Disusun Oleh :
SALEH NUR AZHARI
1808437034
Pembimbing :
Dr.dr. Nofri Suriadi, Sp.M
1
BAB I
PENDAHULUAN
orbit melalui fisura orbital superior dan menginervasi otot mata ekstrinsik yang
mata. nervus mengandung serat yang menginervasi otot mata intrinsik yang
objek dekat seperti dalam membaca). Adanya gangguan pada N.III atau parese
mata pada tahun 2014-2018 penyebab terbanyak parese N. III sebanyak 58,3%
16,7%. Aneriusma, trauma dan paska operasi bedah saraf meningioma memiliki
mengakibatkan gangguan pada ketiga cabang dari N.III yaitu jika mengenai otot-
otot ekstrinsik bola mata akan menghasilkan penglihatan ganda, kemudian jika
mengenai bagian sfingter pupil atau otot-otot instrinsik bola mata akan dijumpai
dilatasi pupil, hilangnya akomodasi dan reflek pupil dan bila mengenai levator
2
Terapi parese nervus oculomotorius pada dasarnya mengatasi faktor
penyebabnya. Terapi yang dianjurkan saat ini adalah pemberian obat golongan
mengeliminasi diplopia, baik pada penglihatan jauh ataupun dekat. Pasien yang
tidak sembuh setelah 6-12 bulan merupakan indikasi untuk dilakukan reseksi otot
mata atau resesi untuk mengobati diplopia. 14 Tujuan laporan kasus adalah
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
depan massa kelabu periaquaduktal (nukleus motorik) dan sebagian lagi di massa
musculus sfingter pupil dan musculus ciliaris. Diantaranya juga terdapat nukleus
parasimpatis Perlia.3
Ada beberapa akson dari serabut motorik nervus III yang berjalan
menyilang di daerah nukleus, dan kemudian bersama dengan serabut yang tidak
antara nervus oculomotorius. Kedua saraf ini berjalan di antara arteri serebri
posterior dan arteri sereberalis superior. Saraf ini mula-mula menembus rongga
sfenopetrosus (lokasi yang rentan terhadap tekanan waktu herniasi) dan masuk ke
dalam sinus kavernosus. Dari sini nervus III akan memasuki rongga orbita melalui
fisura orbitalis superior. serabut parasimpatis akan meninggalkan saraf III dan
somatik nervus III akan pecah menjadi dua, yaitu cabang atas/dorsal akan terus
4
menuju ke palpebra dan musculus rektus superior, sedangkan cabang
obliqus inferior.3
otot mata kecuali musculus rectus lateralis (yang dipersarafi oleh nervus VI) dan
Nervus ini melintas ke depan di antara arteria cerebri posterior dan arteria
cerebelli superior. Selanjutnya, nervus ini berjalan ke dalam fossa cranii media di
5
ramus superior dan ramus inferior yang memasuki rongga orbita melalui fissura
orbitalis superior.4
inferior, dan musculus obliqus inferior. Melalui cabang ke ganglion ciliare dan
serabut parasimpatis nervi ciliares breves, nervus ini juga mempersarafi otot-otot
intrinsik mata berikut : musculus konstriktor pupillae iris dan musculus ciliaris.4
primer sewaktu kepala dan mata terletak sejajar dengan bidang yang dilihat.
Untuk menggerakan mata ke arah pandangan yang lain, otot agonis menarik mata
ke arah tersebut dan otot antagonis melemas. Bidang kerja suatu otot adalah arah
pandangan bagi otot itu untuk mengeluarkan daya kontraksinya yang terkuat
6
Gambar 2. Otot-Otot Ekstra Okular.2
7
Rektus lateralis Abduksi Tidak ada
Rektus medialis Aduksi Tidak ada
Rektus superior Elevasi Aduksi, intorsi
Rektus inferior Depresi Aduksi, ekstorsi
Obliqus superior Intorsi Depresi, abduksi
Obliqus inferior Ekstorsi Elevasi, abduksi
abduksi mata, dengan efek ringan pada elevasi atau torsi. Otot rektus vertikalis
dan obliqus memiliki fungsi rotasi vertikal dan torsional. Secara umum, otot-otot
rektus vertikalis merupakan elevator dan depresor utama untuk mata, dan otot
obliqus terutama berperan dalam gerakan torsional. Efek vertikal otot rektus
superior dan inferior lebih besar apabila mata dalam keadaan abduksi. Efek
vertikal otot obliqus lebih besar apabila mata dalam keadaan aduksi.
2.2.1 Etiologi
disertai ptosis. Tidak terdapat internal oftalmoplegia. (2). Trauma, dapat berupa
8
sebagian ataupun total dan biasanya disertai dengan nyeri hebat di sekitar mata.
palpebra, dan kedua M. rektus superior. Akan terjadi ptosis bilateral dan
Apabila lesi mengenai nervus okulomotorius di mana saja dari nukleus (otak
tengah) ke cabang perifer di orbita, maka mata akan berputar ke luar karena
otot rektus lateralis yang utuh dan sedikit depresi oleh otot obliqus superior
akomodasi, dan ptosis kelopak mata atas, sering cukup berat sehingga pupil
9
Parese nervus okulomotorius dapat dibagi menjadi:7
oleh nervus okulomotorius dan karena fungsi dari M. rektus lateral dan M.
obliqus superior masih baik maka mata akan berdeviasi ke luar dan ke
bawah. Deviasi mata yang disebabkan oleh parese N III dapat digolongkan
dan apabila ptosis tidak menutupi pupil maka pasien akan mengalami
10
Kelumpuhan hanya terjadi pada otot-otot intraokular sehingga yang
dapat dibedakan secara klinis, karena pada lesi iskemik respon pupil
A. Anamnesis
(a). Usia onset: ini merupakan faktor penting untuk prognosis jangka
posisi primer untuk jauh atau dekat. (d) Diplopia: pasien dewasa dengan
11
strabismus paralitik/inkomitan akan mengeluh melihat dobel (diplopia),
kecuali bila disertai ptosis. Tetapi apabila strabismus paralitik terjadi pada
masa anak-anak keluhan melihat dobel tidak ada karena terjadi supresi pada
atau medialis. Apabila bayangan yang dilihat terpisah secara vertikal atau
miring (torsi) maka kemungkinannya terdapat satu atau lebih otot rektus
horizontal maka otot ekstraokular yang mungkin terkena adalah otot rektus
lateralis kanan atau rektus medialis kiri. Hal ini sebaiknya dilakukan
trauma kepala akibat kecelakaan). Riwayat penyakit ini penting dalam hal
okulomotorius.
12
B. Pemeriksaan fisik
tidak, dan bervariasi atau konstan. Adanya posisi kepala yang abnormal dan
ptosis juga dapat diketahui. Pada ptosis neurogenik jatuhnya kelopak mata
dahi (kontraksi dari otot frontalis). Ptosis kongenital biasanya mengenai satu
mata saja. (b). Pupil: ukuran, isokor/anisokor, refleks cahaya langsung dan
tidak langsung.
permukaan kornea. Dengan tes ini adanya strabismus dapat dideteksi, setiap
tengah-tengah pupil.
Heterofori yaitu bila salah satu refleks cahaya pada kornea tidak berada di
sembilan arah yaitu lurus ke depan, 6 posisi kardinal (kanan, kanan atas,
kanan bawah, kiri, kiri atas, kiri bawah), ke atas, dan ke bawah. Pada saat
mata melakukan pergerakan ke 6 posisi kardinal hanya satu otot saja yang
bekerja, sedangkan saat mata melihat ke atas atau ke bawah beberapa otot
13
Oleh karena itu dalam menilai kelumpuhan otot-otot ekstraokular,
Selain itu penting juga untuk menilai kecepatan dari gerakan sakadik mata
baik secara horizontal ataupun vertikal. Pada gangguan atau kerusakan pada
lebih tinggi lagi, dapat terlihat pergerakan mata jauh lebih lambat
dengan kartu Snellen atau pada anak dapat dinilai dengan menggunakan “E”
C. Pemeriksaan penunjang
Beberapa kasus yang berkaitan dengan strabismus paralitik/inkomitan
mengarah pada gangguan neurologis yang serius, seperti pada parese N III
yang disertai rasa nyeri, yang dicurigai akibat aneurisma pada Sirkulus
Willisi. Pada kasus-kasus seperti ini pasien sebaiknya segera dirujuk pada ahli
Gula darah, Foto kranium, Foto sinus paranasal dan orbita, bila diperlukan
CT scan sinus paranasal dan orbita, Tes fungsi tiroid dan autoantibodi,
Tensilon (edrophonium) test, untuk menegakan diagnosa miastenia gravis,
CT brain / MRI / angiografi karotis pada kasus-kasus neurologis.
14
2.3. Terapi12
merupakan pilihan lini pertama sebagai menghilangkan nyeri atau sebagai anti
inflamasi. Pasien yang tidak sembuh setelah 6-12 bulan merupakan indikasi
untuk dilakukan reseksi otot mata atau resesi untuk mengobati diplopia yang
BAB III
LAPORAN KASUS
15
RAHASIA
STATUS BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. NA Pendidikan : SLA
Umur : 67 tahun Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki Status :-
Alamat : Pekanbaru MR : 00629562
Pekerjaan : Swasta MRS : 27 okt 2020
Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan terkontrol sekarang masih
mengkonsumsi obat hipetensi : captopril dan amlodipine.
Riwayat penyakit diabetes militus (-)
Riwayat trauma kepala (-)
16
Fisioterapi 2x dibagian RM di RSUD AA dengan cara dipanaskan
dibagian kepala.
Ct scan kepala tanpa kontras tanggal 27 agustus 2020 dengan kesan :
infark lakuner di ganglia basalis dan thalamus bilateral, Pons sinistra.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis koperatif
tanda Sign : TD : 148/78 mmHg
dengan obat
N : 86 x/i
Frekuensi Napas : 18 x/i
S : 36,6 ºC
STATUS OPTHALMOLOGI
OD OS
20/60 Visus Tanpa Koreksi 20/30
20/40 (c-1,00 Axis 800) Visus dengan koreksi 20/20 (c -0,5 Axis 150)
Posisi Bola Mata
(XT, OD leading eye)
17
langsung (+) langsung (+)
Jernih Lensa Jernih
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
Penglihatan ganda dan kabur sejak 7 bulan yang lalu, sakit kepala sebelah
kiri. Keluhan mual dan muntah disangkal. Pemeriksaan opthalmologi di dapatkan
posisi bola mata XT, OD leading eye, pergerakan bola mata kiri terhambat ke
superior, nasal, inferior. Ptosis (-), Pupil isokor, dan reflex cahaya (+/+).
DIAGNOSIS KERJA
Parese Partial Nervus Oculomotor OS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium : darah rutin, ureum kreatinin, GDS, elektrolit,
profil lipid, asam urat.
Penunjang :
- Ct scan kepala tanpa kontras, kesan : infark lakuner di ganglia basalis
dan thalamus bilateral, Pons sinistra.
- Ct scan nasofaring dengan kontras, kesan tidak tampak kelainan pada
nasofaring.
PENATALAKSANAAN
Farmakologi: - Metilprednisolon 16 mg 2x2
- Metilcobalamin 500 mg 2x1
Konsul ke THT : Endoskopi, kesan : tidak ditemukan kelainan.
.
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Functionam : Bonam
18
DAFTAR PUSTAKA
19
2. Dhany R.K, Tanjung Y, Jennel F. insiden dan etiologi kelumpuhan saraf
2012.
Klinis Dasar. Penerbit PT. Dian Rakyat. Jakarta. 2000: 114 – 82.
7. Sidarta Ilyas. Anatomi dan Fisiologi Otot Pengerak Bola Mata. Dalam:
8. Prof. Dr. I. Gusti Ng. Gd. Ngoerah. Nervi Kranialis. Dalam: Dasar-Dasar
– 130.
20
11. Chugh JP, Jain P, Chouhan RS, Rathi A. Third Nerve Palsy: An overview.
12. Hartono, MAF. Diplopia binokuler pada paresis N III, IV, dan VI di RS
Mata dr. Jap Yogyakarta. Jurnal oftalmologi Indonesia 2007; 5(3): 213-
216.
21