapat berfungsi dengan baik, namun ada kalanya suatu aktivitas dapat

menghambat atau menganggu sistem ini dalam bekerja dengan baik.

Skenario

Sekelompok mahasiswa kedokteran tertarik untuk belajar menyelam. Setelah beberapa

kali menyelam, para mahasiswa tersebut memberanikan diri menyelam tanpa didampingi oleh

seorang instruktur. Pada kedalaman 10 m di bawah permukaan laut, tanpa dihindari, mereka

berjumpa dengan seekor ikan hiu. Karena panik, seorang mahasiswa segera naik ke atas berusaha

mencapai permukaan laut secepat mungkin. Beberapa saat setelah kembali ke kapal, mahasiswa

tersebut mengeluh sakit di persendian dan otot, mual-mual, dan kram. Mahasiswa tersebut segera

dilarikan ke RS dan menjalani terapi hyperbaric medicine.

2
Identifikasi istilah yang tidak diketahui

Hyperbaric medicine atau yang lebih dikenal sebagai hyperbaric oxygen therapy adalah

suatu metode memberikan gas oksigen murni dalam tekanan atmosfer tinggi dalam suatu tabung

bertekanan tinggi untuk mengatasi kondisi klinis.1

Rumusan Masalah

Seorang mahasiswa mengeluh sakit di persendian dan otot-otot, mual-mual dan kram

setelah dia kembali ke permukaan laut secara cepat.

Hipotesis

Mahasiswa tersebut mengalami efek dekompresi.

Mekanisme Pernapasan

Pernapasan merupakan proses pertukaran gas oksigen (O2 ) dan karbon dioksida (CO2).

Pernapasan sendiri terbagi menjadi 2 jenis yaitu pernapasan eksternal dan pernapasan internal.

Pernapasan eksternal adalah seluruh rangkaian pertukaran oksigen (O 2) dan karbon

dioksida (CO2) antara lingkungan eksternal dan paru-paru. Udara mengalir dari daerah dengan

tekanan tinggi ke tekanan rendah menuruni gradien tekanan. Gradien tekanan berubah ketika

menarik napas (inspirasi) dan menghembuskan napas (ekspirasi). Perubahan ini utamanya

disebabkan oleh perubahan siklik tekanan intra-alveolus atau tekanan di paru-paru. Tekanan

3
intra-alveolus dapat diubah dengan mengubah volume, sesuai hukum Boyle. Perubahan volume

ini terjadi oleh karena kerja otot-otot pernapasan.2,3

Pada saat inspirasi tenang, otot-otot inspirasi utama yaitu diafragma dan m. intercostalis

eksternal akan bekerja.2,3 Kontraksi otot-otot ini akan membuat rongga toraks membesar.

Diafragma dipersarafi oleh n. Phrenicus, sedangkan m. intercostalis eksternal dipersarafi n.

Intercostalis. Pada saat diafragma dalam keadaan relaksasi, ia berbentuk kubah yang menonjol ke

atas, lalu ketika kontraksi terjadi, diafragma akan turun dan memperbesar volume rongga toraks.

Sedangkan, m. intercostalis eksternal akan memperbesar volume rongga toraks dalam dimensi

lateral (kanan-kiri).2 (lihat gambar 1) Pembesaran volume rongga toraks ini membuat tekanan

intra-alveolus menurun, lebih kecil dibandingkan tekanan udara di atmosfer. Sehingga udara

akan masuk dari lingkungan luar ke dalam paru-paru menuruni gradien tekanan, sesuai hukum

4
Boyle.

Gambar 1 : Perubahan Volume Rongga Toraks Saat Inspirasi Tenang.3

Selain inspirasi tenang, terdapat juga inspirasi dalam, yang dimana lebih banyak udara

yang akan dihirup. Untuk itu, volume rongga toraks harus lebih besar dari volume pada inspirasi

tenang. Oleh karena itu, selain otot-otot utama inspirasi, otot inspirasi tambahan akan ikut

berkontraksi sekarang untuk menambah volume tersebut. Otot-otot inspirasi tambahan antara lain

m. sternocleidomastoideus dan m. scalenus. Otot-otot ini terdapat di leher dan mengangkat

5
sternum dan dua iga pertama, sehingga memperbesar bagian atas rongga toraks.2 M.

sternocleidomastoideus dipersarafi oleh N. Accessorius,4 sedangkan m. scalenus dipersarafi oleh

cabang langsung dari plexus cervicalis dan plexus brachialis.5 (lihat gambar 2)

Gambar 2 : Otot-otot yang Terlibat dalam Pernapasan.2

Pada ekspirasi tenang, tidak ada otot yang bekerja. Otot-otot inspirasi utama hanya akan

berelaksasi dan kembali ke posisi awalnya.2 Sifat rekoil elastik paru, dinding dada, dan struktur

abdomen akan menekan udara keluar dengan mengecilkan volume rongga toraks, sehingga

tekanan intra-alveolar akan lebih tinggi dibanding tekanan di atmosfer dan udara akan keluar

menuruni gradien tekanan. Ekspirasi dapat menjadi aktif agar dapat mengosongkan paru-paru

lebih tuntas. Untuk itu, diperlukan otot-otot ekspirasi yaitu m. abdominalis dan m. intercostalis

internal. Kontraksi m. abdominalis akan mendorong diafragma ke atas dan kontraksi m.

intercostalis internal akan menarik iga turun ke dalam sehingga secara keseluruhan volume

rongga toraks akan menurun.2,3 (lihat gambar 3)

6
Gambar 3 : Mekanisme Inspirasi Tenang.2

Pernapasan internal/seluler merupakan pertukaran gas O2 dan CO2 antara alveolus dengan

kapiler paru dan antara pembuluh kapiler dengan jaringan. Pertukaran gas terjadi didasari dengan

gradien tekanan parsial dan berlangsung secara pasif sederhana, menuruni gradien tekanan

parsial.2 Selain itu, tekanan parsial yang ditimbulkan kedua jenis gas berbanding lurus dengan

konsentrasi/persentasi gas dalam campuran gas total.2,3

Darah yang masuk ke kapiler paru adalah darah vena yang dimana kaya akan CO 2 dan

miskin O2, sehingga tekanan parsial CO2 (PCO2) lebih tinggi dibandingkan O2 (PO2). Darah vena ini

akan terpajan ke udara alveolus yang dimana PO2 alveolus lebih tinggi dibandingkan di darah,

terbalik dengan PCO2 alveolus yang lebih rendah daripada di darah. Oleh karena itu, O2 akan

berdifusi dari alveolus ke kapiler paru menuruni gradien tekanan parsial O2. Difusi berlangsung

sampai equilibrium dan PO2 yang meninggalkan alveolus sama dengan tekanan di alveolus.

7
Sedangkan pada CO2 akan terjadi kebalikannya, dimana CO2 akan berdifusi ke alveolus dari

kapiler paru menuruni gradien tekanan parsial CO2.2,6 (lihat gambar 4)

Darah yang meninggalkan paru-paru kaya akan gas O2 dan miskin CO2. Ketika darah

sampai ke jaringan, hal yang terjadi terbalik. Pada jaringan, sel secara aktif akan terus

menggunakan O2 untuk respirasi dan bertahan hidup, sehingga PCO2 akan lebih tinggi karena terus

diproduksi oleh metabolisme sel. Sehingga PO2 jaringan akan lebih rendah dibanding di kapiler

jaringan dan PCO2 jaringan lebih tinggi dibanding pada kapiler. Hasilnya ialah gas O2 akan

berdifusi dari kapiler menuju jaringan dan CO 2 akan berdifusi keluar dari jaringan ke darah

mengikuti gradien tekanan parsial.6 (lihat gambar 4)

Gambar 4 : Pertukaran Gas saat Pernapasan Eksternal dan Internal.6

8
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pertukaran gas antara lain

gradien tekanan parsial, luas permukaan membran, ketebalan membran, dan konstanta difusi.

Kecepatan transfer gas terutama dipengaruhi oleh gradien tekanan parsial gas. Kecepatan

pemindahan akan bertambah jika gradien tekanan parsial juga tinggi. Laju pertukaran gas

berbanding lurus dengan luas permukaan membran pertukaran gas. Lalu, semakin tebal membran

perturakan gas, semakin lambat laju pertukaran gas terjadi. Laju pertukaran gas juga berbanding

lurus dengan konstanta difusi. Konstanta difusi adalah konstanta yang berkaitan dengan

kelarutan gas tertentu dengan berat molekulnya.2,3 (lihat tabel 1)

Tabel 1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Transfer Gas.2

Efek Dekompresi

Efek dekompresi sangat berkaitan dengan hukum Henry dan hukum Dalton. Hukum

Henry menyebutkan bahwa gas dapat terlarut dalam cairan bila gas tersebut diberi tekanan.7

Hukum Dalton menyatakan tekanan total gas adalah jumlah tekanan masing-masing komponen

gas.8

9
Dekompresi adalah pembuangan tekanan, terutama pada penyelam bawah laut.9 Bila

seseorang turun ke dalam laut, tekanan sekelilingnya akan naik. Setiap 10 m, tekanan akan naik

sebesar 1 atm. Sehingga, ketika seseorang bernapas pada kedalaman lautan, lebih banyak

molekul gas O2 dan N2 yang terhisap sesuai hukum Henry dan hukum Dalton. Ekstra molekul O2

dan CO2 akan selalu termetabolisme. Sehingga akan lebih banyak CO 2 yang keluar dibanding

yang dihisap, begitu juga sebaliknya pada O 2. Namun, lain halnya terhadap gas N2, gas N2 tidak

termetabolisme oleh sel. Oleh karena itu, N 2 akan tetap larut di seluruh jaringan tubuh sampai

tekanan di paru turun cukup rendah agar N2 dapat keluar. Keluarnya N2 ini juga memerlukan

waku beberapa jam dan merupakan sumber dari penyakit dekompresi.3

Ketika penyelam naik ke permukaan, tekanan di sekitar akan turun. Penurunan tekanan

disekitar akan membuat gas N2 keluar dari jaringan. Gas N2 akan keluar dalam bentuk

gelembung-gelembung dan dapat menymbat pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah

dapat menyebabkan beberapa penyakit dekompresi seperti bends yang terjadi di persendian.

Beberapa gejalanya adalah rasa sakit di persendian, paralasis, kolaps, hilang kesadaran, dan rasa

tercekik. Terkadang, penyumbatan pembuluh darah dapat berujung pada kematian.3

Terapi hyperbaric diberikan kepada orang-orang yang mempunyai penyakit dekompresi.

Pasien dimasukan kedalam tangki bertekanan tinggi lalu tekanan tersebut akan diturunkan secara

bertahap sampai tekanan normal di permukaan laut. Penurunan bertahap dilakukan agar gas N 2

yang keluar dari jaringan tubuh sebagai gelembung keluar secara bertahap, sehingga gelembung

tersebut tidak akan menyumbat pembuluh darah.3

Kesimpulan

10
Mahasiswa yang menyelam itu mengalami penyakit dekompresi karena naik ke

permukaan laut terlalu cepat, sehingga N2 yang keluar dari jaringan berupa gelembung

menyumbat pembuluh darah dan ia merasakan gejala-gejala penyakit dekompresi. Keluar

masuknya gas di sistem respirasi didasarkan oleh gradien tekanan. Gas akan berpindah dari

daerah dengan tekanan tinggi ke tekanan rendah menuruni gradien tekanan.

Daftar Pustaka

1. Mehta V, De A, Balachandran C. Hyperbaric oxygen therapy. Journal of Pakistan

Association of Dermatology. 2016 Dec 24;19(3):164-7. Avaialble on

http://www.jpad.com.pk/index.php/jpad/article/view/534

2. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi ke-8. Jakarta : EGC; 2012.
3. Hall JE. Guyton dan Hall buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-12. Philadelphia :

Elsevier; 2011

4. Schünke M, Schulte E, Schumacher U, Voll M, Wesker K. Prometheus atlas anatomi


manusia: Kepala, leher, dan neuroanatomi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2015
5. Schünke M, Schulte E, Schumacher U, Voll M, Wesker K. Prometheus atlas anatomi
manusia: Anatomi umum dan sistem gerak. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2015
6. Silverthorn DU. Human physiology : an integrated approach. 6th edition. USA: Pearson;
2013
7. Plowman S, Smith D. Exercise physiology for healt, fitness, and performance. 2nd
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
8. Kelter PB, Mosher MD, Scott A. Chemistry: the practical science volume 10. Boston:
Cengage Learning; 2009

11
9. Kumala P. Kamus saku kedokteran dorland. Edisi ke-25. Jakarta: EGC; 1998

12

Anda mungkin juga menyukai