I. PENDAHULUAN
Lebih dari 12 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahun, sekitar 2
juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Serangan penyakit
tersebut akibat status imunisasi dasar yang tidak lengkap pada sekitar 20% anak sebelum ulang
tahun yang pertama. Berdasarkan estimasi global yang dilakukan WHO tahun 2007
pelaksanaan imunisasi dapat mencegah kurang lebih 25 juta kematian balita tiap tahun akibat
penyakit difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan) dan campak. Di seluruh dunia, cakupan
imunisasi polio yang diterima bayi dengan 3 dosis vaksin polio tahun 2007 adalah 82% dan
cakupan imunisasi Hepatitis B dengan 3 dosis vaksin adalah 65%. Sedangkan cakupan
imunisasi DPT dan campak masing-masing sebesar 81% dan 82%.(1)
Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan Pengembangan Program Imunisasi
(PPI) secara resmi pada tahun 1997, yang menganjurkan agar semua anak diimunisasi enam
macam penyakit yaitu difteri, pertusis, tetanus, tuberkulosis, polio, campak. Tahun 1991/1992
Departemen Kesehatan RI telah mulai mengembangkan program imunisasi hepatitis B dengan
mengintegrasikannya ke dalam program imunisasi rutin yang telah ada di empat propinsi yaitu
Nusa Tenggara Barat, Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, yang terus
dikembangkan ke propinsi lainnya dan akhirnya pada tahun 1997/1998 imunisasi hepatitis B
sudah dapat menjangkau seluruh bayi di Indonesia.(1)
Imunisasi dilakukan di seluruh kelurahan di wilayah Indonesia. Imunisasi rutin
diberikan kepada bayi di bawah umur satu tahun, wanita usia subur, yaitu wanita berusia 15
hingga 39 tahun termasuk ibu hamil dan calon pengantin. Imunisasi pada bayi disebut dengan
imunisasi dasar, sedangkan imunisasi pada anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur
disebut dengan imunisasi lanjutan. Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi, pada
bayi: hepatitis B, BCG, Polio, DPT, dan campak. Pada usia anak sekolah: DT (Difteri Tetanus),
campak dan Tetanus Toksoid. Pada imunisasi terhadap wanita usia subur diberikan Tetanus
Toksoid. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2014, pemberian imunisasi
2
hepatitis B-0 diberikan satu kali pada saat bayi lahir hingga usia 12 jam, empat kali imunisasi
polio, satu kali imunisasi BCG, empat kali imunisasi DPT (imunisasi DPT keempat diberikan
satu tahun setelah pemberian DPT ketiga), dan dua kali imunisasi campak yaitu pada usia 9
dan 24 bulan.(2,3)
aseluler pertusis, disingkat DTaP. Keuntungan vaksin yang ini, angka kejadian
komplikasi yang ditimbulkan lebih sedikit dibanding vaksin yang whole cell.
Artinya, lebih sedikit bikin demam, bengkak, nyeri atau komplikasi lainnya.
Kerugiannya, harganya relatif mahal.
Efek samping imunisasi DPT/HB combo
Efek samping yang terjadi adalah pembengkakan dan kemerahan daerah suntikan.
Kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas, meracau yang terjadi
24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang
dalam 2 hari.
Kontra indikasi imunisasi DPT/HB combo
Kontra indikasi dari imunisasi ini adalah apabila adanya gejala keabnormalan otak
pada bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf yang merupakan
kontraindikasi pertusis, hipersensitif terhadap komponen vaksin, penderia infeksi
berat yang disertai kejang.(1,2,3)
Pelaksanaan Kegiatan
- Waktu : 14 April 2016
- Tempat : Ruangan imunisasi Puskesmas Sikumana
- Pendamping : Ibu Ona
- Pasien
Nama : An. Eveline
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 2 bulan
Alamat : Kelapa Lima
Dokumentasi
Pelaksanaan Kegiatan
- Waktu : 14 April 2016
- Tempat : Ruangan imunisasi Puskesmas Sikumana
- Pendamping : Ibu Ona
- Pasien
Nama : Ny. A.S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Alamat : Kayu Putih
Usia Kehamilan : 25 minggu
Dokumentasi
III. KESIMPULAN
Telah dilaporkan 2 kegiatan imunisasi yang dilakukan pada balita dan ibu hamil di
Puskesmas Oepoi yaitu imunisasi DPT/HB combo pada balita dan Tetanus Toxoid (TT) pada
ibu hamil. Pasien telah diedukasi mengenai gejala-gejala yang sering ditimbulkan setelah
pemberian imunisasi, serta telah diberikan paracetamol dengan anjuran seperempat tablet
apabila pasien mengalami keluhan panas, dan diedukasi untuk tidak mengompres pada daerah
tempat suntikan.
6
DAFTAR PUSTAKA