Anda di halaman 1dari 15

Mekanisme Inkompatibilitas ABO pada Neonatus

Maya Saputri 102014152

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470


Email : maya2014fk152@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Perbedaan golongan darah antara ibu dan janin penyebab terjadinya inkompabilitas ABO.
Ibu biasanya bergolongan darah O dan anaknya bergolongan A atau B. Pada saat ibu hamil,
eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu. Bila ibu tidak
memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk
membentuk imun antibodi. Imun IgG anti-A dan anti-B tersebut dapat melewati plasenta dan
kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga terjadi aglutinasi dan hemolisis yang
kemudian akan meyebabkan ikterus pada bayi. Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi
dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak.

Kata Kunci: Inkompatibilitas ABO, antibodi IgG, Ikterus

Abstract

Blood type differences between mother and fetus cause ABO incompatibility. Mothers
usually have blood type O and their children are A or B. When pregnant women, fetal
erythrocytes in some incidents can enter into the maternal blood circulation. If the mother does
not have an antigen as found in fetal erythrocytes, then the mother will be stimulated to form an
antibody immune. Immun IgG anti-A and anti-B can pass through the placenta and then into the
fetal blood circulation resulting in agglutination and hemolysis that will then cause jaundice in
infants. This will be compensated by the baby's body by producing and releasing the immature
red blood cells.

Keywords: ABO incompatibility, IgG antibody, Jaundice

1
Pendahuluan

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan
pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu
pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat
berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15Z bilirubin IX
alpha) yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum
berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal.
Keadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah.1
Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena
transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara
berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian.
Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang
terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis seperti inkompabilitas ABO dan rhesus,
sepsis neonatal, breast feeding jaundice, dan perdarahan intrakranial.

Pada Inkompatibilitas ABO, hiperbilirubinemia lebih menonjol dibandingkan dengan


anemia dan timbulnya pada 24 jam pertama. Reaksi hemolisis terjadi selagi zat anti dari ibu
masih terdapat dalam serum bayi.1-3

Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau
tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama yaitu mengumpulkan informasi, membagi
informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan pasien.
Informasi atau data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif berisi hal
yang diutarakan pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat pribadi dan
sosial.2 Dalam kasus ini, dokter melakukan anamnesis secara tidak langsung (alloanamnesis)
melalui ibu karena pasien seorang bayi berusia 48 jam. Riwayat kesehatan yang perlu
dikumpulkan meliputi :
 Identifikasi data meliputi nama, usia, jenis kelamin, dan alamat;
 Keluhan utama yang berasal dari kata-kata orang tua yang menyebabkan pasien
membutuhkan perawatan yaitu bayi tersebut tampak kuning;
 Riwayat penyakit saat ini meliputi pendekatan yang dijelaskan berikutnya;
2
 Riwayat kesehatan masa lalu seperti pemeliharaan kesehatan, mencakup imunisasi, uji
skrining dan penyakit yang diderita oleh ibu;
 Riwayat keluarga yaitu diagram usia dan kesehatan, atau usia dan penyebab kematian
dari setiap hubungan keluarga yang paling dekat mencakup kakek-nenek, orang tua,
saudara kandung, anak, cucu dan
 Riwayat Pribadi dan Sosial seperti aktivitas hiburan, diet sehari-hari, serta situasi ibu
saat hamil.2
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis pada neonatus, harus dilakukan anamnesis yang cermat
untuk mengetahui hal-hal berikut:

 Riwayat terdapatnya penyakit keturunan;


 Riwayat kehamilan-kehamilan sebelumnya (Gravida 1 Para 1 Abortus 0);
 Riwayat kehamilan sekarang (konsumsi obat-obatan dan trauma yang dialami selama
kehamilan) dan
 Riwayat persalinan sekarang (normal atau sungsang, partus spontan, partus
presipitatus, atau partus buatan).3

Pendekatan bayi dengan ikterus membutuhkan beberapa informasi terstruktur seperti (1)
Berat badan bayi baru lahir; (2) Masa gestasi dan (3) Usia dalam jam untuk menentukan apakah
ikterus fisiologik atau patologik.3

Pertanyaan yang patut ditujukan untuk ikterus patologik antara lain (1) Golongan darah
dan Rhesus ibu untuk riwayat inkompabilitas darah; (2) Penyakit ibu selama hamil untuk riwayat
sepsis neonatal dan (3) Waktu pengeluaran mekonium dan urin pertama.3

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan adalah tanda-tanda vital, antropometri, skor
APGAR ,skor Ballard, penilaian ikterus menurut Kramer. Tanda-tanda vital terdiri dari nadi
(normalnya 120-160x/menit), frekuensi pernafasan (normalnya 30-60x/menit), dan
suhu.Antropometri terdiri dari berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.Klasifikasi
menurut berat lahir yaitu bayi berat lahir rendah/BBLR (<2500 gram), bayi berat lahir cukup
(≥2500 gram), bayi berat lahir lebih (>4000 gram).Klasifikasi menurut masa gestasi atas umur
kehamilan yaitu bayi kurang bulan/BKB (< 37 minggu), bayi cukup bulan/BCB (37-42 minggu),

3
bayi lebih bulan/BLB (> 42 minggu). Klasifikasi neonatus menurut masa gestasi dan berat lahir
yaitu neonatus cukup bulan (sesuai masa kehamilan, kecil untuk masa kehamilan, besar untuk
masa kehamilan), neonatus kurang bulan (sesuai masa kehamilan, kecil untuk masa kehamilan,
besar untuk masa kehamilan), neonatus lebih bulan (sesuai masa kehamilan, kecil untuk masa
kehamilan, besar untuk masa kehamilan).1,2

Gambar 1: Klasifikasi Neonatus Menurut Masa Gestasi dan Berat Lahir.2

Skor APGAR

Tabel 1. Skor Apgar.2


Kriteria Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

Denyut jantung Tidak ada < 100 x/menit >100 x/menit

Pernapasan Tidak ada Lambat, irregular Bagus, menangis

Tonus otot Lemah Sedikit fleksi pada Gerakan aktif


ekstremitas

4
Kepekaan refleks Tidak ada Meringis Batuk, bersin, menangis
(respons terhadap
stimulasi)

Warna Biru atau pucat Badan merah muda, Merah muda


ekstresmitas biru

Skor Apgar digunakan untuk menggambarkan kondisi bayi selama beberapa menit pertama
kehidupan.Skor ini dinilai pada menit pertama dan kelima kehidupan. Jika skor masih dibawah 7
atau bayi memerlukan resusitasi maka penilaian ini diteruskan setiap 5 menit sampai normal
atau sampai 20 menit. Nilai pada menit ke-1 yaitu jika nilai 7-10 (adaptasi baik), nilai 4-6
(asfiksia ringan sampai sedang), nilai 0-3 (asfiksia berat).2
Skor Ballard
Usia kehamilan ditentukan dengan penilaian berbagai tanda fisik dan tanda-tanda
neurologis menurut kriteria skor Ballard. Kriteria fisik merupakan tanda-tanda yang matur
seiring bertambahnya usia janin, termasuk peningkatan kekenyalan daun telinga, peningkatan
ukuran jaringan payudara, penurunan rambut lanugo halus dan imatur pada punggung, dan
pengurangan opasitas kulit. Kriteria neurologik merupakan tanda-tanda matur seiring usia
kehamilan termasuk penambahan fleksi kaki, pinggul dan lengan, penambahan tonus otot fleksor
leher dan penurunan kelemahan sendi. Tanda-tanda ini ditentukaan selama usia hari pertama dan
ditentukan skornya.3

Penilaian ikterus menurut Kramer

5
Gambar 3: Penilaian Ikterus menurut Kramer.6

Tabel 2. Penilaian Ikterus Menurut Kramer.6

Daerah Luas ikterus Kadar bilirubin (mg%)

1 Kepala dan leher 5

2 Daerah 1 (+) badan bagian atas 9

3 Daerah1,2 (+) badan bagian bawah dan tungkai 11

4 Daerah 1,2,3 (+) lengan dan kaki dibawah dengkul 12

5 Daerah 1,2,3,4 (+) tangan dan kaki 16

Pemeriksaan penunjang
Pengukuran bilirubin diindikasikan jika ikterus pada usia kurang dari 24 jam dan
tampaknya signifikan pada pemeriksaan klinis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
yaitu pemeriksaan kadar bilirubin darah: total dan direk, hitung darah lengkap, hitung retikulosit
dan apusan untuk morfologi darah tepi, albumin serum, golongan darah, uji Coombs.2
Uji Coombs menggunakan anti-human globulin (AHG) untuk mendeteksi adanya antibodi
tidak lengkap.Dikenal dua jenis uji Coombs direk (langsung) dan uji Coombs indirek (tidak
langsung).Tes Cooms direk (langsung) bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi tidak

6
lengkap atau komplemen yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Bila sel yang telah
diliputi zat anti tidak lengkap (mengalami sensitisasi) ditambahkan serum Coombs (serum
antiglobulin) makan akan terjadi aglutinasi. Hasil tes Coombs direk positif pada Hemolytic
Disease of the Newborn (HDN), anemia hemolitik autoimun, anemia hemolitik imun karena obat
dan rekasi hemolitik.Tes Coombs indirek (tidak langsung) bertujuan untuk mencari adanya
antibodi tidak lengkap yang terdapat dalam serum/plasma. Bila ke dalam serum/plasma yang
mengandung zat anti tidak lengkap ditambahkan sel darah merah golongan O Rhesus positif,
maka sel akan diliputi zat anti tidak lengkap (sensitisasi). Selanjutnya dengan penambahan serum
Coombs (serum antiglobulin) akan terjadi aglutinasi.5

Gambar 4. Grafik Bilirubin Serum Total terhadap Usia Pasca Natal

Working Diagnosis
Inkompabilitas ABO

Menurut statistik kira-kira 20% dari seluruh kehamilan terlibat dalam ketidak-selarasan
golongan darah ABO dan 75% dari jumlah ini terdiri dari ibu golongan darah O dan janin
golongan A atau B. Walaupun demikian hanya pada sebagian kecil tampak pengaruh hemolisis
pada bayi baru lahir. Hal ini disebabkan oleh karena isoaglutinin anti-A dan anti-B yang terdapat
dalam serum ibu sebagian besar terbentuk 19-S, yaitu gamaglobulin-M yang tidak dapat melalui
plasenta (merupakan makroglobulin) dan disebut isoaglutinin natural. Hanya sebagian kecil dari
ibu yang mempunyai golongan darah O, mempunyai antibodi 7-S, yaitu Gamaglobulin g

7
(isoaglutinin imun) yang tinggi dan dapat melalui plasenta sehingga mengakibatkan hemolisis
pada bayi. 1,2

Ikterus biasanya timbul dalam waktu 24 jam sesudah lahir, tidak pucat oleh karena tidak
terdapat anemia atau hanya didapatkan anemia ringan saja. Jarang sekali menyebabkan hidrops
fetalis atau lahir mati serta hepatosplenomegali. Kira-kira 40-50% mengenai anak pertama,
sedangkan anak-anak berikutnya mungkin terkena dan mungkin tidak. Bila terkena tidak tampak
gejala yang berat seperti pada inkompabilitas rhesus.

Kadar hemoglobin normal dan kadang-kadang agak menurun (10-12 g%)., retikulositosis,
polikromasi, sferositosis dan sel darah merah berinti jumlahnya meningkat, uji Coombs mungkin
negatif atau positif lemah. Pengobatan dengan terapi sinar, transfuse tukar, dan sebagainya
tergantung peningkatan kadar bilirubin.

Differential Diagnosis
Inkompabilitas Rhesus.

Hemolisis biasanya terjadi bila ibu mempunyai Rhesus Negative (-) dan anak mempunyai
Rhesus Positif (+). Bila sel darah janin masuk ke peredaran darah ibu, maka ibu akan dirangsang
oleh antigen Rh sehingga membentuk antibodi terhadap Rh. Zat antibodi Rh ini dapat melalui
plasenta dan masuk ke peredaran darah janin dan selanjutnya mengakibatkan penghancuran
eritrosit janin (hemolisis). Hemolisis ini terjadi dalam kandungan dan akibatnya ialah
pembentukan sel darah merah dilakukan oleh tubuh bayi secara berlebihan, sehingga akan
didapatkan sel darah merah berinti yang banyak. Oleh karena keadaan ini disebut Eritroblastosis
Fetalis. Pengaruh kelainan ini biasanya tidak terlihat pada anak pertama, tetapi akan nyata pada
anak yang dilahirkan selanjutnya.4

Bila ibu sebelum mengandung anak pertama pernah mendapat transfusi darah yang
inkompatibel atau ibu mengalami keguguran dengan janin yang mempunyai Rhesus POSITIF,
pengaruh kelainan inkompabilitas Rhesus ini akan terlihat pada bayi yang dilahirkan kemudian.

Bayi yang lahir mungkin mati (Still Birth) atau berupa Hidrops Fetalis yang hanya dapat
hidup beberapa jam dengan gejala edema yang berat, ascites, anemia dan hepatosplenomegali.
Biasanya bayi seperti ini mempunyai plasenta yang besar, bayi tampak pucat dan cairan

8
amnionnya berwarna kuning emas. Eritroblastosis fetalis pada saat lahir tampak normal, tetapi
beberapa jam kemudian timbul ikterus yang makin lama makin berat (hiperbilirubinemia) yang
dapat mengakibatkan ‘ kernicterus', hepatosplenomegali dan pada pemeriksaan darah tepi akan
didapatkan anemia, retikulositosis, jumlah normoblas dan eritroblas lebih banyak daripada biasa,
banyak sel darah (seri granulosit) muda. Kadar bilirubin direk dan indirek meninggi, juga
terdapat bilirubin dalam urin dan tinja.

Pemeriksaan golongan darah ibu dan anak (Rh dan ABO), uji Coombs, riwayat mengenai
bayi yang dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam waktu 24 jam sesudah lahir, kadar
hemoglobin darah tali pusat kurang dari 15 g%, kadar bilirubin dalam darah talipusat lebih dari 5
mg%, hati dan limpa membesar, kelainan pada pemeriksaan darah tepi dan lain-lain. Pengobatan
dengan transfusi tukar.

Etiologi

Sistem ABO ditemukan oleh Lansteiner pada tahun 1900. Ia menyatakan bahwa serum
seseorang tidak mungkin mengandung antibody terhadap antigen yang terdapat dalam
eritrositnya sendiri kecuali dalam keadaan patologis.1.3.4

Golongan Genotip Antigen (aglutinogen) Antibody (agglutinin) frekuensi


Darah
O OO - Anti-A dan anti-B ± 40%
A AA / AO A Anti-B ± 26%
B BB / BO B Anti-A ± 27%
AB AB AB - ± 7%

Ibu yang golongan darah O secara alamiah mempunyai antibody anti-A dan anti-B pada
sirkulasinya. Jika janin mempunyai golongan darah A atau B, eritroblastosis dapat terjadi.
Sebagian besar secara alamiah, membentuk anti-A atau anti-B berupa antibody IgM yang tidak
melewati plasenta. Beberapa ibu juga relative mempunyai kadar IgG anti-A atau anti-B yang
tinggi yang potensial menyebabkan eritroblastosis karena melewati sawar plasenta. Ibu golongan
darah O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi daripada ibu golongan darah B dan
mempunyai kadar IgG anti-B lebih tinggi daripada ibu dengan golongan golongan darah A.

9
Dengan demikian, penyakit hampir selalu terjadi bila golongan darah O. Penyakit jarang
terjadi bila ibu golongan darah A dan bayi golongan darah B. Kehamilan pertama sering terkena
sensitisasi ibu tejadi sejak awal kehidupan melalui kontak dengan antigen A dan B. Penyakit
tidak memburuk pada kehamilan berikutnya yang juga terkena dan jika ada penyakitnya
cenderung menajdi lebih ringan.

Sekitar sepertiga bayi golongan A atau B dari ibu golongan darah O akan mempunyai
antibody ibu yang dapat dideteksi pada eritrositnya. Ini lebih sering terjadi pada bayi golongan
darah B daripada A dan lebih sering pada bayi kulit hitam daripada bayi kulit putih dengan
golongan darah A atau B. Hanya sebagian kecil dari bayi ini yang akan mengalami gejala klinis.
Pada mereka dengan penyakit klinis, terdapat jauh lebih sedikit antibody ibu yang melekat pada
tempat antigen pada eritrosis daripa yang ada pada penyakit Rhesus klinis. Akibatnya penyakit
klinis sangat ringan dengan reaksi antiglobulin langsung bervariasi dari hanya positif secara
mikroskopis sampai 2+. Ada sedikit atau tidak ada anemia dan bilirubinemia dapat dikendalikan
dengan dengan fototerapi atau pada kebanyakan diatasi dengan satu transfuse tukar. Namun, IgG
anti-A atau IgG anti-B tampaknya lebih banyak menyebabakan hemolisis daripada anti-Rh
dalam jumlah yang sama. Dengan demikian bayi dengan reaksi antiglobulin direk 2+ dengan
penyakit ABO biasanya akan menderita bilirubinemia lebih berat daripada bayi dengan 2+
karena penyakit Rh.

Ringannya Hemolytic Disease of Newborn (HDN) ABO dapat dijelaskan sebagian oleh
antigen A dan Antigen B yang belum sepenuhnya berkembang pada saat lahir dank arena
netralisir sebagian antibody IgG ibu oleh antigen A dan B pada sel-sel lain yang terjadi dalam
plasma dan cairan jaringan. HDN ABO dapat ditemukan pada kehamilan pertama dan dapat atau
tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya. Pemeriksaan sediaan hapus darah memperlihatkan
autoaglutinasi dan sferositosis polikromasi dan eritroblastosis.

Epidemiologi

Pada 20-25% kehamilan terjadi inkompabilitas ABO, yang berarti bahwa serum ibu
mengandung anti-A atau anti-B sedangkan eritrosit janin mengandung antigen respective.
Inkompabilitas ABO nantinya akan menyebabkan penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir
dimana terdapat lebih dari 60% dari seluruh kasus. Penyakit ini sering tidak parah jika

10
dibandingkan dengan akibat Rh, ditandai anemia neonatus sedang dan hiperbilirubinemia
neonatus ringan sampai sedang serta kurang dari 1% kasus yang membutuhkan transfusi tukar.
Inkompabilitas ABO tidak pernah benar-benar menunjukkan suatu penyebab hemolisis dan
secara umum dapat menjadi panduan bagi ilmu pediatrik dibanding masalah kebidanan.1

Mayoritas inkompatibilitas ABO diderita oleh anak pertama (40% menurut Mollison),
dan anak-anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya. Gambaran klinis penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir berasal dari inkompabilitas ABO sering ditemukan pada keadaan
dimana ibu mempunyai tipe darah O, karena tipe darah grup masing-masing menghasilkan anti A
dan anti B yang termasuk kelas IgG yang dapat melewati plasenta untuk berikatan dengan
eritrosit janin. Pada beberapa kasus, penyakit hemolitik ABO tampak hiperbilirubinemia ringan
sampai sedang selama 24-48 jam pertama kehidupannya. Hal ini jarang muncul dengan anemia
yang signifikan. Tingginya jumlah bilirubin dapat menyebabkan kernikterus terutama pada
neonatus preterm. Fototerapi pada pengobatan awal dilakukan meskipun transfusi tukar yang
mungkin diindikasikan untuk hiperbilirubinemia. Seks predominan eritroblastosis fetalis akibat
inkompatibilitas ABO adalah sama antara laki-laki dan perempuan.1,3

Patofisiologi

Penyakit inkompabilitas Rh dan ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan
antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit
janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan
Fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada
eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe
IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin
sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya
terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi
hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi
dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas
(yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.5

Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang
selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini

11
melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk
pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen terdapat
pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab
penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi
jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat
transfusi atau berbahaya bagi janin.

Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya,
misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah
Rhesus positif atau pada kehamilan kedua dan berikutnya. Penghancuran sel-sel darah merah
dapat melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan
bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati, tetapi tubuh
dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu.
Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi. Bayi dapat berkembang
menjadi kernikterus.

Manifestasi klinis

Sebagian besar kasus ringan, dengan ikterus sebagai satu-satunya menifestasi klinik. Bayi
biasanya tidak terkena secara menyeluruh pada saat lahir; tidak ada pucat, dan hidropsfetalis
sangat jarang. Hati dan limpa tidak sangat membesar, jika ditemukan. Ikterus biasanya muncul
dalam 24 jam pertama. Kadang-kadang penyakit ini menjadi berat, dan gejala-gejala serta tanda-
tanda kerikterus berkembang dengan cepat.2,3

Penatalaksanaan

Bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan bilirubin
yang tidak wajar.Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, umumnya dilakukan dengan darah
yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO).Jika tak ada donor Rhesus negatif, transfusi
tukar dapat dilakukan dengan darah Rhesus positif sesering mungkin sampai semua eritrosit yang
diliputi antibodi dikeluarkan14 dari tubuh bayi.Bentuk berat tampak sebagai hidrops atau lahir

12
mati yang disebabkan oleh anemia berat yang diikuti oleh gagal jantung.Pengobatan ditujukan
terhadap pencegahan terjadinya anemia berat dan kematian janin.2,3,5

a. Transfusi tukar :
Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :

1. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah

2. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells) dengan
eritrosit normal.

3.Mengurangi kadar serum bilirubin

4. menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu

Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :

a. berikan darah donor yang masa simpannya ≤ 3 hari untuk menghindari


kelebihan kalium
b. pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi dan Rhesus
negatif (D-)
c. dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cells
d. bila keadaan sangat mendesak, sedangkan persediaan darah Rh.negatif tidak
tersedia maka untuk sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh
positif) untuk transfusi tukar pertama, kemudian transfusi tukar diulangi
kembali dengan memberikan darah donor Rh negatif yang kompatibel.
e. pada anemia berat sebaiknya diberikan packed red cells
f. darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170 ml/kgBBbayi dengan
lama pemberian transfusi ≥ 90 menit
g. lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah bayi, bila
tidak memungkinkan untuk transfusi tukar pertama kali dapat digunakan
darah ibunya, namun untuk transfusi tukar berikutnya harus menggunakan
darah bayi.
h. sebelum ditransfusikan, hangatkan darah tersebut pada suhu 37°C

13
b. Transfusi Albumin
Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikat sebagian
bilirubin indirek. Karena harga albumin cukup mahal dan resiko terjadinyaoverloading
sangat besar maka pemberian albumin banyak ditinggalkan.

c. Fototerapi
Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin.
Fototerapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.2

Komplikasi
Apabila kadar bilirubin tidak terkonjugasi mencapai 25-30 mg/dl, bayi dapat mengalami
kernikterus. Kern ikterus adalah suatu kompleks gejala neurologis yang berkaitan dengan
tingginya kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang melewati sawar darah otak dan mencapai
susunan saraf bayi. Gejala neurologis berupa perubahan perilaku dan letargi. Apabila keadaan ini
menetap atau memburuk, maka dapat terjadi tremor, gangguan pendengaran, kejang dan
kematian. Bahkan apabila dapat bertahan hidup, jika penyakitnya parah, bayi dapat, mengalami
retardasi mental, tuli, dan mudah kejang. Anemia yang berat dapat menyebabkan gagal jantung.1

Apabila kadar antibody ibu tinggi, janin dapat meninggal di dalam lahir, suatu keadaan yang
disebut hidrops fetalis, yang ditandai oleh edema makroskopik di seluruh tubuh janin.1

Prognosis

Prognosis pada bayi yang lahir kuning akibat inkompatibilitas ABO pada umumnya baik
karena gejalanya tidaklah terlalu berat karena sebagian antigen A dan Antigen B yang belum
sepenuhnya berkembang pada saat lahir dan karena netralisir sebagian antibody IgG ibu oleh
antigen A dan B pada sel-sel lain yang terjadi dalam plasma dan cairan jaringan.2,3,5

Kesimpulan

Perbedaan golongan darah ibu dan anak dapat menyebabkan berbagai kelainan baik bagi ibu
maupun janin yang dikandungnya. Jika darah bayi masuk ke dalam darah ibu sewaktu di dalam
kandungan atau kelahiran, maka sistem imun ibu akan membentuk antibodi yang akan
menyerang sel darah merah bayi. Hal ini akan menyebabkan hemolisis pada eritrosit bayi,

14
sehingga terjadi Hemolytic disease of the newborn (HDN) atau erythroblastosis fetalis yang
disebabkan oleh inkompabilitas ABO.

Daftar Pustaka

1. Kosim, MS, Yunanto A, Dewi R, et al. Buku ajar neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI;
2008.h.12-3, 147-68, 203, 406-16.
2. Charlton. Valerie E, Phibbs. Roderic H. Pemeriksaan bayi baru lahir. Dalam: Buku ajar
pediatric Rudolph volume 1. Edisi ke-20. Jakarta:EGC,2006. Hal 242-51.
3. Imunohematologi. Dalam: Buku ajar Ilmu Kesehatan anak jilid 1. Jakarta:FKUI,2007.
Hal 495-511.
4. Hematologi masa kehamilan dan masa bayi. Dalam: At a Glance hematologi. Jakarta:
Penerbit Erlangga,2008. Hal 100-01.
5. Penyakit Hemolitik pada neonatus. Dalam: Kapita selekta hematologi. Edisi ke-4.
Jakarta:EGC,2005. Hal 303-06.
6. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, et al. Buku acuan nasional pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal. Edisi ke-1. Cetakan ke-5. Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2009.h.381-3.

15

Anda mungkin juga menyukai

  • Ke Simp Ulan
    Ke Simp Ulan
    Dokumen1 halaman
    Ke Simp Ulan
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Jurding Dan Referat
    Jurding Dan Referat
    Dokumen27 halaman
    Jurding Dan Referat
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Maya
    Maya
    Dokumen6 halaman
    Maya
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Katarak Traumatika
    Katarak Traumatika
    Dokumen23 halaman
    Katarak Traumatika
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Review Dan Telaah Kritis Jurnal
    Review Dan Telaah Kritis Jurnal
    Dokumen10 halaman
    Review Dan Telaah Kritis Jurnal
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Insulin
    Insulin
    Dokumen4 halaman
    Insulin
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Sistem ATP
    Sistem ATP
    Dokumen4 halaman
    Sistem ATP
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • PBL B25 Maya Sken 7
    PBL B25 Maya Sken 7
    Dokumen16 halaman
    PBL B25 Maya Sken 7
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • PBL 25 Maya
    PBL 25 Maya
    Dokumen11 halaman
    PBL 25 Maya
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Bab V Maya
    Bab V Maya
    Dokumen1 halaman
    Bab V Maya
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Bab III Maya
    Bab III Maya
    Dokumen1 halaman
    Bab III Maya
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Senam Diabetes
    Senam Diabetes
    Dokumen8 halaman
    Senam Diabetes
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Senam Diabetes
    Senam Diabetes
    Dokumen12 halaman
    Senam Diabetes
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Critical Appraisal Maya
    Critical Appraisal Maya
    Dokumen6 halaman
    Critical Appraisal Maya
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Senam Diabetes
    Senam Diabetes
    Dokumen10 halaman
    Senam Diabetes
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Maya B29
    Maya B29
    Dokumen16 halaman
    Maya B29
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • PBL 30
    PBL 30
    Dokumen11 halaman
    PBL 30
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • PBL Maya b26
    PBL Maya b26
    Dokumen24 halaman
    PBL Maya b26
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Maya B27
    Maya B27
    Dokumen16 halaman
    Maya B27
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 25 Maya
    PBL Blok 25 Maya
    Dokumen9 halaman
    PBL Blok 25 Maya
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • PBL Maya b26
    PBL Maya b26
    Dokumen24 halaman
    PBL Maya b26
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • PBL Maya b26
    PBL Maya b26
    Dokumen18 halaman
    PBL Maya b26
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Mola Hidatidosa
    Mola Hidatidosa
    Dokumen7 halaman
    Mola Hidatidosa
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Psikotik Akut
    Gangguan Psikotik Akut
    Dokumen10 halaman
    Gangguan Psikotik Akut
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 25
    PBL Blok 25
    Dokumen18 halaman
    PBL Blok 25
    Maya Saputri
    100% (1)
  • PBL Blok 25
    PBL Blok 25
    Dokumen18 halaman
    PBL Blok 25
    Maya Saputri
    100% (1)
  • PBL Blok 11
    PBL Blok 11
    Dokumen10 halaman
    PBL Blok 11
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • Blok 20 Sindrom Nefrotik Idiopatik
    Blok 20 Sindrom Nefrotik Idiopatik
    Dokumen18 halaman
    Blok 20 Sindrom Nefrotik Idiopatik
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat
  • A2 SKenario5 Blok25
    A2 SKenario5 Blok25
    Dokumen28 halaman
    A2 SKenario5 Blok25
    Maya Saputri
    Belum ada peringkat