Anda di halaman 1dari 14

INTISARI

Pembedahan mata sering kali menggunakan anestesi umum sebagai metode


pembiusan. Ada beberapa komplikasi yang perlu kita waspadai selama pembedahan mata.
Salah satu yang perlu diantisipasi adalah refleks okulokardiak. Refleks ini bisa berakibat fatal
dan mengancam pada saat dilakukan operasi. Penting untuk kita mengetahui patofisiologi,
pencegahan dan penatalaksanaan kejadian OCR.
Kata kunci: pembedahan, mata, okulocardiak, refleks, anestesi umum

ABSTRACT

Eye surgery often uses general anaesthesia as the anaesthesia technique. There are
severalcomplication that we should aware. One of them is Oculocardiac Reflex. This reflex
can be complex and can be life threateningduring surgery. It is important to know the
pathophysiology, prevention and management of OCR.
Keywords: Surgery, eye, oculocardiac, reflex, general anaesthesia

1
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Prosedur pembedahan mata merupakan salah satu bidang pembedahan yang
seringkali membutuhkan pembiusan umum (GA) yang kemudian memunculkan beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi selama pembiusan.
Syarat anestesi yang ideal untuk operasi mata adalah1 :
a. memberikan kondisi akinesia
b. sedikit perdarahan
c. mencegah terjadinya refleks patologis
d. intra ocular pressure (IOP) terkendali
e. tidak terjadi interaksi obat yang membahayakan.
f. pengakhiran anestesi yang lembut tanpa disertai muntah dan batuk.
Bedah mata merupakan tantangan bagi seorang ahli anestesi karena kemungkinan
kebutaan bisa mengancam setiap pasien. Komunikasi antara spesialis mata dan anestesi
sangat diperlukan untuk penentuan prosedur anestesi dan pembedahan serta hasil yang
diharapkan dari pembedahan. Perlu dipertimbangkan juga bahwa pembedahan mata secara
pembiusan umum terkadang menimbulkan beberapa komplikasi, salah satunya adalah
refleks okulokardiak (OCR). Seleksi pasien, kunjungan prabedah, evaluasi perioperatif,
persiapan operasi dan pengawasan ketat selama operasi penting untuk mengantisipasi
kejadian OCR.
Insidensi OCR paling sering terjadi pada operasi strabismus anak, operasi retina
dan operasi non mata yang mengakibatkan penekanan atau tarikan pada bola mata.2

2. Manfaat Referat
Adapun manfaat yang penulis harapkan adalah agar referat ini bisa bermanfaat
sebagai salah satu referensi pengetahuan mengenai OCR.

3. Tujan Referat
Tujuan dibuatnya referat ini adalah untuk memberikan gambaran bagaimana
patofisiologi, pencegahan dan penatalaksanaan OCR.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Bernard Aschner dan Giuseppe Dagnini pertama kali menjelaskan tentang OCR di
tahun 1908. Reflek ini terpicu oleh tekanan di bola mata dan penarikan di otot ektraokular,
sebagaimana konjungtiva dan struktur orbita. Lebih lanjut lagi, refleks juga bisa timbul
akibat tindakan blok retrobulbar, akibat trauma okular dan dari tekanan langsung pada
jaringan sisa di dasar orbita setelah enucleasi. Ujung aferen adalah trigeminal, dan eferen
limb adalah vagal. Walaupun manifestasi yang paling sering dari OCR adalah bradikardi
sinus, spektrum luas dari disritmia dapat terjadi, termasuk irama junctional, irama atrial
ektopik, blok AV, bigemini ventrikular, VES multifokal, irama idioventrikular, asistol, dan
VT. Refleks ini dapat muncul selama GA maupun LA, namun, hiperkarbia dan hipoksemia
dipercaya meningkatkan insidensi dan keparahan sebagaimana kedalaman anestesi yang
kurang tepat.1
Keadaan seperti ini juga disebut refleks trigeminovagal, dengan jaras aferen
melalui syaraf siliaris dan kemudian diteruskan melalui ganglion siliaris menuju sensorik
trigeminus. Jaras eferen berasal dari nukleus motorik dari nervus vagus.OCR pertama kali
digambarkan oleh Aschner dan Dagnini pada tahun 1908, sehingga sering disebut juga
dengan istilah “ Refleks Aschner”.2
Traksi pada otot ekstraokular, tekanan pada bola mata, pemberian blok retrobulbar
dan trauma pada mata dapat mencetuskan variasi luas disritmia kardiak berentang dari
bradikardi, ventrikular ektopik hingga sinus arrest atau fibrilasi ventrikel. Refleks ini
tersusun dari aferen trigeminal (V1) dan eferen jalur vagal.3
OCR didefinisikan penurunan denyut jantung 20% dari baseline, disritmia,atau
sinoatrial arrest terkait dengan traksi atau tekanan di otot okular atau tekanan di bola mata
pressure on the globe. Beberapa menyatakan OCR berada di rentang penurunan denyut
jantung 10-30% dari baseline.4

2. Anatomi Mata
Bola mata bersama ligamentum, fascia, dan otot-otot ekstraokuler berada dalam
ruang orbita yang berbentuk seperti piramida yang tersusun atas tulang frontalis,
zygomatikum, sphenoidalis, maksilaris, palatinus, lakrimalis, dan etmoidalis. Bola mata
terdiri dari 3 lapisan yaitu 5:

3
a. Lapisan paling luar fibrosa sklera yang berhubungan ke depan dengan kornea dan
keduanya ditutup oleh konjungtiva yang merupakan permukaan dalam dari pelpebra.
Fungsi dari sklera sebagai proteksi dan memberikan rigiditas untuk memberi bentuk
bola mata.
b. Lapisan tengah yaitu lapisan vaskuler tersusun oleh koroid di bagian posterior, badan
silier dan iris di bagian anterior
c. Lapisan dalam saraf retina
Retina merupakan jaringan mata yang paling rumit. Retina merupakan indera
penglihatan, yang tersusun oleh reseptor yang kompleks yang berperan sebagai
tranduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu
merubah rangsang cahaya menjadi impuls saraf yang disalurkan ke serabut saraf
retina ke nervus optikus dan akhirnya ke kortek visualis occipital.

Struktur penting lainnya yang mengelilingi bola mata adalah otot-otot


ekstraokuler. Gerakan bola mata dimungkinkan dengan adanya otot-otot bola mata
yang terdiri dari :
a. Muskulus rektus medialis
b. Muskulus rektus lateralis
c. Muskulus rektus superior
d. Muskulus rektus inferior
e. Muskulus obliquus superior
f. Muskulus obliquus inferior 5

Keempat muskulus rektus berorigo pada anulus fibrosus pada apeks orbita dan
insersionya pada sklera membentuk ruangan berupa konus otot berisi saraf, arteri dan
vena 5.

4
Tabel 1.Persarafan motorik, sensorik dan otonom mata5
Modalitas Nervus Innervasi
Motorik muskulus rektus superior
muskulus rektus medial
Okulomotorius (N III)
muskulus obliquus inferior
Trokhlearis (N IV) muskulus obliquus superior
Abducens (N VI) muskulus rektus lateral
Fasialis (N VII) muskulus orbicularis oculi
Otonom Siliaris panjang dan siliaris pendek yang berasal Dilatasi iris ( midriasis)
dari ganglion servikal superior (simpatis)

Serabut syaraf parasimpatis dari N III Kontriksi iris ( miosis )

Sensorik Trigeminus (N V)

1. Divisi oftalmikus
- Supratrochlearis Kulit/ konjungtiva palbebra
superior
- Supraorbitalis Kulit/ konjungtiva palbebra
superior
- Siliaris panjang Kornea, iris, otot siliaris

- Nasosiliaris Kelopak mata dalam, kantus


dalam
- Lakrimalis Kantus lateral, kelenjar
lakrimal, kelopak mata luar
2. divisi maksilaris

- infra orbita Palbebra bawah, duktus


nasolakrimalis
- zigomatikus Dindingorbita lateral

5
Gambar 1.Inervasi sensorik pada mata dan orbitnya disediakan oleh nervus oftalmikus
yang merupakan cabang pertama dari nervus trigeminus6

3. Patofisiologi OCR
Nervus-nervus yang berperan pada terjadinya OCR adalah:

1. Nervus Trigeminus (N V) merupakan nervus kranialis yang paling besar mempunyai


3 cabang yaitu n. oftalmikus, n. maksilaris dan n. mandibularis. Nervus ini
mempunyai serabut saraf sensorik dan motorik. Nervus trigeminus meninggalkan
bagian anterior pons sebagai cabang motorik (kecil) dan cabang sensorik (besar).
Nervus ini melalui bagian depan luar fossa kranialis posterior dengan menyeberang
korpus petrosus superior os temporalis, kemudian pada permukaan atas apeks
petrosus os temporalis di dalam fossa kranialis tengah. Cabang sensorik kemudian
membentuk ganglion trigeminal. n. opthalmikus, n. maxillaris dan n. mandibularis
berjalan dari bagian anterior ganglion ini. Nervus oftalmikus cabang n trigeminus
yang paling kecil dan bersifat sensorik dan bercabang menjadi n. lacrimalis, n.
frontalis dan n. nasosiliaris yang masuk kedalam kavitas orbita melalui fissura

6
orbitalis superior. Ketiga cabang ini membawa rangsangan raba, nyeri, temperatur dan
propioseptik dari konjungtiva, kornea, orbita mata, otot ekstraokuler dan sinus
frontalis. Serabut-serabut sensorik cabang dari n. nasosiliaris menuju ganglion siliaris
yang merupakan pembawa impuls aferen OCR.
2. Nervus Vagus (N. X) merupakan pembawa impuls eferen OCR. Nervus vagus terdiri
dari serabut saraf sensorik dan motorik. Nervus ini bercabang melewati bagian lateral
fossa kranial posterior dan meninggalkan tengkorak melalui foramen jugularis.
Nervus ini bercabang antara lain menjadi cabang meningeal dan aurikuler, cabang
faringeal, cabang laringeal superior, cabang laringeal rekuren dan cabang kardiak
sebagai plexus kardiak. Ada 4 komponen n. vagus yaitu komponen Brankial motor,
Viseral motor (general visceral efferent), Visceral sensorik (visceral afferent),
General sensorik (general somatic afferent). Komponen viseral motor berfungsi pada
otot polos5
Istilah yang lain dari OCR adalah Trigemino Cardiac Reflex (TCR),
menjelaskan jaras dari refleks bradikardia dari seluruh regio maxillofasial.7
OCR atau refleks Aschner merupakan reflek trigeminovagal. Lintasan aferen
dari OCR melalui nervus siliaris pendek dan nervus siliaris panjang, yang berjalan
menuju ganglion siliaris dibelakang orbita, kemudian menuju ganglion gasseri
sepanjang divisi oftalmik dari nervus trigeminus (n V), menuju nuclei medbrain
(1,2,3), lintasan aferen ini akan berakhir pada inti sensoris n. trigeminus di dasar
ventrikel IV.Impuls berjalan melalui jalur kecil sinapsis didalam jaringan retikuler
menuju nucleus motor visceral n. vagus. Impuls eferen berasal dari nukleus n.
vagus (N X) dan berjalan mencapai jantung melalui n vagus cardiac depressor dan
nodus sinoaurikuler jantung yang menyebabkan inotropik negatif dan
berefekkonduksi Bradikardi merupakan manifestasi yang paling sering terjadi pada
OCR, dan akan normal umumnya dalam 20 detik setelah manipulasi dihentikan.2
Aritmia yang terjadipada OCR biasanya irama junctional dan henti sinus
dengan nodal escape yang diikuti oleh denyut ventrikuler ektopik. Dilaporkan
kejadian henti jantung pada OCR terjadi 1 henti jantung dalam 2200 operasi
strabismus dengan anestesi umum.2
OCR dapat timbul oleh penekanan pada bola mata, tarikan pada otot ekstra
okuler terutama m. rektus medialis, hematom orbita, tarikan bola mata, trauma mata
atau pada pasien yang telah dilakukan operasi pengangkatan bola mata.2

7
Gambar 2. Jalur trigemino cardiac refleks7

Kekuatan dan tipe stimulus menentukan insiden OCR, semakin akut onset dan
kuat serta bertahannya traksi, OCR lebih mungkin muncul. Muskulus rektus medialis
dianggap paling sensitif terhadap kejadian OCR, karena letaknya yang lebih sulit
dijangkau sehingga membutuhkan manipulasi lebih banyak serta otot ini paling
banyak dimanipulasi selama operasi.
OCR paling sering terjadi pada operasi strabismus, tetapi dapat juga terjadi
pada operasi retina, pada waktu penyuntikan untuk blok retrobulber dan operasi non
mata bila ada manipulasi atau penekanan bola mata. Insiden OCR yang dilaporkan
bervariasi sekitar 32 – 90% . Walaupun berbagai rangsangan pada mata dapat
menimbulkan OCR tetapi tarikan pada otot ekstraokuler merupakan penyebab yang
paling sering.
Jaras refleks okulokardiak secara jelas dapat dilihat di gambar berikut ini :

8
Gambar 3 . Jaras Refleks Okulokardiak6

4. Pencegahan dan Penatalaksanaan OCR


A. Pencegahan OCR
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya OCR adalah :2
a. kecemasan preoperatif
b. hiperkarbia
c. hipoksia
d. manipulasi bola mata
e. anestesi yang kurang dalam.

9
f. peningkatan tonus vagal. Insiden OCR pada orang tua dilaporkan lebih kecil
dibandingkan pada pasien muda karena pada orang tua terjadi penurunan
tonus vagal.
g. kekuatan dan tipe stimulus. Stimulus yang lebih cepat, lebih kuat dan
berlangsung terus menerus meningkatkan insidensi OCR.
Penatalaksanaan pencegahan OCR dapat dilakukan dengan mengendalikan faktor
faktor yang mempengaruhi terjadinya OCR. Beberapa langkah yang bisa dilakukan :
1. Mencegah kecemasan pre operatif
Beberapa teknik yang bisa digunakan untuk mencegah atau mengurangi kecemasan
pre operatif 8
a) pemberian informasi yang baik dan akurat kepada pasien tentang operasi yang
akan dilakukan
b) terapi relaksasi
c) mengijinkan anggota keluarga untuk ikut mendampingi sebelum operasi
d) pemberian pre medikasi dengan obat anti ansietas
e) membangun hubungan yang baik antara pasien dan tenaga medis-paramedis
f) kunjungan dari ahli anestesi pre operatif.
2. Mencegah hiperkarbia, hipoksia dan monitor kedalaman anestesi
Selama operasi, hiperkarbia dan hipoksia bisa dicegah dengan memberikan
ventilasi alveolar yang efektif, menjaga jalan nafas selalu bersih. Rebreathing CO2
pada pasien yang dianestesi dapat dihilangkan dengan menaikkan fresh gas flow,
mengganti CO2 absorbent, memperbaiki kebocoran katup pada sirkuit dan mesin
anestesi.
3. Premedikasi dengan obat obatan yang bersifat antikolinergik
Premedikasi dengan antikolinergik sering menolong dalam mencegah OCR.
Atropin dan glikopirolat intravena segera sebelum pembedahan lebih efektif daripada
pemberian secara intramuskuler. Glikopirolat lebih sedikit menimbulkan takikardi
daripada atropin. Pemberian antikolinergik dapat membahayakan pada pasien tua
yang sering mempunyai penyakit arteri koroner. Anestesi yang dalam dan blok
retrobulber lebih berguna, tetapi blok retrobulber sendiri dapat menyebabkan OCR.3
Pada pasien yang menderita penyakit jantung koroner tidak direkomendasikan
pemberian profilaksis antikolinergik. Pengawasan ketat hemodinamik, jangan sampai
terjadi hiperkarbi, hipoksia, kedalaman anesthesi yang cukup dan mendeteksi
terjadinya reflek okulokardiak secara awal sehingga dapat dengan segera operator

10
menghentikan manipulasi pada bola mata lebih aman digunakan untuk pencegahan
OCR pada pasien yang menderita penyakit jantung koroner.3
Pada sebuah studi, medikasi pre anestesi dengan sulfas atropin dan pemberian
xylocain di area peribulbar untuk memblok ganglion siliaris menunjukkan tidak
adanya kejadian OCR pada pasien yang menjalani operasi strabismus. Beberapa
penelitian lain menunjukkan pemberian 3-4 cc bupivacaine 0.25% di area retrobulbar
juga menurunkan insidensi OCR dibandingkan anestesi lokal saja.9
Pemberian ketamin mengurangi insidensi OCR, meskipun tidak
menghilangkan kemungkinan OCR. Sevoflurane merupakan agen inhalasi yang lebih
dipilih dibandingkan agen lain untuk pemeliharaan anestesi. Monitoring BIS dan
penggunaan sevoflurane mengurangi insidensi OCR namun tidak mencegah terjadinya
OCR. Penilaian kedalaman anestesi dengan BIS sangat dianjurkan.4
Di sumber lain dikatakan pemberian antikolinergik secara intramuskular
terbukti tidak efektif mencegah OCR. Dijelaskan juga bahwa atropine dapat
menyebabkan aritmia yang serius, terutama jika bersamaan dengan pemberian
halothane.4
Blok retrobulber, blok peribulber, pemberian lidokain atau bupivacain di
sekitar otot ekstraokuler serta manipulasi otot–otot mata secara hati-hati akan
mengurangi impuls eferen OCR.2

B. Penatalaksanaan OCR
Penatalaksanaan OCR dilakukan segera setelah diketahui timbulnya tanda-tanda
OCR. Langkah-langkah yang dapat dilakukan :3
a) Penghentian manipulasi oleh operator pada mata sampai denyut nadi
kembali meningkat. Operator secepatnya melepaskan tarikan pada jaringan
yang mencetuskan refleks.
b) Pastikan ventilasi yang adekuat, oksigenasi dan kedalaman anestesi
c) Pemberian atropin 10 mcg/kgBB intravena, jika denyut nadi masih belum
meningkat setelah manipulasi dihentikan.
d) Infiltrasi m. Rektus dengan anestesi lokal apabila masih menetap.

Secara umum dapat diringkas bahwa manajemen pasien dengan OCR dapat
dijelaskan dalam poin berikut :

11
1. Identifikasi faktor risiko dan modifikasinya.
2. Pengobatan profilaksis dengan baik itu agen vagolitik atau blok saraf
periferpada kasus manipulasi saraf trigeminal di perifer.
3. Pemantauan kardiovaskular selama anestesi, khususnya pada pasien dengan
risiko OCR.
4. Terapi bila OCR terjadi:
 Penghentian manipulasi
 Pemberian agen vagolitik dan epinefrin10

Gambar 4. Bagan Algoritma penanganan OCR 10

Segera setelah terjadi reflek OCR, hal yang harus dilakukan adalah
menghentikan stimulasi atau manipulasi yang dilakukan oleh operator sebelum
aritmia berkembang secara progesif menjadi sinus arrest. Bila aritmia menetap atau
berkembang lebih lanjut berikan atropin 10 - 15 mcg/kgBB intravena dapat diulang
bila diperlukan dan infiltrasi lidokain 2% pada otot ekstraokuler. 3

12
BAB III
SIMPULAN

OCR adalah salah satu refleks patologis pada mata berupa respon refleks vagal
trigeminal yang muncul oleh rasa sakit, tekanan atau manipulasi bola mata. Bentuk
manifestasi refleks ini adalah berupa; 1). bradikardia; 2). denyut ektopik; 3). ritme
nodal; 4). AV blok atau asistol sampai cardiac arrest.
Pemahaman mengenai pencegahan, pengenalan dini terjadi OCR dan
pengobatan OCR sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya OCR yang dapat
berakibat fatal.
Pencegahan OCR bisa dilakukan sejak kunjungan preoperatif, dengan cara
mencegah dan mengatasi kecemasan pra operatif. Hal lain yang perlu diperhatikan
selama operatif adalah mencegah terjadinya hiperkarbia, hipoksia, manipulasi bola
mata yang berlebihan dan menjaga kedalaman anestesi. Pemberian obat obatan yang
bersifat antikolinergik juga dapat membantu mengurangi insiden terjadinya OCR.
Blok retrobulber dan peribulber juga dapat dipertimbangkan untuk membantu
mencegah OCR pada operasi operasi yang diperkirakan membutuhkan manipulasi
mata yang berlebihan.
Apabila terjadi OCR langkah langkah yang perlu dilakukan adalah
penghentian manipulasi bola mata, ventilasi adekuat, meningkatkan kedalaman
anestesi, pemberian antikolinergik, infiltrasi analgesik otot ekstraokuler, dan
pemberian obat antiaritmia jantung untuk ventrikular ektopik yang menetap.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Mcgoldrick KE, Gayer SI. 2013, Anesthesia for ophtalmologic surgery in Handbook of
Clinical Anesthesia, 7th ed. Barash P.G., Cullen B.F., Stoelting R.K., Calahan, M.K.,
Stock M.C.,Ortega R. Wolters Kluwer, p 1373- 1380
2. Feldman, MA. 2015 Anesthesia for eye surgery in Miller’s Anesthesia 8th ed. Miller,
R.D. Philadelphia : Saunder. p 2512 - 2521
3. Butterworth, JF, Mackey, DC, Wasnick JD. 2013. Anesthesia for ophtalmic surgery in
Morgan & Mikhail‘s Clinical Anesthesiology 5th Ed. Lange : New York, p 761-762
4. Subhedar R, Borse Y, Patel S, 2015. Oculocardiac Reflex during Strabismus Surgery in
Pediatric Patients: A Randomized Case-Control Study. International Journal of Scientific
Study
5. Kim C, Andrey V, 2009 Anaesthesia Tutorial of The Week 135, Anaesthesia for
Opthalmic Surgery part I
6. NYSORA. Local and Regional Anesthesia for Ophtalmic Surgery [cited 2019 April 13]
available from : https://www.nysora.com/regional-anaesthesia-for-specific-surgical-
procedures/head-and-neck/ophthalmic/local-regional-anesthesia-ophthalmic-surgery/
7. Thapliyal GK, Menon S, 2007. Oculocardiac reflex and maxillofacial surgical procedures.
International Journal of Oral and Maxillofacial Surgery.
8. Bajaj, A. 2009. “Pre-operative Anxiety” Anaesthesia.51 (1996):344-346. EBSCO. Web.
9. Gilani, MD, Sharifi M,Najafi, MN, Masshadi, MGE. 2015. Oculocardiac reflex during
strabismus surgery. Reviews in Clinical Medicine
10. Arasho B, Sandu N, Spiriev T, Prabhakar H, Schaller B 2009. Management of the
trigeminocardiac reflex: Facts and own experience. Neurology India

14

Anda mungkin juga menyukai