Disusun oleh :
Natalia Angreini Gunawan (11.2013.217)
Pembimbing :
dr. Nanda Lessi Sp.M
I. IDENTITAS
Nama
Umur
Agama
Pekerjaan
Tanggal pemeriksaan
: Ny.AS
: 33 tahun
: Islam
: IRT
: 14 Januari 2015
II. ANAMNESIS
Auto anamnesis pada tanggal 14 Januari 2015 jam 09.00 WIB
Keluhan utama
Mata kiri sakit dan merah sejak satu bulan.
Keluhan tambahan
Semakin lama semakin buram, berair terkadang, gatal (-) , sekret (-) , melihat awan (-)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan, sejak 1 bulan yang lalu mata kirinya sakit dan memerah. Pandangan
mata kirinya semakin lama semakin buram sudah sejak 2 tahun yang lalu namun pasien
mengabaikan keluhan tersebut. Rasa gatal, timbul sekret maupun melihat awan disangkal
pasien,. Pasien bulan lalu mencoba berobat ke dokter mata dan diberi obat tetes mata namun
keluhan tidak berkurang dan penglihatan semakin buram. Keluhan matanya semakin
memburuk dan pasien akhirnya mencoba datang ke poli mata RSUD Ciawi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat HT (-), DM (-), Alergi (-),Asma (-)
Riwayat mata merah berulang selama 2 tahun dan penggunaan tetes cendo.
Pasien pernah menggunakan kacama dengan ukuran R plano dan L S-2,50
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan.
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
:Kepala/leher
Thorax, Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
: normocephali
: dalam batas normal
: dalam batas normal
: dalam batas normal
: dalam batas normal
Status Opthalmologis
1.
2.
3.
4.
KETERANGAN
VISUS
Visus jauh
Koreksi
Addisi
Kaca mata lama
Persepsi warna
KEDUDUKAN BOLA MATA
OD
OS
6/6
plano
+
1/-2,50
+
Eksoftalmus
Endoftalmus
Deviasi
Gerakan Bola Mata
Baik ke segala arah
SUPERSILIA
Warna
Hitam
Simetris
Normal
Tanda peradangan
Rontok
PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema
-
Nyeri tekan
Ektropion
Entropion
Blefarospasme
Distrikiasis
Sikatriks
Pungtum lakrimal
Fissura palpebra
Tes anel
Tidak dilakukan
5.
6.
7.
8.
-
Tidak dilakukan
+
+
Hiperemis
Sedikit keruh
Rata
12 mm
4
- Sensibilitas
- Infiltrat
- Keratik Presipitat
- Sikatriks
- Ulkus
- Perforasi
- Arcus senilis
- Edema
- Uji fluoresein
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman
- Kejernihan
- Hifema
- Hipopion
- Efek Tyndall
10. IRIS
- Warna
- Kripte
- Sinekia
- Kolobama
11. PUPIL
- Letak
- Bentuk
- Ukuran
- Refleks Cahaya Langsung
- Refleks Cahaya Tidak Langsung
12. LENSA
- Kejernihan
-
Baik
Tidak dilakukan
Baik
+
Tidak dilakukan
Sedang
Jernih
-
Sangat dalam
Jernih
-
Coklat
-
Coklat
-
Tengah
Isokor
3 mm
+
+
Tengah
Midriasis
7 mm
-
Sedikit keruh
Keruh
Tengah
Tengah
Jernih
Sulit dinilai
Letak
Test Shadow
N/palpasi
N++/palpasi
5
- Tonometer schiotz
15. KAMPUS VISI
- Tes konfrontasi
16. FUNDUS OKULI
- Batas
IV.
Warna
Ekskavasio
Tidak dilakukan
Baik
Tegas
Kuning kemerahan
Tidak dilakukan
Menurun
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
AVR
2:3
Sulit dinilai
CDR
0,4
Sulit dinilai
Macula lutea
Sulit dinilai
Retina
Sulit dinilai
Eksudat
Sulit dinilai
Perdarahan
Sulit dinilai
Sikatriks
Sulit dinilai
Ablasio
Sulit dinilai
Neovaksularisai
Sulit dinilai
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Slit-lamp
Tonometri Schiotz
Tes Provokasi
V. RESUME
OS bernama Ny. AS usia 33 tahun datang ke poliklinik mata RSUD Ciawi tanggal 14
Januari 2015. Pasien mengatakan, sejak 1 bulan yang lalu mata kirinya sakit dan memerah.
Pandangan mata kirinya semakin lama semakin buram sudah sejak 2 tahun yang lalu namun
pasien mengabaikan keluhan tersebut. Adanya riwayat mata merah berulang selama 2 tahun
belakangan dan pemakaian tetes cendo apabila mata sedang merah dan nyeri.
Status Generalis : dalam batas normal
Status Oftalmologi :
OD
OS
6/6
Visus
1/300
N/palpasi
TIO
N/+2palpasi
Tenang
Cts
Tenang
Tenang
Cti
Tenang
Tenang
Cb
Jernih
Agak keruh
Dalam
CoA
Sangat dalam
Sinekia (-)
Sinekia -
Sedikit keruh
Keruh
Normal
Sulit dinilai
DIAGNOSIS BANDING
Glaukoma sekunder e.c katarak immatur OS
Katarak immatur OS
Retinopati diabetikum OS
Retinopati hipertensi OS
7
VIII. PENATALAKSANAAN
IX.
Glaukon 3x1
Aspar K 1x1
Polydex ed 3x gtt I OS
PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma adalah suatu neuropati diskus optikus yang ditandai oleh tekanan tinggi intra
okular (IOP) yaitu di atas 21 mmHg, kerusakan serabut nervus optikus, kehilangan lapangan
pandang secara progresif, dan dapat menyebabkan kebutaan secara permanen. Glaukoma
sekunder merupakan galukoma sebagai akibat dari penyakit mata lain. 1
Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan terbanyak setelah katarak dan
merupakan penyebab terbanyak kebutaan irreversibel akibat glaukoma primer sudut terbuka.
Pada tahun 2002 diperkirakan 161 juta orang mengalami gangguan penglihatan dan 37 orang
menderita kebutaan. Gangguan penglihatan akibat glukoma banyak terjadi pada Negara
berkembang, orang dewasa lebih banyak dibandingkan anak kecil dan wanita lebih banyak
daripada pria. Di Amerika Serikat diperkirakan 2 juta pengidap glaukoma. Glaukoma akut
merupakan 10-15% kasus pada orang kaukasus. Persentase ini lebih tinggi pada orang asia,
terutama diantara orang Burma dan Vietnam di Asia Tenggara. Pada tahun 2020 jumlah ini
diperkirakan meningkat menjadi 79.600.000. Sebagian besar (74%) adalah glaukoma sudut
terbuka.2
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran
keluar humor aqueous akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut
terbuka) atau gangguan akses humor aqueous ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup). 3
Tekanan intraokular diturunkan dengan cara mengurangi Produksi humor aqueous atau
dengan meningkatkan aliran keluarnya, menggunakan obat, laser, atau pembedahan. Pada
glaukoma sekunder, harus selalu dipertimbangkan terapi untuk mengatasi kelainan primernya. 1
Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya diberikan terapi dan efektivitas terapi
ditentukan dengan melakukan pengukuran tekanan intraokular (tonometri), inspeksi diskus
optikus, dan pengukuran lapangan pandang secara teratur.1
9
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2. 1. DEFINISI
Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu
manifestasi dari penyakit mata lain.1
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh penyakit mata lain atau
faktor-faktor seperti inflamasi, truma, perdarahan, tumor, obat-obatan, dan pengaruh fisik atau
kimia.2
2. 2. FISIOLOGI HUMOR AQUEOUS
Humor aqueous (HA) adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata. Volumenya adalah sekitar 250 uL, dan kecepatan pembentukannya, yang
bervariasi diurnal, adalah 1,5-2 uL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma.
Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi
askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.1
Sekresi HA 80% oleh epitel siliaris non pigmentasi melalui proses metabolik aktif yang
bergantung pada banyaknya sistem enzimatik (enzim karbonik anhidrase) dan 20% oleh proses
pasif dari ultrafiltrasi dan difusi.4
Humor aqueous mengalir ke dalam bilik posterior kemudian masuk diantara permukaan
posterior iris dan selanjutnya masuk ke bilik anterior. HA keluar dari bilik anterior melalui dua
jalur, yaitu jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera (jalur non trabekula). Jalur
trabekula pada bilik anterior dibentuk oleh dasar iris dan kornea perifer, melewati trabekular
meshwork (TM) dari sklera, masuk ke kanal schlemn (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena
aqueous). Melalui kanal kolektor, HA dibawa ke pembuluh darah sklera dimana HA bercampur
dengan darah. Pada jalur uveosklera, HA mengalir melalui korpus siliaris ke ruang supra
arakhnoid dan masuk ke dalam sirkulasi pada vena.3
10
Humor aqueos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ di
dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea, disamping itu juga berguna
untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada kedua organ tersebut. Adanya cairan
tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola mata/tekanan
intra okular. Untuk mempertahankan keseimbangan tekanan di dalam bola mata dalam
batas normal (10-24 mmHG), HA diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar
melalui sistem drainase mikroskopik. 6
2. 3. PATOFISIOLOGI GLAUKOMA
2. 3. 1. Glaukoma Sudut Tertutup
Tekanan intra okular normal rata-rata 15 mmHg pada orang dewasa lebih tinggi secara
signifikan daripada tekanan rata-rata jaringan pada hamper setiap organ lain di dalam tubuh.
Tekanan tinggi ini penting untuk pencitraan optikal dan membantu untuk memastikan:2
Keteraturan kurvatura dari permukaan kornea
11
13
2. 4. GLAUKOMA SEKUNDER
2. 4. 1. Glaukoma Pigmentasi
Sindroma depresi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di bilik mata
depan terutama di anyaman trabekular, yang sesuai perkiraan akan mengganggu aliran keluar
aqueous, dan di permukaan kornea posterior (Krukenbergs spindle) disertai defek
transiluminasi iris. Studi dengan ultrasonografi menunjukan perlakuan iris berkontak dengan
zonula atau processus ciliares, mengindikasikan pengelupasan granul-granul pigmen dari
permukaan belakang iris akibat friksi, dan menimbulkan efek transiluminasi iris. Sindrom ini
paling sering terjadi pada pria miopia berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki bilik mata
depan yang dalam dengan sudut bilik mata yang lebar.1
Temuan klinis glaukoma pigmentasi dapat berupa: 4
Krukenbergs spindle pada endotel kornea.
Nyeri.
Penurunan lapangan pandang setelah berolahraga atau saat pupil berdilatasi.
Degenerasi serabut saraf optik (miopia) yang berjalan secara progresif.
Kelainan pigmentasi dapat terjadi jika tanpa disertai glaukoma, tetapi orang-orang ini
harus dianggap sebagai tersangka glaukoma. Hingga 10% dari mereka akan mengalami
glaukoma dalam 5 tahun dan 15% dalam 15 tahun (glaukoma pigmentasi). Pernah dilaporkan
beberapa pedigere glaukoma pigmentasi herediter autosomal dominan, dan satu gen untuk
sindrom dispersi pigmen dipetakan pada kromosom 7.1
Tetapi miotik maupun iridotomi perifer dengan laser telah menunjukkan mampu
mengembalikan konfigurasi iris yang abnormal, tetapi masih belum jelas apakah keduanya
memberikan keuntungan jangka panjang bagi perkembangan dan perburukan glaukoma. (Karena
pasien biasanya penderita miopia berusia muda, terapi miotik kurang dapat ditoleransi, kecuali
jika diberikan dalam bentuk pilokaprin sekali sehari, lebih disukai pada malam hari).1
14
Baik
sindrom
depersi
pigmen
maupun
glaukoma
pigmentasi
khas
dengan
15
Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstaksi lensa segera setelah tekanan
intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa biasaanya dibiarkan dan
glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.8
b. Intumesensi Lensa
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan-perubahan
katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian dapat melanggar
batas bilik depan, menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut, serta menyebabkan
glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera setelah tekanan intraokular
terkontrol secara medis.1
c. Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior, dan
memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi
reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh
protein-protein lensa, dan menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut. Ekstraksi lensa
merupakan terapi definitif, dilakukan segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis
dan terapi steroid topikal telah mengurangi peradangan intraokular.1
2. 4. 4. Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis
a. Uveitis
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya di bawah normal karena corpus ciliare yang
meradang berfungsi kurang baik. Namun, dapat pula terjadi peningkatan tekanan intraokular
melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel
radang dari bilik mata depan, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat dalam
proses peradangan yang secara spesifik mengenai sel-sel trabekular (trabekulitis). Salah satu
penyebab meningkatnya tekanan intraokular pada individu dengan uveitis adalah penggunaan
steroid topikal. Uveitis kronik atau rekuren menyebakan gangguan fungsi trabekula yang
permanen, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut; semua kelainan
16
17
bermanisfestasi sebagai kompensasi kornea, glaukoma, dan kelainan iris (corectopia dan
polycoria).1
2. 4. 6. Glaukoma Akibat Trauma
Cedera konstusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini tekanan intraokular
akibat perdarahan kedalam bilik mata depan (hifema). Darah bebas menyumbat anyaman
trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Terapi awal dilakukan dengan obatobatan, tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah bila tekanannya tetap tinggi, yang
kemungkinan besar terjadi bila ada episode perdarahan kedua.1
Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraokular; efek ini timbul akibat kerusakan
langsung pada sudut. Selang waktu antara cedera dan timbulnya glaukoma mungkin
menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata depan tampak lebih dalam daripada
mata yang satunya, dan gonioskopi memperlihatkan resesi sudut. Terapi medis biasanya efektif,
tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah.6
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai dengan
hilangnya bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk kembali setelah cedera
baik secara spontan, dengan inkarserasi iris kedalam luka, atau secara bedah akan terbentuk
sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang ireversibel.1
2. 4. 7. Glaukoma Setelah Tindakan Bedah Okular
a. Glaukoma Sumbatan Siliaris (Glaukoma Maligna)
Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan peningkatan tekanan intraokular yang
bermakna dan sudut sempit atau tertutup dapat menyebabkan glaukoma sumbatan siliaris. Segera
setelah pembedahan, tekanan intraokular meningkat hebat dan lensa terdorong ke depan akibat
penimbunan aqueous di dalam dan di belakang korpus vitreum. Pasien awalnya merasakan
penglihatan jauh yang kabur, tetapi penglihatan dekatnya membaik. Ini diikuti dengan nyeri dan
peradangan.1
18
Terapi terdiri atas siklopelgik, midriatik, penekanan HA, dan obat-obat hiperosmotik. Obat
hiperosmotik digunakan untuk menciutkan korpus vitreum dan membiarkan lensa bergeser ke
belakang.5
Mungkin diperlukan sklerotomi posterior, vitrektomi, dan bahkan ekstraksi lensa.1
b. Sinekia Anterior Perifer
Seperti halnya trauma pada segmen anterior, tindakan bedah yang menyebabkan
mendatarnya bilik mata depan akan menimbulkan pembentukan sinekia anterior perifer.
Diperlukan pembentukkan kembali bilik mata depan melalui tindakan bedah dengan segera
apabila hal tersebut tidak terjadi secara spontan.1
2. 4. 8. Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling sering
disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetik stadium
lanjut dan oklusi vena sentralis retina. Glaukoma mula-mula timbul akibat sumbatan sudut olah
membran fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya menyebabkan penutupan sudut.1
Glaukoma vaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering tidak memuaskan baik
rangsangan neovaskularisai maupun peningkatan TIO perlu ditangani. Pada banyak kasus, terjadi
kehilangan penglihatan dan diperlukan prosedur siklodestruktif untuk mengontrol TIO.1
2. 4. 9. Glaukoma Akibat Steroid
Kortikosteroid intraokular, periokular dan topikal dapat menimbulkan suatu jenis
glaukoma yaitu glaukoma sudut terbuka primer. Resiko semakin meningkat terutama pada
individu dengan miopia tinggi, riwayat glaukoma pada keluarganya, memiliki penyakit autoimun
(misalnya Rheumatoid Arthritis) atau individu dengan diabetes melitus. Terkadang pasien dengan
terapi kortikosteroid jangka panjang tidak merasakan keluhan saat tekanan intraokularnya sudah
meningkat, dan menyebabkan kerusakan permanen dari nervus optikus.
19
Peningkatan TIO umumnya terjadi beberapa minggu setelah penggunaan steroid, dan
akan menurun kembali apabila pasien berhenti menggunakan steroid tersebut. Patofisiologi
terjadinya glaukoma akibat steroid tidak diketahui dengan pasti. Diduga steroid menginduksi
glaukoma karena meningkatkan resistensi pada aliran humor akuous. Beberapa penelitian
menyatakan steroid meningkatkan akumulasi glikosaminoglikan atau produksi TIGR
(Trabecular meshwork-Inducible Glucocorticoid Response) yang kemudian mengganggu
outflow humor akuous. Penelitian lain menunjukkan kortikosteroid memiliki efek inhibisi
pinositosis humor akuous dan menyebabkan akumulasi pada kamera okuli anterior.
20
Penghentian pengunaan steroid biasanya menghilangkan efek negatif yang timbul, tetapi
dapat terjadi kerusakan permanen apabila keadaan tersebut biasanya tidak disadari dalam waktu
lama. Apabila terapi steroid topikal mutlak diperlukan, terapi glaukoma secara medis biasanya
dapat mengontrol peningkatan TIO. Terapi steroid sistemik jarang menyebabkan peningkatan
TIO. Pasien yang mendapatkan terapi steroid topikal atau sistemik harus menjalani tonometri
dan oftalmoskopi secara periodik, terutama apabila terdapat riwayat glaukoma dalam keluarga.1
2. 5. DIAGNOSIS
2. 5. 1. Anamnesis
Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma umumnya berupa
gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah.5
Kehilangan penglihatan yng disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari penderita,
samapai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-kadang pada
beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di daerah Bjerrum
(parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan penglihatan baru dirasakan
bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan makula.5
Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling sering disebabkan oleh edema
kornea akibat peninggian TIO yang cepat.Gangguan penglihatan yang lain adalah
21
22
iris, atropi iris, neovaskularisasi iris, pelebaran pupil, ekstropion uvea, dan katarak
glaucomatous.1
b. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-kadang
pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di daerah Bjerrum
(parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan penglihatan baru dirasakan
bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan macula. Kehilangan proyeksi penglihatan ini
umumnya dimulai dibagian nasal, kemudian disebelah atas atau bawah, bagian temporal
biasanya bertahan cukup lama sampai menghilang sama sekali. Dalam keadaan ini tajam
penglihatan sudah ditingkat menghitung jari, bahkan bisa lebih buruk lagi.5
c. Tonometri
1) Pengukuran tanpa alat
Pengukuran ini dikenal dengan palpasi atau finger tension. Pengukuran ini memberikan
hasil yang kasar, dan memerlukan banyak pengalaman. Walaupun tidak teliti, cara palpasi ini
masih bermanfaat pada keadaan di mana pengukurn tekanan dengan alat tidak dapat dilakukan,
misalnya menghindari penularan konjungtivitis dan infeksi kornea.5
Cara yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 5
- Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan.
- Mata penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat.
- Kedua jari telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima
orbita. Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa.
- Keadaan tekanan bola mata dinyatakan sebagai berikut :
o TIO ( palpasi) : N ( Normal )
o Bila tinggi : N +
o Bila rendah : N
23
24
g. Tonografi
Tonografi adalah cara pemeriksaan parameter lain dinamika cairan intraokuler yang
diperkenalkan oleh W.Morton Grant. Grant menunjukkan pencatatan TIO dengan tonometer
indentasi elektronik dalam jangka waktu tertentu digabung dengan tabel Fridenwald dapat
memperkirakan daya pengeluaran dan pembentukan cairan intraokular.5
h. Tes Provokasi
Tes ini digunakan pada penderita yang mempunyai bakat glaukoma.5
1) Tes provokasi untuk glaukoma sudut terbuka
o Tes minum air:5
- Penderita dipuasakan 6-8 jam sebelum pemeriksaan, kemudian tekanan intraokularnya
diukur.
- Penderita diminta meminum air sebanyak 1 liter dalam waktu 5-10 menit.
- Tekanan intraokular diukur kembali setiap 15 menit selama 1 jam.
- Bila ada kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg tes dianggap positif.
o Tes minum air diikuti tonografi. 5
2) Tes provokasi untuk glaukoma sudut tertutup
o Tes midriasis: 5
- Di dalam kamar gelap, kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg dianggap positif.
- Tonografi setelah midriasis.
o Tes posisi Prone: 5
- Penderita dalam posisi prone selama 30 40 menit.
- Positif bila kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg.
25
2. 6. PENATALAKSANAAN
2. 6. 1. Medikamentosa
a. Supresi pembentukan humor aqueous
1) Penghambat adrenergic beta adalah obat yang paling luas digunakan untuk terapi
glaukoma. Obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasikan dengan obat lain.
Preparat yang tersedia sekarang yaitu timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%. 1
2) Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik 2 baru yang menurunkan pembentukan humor
akuos tanpa efek pada aliran keluar.1
3) Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling banyak
digunakan, tetapi terdapat alternatif lain yaitu diklorfenamid dan metazolamid. Digunakan
untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan glaukoma
akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi yang perlu segera di kontrol. Obat ini
mampu menekan pembentukan HA sebesar 40-60%. 7
b. Fasilitasi aliran keluar humor aqueous.
1) Kolinergik/ Parasimpatomimetik, yakni pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan
beberapa kali sehari, atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur. Karbakol 0,75-3% adalah
obat kolinergik alternatif.1
2) Antikolinesterase ireversibel, merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja paling
lama. Obat-obat ini adalah Demekarium Bromida 0,125% yang umumnya dibatasi untuk
pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik. Obat-obat ini
juga menimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien
dengan sudut sempit. Pasien juga harus diberitahu mengenai kemungkinan ablasio retina.1
3) Epinefrin 0,25-2%, diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran keluar humor
akueus dansedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor akeus. Terdapat sejumlah
efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi relek konjungtiva , endapan
adrenokrom, konjungtivitis folikularis, dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang
26
dapat terjadi adalah edema makula sistoid pada afakia dan vasokonstriksi ujung saraf
optikus.1
4) Dipivefrin, adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi
bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin tidak dapat digunakan untuk mata dengan sudut
kamera anterior sempit.5
c. Penurunan volume korpus vitreum.
1) Obat-obat hiperosmotik, menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik
keluar dari korpus vitreus dan terjadi penciutan korpus vitreus. Selain itu, juga terjadi
penurunan produksi humor akuos. Penurunan volume korpus vitreus bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan
pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreus atau
koroid) dan menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).1
2) Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kgbb dalam suatu larutan 50 % dingin dicampur dengan sari
lemon, adalah obat yang paling sering dipergunakan, tetapi pemakaiannya pada pengidap
diabetes harus diawasi. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.1
d. Miotik, midriatik, dan sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan
penutupan sudut akibat iris bombe karena sinemia posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan
oleh pergeseran lensa ke anterior, sikloplegik (siklopentolat dan atropin) dapat digunakan untuk
melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha untuk
menarik lensa ke belakang.8
2. 6. 2. Pembedahan
a. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara
kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal ini
dapat dicapai dengan laser neonidium: YAG atau aragon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan
27
bedah iridektomi perifer. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada
sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut.1
b. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa kejalinan
trabekular dapat mempermudah aliran keluar HA karena efek luka bakar tersebut pada jalinan
trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi
jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan untuk bermacam-macam bentuk glaukoma sudut
terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan
biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma.1
c. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga
terbentuk akses langsung HA dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat
dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Penyulit utama Trabekuloplasti laser
adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Goniotomi adalah suatu teknik yang
bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan
drainase humor akuos dibagian dalam jalinan trabekular.1
28
d. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan
tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraokular.
Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi, dan yang paling mutakhir terapi laser
neodinium : YAG thermal mode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata di sebelah posterior
limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris dibawahnya.1
2. 7. PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang sampai akhirnya
menyebabkan kebutaan total. Bila obat antiglaukoma dapat menurunkan tekanan intra okular
pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis penglihatan akan
baik. Bila proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik secara medis.9
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Cunningham ET. Vaughan & Asburys General Opthalmology. Edisi 18. USA :
McGraw-Hill, 2011
2. Lang, G. K. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd Edition. Thieme. Stuttgart-New
York. 2006.
3. Setiawan, A. Glukoma. Available at: http://fkuii.org . Accesed on August, 2008.
4. Schuman, J. S., Christopoulos, V., Dhaliwal, D. K., Kahook, M. Y., et all. Rapid
Diagnoses in Ophthalmology Lens and Glaucoma. Mosby Elsevier. Philadelphia. 2008.
5. LeitmanMW. Manual for Eye Examination and Diagnosis Seventh Edition.
Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, 2007
6. Sidarta, I. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi) Edisi ke-2. FKUI. Jakarta. 2001.
7. Lee, D. A. Clinical Guide to Comprehensive Ophtalmology. Stuggart. NewYork. 1999.
8. Boyd, B. F., Luntz, M. Innovations In The Glaucomas Etiology, Diagnosis, and
Management. Highlights of Ophthalmology International. 2002.
9. James, B., Benjamin, L. Ophthalmology Investigation and Examination Techniques.
Butterworth Heinemann Elsevier. United Kingdom.
10. Chew C, James B, Bron A. Lecture notes: Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta : Erlangga
Medical Series, 2006
11. Kersey JP, Broadway DC. Corticocosteroid induced glaucoma : a review of literature.
Website : http://nature.com/ eye/journal/v20/n4/full.html. Diunduh tanggal 27 Januari
2015.
12. Drug Induced Glaucona.Website : http://emedicine.medscape.com/article/1205298overview#2 Diunduh tanggal 27 Januari 2015.
30