PENDAHULUAN
1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Diskus Optik
Diskus optik berlokasi di nasal retina 3-4 mm dari fovea. Diameter vertikal
kira-kira 1,8 mm dan diameter horisontal kira-kira 1,76 mm. Diskus optik merupakan
bagian dari nervus optik intra okuler. Terdiri dari serabut-serabut sel ganglion.(1,7)
Koroid dan seluruh lapisan retina kecuali lapisan serabut saraf, berakhir pada
tepi diskus optik. Nervus optik intraokular keluar dari mata lalu berhubungan dengan
lamina kribrosa yang dibentuk oleh jaringan ikat sklera, jaringan ikat koroid dan
membrana Bruch, serta astroglia yang berasal dari sistem septal saraf tersebut. Di
posterior diskus tersebut, serabut saraf mengalami mielinisasi, sedangkan bagian
anterior tidak bermielin. (5,6)
Keterangan gambar :
R=retina, C=koroid,
S=sclera
1. Superficial nerve fiber layer
2. Anterior prelaminar region
3. Postrior prelaminar region
4. Laminar region
5. Retrolaminar region
3
dalam penglihatan dan refleks pupil. Nervus intraorbital dibungkus oleh 3 lapisan
menings yaitu : duramater merupakan lapisan terluar yang berbatasan dengan sklera,
arakhnoid di bagian tengah dan piamater merupakan lapisan terdalam yang bersatu
dengan permukaan luar saraf tersebut. (3,5,6,7)
Dekat apeks orbita, nervus optik berjalan melewati cincin jaringan ikat,
annulus Zinnii yang mana tersusun dari tendon yang berasal dari m.rektus. Pada apeks
orbita, nervus optik melewati kanal optik. Ukurannya sekitar 5-10 mm dan lebarnya
5-7 mm. Dinding tulangnya lebih tipis dibagian medial dimana memisahkan nervus
optik dari sinus sphenoid dan sinus ethmoid. Bersama nervus optik, dalam kanal
tersebut terdapat arteri oftalmikus, sebagian filamen plexus karotis simpatis dan
perluasan menings intrakranial yang membentuk pembungkus nervus optik. (2,5,6,7)
Di dalam kanalis optik, duramater dari nervus optik dan periostium bersatu.
Didalam orbita, nervus optik relatif bebas bergerak namun dalam kanalis lebih
terfiksasi. Sebagai akibatnya , suatu lesi kecil dalam kanalis dapat menyebabkan
neuropati kompressi.
Ketika nervus optik keluar dari lubang posterior kanal optik, nervus optik
melewati lipatan duramater, kemudian berlanjut ke posterior dan medial naik 45
derajat ke kiasma optik. Panjang bagian intrakranial setiap nervus optik antara 12-18
mm. Diatas nervus optik terdapat permukaan inferior lobus frontalis, traktus
olfaktorius , a.cerebralis anterior dan a.komunikans anterior. Dilateral , biasanya
langsung berbatasan dengan arteri karotis interna yang keluar dari sinus kavernosus.
Di inferior dan medial berbatasan dengan sinus sphenoid dan sinus ethmoid posterior.
(5,6,7)
Vaskularisasi
Disuplai oleh beberapa sumber yaitu : a. Retina sentralis , circle of Zinn-Haller
(pembuluh darah sklera), plexus koroid dan plexus pial ( cabang dari a.karotis
interna).(7)
KIASMA OPTIK
Kiasma optik mempunyai ukuran lebar kira-kira 13mm, ukuran
anteroposterior 8 mm, dan 4 mm vertikal dan merupakan penyatuan dari 2 nervus
optik . Serabut-serabut dari kedua nervus optik bersatu membentuk kiasma optik. .
4
Bidang dorsal atau posterior kiasma optik membentuk dasar ventrikel III,
berhubungan dengan tuber cinereum pada permukaan posteriornya, yang meluas ke
infundibulum atau tangkai dari hipofise. Kiasma optik dillekatkan ke permukaan
dorsal diencephalon oleh piamater dan arakhnoid.
Serabut-serabut nasal dari masing-masing retina menyilang di kiasma optik,
sementara serabut dari temporal tidak menyilang. Karena persilangan tersebut maka
tiap traktus optik terdiri dari serabut-serabut nasal kontralateral dan serabut temporal
ipsilateral, bersama-sama mewakili separuh lapangan pandang kontralaeral. Lebih
dari setengah (55%) serabut-serabut nervus optik yang menyilang, karena nasal retina
mengandung sel-sel ganglion lebih banyak dibanding temporal retina.
Serabut saraf yang menyilang, dari nasal retina bagian inferior mengadakan
putaran ke anterior sampai ke bagian ujung dari nervus optik sebelahnya (Wilbrand`s
knee) sebelum menuju posterior dan berlanjut ke traktus optikus. Jika ada lesi di
bagian ini akan menyebabkan defek lapangan pandang pada daerah superotemporal.
(7,8,9)
Gambar 3.
Struktur kelenjar hypofise
dan relevansinya dengan
posisi
5
perichiasmal region. 9
Vaskularisasi
Berasal dari anastomose pembuluh darah dari Circle of Willis. Bagian dorsal
berasal dari segmen posterior a.serebralis anterior dan sisanya bersal dari a.karotis
interna dan a.komunikans anterior. Terdapat kemungkinan juga a.komunikans
posterior, a.serebralis posterior dan a.basilaris mensuplai daerah kiasma.(7)
TRAKTUS OPTIKUS
Serabut saraf retina setelah melewati kiasma, berjalan menuju ke KGL melalui
traktus optikus. Traktus optik berawal dari bagian posterior chiasma optik,
berjalan agak ke lateral dan berlanjut ke posterior melingkari pedunkulus cerebri
( daerah ventral dari midbrain ) dan hipotalamus posterior, serta berakhir di KGL.
Terdiri dari serabut-serabut sel ganglion nasal retina pada sisi yang berlawanan dan
temporal retina pada sisi yang sama.
Setelah melewati kiasma, serabut saraf nasal inferior retina bertemu dengan
serabut saraf temporal inferior retina dan serabut saraf yang bersilangan bagian
superior akan bertemu dengan serabut saraf superior yang tdk bersilangan. Serabut
dari makula berada di superolateral, sedangkan bagian superior berada di
superomedial dan bagian inferior berada di bagian inferolateral.(7,10)
Distribusi serabut saraf traktus optik menuju pada beberapa tempat berbeda
Ada 5 tempat untuk distribusi dari serabut saraf di traktus optik yaitu KGL
(sebagian besar) , nukleus pretectal yang mengatur refleks pupil, colliculus superior
yang mengatur saccadic eye movement, pulvinar yang merupakan ekstragenikulate
visual pathway , dan ke suprachiasmatic nucleus yang mengatur circadian rhytms.(8)
Sebagian besar serabut saraf menuju ke KGL dan berperan dalam sensasi
visual; serabut ini membentuk akar lateral dari traktus optik. Sesaat sebelum saraf ini
memasuki KGL, yaitu sekitar 10 % serabut ini melanjutkan diri ke dalam brachium
quadrigeminal superior menuju ke colliculus superior dan berakhir di lapisan abu-abu
superfisial colliculus superior, serabut-serabut lainnya mencapai midbrain dan
berakhir di kompleks nukleus pretektal yang mengontrol refleks pupil dan akomodasi.
(1,7,9)
6
Vaskularisasi
Berasal dari plexus pial dan juga oleh cabang dari a.cerebralis middle.
7
Gambar .4 Proyeksi serabut saraf dari korpus genikulatum lateral ke korteks visual
Source / Type of
Type Size* Location Response Number
Information
8
the perception
of color and form (fine
details).
Very Between
K: Koniocellular
small Short-wavelength each of the
cells (or
cell "blue" cones. M and P
"interlaminar")
bodies layers
Vaskularisasi
Merupakan dual vaskularisasi yaitu dari a.koroidal anterior (cabang dari
a.karotis interna) dan a. Koroidal lateral (cabang a.cerebralis posterior). (8)
RADIASIO OPTIK
Meyer (1907) menggambarkan radiasio optik ( traktus genikulokalkarina)
menjadi Radiasio optik terdiri dari 3 kelompok serabut utama yaitu :
- Bagian superior mengandung serabut saraf yang mewakili lapangan pandang
inferior
- Bagian inferior mengandung serabut saraf yang mewakili lapangan pandang
superior
- Bagian sentral mengandung serabut saraf dari makula dan jumlahnya lebih
dari bagian superior dan inferior.
9
Meyer`s Loop
Serabut saraf superior meninggalkan KGL, berjalan langsung ke posterior
ke korteks occipital melalui korteks parietal dan berakhir di bibir atas (dorsal)
fissura kalkarina. Serabut-serabut inferior melingkari sistem ventrikular ke lobus
temporal membentuk Meyer`s Loop dan berakhir di bibir bawah (ventral)
fissura kalkarina. (2,8,9)
\
\
korteks serebral. Dikutip dari 10
Vaskularisasi
Utamanya berasal dari a.cerebralis posterior dan a.cerebralis middle. (7)
KORTEKS VISUAL
Korteks visual terbagi atas area visual primer atau V1 atau korteks striata
(Broadman`s area 17) dan area visual sekunder atau extra striata yang dikenal dgn V2,
V3,V4 dan V5(Broadman `s area 18 dan 19).
10
Area visual Primer / Korteks Striata/ Area V1/Area 17
Area visual primer menempati dinding dari sulkus kalkarina yang berada pada
permukaan medial dari hemisfere dan meluas ke korteks di atas dan dibawah sulkus.
Area 17 ini meluas ke bagian posterior sejauh daerah oksipital, dan sebagian kecil dari
daerah ini meluas ke bagian posterolateral. Bagian anterior, area 17 ini meluas ke
depan atas sulkus kalkarina sejauh sulkus parieto-oksipital; dibawah sulkus kalkarina
area ini meluas sedikit. (2,8,9)
Korteks visual primer dapat dikenal karena area ini sangat tipis dan
mempunyai karakteristik berupa adanya garis putih atau stria yang bernama Line of
Gennari di dalam daerah abu-abu . Garis putih dibentuk pada lapisan keempat dari
korteks oleh adanya serabut-serabut bermielin yang berasal dari radis optik dan
serabut di sekitarnya.(10,11)
Secara histologis korteks visual terbagi atas 6 lapisan (terlihat di gambar),
dimana tiap lapisan memiliki karakteristik dan fungsi yang berbeda-beda. Lapisan 1
cenderung tidak memiliki neuron, lapisan 2 dan 3 (lapisan supragranular) akan
mengirimkan axon ke ekstrastriata (V2,V3,V4, V5). Lapisan 4 ( granular ), yang
terbagi atas sublapisan 4A,4B,4Ca dan 4Cb, dimana lapisan 4Ca dan 4Cb adalah
tempat menerima serabut saraf dari KGL terbanyak. (11,12)
11
Gambar 7. Lapisan korteks
Gambar 8. Proyeksi serabut saraf dari korpus genikulatum lateral ke korteks primer
Vaskularisasi
Korteks visual disuplai oleh arteri serebralis posterior. Pada bagian akhir dari
anterior sulkus kalkarina terdapat arteri serebralis middle yang ikut mensuplai.
Anastomose lanjut antara arteri serebralis middle dan posterior terdapat pada
12
permukaan lateral dekat daerah posterior yang mensuplai daerah fovea. Hal inilah
yang mempengaruhi terjadinya fenomena Macular Sparing pada kelainan lapangan
pandang.(8,9)
LINTASAN PENGLIHATAN
Dari Retina ke Lobus Oksipital
Sensasi visual yang berasal dari end organ yaitu sel batang dan kerucut
dihantarkan ke otak melalui 4 unit neuron. Neuron pertama adalah sel-sel
fotoreseptor, yang melalui proses fototransduksi akan mengubah sel cahaya (foton)
menjadi impuls saraf, selanjutnya impuls dibawa ke neuron kedua yaitu sel-sel bipolar
pada lapisan nuklear dalam dengan axonnya yang berada pada lapisan plexiform
dalam. Impuls tersebut kemudian ditransfer ke neuron ketiga yaitu sel-sel ganglion
retina. Axon-axon sel ganglion tersebut membentuk lapisan serabut saraf retina dan
kemudian berjalan sepanjang nervus optik, kiasma dan traktus optik untuk mencapai
korpus genikulatum lateral dan berakhir disitu. Dari sini bermula neuron keempat
yang membawa impuls visual sepanjang radiasio optik menuju ke korteks visual yang
terletak di bagian medial lobus occipital.(8)
13
BAB III
PEMERIKSAAN DALAM NEURO OFTALMOLOGI
Riwayat oftalmik komperhensif (pertanyaan yang sesuai dengan waktu onset dan
usia pasien):
Untuk anak-anak:
1. Apakah kedua mata itu sama-sama melihat dengan baik? Apakah anak itu
memiliki mata malas, atau memiliki mata yang pernah ditambal selama lebih
dari satu hari?
2. Pada usia berapa kacamata pertama kali dibutuhkan, dan masalah visual apa
yang diperlukan kacamata?
3. Sejak usia berapa lensa kontak digunakan? Apakah mereka keras, semirigid,
atau lunak?
4. Apakah pernah ada masalah dengan penyelarasan mata?
5. Pernahkah ada operasi okular? Cedera mata? Periode nyeri mata dan
kemerahan?
6. Apakah satu atau kedua mata pernah mengalami tekanan yang tinggi?
Apakah sudah ada diagnosis glaukoma?
7. Apakah pernah ada diagnosis katarak?
8. Apakah ada defisiensi warna bawaan (untuk pasien pria)?
9. Apakah ada masalah lain: kehilangan penglihatan tepi? Gangguan membaca?
Ketakutan dipotret?
10. Adaptasi gelap yang buruk? Masalah dalam memahami gambar visual?
11. obat Ophthalmic? Obat tetes mata?
15
Riwayat keluarga penyakit mata? Cacat lahir?
1. Pernahkah ada penyakit mata berat yang diwariskan dalam keluarga?
2. Penurunan visus sangat buruk? Strabismus? Katarak? Ablasi retina?
3. Tekanan mata yang meningkat? Glaukoma? defisiensi warna buruk?
4. Atrofi optik? Kebutaan? Degenerasi makula? membaaca yang buruk bahkan
dengan kacamata di anggota keluarga lanjut usia
Riwayat medis umum (tergantung pada waktu onset dan / atau usia pasien):
1. Penyakit sistemik: Jantung? Paru-paru? Hati? Ginjal? Saluran pencernaan?
Otak? Penyakit vaskular? Tumor?
2. Operasi? Penerimaan rumah sakit? Kecelakaan? Cedera?
3. Gangguan metabolisme: gula darah tinggi? Kelenjar tiroid yang terlalu aktif?
Kolesterol Tinggi? Encok?
4. Hipertensi?
5. Tembakau, alkohol, dan / atau penggunaan narkoba?
6. Alergi?
7. Obat-obatan?
Riwayat sosial
Tingkat pendidikan, pekerjaan, Status perkawinan / jumlah anak-anak Cacat?
Menerima manfaat jaminan sosial? 22
Dalam kasus penglihatan yang menurun, ada 3 aspek dari anamnesis yang dalam,
Selain usia pasien-sangat penting dalam menentukan etiologi: (1) lateralitas
kehilangan penglihatan, (2) waktu penglihatan hilang, dan (3) gejala terkait. 23
17
Kedua, diameter pupil juga berkontribusi meningkatkan kualitas gambar pada
retina, ketika diameter steady-state pupil kecil. Pupil yang kecil mengurangi derajat
aberasi kromatik dan sferis.
Ketiga, pupil kecil meningkatkan ketajaman fokus dari sistem optik mata,
berfungsi mirip dengan efek pinhole pada lensa kamera yang digunakan untuk
fotografi. Ketika subjek melihat objek yang dekat, bukan hanya kekuatan akomodasi
yang berubah, tetapi kontraksi pupil juga membawa objek agar lebih fokus dan
meningkatkan ketajamannya. Pada beberapa pasien, respon pupil abnormal mungkin
merupakan satu-satunya tanda objektif dari disfungsi visual organik; sebagian lain,
dapat merupakan life-threatening akibat aneurisma cerebral atau tumor. Hal yang
menguntungkan adalah terdapatnya defek pupil pada afferen dan efferen dapat
ditemukan dengan cepat dan mudah di klinik dengan mengevaluasi ukuran dan reaksi
pupil.
Pemeriksaan pada pupil, sebagai bagian dari evaluasi pasien dengan
penurunan penglihatan, bertujuan untuk mendeteksi Relative Afferen Pupillary Defect
(RAPD). Pemeriksaan pada pupil mempunyai dua tujuan, pertama, untuk menemukan
disorder fungsi pupil sendiri, kedua, untuk mendeteksi disorder sistem visual afferen
dan innervasi otonom mata. Pendekatan sistemik dapat sangat membantu interpretasi
dari penemuan tersebut.
Pemeriksaan pupil memerlukan 2 sinar terang (oftalmoskop indirect dan senter
yang terang), alat untuk mengukur diameter pupil, filter densitas netral, slitlamp,
larutan kokain 5%, biasanya larutan hidroksiamphetamin 1% (lebih tersedia), tetes
mata pilokarpin 0,1% dan 1,0%, fenilefrin 2,5%.
Step pertama : Periksa apakah pupil respon terhadap cahaya
Pupil efektif diperiksa dalam ruangan gelap, kedua pupil bereaksi positif
terhadap cahaya dengan miosis. Pasien diarahkan untuk melihat jauh. Gunakan
sumber cahaya yang kuat (seperti oftalmoskop indirek) untuk menstimulasi kedua
mata secara bersamaan. Jika kedua pupil terlihat berkonstriksi secara simetris,
lanjutkan ke langkah kedua. Tapi jika satu atau kedua pupil tidak bereaksi, keadaan
patologis ini membutuhkan pemeriksaan lanjut lanjutkan ke langkah keempat. .
Step kedua : Bandingkan ukuran kedua pupil
Pemeriksaan ini untuk mengetahui fungsi dari jalur efferen, jika terdapat
anisokoria, ulangi dengan iluminasi yang lebih kuat.
18
Step ketiga : Lakukan swinging flash light test
Langkah ini untuk membandingkan respon afferen dari kedua pupil. Jika
pupil tidak bereaksi baik terhadap cahaya maka tes ini tidak dapat dilakukan. Jika
ditemukan anisokoria, maka tes yang dibutuhkan akan berbeda. Pengalaman
menemukan bahwa jika terdapat perbedaan diameter pupil interokular 0,5 mm atau
lebih maka tes ini paling baik dilakukan dengan menilai gerakan pupil yang lebih
memiliki respon terhadap cahaya, membandingkan respon langsung dan tidak
langsungnya.
Step keempat : Memeriksa penemuan patologis.
Setelah menyelesaikan 3 langkah utama, maka keadaan patologis yang
mungkin terjadi adalah :
1. RAPD
2. Anisokoria dengan respon normal kedua pupil
3. Defisit monokular atau bilateral terhadap respon cahaya.
19
pupil pada mata lainnya ketika cahaya dipindahkan ke mata tersebut. Jika cahaya
terlalu terang, pupil tidak akan mengalami re-dilatasi atau escape dan kita akan
melihat gerakan pupil yang minimal ketika cahaya dipindahkan. Jika hal ini terjadi,
maka intensitas cahaya dapat dikurangi, atau dapat dengan mengurangi jarak antara
mata dan cahaya menjadi 3 atau 4 inchi, kemudian tes ini dapat dilanjutkan. Cara
lainnya adalah meningkatkan interval gelap dengan melewatkan cahaya di bawah
hidung pada saat cahaya dipindahkan.
Menyeimbangkan respon pupil dengan filter untuk menyediakan unit log
RAPD dilakukan dengan memberikan filter densitas netral pada mata dengan respon
yang baik dan mengulangi tes. Jika masih terjadi asimetri, densitasnya ditingkatkan
sampai tercapai keseimbangan amplitudo pupil terhadap cahaya. Kadang-kadang
asimetri yang sangat kecil ditemukan (misalnya defek log < 0,3 pada mata kiri) dan
pemeriksa tidak yakin apakah kelainan ini disebabkan oleh kelainan fisiologis (hippus
atau variabilitas respon) atau RAPD. Pada kasus ini, konfirmasi dapat dilakukan
dengan membandingkan RAPD kedua mata dengan filter log 0,3 (pada subjek normal,
RAPD yang kecil akan terangsang pada mata yang menggunakan filter). Pada pasien
tanpa RAPD, asimetri yang sama akan tampak pada kedua mata. Pada pasien dengan
RAPD yang kecil, filter log 0,3 akan menambah RAPD pada mata dengan filter dan
akan terminimalisir (atau mengalami netralisasi) ketika filter diletakkan pada mata
lainnya.
Studi terbaru menggunakan pupillografi komputerisasi untuk lebih unit log
suatu RAPD telah menunjukkan bahwa beberapa subjek dengan dengan pemeriksaan
dan lapangan pandang normal juga dapat memiliki 0,3 unit log RAPD. Sehingga
penemuan secara tidak sengaja terhadap RAPD yang kecil pada pasien tanpa keluhan
dan pemeriksaan lainnya normal dapat diabaikan.
20
RAPD positif berarti terdapat perbedaan antara dua mata dalam jalur afferen
akibat dari penyakit retina atau nervus optik. Jika sinar yang digunakan cukup terang,
bahkan katarak yang padat atau sikatriks kornea tidak akan menghasilkan RAPD jika
retina dan nervus optik sehat. Sebagai contoh, tes ini dapat dilakukan untuk menilai
retina dan nervus optik walaupun terdapat katarak yang padat.
Pada glaukoma jika pemeriksaan lain sudah tidak dapat dilakukan (seperti
tes lapangan pandang), mendeteksi RAPD dapat sangat berguna dalam menilai
kerusakan nervus optik pada salah satu mata, walaupun penglihatan pada kedua mata
tersebut sama.
Langkah-langkah Swinging light test:
Gunakan senter terang dan fokus. Lakukan tes ini dalam ruangan redup. Jika
ruangan terlalu gelap akan sulit untuk mengamati respon pupil, terutama pada
mata berpigmen.
Minta pasien melihat objek yang jauh dan tetap kepada objek tersebut.
Gunakan snellen chart, atau gambar. Ini untuk mencegah respon pupil-dekat
( kontriksi pupil saat melihat objek dekat). Ketika melakukan tes ini, mata
harus tetap pada fiksasinya.
Gerakkan senter dari satu mata ke mata lain sehingga sorotan sinar langsung
mengenai /setiap mata. Jangan mengayunkan sinar melalui aksis sentral
(misalnya dengan memegangnya di depan hidung pasien) karena hal ini dapat
merangsang refleks dekat.
Jaga agar sumber cahaya pada jarak yang sama pada setiap mata agar stimulus
yang diterima oleh tiap mata sama
Biarkan sorotan cahaya selama 3 detik pada mata pertama. Hal ini membuat
ukuran pupil stabil. Perhatikan apakah pupil bereaksi cepat terhadap cahaya
dan berkonstriksi penuh. Perhatikan juga apakah pupil pada mata sebelahnya
berkontriksi cepat?
Pindahkan senter dengan cepat ke mata sebelahnya. Tahan selama 3 detik.
Perhatikan juga apakah pupil tetap dalam ukuran yang sama, atau menjadi
lebih besar. Perhatikan juga apa yang terjadi pada mata sebelahnya.
Lakukan pengulangan tes, amati apa yang terjadi pada pupil di kedua mata
ketika kedua mata tersebut disinari secara bergantian.
21
A. B.
Gambar 10. A. Pemeriksaan pada mata yang tidak memiliki RAPD B. Mata kiri
dengan optik neuropati yang menghasilkan RAPD.
Keadaan Khusus
1. Hippus
Pupil normal, terutama pada orang muda, kadang-kadang
memperlihatkan fluktuasi ukuran (kurang dari 1 mm) bahkan ketika sinar yang
diberikan konstan. Ini disebut hippus dan hal ini dapat menyulitkan
pemeriksaan RAPD.
2. Pupil non-reactive
RAPD masih dapat dideteksi bahkan jika pupil tidak dapat berubah
ukuran (fixed pupil), karena trauma, sinekia posterior, atau karena penggunaan
tetes mata sebelumnya.
22
Gambar 11. RAPD pada optik neuropati dan nonreaktif pupil.
3. Makulopati
Gambar 12. Perkiraan distribusi unit log RAPD yang diharapkan untuk kehilangan
input retina, dengan mata satu yang normal
23
Anisokoria dengan Kedua Pupil Bereaksi Normal terhadap Cahaya
Tes Dilatasi
Tes dilatasi digunakan untuk membedakan kecepatan dilatasi kedua pupil
setelah menghilangkan stimulus cahaya terang. Ini menentukan apakah terdapat
masalah pada inervasi simpatis pupil.
Ketika pupil berdilatasi dengan baik dan tidak ada perbedaan kecepatan antara
keduanya, anisokoria yang terlihat bersifat fisiologis. Anisokoria fisiologis lebih dari
1 mm sangat jarang, sehingga diperlukan tes kokain jika diperlukan, juga, ketika pupil
yang lebih kecil berdilatasi dengan lambat, maka tes kokain diindikasikan.
Tes Kokain dan Hidroksiamfetamin
Tes kokain diindikasikan pada tiga situasi :
1. Anisokoria lebih dari 1 mm dengan reaksi pupil normal
2. Pupil kecil dan berdilatasi lambat
3. Ptosis ipsilateral terhadap pupil yang lebih kecil (suspek sindrom Horner)
24
Gambar 13. Sindrom Horner pada sisi kanan, sebelum dan setelah tes kokain
Tetes mata kokain digunakan pada kedua mata (semua tes farmakologis pupil,
harus dilakukan pada kedua mata, agar dapat membandingkannya). Tes kokain dapat
membedakan anisokoria fisiologis dan sindrom Horner. Pada kasus dengan hasil yang
meragukan, tes ini sebaiknya diulang. Di Amerika Serikat, dimana tes ini secara acak
digunakan pada pekerja, pekerja yang telah dites dengan kokain diberikan sertifikat
yang menyatakan bahwa mereka telah terekspos kokain sebagai bahan tes medis.
Setelah tes kokain dilakukan, juga sebaiknya dilakukan penetesan fenilefrin
5% atau 10% untuk melebarkan pupil yang miosis. Hal ini penting untuk meyakinkan
bahwa pupil yang gagal berdilatasi bukan akibat otot pupillodilator yang bermasalah
(seperti pupil tonik Adie yang sudah lama atau akibat sikatriks atau sinekia).
Fenilefrin dapat membedakan pupil miosis akibat sindrom Horner atau akibat mekanis
(adesi atau sinekia). Pupil miosis akibat sindrom Horner akan berdilatasi cepat
sedangkan pupil miosis akibat mekanis tidak akan melebar.
Konsentrasi rendah fenilefrin (sekitar 2%) lebih tepat dipakai untuk
mendeteksi kelemahan dilator pupil. Pada bayi, kadang ditemukan anisokoria dengan
refleks pupil baik dan tanpa ptosis yang menetap setelah penetesan larutan kokain.
Jika anisokoria menetap setelah penetesan fenilefrin 2,5%, maka dapat disimpulkan
bahwa dilator pupil pada pupil yang lebih kecil mengalami hipoplasia. Ini kelainan
yang ringan dan tidak berhubungan dengan abnormalitas segmen anterior, serta dapat
membaik seiring dengan waktu.
25
Agen adrenergik indirek lainnya, seperti hidroksiamphetamin 1% atau 2,5%
tyramin, menstimulasi pelepasan noradrenalin kedalam katup sinaps di ujung terminal
saraf dari rantai simpatis (bagian post-ganglion dari jalur okulosimpatis). Obat ini
hanya berefek jika ujung saraf intak dan berfungsi baik. Jika lesi mengenai neuron ini
maka pupil Horner tidak akan berdilatasi terhadap hidroksiamfetamin. Jika lesi yang
menyebabkan sindrom Horner melibatkan jalur simpatis sentral atau preganglion,
dilatasi pada pupil Horner dan pupil yang sehat. Tes ini dilakukan setelah 24-72 jam
setelah tes kokain atau apraclonidin. Setelah 45 penetesannya, efek midriatik akan
timbul seperti pada tes kokain. Jika kedua pupil berdilatasi dengan baik, maka
kehilangan fungsi adrenergik dapat dikaitkan dengan kerusakan neuron ketiga
(terminal) pada jalur simpatis, misalnya di atas ganglion servikalis superior pada
rantai simpatis.
Tes Apraclonidin
Apraklonidin merupakan reseptor-alfa agonis dengan aktifitas alpha-2 yang
kuat dan alpha-1 lemah. Pada pupil normal, aktifitas presinap alfa-2 dapat
mengurangi produksi dan pelepasan norepinefrin di junction, yang akan menghasilkan
pupil lebih kecil dari biasanya. Pada mata yang mengalami denervasi simpatis, terjadi
upregulasi reseptor post-simpatik alfa-1 menghasilkan denervasi supersensitifitas. Ini
diperlihatkan oleh dilatasi pupil Horner sebagai respon terhadap agonis adrenergik
lemah. Teteskan 1 tetes aprakloniidin 0,5% atau 1% di setiap sakkus konjungtiva,
tunggu selama 30 menit. Midriasis ( 1-4,5 mm ) pada pupil yang miiosis merupakan
tanda positif denervasi supersensitifitas dan pada kebanyakan kasus pupil yang miosis
akan tampak lebih besar, menghasilkan “anisokoria terbalik”. Penemuan ini
merupakan diagnostik sindrom Horner. (Purvin V 2006, Kawasaki 2004)
26
Gambar 14. Terdapat retraksi kelopak mata dan peningkatan ukuran pupil setelah pemberian
apraklonidin di kedua mata pada pasien cocain-confirmed Horner syndrom. Terjadi
“anisokoria terbalik”
Gambar 15. Sifat pupil pada pupillotonia. Tidak terdapat reaksi pupil (atas), sementara
refleks dekat dengan mudah dapat dideteksi meskipun terlambat (bawah).
Pemeriksaan Okulomotor
Defek monokular pada refleks pupil menimbulkan kecurigaan terhadap parese
nervus III. Sementara defisit bilateral disertai palsi gerakan vertikal dihubungkan
dengan sindrom Parinaud.
27
Pemeriksaan Slit-lamp
Slit-lamp dapat mengevaluasi anatomi pupil dan iris, terutama terhadap
adanya atropi sfingter atau kerusakan akibat trauma. Pemeriksa sebaiknya
memperhatikan apakah terdapat gerakan spontan sfingter terhadap cahaya atau apakah
hanya sebagian sfingter yang berkontraksi. Re-dilatasi lambat pada pupil yang
konstriksi dapat terlihat pada slit-lamp dan membantu mengkonfirmasi gejala tonik
dari pupil Adie.
Tes Pilokarpin 1% dan 0,1%
Tes dengan pilokarpin konsentrasi lemah (0,1%) digunakan ketika diagnosis
pupil tonik tidak dapat dikonfirmasi melalui slit-lamp. Pupil tonik memiliki
karakteristik denervasi hipersensitivitas terhadap rangsangan kolinergik. Pengunaan
pilokarpin lemah sebaiknya dilakukan lebih dulu sebelum pemeriksaan lain yang
mengganggu permeabilitas kornea.
Tes pilokarpin konsentrasi tinggi diindikasikan bila pupil tidak bereaksi
terhadap cahaya, usaha akomodasi maksimal, atau pilokarpin lemah. Jika pilokarpin
kuat gagal dalam mengkonstriksi pupil, maka terdapat masalah pada iris/pupil
tersebut. Jika obat-obatan antikolinergik (seperti atropin atau scopolamin)
menyebabkan dilatasi pupil, maka pilokarpin 1% tidak akan menyebabkan konstriksi
pupil (tes positif). Pada pasien dengan paralisis okulomotor, pilokarpin 1% akan
menyebabkan miosis.
28
Gambar 16. Respon pupil pada status normal dan gangguan klasik pupil selama pemeriksaan
rutin. A. Memeriksa anisokoria dan refleks pupil. B. Respon tehadap swinging flashlight tes
dengan fungsi aferen normal. C. Respon pada gangguan jalur refleks aferen monokular. 1.
Pemeriksaan pada ruangan gelap; 2 pemeriksaan dengan cahaya terang; tidak ditemukan
anisokoria, dan respon normal atau tanda dari defek aferen;3,4 perbandingan interokular
refleks cahaya selama swinging flashlight test dan tidak ada RAPD; 5,6 RAPD pada mata
kiri; 7-12 respon pupil pada kasus dengan dilatasi pupil pada mata kanan yang tdk berespon
terhadap cahaya; 9,10 tdk ada RAPD; 11-12 terdapat RAPD pada mata kanan.
29
FUNDUSKOPI
Evaluasi papil nervus optik dapat dilakukan menggunakan funduskopi direk
dan indirek. Juga dengan menggunakan lensa +78D, +66D, +60D dan +90D.
Pemeriksaan papil nervus optik harus dilakukan dalam keadaan pupil dilatasi
maksimal. Pemeriksaan monokular hanya untuk menilai perubahan warna
neuroretinal rim dan optik diskus sehingga didapatkan perbandingan cup disc ratio
(CDR), sedangkan untuk menilai bentuk, topografi dan gambaran yang lebih
mendetail dari papil nervus optik haruslah dengan pemeriksaan binokular
(stereoskopik).
Pemeriksaan menggunakan slit lamp biomikroskopi dengan menggunakan
lensa condensing indirek (+78D, +66D, +60D, dan +90D) memiliki kelebihan
stereoskopik dan magnifikasi, tetapi kurang nyaman bagi pasien. Bayangan yang
terbentuk terbalik 180o dengan gambaran yang didapatkan pada pemeriksaan. Lensa
+78D dan +66D memberikan gambaran yang lebih luas dalam menilai segmen
posterior. Lensa +60D memberikan gambaran magnifikasi tetapi lapangan pandang
yang lebih kecil. Dan lensa +90D memberikan lapangan yang lebih luas dan
magnifikasi yang lebih kecil, baik digunakan bila pupil tidak dilatasi. (1,7)
30
yang sama, disarankan menggunakan slit lamp biomikroskopi dengan lensa +90D
atau +78D.
Papil nervus optik berbentuk bulat atau oval ‘plughole’ dimana mengandung
ratusan serabut saraf retina yang menembus lamina kribrosa. Serabut saraf retina ini
selanjutnya akan bersatu dalam nervus optik dan berlanjut hingga ke otak. Serabut
saraf retina keluar dari margin cup hingga margin diskus (membentuk skleral ring).
Cup merupakan area sentral dari neuroretinal rim. Tepi cup akan terlihat jelas saat
terlihat pembuluh darah yang melengkung (bend) keluar dari cup.
31
Gambar 18. Papil Nervus Optik Normal
Kebanyakan diskus normal lebih oval arah vertikal, dan cup lebih oval arah
horizontal. Sebagai tambahan, papil nervus optik mengikuti ISNT rule : Inferior
(bawah) rim biasanya lebih tebal dibandingkan Superior (atas) rim, Nasal rim lebih
tipis dari Superior rim, dan Temporal rim merupakan lapisan yang paling tipis. (3,6,7)
32
pada penderita miopia, dan akan lebih kecil pada penderita hipermetropia (perbedaan
lebih dari 5.0 D).
Ukuran diskus optik juga dipengaruhi ras (etnik). Caucasian memiliki ukuran
diskus yang lebih kecil dibandingkan ras Afrika Baltimore Eye Study (2004) ukuran
diskus optik pada orang dewasa kulit putih berkisar 1.15 - 4.94 mm 2, sedangkan pada
orang dewasa kulit hitam sekitar 0.90 – 6.28 mm2. Penelitian pada populasi Indian
juga didapatkan hal yang sama yakni sekitar 2.25 – 3.37 mm2. (6,7)
Gambar 20. Variasi ukuran dikus optik pada populasi normal. (A)Kecil.
(B)Rata-rata. (C)Besar.
Dimana ukuran cup sesuai dengan ukuran diskus. (6)
Optik diskus yang besar memiliki neuroretinal rim yang lebih banyak pula bila
dibandingkan dengan optik diskus yang lebih kecil. Pada diskus yang kecil biasanya
serabut saraf lebih tumpang tindih dan lebih banyak rongga pada lamina kribrosa.
Ukuran diskus optik juga berhubungan dengan anamali morfologi tertentu.
Optik diskus yang kecil dapat ditemukan pada drusen papil nervus optik, non-arteritic
AION, dan pseudopapiledema. Sedangkan optik diskus yang besar dapat ditemukan
pada miopia tinggi, morning glory sindrom, koloboma diskus optik. Perbedaan > 2
mm2 standar deviasi normal dikatakan makro-diskus, dan perbedaan < 2 mm 2
dikatakan mikro-diskus. (7,8,9)
Gambar 21. (A)Drusen papil nervus optik. (B)Koloboma diskus optik. (7)
33
Bentuk
Normalnya papil nervus optik lebih oval vertikal dibandingkan horizontal
sekitar 7-10%. Bentuk papil nervus optik tidak dipengaruhi tinggi, berat, dan jenis
kelamin. Bentuk abnormal papil nervus optik ada hubungan dengan ambliopia dan
astigmat kornea. Gambaran papil nervus optik yang bergeser di satu sisi (tilted) sering
didapatkan pada pasien dengan miopia tinggi. Orientasi tilted papil nervus optik yang
paling sering adalah kuadran temporal dan inferior. Papil nervus optik pada miopia
astigmat >8D lebih lonjong dan oblik, Nampak traksi asimetrik pada diskus sehingga
dicurigai dapat menyebabkan glaucoma.
Gambar 22. (A,B) Variasi bentuk papil nervus optik pada orang normal. (C) Papil nervus optik
pada miopia tinggi (9)
Gambar 23. Margin diskus terlihat pada arah panah putih (3)
34
- Tipe I : small tunnel shaped
- Tipe II : temporal silinder
- Tipe III : central-through shaped
- Tipe IV : temporal atau central dengan nasal step wall dan
sloping temporal margin
- Tipe V : developmental anomalies
Optik cup
Optik cup normal lebih oval horizontal dibandingkan vertikal, dengan
diameter 8% lebih panjang. Bentuk konfigurasi ini menjelaskan mengapa neuroretinal
rim normal paling luas pada regio inferior dan superior dibanding regio nasal dan
temporal diskus optik. Cup Disc Ratio (CDR) tergantung dari perbandingan ukuran
optik cup dan ukuran diskus.
Gambar 24. (A)Neuroretinal rim (NRR) normal. (B) Marking tepi NRR dan optik cup. (C) Optik
nerve glaucomatous (11)
Ada empat tipe optik cup normal yang sering ditemukan, yakni:
-Tidak ada cupping
- Batas cup jelas dengan tepi datar
- Batas cup dengan sloping temporal NRR
- Optik cup dengan sloping seluruh NRR (Inferior, superior, nasal dan temporal)
35
Gambar 25. Ilisutrasi optik cup. (A) Normal. (B) Perubahan kedalaman optik cup. (C) Shelving
optik cup. (D) Ekskavakasi unipolar. (E) Ekskavakasi bipolar (12)
36
Pasien membaca huruf jarak 1 meter dengan iluminasi yang cukup dan
konstan, biasanya dimulai dari kontras tinggi sampai tidak dapat membaca 2-3 huruf
pada 1 baris (setiap baris terbagi dalam 2 variasi kontras). Score 2,0 berarti normal
kontras sensitivity (100 %) ,skor dibawah 1,5 menujukkan adanya visual impairment
dan score dibawah 1 menunjukkan visual disability
Perangkat lain, lebih canggih juga dapat digunakan untuk menguji sensitivitas
kontras Anda. Perangkat ini sering menggunakan target disebut kisi-kisi sinus-
gelombang yang terdiri dari sejumlah fuzzy, palang sejajar terang dan gelap. Bar ini
dapat bervariasi lebar (frekuensi spasial) serta kontras dari target target, untuk
memberikan evaluasi yang lebih menyeluruh tentang bagaimana sensitif mata dengan
perbedaan kontras.
Beberapa tes kisi gelombang sinus termasuk sumber cahaya terang yang dapat
diarahkan mata selama tes untuk mensimulasikan situasi silau seperti melaju lampu
pada malam-mengemudi.
37
(1) (2)
(3) (4)
Uji CSV-1000Rs (2) digunakan secara luas untuk skrining pasien bedah
refraktif. Tes menyajikan ETDRS LogMAR ketajaman antara 20/10 akan 20/100 dan
satu baris frekuensi spasial pada 12 siklus / derajat.
Pasien dapat dengan mudah diputar di kursi pemeriksaan untuk ETDRS ketajaman
dan sensitivitas kontras. Jika defisit sensitivitas kontras ditemukan, pengujian ulang
pasien dengan semua empat frekuensi spasial menggunakan CSV-1000E dianjurkan.
Uji CSV-1OOOS (3) banyak digunakan untuk evaluasi katarak. Tes ini
menyajikan ketajaman visual standar dari tahun 15 / 20-20 / 200, dua baris frekuensi
spasial (6 dan 12 siklus / derajat) dan adegan sopir nyata-dunia.
Tes ini sangat berguna untuk dokumentasi katarak karena menyediakan skor
ketajaman standar, skor ketajaman fungsional dan simulasi dunia nyata. Dunia nyata
adegan merupakan alat pendidikan yang sangat baik untuk menunjukkan fungsional
kehilangan penglihatan katarak untuk kedua pasien dan keluarga pasien sebelum
operasi katarak.
Uji CSV-lOOOSLanC (4) menyediakan tes yang sama sebagai standar CSV-
1OOOS, kecuali bahwa uji ketajaman disajikan dalam format Landolt C. Tes ini
sangat berguna ketika menguji pasien yang tidak bisa membaca abjad Inggris.
39
Gambar 27. Isihara plate
Kebanyakan tes lempeng pseudoisochromatic didesain untuk mengidentifikasi
observer dengan defek color vision kongenital yang terkait kromosom X. Pemilihan
warna dioptimalkan untuk melihat gangguan diskriminasi warna tertentu yang didapat
pada defek kongenital ini, dan tes ini dapat dilakukan dengan cepat dan sukses
mendeteksi 90%-95% observer dengan defek color tetapi tidak efektif untuk
mengklasifikasikan defisiensinya. Tes Lempeng pseudoisochromatic kurang baik
untuk mendeteksi defek color vision dapatan. Biasanya pada pasien ini akan cukup
memperlihatkan abnormalitas warna sebelum didapat gagal pada tes lempeng. Saat ini
lempeng pseudoisochromatic telah didesain khusus untuk defek color vision dapatan,
namun efisiensinya masih belum jelas.
Ishihara tes adalah cara yang umum digunakan, efektif untuk menyaring
penglihatan warna. Iluminasi harus disediakan berupa lampu meja dengan cahaya
yang cukup. Setiap mata diuji secara terpisah. Plate dipegang pada jarak 75 cm dan
setiap lempeng diberikan pada waktu 3 detik. Pasien dengan penglihatan miskin 6/60
mungkin masih bisa melihat pelat kendali Ishihara. Dalam versi 16 plate, 3 kesalahan
dianggap normal. Plate demonstrasi harus dilihat oleh semua pasien. lembar respons
yang diharapkan standar untuk kekurangan warna merah-hijau disediakan dengan
tes.22
The HRR (hardy-Rand-Rittler plates) Pseudoisochromatic Plate Sangat
efektif untuk pemeriksaan buta warna.
1. Empat plate pertama digunakan untuk menunjukkan kepada pasien bagaimana
tes bekerja.
2. Lima plate berikutnya (screening series) menunjukkan paling banyak kesulitan
pada protan, deutan and tritan (red, green, yellow, and blue) targets.
3. Keberhasilan pada plate ini menunjukkan subjek memiliki normal color vision.
4. 14 plates berikutnya adalah diagnostic series and menyediakan diagnosis yang
lebih mendalam(mild, medium or strong) and type of defect (Protan, Deutan,
Tritan).
40
Gambar 28. Hardy-Rand-ritler
Diskriminasi
Pemeriksaan klinik dari kemapuan mendiskriminasikan warna (color
discrimination) dilakukan dengan membuat beberapa tes yang membutuhkan observer
untuk mengatur satu set contoh berdasarkan kemiripannya. Bila contoh warna
diletakkan berdekatan, maka tugas ini menjadi satu dari fine chromatic discrimination
(contoh Farnsworth-munsell 100-hue test). Tes-tes ini biasanya memakan waktu lama.
Bila contoh warna diletakkan berjauhan, maka tes mengevaluasi kebingungan antara
contoh yang tampak dengan observer normal (contoh Farnsworth panel D-15).
Beberapa tes dapat dilakukan dengan cepat dan bahkan dapat digunakan untuk
skrening. Penatalaksanaan tes dapat menggunakan contoh yang berbeda hanya dalam
chromaticity hingga tes diskriminasi hue, hanya pada luminasi untuk tes diskriminasi
kecerahan (ligthness discrimination), atau hanya dalam keabu-abuan untuk tes
41
diskriminasi saturasi. Penatalaksanaan tes mudah dilakukan tetapi membutuhkan
konsep pengaturan abstrak, keterampilan manual dan kesabaran. Oleh karena itu, tes
ini kurang cocok untuk digunakan pada anak-anak dibawah umur 10 tahun.
Tes pengaturan yang paling terkenal adalah Farnsworth_munsell 100-hue test.
Tes ini memeberikan 84 cap yang berbeda dalam hue tetapi konstan dalam kecerahan
dan saturasi. Tes panel termasuk Farnsworth Panel D-15 dan Farnswort-Munsell
100-hue test ini lebih akurat dalam mengklasifikasikan defisiensi warna. Farnsworth-
Munsell 100-hue test sangat sensitive karena perbedaan hue antara tablet diatasnya
mendekati minimal, yang dapat dikenali oleh observer (1-4 nm). Karena
spektrumnyadibagi menjadi 4 bagian selama pemeriksaan dan pasien diminta
membedakan antara gradasi warna yang berbeda. Tes ini sangat melelahkan dan
memakan waktu.
Observer dengan defek penglihatan warna kongenital membuat kesalahan
karakteristik dalam tes pengaturan karena kemampuan diskriminasi chromatic maka
melemah atau hilang pada aksis tertentu dari ruang chromaticity. Pada defek
penglihatan warna dapatan, maka hilangnya dapat lebih bervariasi.
42
The farnsworth panel D-15 merupakan tes yang lebih mudah untuk
penggunaan klinik karena terdiri dari satu kotak yang berisi 15 tablet warna. Tes ini
tidak terlalu sensitive dan dapat saja tidak mendeteksi individu dengan gangguan
warna ringan, namun kecepatan dan akurasinya sangat berguna. Tes ini kemungkinan
tes warna yang sangat berguna dalam menilai penyakit retina karena dapat
mendiskriminasikan dengan baik antara defek kongenital dan defek dapatan.
Test Illuminants
Tes lempeng dan tes diskriminasi yang telah dijelaskan di atas menggunakan
material yang memantulkan cahaya (reflective) sebagai objek tes warna. Warna yang
sebenarnya diberikan pada pasien tergantung pada iluminasi cahaya tes dengan
menggunakan dengan bahan yang reflektif. Tes lempengpseudoisochromatic asli di
desain untuk dilihat dalam pencahayaan siang hari pada daerah utara. Cahaya siang
hari yang diinginkan telah distandarisasi iluminasinya (disebut Illuminat C atau
Illuminant D65) yang menstimulasi spektrum dari keadaan siang menjelng sore.
Harus diingat bahwa lampu fluorescen siang hari yasng konvensionsal tidak benar-
benar sama dengan cahaya siang hari sehingga tidak sesuai iluminasinya dalam tes
color vision.
Color matching
Pada percobaan color-matching, observer normal harus dapat memiliki tiga
warna primer untuk mencocokkan tes warna. Percobaan ini membutuhkan peralatan
optik yang rumit dan penentuan tiga warna primer bukan berdasarkan intuisi.
Instrumen yang dapat dipakai untuk mengevaluasi kecocokan ini disebut
anomaloscopes dan warna-warna yanag cocok disebut equations.
Penggunaan Anomaloscopes
Instrumen yang paling akurat untuk mengklasifikasikan defek warna merah-
hijau kongenital adalah anomaloscope, namun alat ini belum banyak digunakan.
Pasien melihat layar yang terputus-putus dan diminta untuk mencocokkan warna
kuning yang tampak dan dibagian lain, diminta untuk mencapur proporsi cahaya
merah dan hijau. Individu dengan defisiensi warna merah-hijau akan memberikan
proporsi warna yang abnormal untuk mencocokkannya.
Walaupun pemeriksaan color-matching lebih sederhana dibandingkan
prosedur laboratorium color-matching biasanya, namun anomaloscope tidak mudah
43
digunakan dengan tepat, anomaloscopes dapat menjadi instrumen diagnostik yang
sangat baik.
45
tidak ada maka pasien sebaliknya dirujuk ke laboratorium psikofisik spesialis
dalam penglihatan warna
Lapangan pandang dapat meliputi daerah sentral yang diukur dengan tes
ketajaman penglihatan dan daerah perifer yang diukur dengan cara berbeda dan
memberikan gambaran yang berbeda dari fungsi penglihatan, yaitu dengan tes
Perimetri
Berbagai macam metode telah digunakan untuk mengetahui bagaimana fungsi
penglihatan melalui melihat lapangan pandang. Tekhnik yang sederhana dapat berupa
Tes Konfrontasi, Amsler Grid , sedangkan Tes Perimetri menggunakan metode yang
lebih kompleks .
Perimetri sebagai metode untuk memeriksa lapangan pandang, berdasarkan cara
kerjanya dibagi menjadi 2 bagian yaitu
1. Perimeter Kinetik
Termasuk didalamnya adalah Tangent Screen Test dan Perimeter Goldmann .
Semua ini dilakukan secara manual, dan sangat bergantung kepada
kemampuan operator sebagai pemeriksa.
2. Perimeter Statik
Perimeter statik umumnya akan dioperasikan oleh komputer. Perimeter
Humprey adalah contoh yang paling terkenal, disamping Perimeter Octopuss
dan perimeter Dicon.
Pada perimeter Statik, setiap titik yang berbeda dalam lapangan pandang
ditentukan sensitivitasnya dengan menggunakan stimulus yang tidak digerakkan.
Stimulus hanya akan bertambah intensitas cahaya dan ukurannya mulai dari yang
paling terlemah dan terkecil sampai dapat terlihat pertama kali oleh pasien, yang akan
mengindikasikan batas ambang dari setiap titik dari area dalam lapangan pandang.
Threshold / ambang batas diartikan sebagai angka yang menunjukkan
sejumlah 50 % kemungkinan suatu titik dalam area lapangan pandang untuk
menangkap suatu stimulus dimana titik tersebut mempunyai daerah batas tertentu
yang akan diukur dalam dB atau asb.
Gambar 32. Threshold = 50 % log stimulus luminance dari 100% probability of seeing
47
Gambar 33. Stimulus pada perimeter kinetik yang tetap ukuran dan intensitasnya akan
digerakkan sedangkan perimetri statik tidak digerakkan tapi intensitas cahayanya akan
bertambah
48
Cara kerja :
Pasien didudukkan didepan layar sejauh 1 meter. Tutup satu mata dan mata
harus sejajar dengan objek di sentral layar . Ruangan yang dipergunakan harus agak
gelap . Tongkat digerakkan dari perifer (area yang tidak terlihat ) menuju kesentral
dengan kecepatan 5° perdetik. Pada prinsipnya dokter akan menandai daerah yang
dapat terlihat dan tidak terlihat dari pasien sehingga akan didapatkan sejumlah titik
yang menggambarkan peta lapangan pandang dari pasien. Setiap titik yang telah
diberi tanda lalu dihubungkan sehingga mendapatkan isopter yaitu batas terluar yang
masih dapat dilihat atau terdapatnya skotoma dari pasien tersebut.(8)
Perimetri Goldmann
Beberapa tahun terakhir ini standar pemeriksaan lapangan pandang adalah
perimetri klinis yaitu perimeter Goldman atau perimeter Humprey, dimana perimetri
klinis ini dalam pemeriksaan lapangan pandang bertujuan untuk mengidentifikasi
49
adanya defek lapangan pandang dan sebagai pemeriksaan kuantitatif untuk follow up
penyakit, khususnya penyakit glaukoma.
Perimeter Goldmann adalah alat yang berbentuk setengah kubah dengan warna
latar belakang putih dan berjari-jari 30 cm. Sebuah alat yang dapat digerakkan dan
memancarkan cahaya target ke dalam kubah dengan jarak 30 cm dari kornea yang
secara kontinyu atau berkala dengan ukuran yang berbeda-beda serta intensitas yang
berbeda pula. Pemeriksa akan mengamati pasien melalui sebuah teleskop dan pasien
akan merespon stimulus melalui sebuah tombol. (1,5,9)
50
otomatis yang dapat mengukur besarnya fungsi ketajaman visual pada tiap titik
berbeda dalam area lapangan pandang.
Pada perimeter Goldmann, digunakan target yang ukuran serta intensitas yang
telah ditetapkan yang akan menentukan batas dan ambang (threshold) dari lapangan
pandang. Perimeter ini menggunakan pencahayaan latar belakang (background
luminance) sebesar 31,5 asb.
Stimulus ini akan digerakkan dari area yang tidak dapat dilihat (infratreshold) ke
area yang yang dapat terlihat (supratreshold). Selanjutnya dilakukan pada beberapa
tempat berbeda. Titik-titik sepanjang batas terluar dari lapangan pandang didapatkan
dengan mencari kemampuan pasien untuk melihat stimulus terlemah ( threshold ).
Garis yang menghubungkan titik-titik yang memiliki batas ambang ( threshold ) yang
sama atau batas daerah antara yang terlihat dan yang tak terlihat disebut isopter.
(1,7,9)
PERIMETRI HUMPHREY
Perimetri Humphrey didesain menyerupai kondisi perimetri Goldmann.
Sehingga kedua alat ini memiliki jarak view yang sama yaitu 33cm, background
luminance yang sama yakni 31,5 asb, ukuran target yang sama dengan penunjukan
yang sama yakni I-IV, dan intensitas dari perimetri Humphrey dapat dengan mudah
dikonversikan ke perimetri Goldmann. Rentang target luminance mungkin lebih besar
pada Humphrey dibanding Goldmann.10,14
Perimetri Humphrey dengan hasil pemeriksaan yang begitu lengkap dan akurat
akan dapat:10,19
52
- Menentukan adanya kelainan lapang pandangan
- Menentukan derajat kelainan lapang pandangan
- Melihat adanya defek karena penyakit glaukoma yang masih ringan
( Early glaucomatous defect ) dan progresifitasnya
Pada primetri Humphrey juga disertakan hasil statistik yang disebut visual
field indices untuk memberikan gambaran penurunan sensitivitas yang generalisata
atau luas (Mean deviation/MD), penurunan sensitivitas yang terlokalisir (Pattern
standard deviation/PSD), hilangnya lapang pandangan sebagai akibat dari kerusakan
asimetris lapang pandangan superior dan inferior yang merupakan karakteristik
glaukoma (glaucoma hemifield test/GHT), serta progresi lapang pandangan
(glaucoma progression analysis/GPA) dan tingkat progresitivitas (Glaucoma
progression index/GPI).3
Walau dengan segala keuntungan tersebut diatas, perimetri otomatis ini juga
memberikan kerugian karena perlu pembelajaran serta berbagai macam data yang
diperlukan dan interpretasinya yang sangat sulit.6,10
Pencahayaan latar belakang sama dengan perimeter Goldmann yaitu sekitar
31,5 asb yang telah ditentukan oleh International Perimetric Society. Perimeter ini
akan menggunakan stimuli yang dipancarkan ke kubah dengan intensitas yang
bervariasi sampai 51 dB, tetapi ukuran stimuli telah ditentukan sebelum pemeriksaan
dilakukan. Ukuran besarnya stimulus sama dengan perimetri Goldmann.10,14
53
Satu prinsip kerja yang paling utama yang membedakan perimeter kinetik
dengan perimeter statik, yaitu perlakuan dari stimulusnya. Stimulus atau target dari
perimeter Humphrey tidak akan bergerak tetapi tetap / statik hanya akan bercahaya
selama 200 ms pada beberapa lokasi yang berbeda-beda dalam bentuk sebaran /grid.10
Stimulus ini akan menentukan threshold dari titik-titik pada pola sebaran.
Stimulus ini sudah ditentukan ukuran besar stimulus biasanya ukuran III atau V tetapi
intensitas cahayanya akan berubah-ubah. Stimulus ini akan memberikan pencahayaan
dimulai pada satu titik tertentu yang selanjutnya akan berpindah ke daerah yang
terdekat sampa pada daerah yang terjauh dari titik awal seperti anak tangga, sampai
seluruh lapang pandangan terpenuhi.10,14
Pola sebaran pada lapang pandangan ini tidak ada hubungan interpolarisasi,
yang berarti bahwa daerah antara dua titik tidak akan mendapatkan cahaya sehingga
skotoma yang sangat kecil yang berada pada 2 titik tidak akan terdeteksi, jika jarak
antara titik terlalu jauh.10
Semakin banyak titik yang diperiksa maka semakin lama waktu pemeriksaan.
Biasanya pemeriksaan hanya melihat 50-120 titik, dimana yang tersering adalah 76
titik dengan jarak 6° dengan luas lapang pandangan 30° ( 30-1 atau 30-2 ).10
Setiap titik ini akan memiliki angka sebagai threshold dari sensitivitas
retina/kemampuan dari titik tersebut untuk menangkap stimulus yang terlemah (50%).
Angka tersebut akan diukur dalam decibel (dB).10,14
54
Semakin besar angka numeriknya yang berarti semakin tinggi sensitivitas
retina untuk menangkap stimulus, maka dengan Graytone simbol akan menampakkan
gambaran titik yang semakin putih dan sebaliknya.10,11
Gambar 37: Sensitivitas retina digambarkan secara kuantitatif dalam decibel (dB) dan
digambarkan secara simbolik Graytone dalam gambaran titik-titik
Prinsip kerja yang lain dari perimeter otomatis ini adalah bahwa data hasil
pemeriksaannya akan dikalkulasikan secara statistik dengan data kharakteristik
normal lapang pandangan pada umur yang sama dan abnormal yang telah dimiliki
oleh perimeter ini. Dengan perimeter ini juga akan mengukur berapa besar deviasi/
perbedaan gambaran lapang pandangan pasien dengan gambaran normal pada umur
yang sama, sehingga sangat perlu pengambilan data umur dan riwayat kelainan
lainnya.19
Hasil pemeriksaan ini akan memberikan kesimpulan akhir tentang, adanya
defek lapang pandangan, jenis defek, seberapa luas dan besar defek, serta seberapa
besar kemungkinan perubahan dari hasil normal dengan umur yang sama.19
Perimeter statik telah memiliki program tertentu yang setiap jenis memiliki
program tersendiri dimana program ini akan menentukan batas luas daerah
pemeriksaan, kecepatan serta keakuratan dalam pemeriksaan.10,19
55
Gambar 38: contoh defek lapang pandangan akibat kerusakan pada visual pathway di
berbagai lokasi mulai dari retina hingga korteks visual 3
56
Gambar 39: hasil pemeriksaan dengan perimetri Humphrey 30-2
1. Nama, Umur dan data rekam medis
2. Jenis program
3. Koreksi penglihatan
4. Besar Pupil
5. Question Ask
6. Indeks kebenaran
7. Data Numreik
8. Gray Scale
9. Total Deviasi
10. Pattern Deviasi
57
11. Glaukoma hemifield test
12. Global indices
58
Lateral rectus Abduction - -
Inferior rectus Deppression Extorsion Adduction
Superior rectus Elevation Intorsion Adduction
Inferior Oblique Extorsion Elevation Abduction
Superior Oblique Intorsion Depression Abduction
Posisi Cardinal
Posisi Cardinal adalah 6 posisi bola mata dimana penggerak utama adalah satu
otot pada setiap mata, bersama-sama disebut yoke muscles. Contoh : otot rektus lateral
kiri dan otot rektus medial kanan menghasilkan gerakan mata ke arah kiri.
Yoke muscle
Midline positions adalah gerakan keatas dan ke bawah dari posisi primer.
Posisi ini membantu menilai kemampuan elevasi dan depresi dari bola mata, tapi tidak
mengisolasi salah satu otot karena pada gerakan tersebut masing-masing melibatkan 2
otot.
Istilah diagnostic posistions of gaze telah digunakan untuk menggabungkan 9
posisi gerakan bola mata ; 6 posisi Cardinal, posisi bola mata ke atas dan ke bawah,
serta posisi primer.
Posisi Primer
Elevasi
Depresi
59
Gambar 36. Skema diagnostic posistions of gaze
Stabilitas Ocular
Uji stabilitas okular yang paling mudah dilakukan dengan mengamati kemampuan
pasien untuk terpaku pada target ketika kepala dan tubuh tidak bergerak. Pengujian
fiksasi juga dapat mengungkapkan nistagmus spontan, yang paling sering disebabkan
60
oleh ketidakseimbangan input vestibular ke inti motor okular. Gerakan mata abnormal
yang terjadi sekunder akibat disfungsi vestibular dapat ditekan oleh fiksasi visual (dan
akan memburuk dengan tidak adanya input visual
PEMERIKSAAN DIPLOPIA
Kemampuan untuk mempertahankan penyelarasan sumbu visual tergantung
pada koordinasi gerakan kedua mata. Pemeriksaan eksternal dapat mengungkapkan
petunjuk yang jelas untuk etiologi, terutama jika proptosis atau mata merah. Gerakan
mata harus dinilai secara individual (pengurangan) dan bersama-sama (versi).
Gerakan mata juga harus dinilai di semua posisi tatapan, dengan perbandingan dibuat
di posisi utama dan downgaze (2 posisi pandangan yang paling sering digunakan)
antara dekat dan jauh fiksasi.
Salah satu tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menentukan apakah ocular
misalignment adalah comitant atau incomitant. Ketidakselarasan yang terjadi
seringkali hadir dalam strabismus bawaan, sedangkan misalignment incomitant adalah
bukti gangguan yang didapat. Penilaian ketidakselarasan okular adalah dibuat oleh
strategi penyaringan berurutan. Duction yang tidak normal seringkali dapat ditemukan
secara sepintas, tetapi dalam banyak kasus alternating crosscover tes (termasuk
pengukuran jumlah ketidakselarasan), dilakukan pada semua 9 posisi standar tatapan,
digunakan untuk menentukan apakah misalignment okular adalah comitant atau
incomitant.
Dengan pasien yang kooperatif, kasus strabismus yang halus dapat terungkap dengan
menggunakan Maddox Rod Red, yang berisi serangkaian silinder paralel. Saat melihat
sumber cahaya melalui Maddox Rod, seorang pasien melihat garis yang tegak lurus
dengan orientasi silinder. Biasanya, Maddox Rod ditempatkan di depan mata kanan,
menghasilkan garis merah, sementara mata kiri melihat lampu fiksasi. Sering melihat
gambar berbeda seperti itu memudahkan pasien untuk medeteksi ketidakselarasan
visual axis. Kaca merah juga bisa digunakan, tetapi menghasilkan yang besar dan
agak gambaran lampu merah difus, yang sering membuatnya lebih sulit bagi pasien
merasakan ketidakselarasan gambar. Karena tes-tes ini menggunakan 2 mata, pasien
yang memiliki phoria dapat melaporkan ketidaksejajaran visual aksis. Oleh karena itu
sering berguna untuk menggabungkan hasil subjektif Maddox rod tes dengan hasil
61
yang lebih objektif dari tes prisma alternat cover, memperhatikan pola
ketidaksejajaran di semua 9 posisi tatapan.
Namun demikian, tes Maddox Rod adalah metode sensitif untuk memperoleh
informasi kuantitatif tentang derajat dan pola misalignment okular, seperti halnya
pengujian Hess-Lancaster dalam 9 posisi pandangan.
62
1 sisi. Kelumpuhan saraf keempat biasanya terkait dengan konvergensi garis menuju
sisi palsy. Petunjuk tentang adanya deviasi okular dapat diberikan oleh miringnya
kepala secara konsisten atau kepala putar pada pemeriksaan. Bukti kronisitas mungkin
ada di foto-foto lama (misalnya, foto SIM).
Step 2 : Tentukan mata yang paling hiperropia dengan cover-uncover tes. Jika RHT
mata kanan maka kemungkinan otot mata yang terlibat : LSR, LIR, RIO,RSO, lalu
gambar seperti berikut
Step 3 : Cover test dilakukan untuk mengkomparasikan HT dengan heat tilt 30 derajat
ke bahu dengan pasien fiksasi penglihatannya kearah yang tidak terlalu jauh.
Jika RHT lebih luas ketika kepala terangkat ke kanan, 4 otot yang mungkin terkena :
RSR, RSO, LIR, LIO
sehingga dari gambar dia tas dapat disimpulkan RSO adalah penyebab HT.
64
NEURO IMAGING
Radiologic imaging merupakan pemeriksaan penting untuk mengevaluasi
penyakit orbita dan akan berkontribusi untuk membuat suatu kemungkinan diagnosa.
Setiap modalitas imaging akan berkontribusi terhadap data-data yang berlebih, tapi
masing-masing juga dapat memberi informasi yang unik yang kemungkinan tidak
terlihat pada teknik imaging lain. Computerized tomography (CT) memanfaatkan
sinar-X untuk menciptakan image dua-dimensi di semua bidang/plane ini merupakan
modalitas uniparametrik yang hanya didasarkan pada transparansi jaringan bagi
lintasan sinar-X. Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan modalitas
multiparametrik yang memanfaatkan karakteristik atomic proton jaringan dan
perilaku-perilakunya pada medan magnetik eksternal, oleh karena itu, image
mencerminkan perbedaan biokimia di antara jaringan-jaringan yang didasarkan pada
lingkungan molekular yang didalamnya proton berada. Positron emission tomography
(PET) merupakan teknik baru yang meng-image jaringan-jaringan yang didasarkan
pada aktivitas biologis, paling spesifiknya metabolisme fluoridated glucosa pada
jaringan yang bermetabolisme aktif, seperti tumor.1
Memilih tipe scan mana yang digunakan, area yang akan di-scan, dan apakah
menggunakan peninggian kontras memiliki arti sangat penting dalam mendapatkan
informasi maksimal dari proses imaging. Pertimbangan-pertimbangannya meliputi
keseriusan kondisi, potensi menangani atau mengobati kondisi ketika sudah
didiagnosa, urgensi terkait scan mana yang harus digunakan, dan rasio antara biaya
dan manfaatnya untuk pasien. CT scan betul-betul lebih murah dibandingkan MRI
scan dan biasanya tepat untuk banyak studi orbital. CT hampir selalu memberi
informasi yang lebih baik dibandingkan film biasa sinar-x konvensional, yang
seringkali merupakan menjadi standar komunitas karena alasan biaya, jaminan
pembayaran kembali, dan ketersediaan scanner. Secara umum, CT scan dilakukan
pada situasi akut, khususnya trauma, dimana kemungkinan ada benda asing. Jika
dicurigai adanya benda asing metalik, maka CT scan terbatas pendahuluan dapat
memastikan kemungkinan tersebut, yang memungkinkan MRI dilakukan.4
CT sudah memadai untuk membuat image tumor kelenjar lakrimalis dimana
faktor-faktor kritis adalah adanya lekukan tulang kortikal dan remodeling fossa
65
kelenjar lakrimalis dengan tumor campuran jinak, sebagai kebalikan dari destruksi
tulang ireguler dan karakteristik region enhancing dan non-enhancing dari karsinoma
kelenjar lakrimalis. Peninggian regional malignansi kelenjar lakrimalis dapat juga
dilihat dengan MRI. CT scan digunakan evaluasi awal gangguan sinus paranasal dan
fraktur orbital. Tumor intraocular dapat dievaluasi baik dengan CT maupun MRI.
Pada kasus retinoblastoma, CT berguna untuk mendeteksi deposit kalsium dalam
tumor. MRI dapat lebih membantu dibandingkan CT untuk sebagian besar tumor
intraocular lain, khususnya melanoma, yang paramagnetic. Tumor saraf terbuka akan
selalu memerlukan penilaian porsi intracanalicular dan intracranial saraf optik
sehingga MRI lebih disukai, meskipun CT untuk imaging apeks tulang orbita dapat
memberi informasi yang berguna dan komplementer. Sebagian besar kondisi
demyelinating dan inflamasi saraf optik lebih baik di-image dengan MRI
dibandingkan CT. Ada sedikit kondisi intracranial yang pada awalnya tidak bagus
diperiksa dengan MRI, kecuali untuk perdarahan intracranial akut atau pada pasien
yang MRI-nya kontraindikatif. 4
Bila men-scanning lesi tidak akan membuat perbedaan apa-apa dalam
pengobatan yang ditawarkan, maka teknik tersebut tidak diperlukan. Ketersediaan di
lokasi geografis dari suatu praktek juga menjadi pertimbangan utama. Pasien dapat
memetik manfaat dengan menjalankan suatu prosedur yang memberi informasi yang
agak sedikit tapi tanpa perlu melakukan perjalanan beratus-ratus mil. Selain itu,
suatu scan yang dilakukan pada jarak yang sangat jauh boleh jadi sulit dikaji atau
dibahas dengan keterlibatan radiolog, yang menciptakan permasalahan dalam situasi
akut ketika image-image yang di-scan diperlukan di kamar operasi
Gambar 38
67
Gambar 39. a Axial CT at the inferior region of the orbit. b Corresponding diagram: 3.7 =
inferior orbital fissure, 3.12 = sphenoid sinus, 4.2 = temporal fossa, 9.1 = lens, 9.3 = sclera,
10.1= inferior rectus muscle, 14.2 = internal carotid artery (ICA). c Corresponding bone
window. d Corresponding diagram: 3.7 = inferior orbital fi ssure, 3.8 = great wing of the
sphenoid bone, 4 =zygomatic bone, 8 = petrous bone, 11.4 = temporal bone
68
69
Gambar 40 Contoh MRI
70
BAB IV
PENUTUP
71
DAFTAR PUSTAKA
12. Dutton JJ. Modern consepts in orbital imaging in : Oculoplastic and Orbit.
Volume 3. Mc. Graw Hill Companies.USA.2004:124-128
13. Pettersson H. Global Text Book of Radiology. Volume 1. Nicer Centennial Book.
San Fransisco.1995:18 &54
14. Pokorny J., Smith V.C., Color Vision and Night vision in Basic Science and
Inherited Retinal Disease, Molsby, 1989; 171-85
72
15. Regillo C et all, Retina and Vitreous, American Academy of Ophthalmology,
Section 12, 2008-2009; 48-52
16. Barton J, Benatar M. Field of Vision. A Manual and Atlas of Perimetri. First
Edition. Humania Press Totowa, New Jersey, 2003 ; 31-206
17. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. The Patient with Decreased Vision: Neuro-
ophthalmology. American of Ophthalmology. USA.2008-2009 : 87-102
73