Anda di halaman 1dari 29

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN

ANAK PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS


AKUT (ISPaA) DI PUSKESMAS KECAMATAN ARJOSARI
KABUPATEN PACITAN TAHUN 2016

USULAN SKRIPSI

Oleh:
VIMA BUNGA LADIPA
K 100130176

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2017
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... v
A. JUDUL USULAN SKRIPSI............................................................ 1
B. LATAR BELAKANG MASALAH ................................................ 1
C. RUMUSAN MASALAH ................................................................ 3
D. TUJUAN PENELITIAN ................................................................. 3
E. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut .............................................. 3
a. Definisi ISPA ....................................................................... 3
b. Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut ................................. 4
1). Influenza ......................................................................... 4
2). Otitis Media Akut (OMA) .............................................. 4
3). Sinusitis .......................................................................... 5
4). Faringitis ......................................................................... 5
2. Antibiotik ................................................................................... 6
a. Definisi Antibiotik ............................................................... 6
b. Penggunaan Antibiotik Secara Rasional .............................. 6
c. Kegagalan Dalam Terapi Antibiotik ..................................... 6
d. Mekanisme Resistensi Antibiotik ........................................ 7
e. Penatalaksanaan Terapi Pada ISPaA ................................... 8
3. Rasionalitas Terapi .................................................................... 11
a. Tepat Indikasi ....................................................................... 11
b. Tepat Pasien ......................................................................... 11
c. Tepat Obat ........................................................................... 11
d. Tepat Dosis .......................................................................... 12
F. LANDASAN TEORI ....................................................................... 12
G. KETERANGAN EMPIRIS ............................................................ 13
H. METODE PENELITIAN ............................................................... 13
1. Kategori Penelitian .................................................................... . 13
2. Definisi Operasional ................................................................ 14
3. Alat dan Bahan ......................................................................... 14
4. Tempat Penelitian ..................................................................... 14
5. Subyek Penelitian ..................................................................... 15
6. Rencana Penelitian ................................................................... 16
a. Sumber Data Penelitian ...................................................... 16
b. Perijinan dan Pembuatan Ethical Clearance ...................... 16
c. Cara Pengumpulan Data Penelitian .................................... 16
d. Analisis Data ....................................................................... 16

iii
I. RENCANA PELAKSANAAN PENELITIAN .............................. 17
J. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 18
K. LAMPIRAN .................................................................................... 20

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Terapi yang digunakan untuk Influenza ......................................... 8


Tabel 2. Terapi antibiotik yang digunakan untuk Otitis Media Akut ......... 9
Tabel 3. Terapi antibiotik yang digunakan untuk Faringitis Akut .............. 10
Tabel 4. Terapi antibiotik yang digunakan untuk Sinusitis ......................... 11

v
1

A. Judul Usulan Skripsi


Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas Akut (ISPaA) Di Puskesmas Kecamatan Arjosari
Kabupaten Pacitan Tahun 2016.

B. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan suatu daerah tropis yang berpotensi menimbulkan
penyakit infeksi yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Pengaruh
geografis tersebut dapat mendorong terjadinya kasus kematian, salah satunya
disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya penyebaran ISPA yaitu antara lain faktor pencemaran
pada lingkungan seperti kebakaran hutan, polusi udara dan asap rokok, perilaku
yang kurang baik terhadap kesehatan diri serta rendahnya gizi pada masyarakat
(Daroham and Mutiatikum, 2009; Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2005).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran
pernapasan bagian bawah serta dapat terjadi dengan berbagai gejala klinis. ISPA
disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur. ISPA akan menyerang host apabila
imunitas tubuh menurun. Penyakit ISPA banyak ditemukan pada anak-anak dan
paling sering menjadi salah satu alasan untuk datang ke rumah sakit atau
puskesmas dalam menjalani rawat inap maupun rawat jalan (Sukarto et al., 2016).
Infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA) merupakan penyakit yang
paling umum terjadi pada anak-anak. Hal ini terjadi karena sistem kekebalan
tubuh pada anak menurun (Chauhan et al., 2013). Penyakit ISPaA yang paling
banyak terjadi yaitu diantaranya adalah influenza, otitis media akut, sinusitis dan
faringitis. Menurut Febrianto (2015) prevalensi terjadinya influenza pada anak
dengan penyakit ISPaA sekitar 14,55%. Prevalensi terjadinya faringitis akibat
bakteri pada anak-anak di Indonesia sebesar 18% (Widagdo et al., 2007).
Prevalensi terjadinya otitis media akut menurut Husni (2011) yaitu sebesar 14
hingga 62% yang terjadi setiap tahunnya. Prevalensi terjadinya sinusitis yaitu
2

sebesar 5 hingga 10% yang lebih banyak ditemukan pada anak, hal ini terjadi
karena anak-anak mengalami infeksi saluran pernafasan atas 6-8 kali pertahunnya
(Arivalagan and Rambe, 2013).
Infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA) menyebabkan peradangan
serta infeksi pada hidung dan tenggorokan. Berbagai penelitian menyebutkan
bahwa infeksi saluran pernapasan atas akut disebabkan oleh virus dan bakteri.
Virus yang sebagian besar menyebabkan ISPaA adalah rhinovirus, parainfluenza,
coronavirus, adenovirus, dan virus influenza. Bakteri yang paling umum
menyebabkan ISPaA adalah Streptococcus pneumonia, Neisseria gonorrhoeae,
Haemophilus influenza, Chlamydia pneumonia, Bordetella pertussis dan
Moraxella catarrhalis (Rohilla et al., 2013).
Penggunaan antibiotik sebagai terapi dalam mengobati infeksi harus tepat,
aman dan rasional. Menurut WHO (2002), penggunaan obat dikatakan rasional
apabila memenuhi kriteria yang sesuai dengan indikasi penyakit, dosis yang
diberikan tepat dan memenuhi kebutuhan individu, cara pemberian dilakukan
dengan jangka waktu yang memadai dan biaya yang terjangkau, tepat indikasi,
tepat pasien serta obat yang diberikan harus efektif dan aman. Penggunaan
antibiotik yang tinggi dapat menimbulkan berbagai masalah baik masalah
kesehatan maupun masalah pengeluaran yang tinggi. Masalah yang timbul akibat
penggunaan antibiotik tidak rasional yaitu terjadinya resistensi bakteri dan
menghilangnya sensitivitas bakteri terhadap antibiotik. Penggunaan antibiotik
yang tidak rasional merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas di
seluruh dunia (Ullah et al., 2013).
Banyaknya kasus pengobatan ISPA yang terjadi di Indonesia belum
sepenuhnya menggunakan terapi antibiotik secara rasional. Berdasarkan penelitian
Antoro (2015) yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Kenduran Kabupaten
Blora tahun 2013 mengenai rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien
ISPaA, menunjukan bahwa nilai persentase penggunaan antibiotik yang rasional
sebesar 42,72% dan 57,28% merupakan penggunaan antibiotik yang tidak
rasional. Penggunaan obat yang tidak rasional diantaranya seperti pemberian dosis
3

obat yang kurang dan cara pemakaian, waktu serta lama pemberian antibiotik
yang tidak memadai.
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Arjosari Kabupaten
Pacitan karena ISPaA merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi pada
anak dan masuk dalam daftar 10 besar penyakit yang terjadi di puskesmas
tersebut. Melalui data jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap yang
diperoleh dari Puskesmas Arjosari tahun 2015, menunjukkan bahwa presentase
ISPaA rawat jalan lebih banyak daripada rawat inap hal ini dikarenakan adanya
keterbatasan tempat tidur yang disediakan bagi pasien rawat inap di Puskesmas
Arjosari. Penelitian lebih dipilih dilakukan pada rawat jalan karena jumlah
kunjungan pasien rawat jalan lebih besar dan memungkinkan untuk diambil
datanya di Puskesmas Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan. Hal tersebut
mendorong peneliti untuk melakukan evaluasi lebih lanjut terhadap penggunaan
antibiotik pada penyakit ISPaA sebagai salah satu upaya farmasis dalam
mempromosikan penggunaan antibiotik secara rasional dan efektif agar tidak
merugikan pasien.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disusun perumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana penatalaksaan terapi antibiotik pada pasien anak rawat jalan
penyakit ISPaA (influenza, otitis media akut, sinusitis dan faringitis) di
Puskesmas Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan Tahun 2016?
2. Bagaimana kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien anak penyakit
ISPaA di Puskesmas Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan Tahun 2016
menurut standart terapi Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas tahun 2007
dan Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer tahun 2014?
4

D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui penatalaksaan terapi antibiotik pada pasien anak rawat jalan
penyakit ISPaA (influenza, otitis media akut, sinusitis dan faringitis) di
Puskesmas Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan Tahun 2016.
2. Mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien anak penyakit
ISPaA di Puskesmas Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan Tahun 2016
menurut standart terapi Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
2007.

E. Tinjauan Pustaka
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut
a. Definisi ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyakit saluran
pernapasan yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit baik tanpa
gejala atau infeksi ringan hingga penyakit yang parah dan mematikan. Gejalanya
timbul dengan cepat, biasanya dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari
(WHO, 2007). Berdasarkan wilayah infeksinya ISPA dibagi menjadi dua yaitu
infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi saluran pernapasan bawah (Hayati,
2014). Infeksi saluran pernapasan akut bagian atas meliputi infeksi pada sinusitis,
faringitis, rhinitis, influenza, laringitis, epiglotitis, tonsillitis serta otitis, sedangkan
infeksi pada bronkhus, bronkhiolitis, bronchitis dan pneumonia merupakan infeksi
saluran pernapasan akut bagian bawah. Otitis, sinusitis dan faringitis merupakan
infeksi saluran pernapasan atas, yang paling banyak terjadi sehingga diperlukan
penanganan yang baik karena dapat membahayakan apabila terjadi komplikasi
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005).
b. Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut
1) Influenza
Influenza merupakan penyakit menular dengan gejala pilek biasa seperti
menggigil, demam tinggi, sakit tenggorokan, nyeri otot, sakit kepala yang parah,
batuk hingga pendarahan pada hidung. Pada penyakit influenza sebaiknya tidak
diberikan terapi antibiotik karena antibiotik tidak efektif pada infeksi yang
5

disebabkan oleh virus tersebut. Terapi yang diberikan adalah memberikan obat
yang sesuai dengan tanda dan gejala yang muncul, menyarankan istirahat yang
cukup kepada pasien, meningkatkan konsumsi cairan jika tidak ada
kontraindikasi, memberikan obat antihistamin serta vaksinasi (Somantri, 2008).
2) Otitis Media Akut (OMA)
Otitis media adalah suatu inflamasi yang terjadi pada telinga bagian tengah.
Otitis media dibagi menjadi tiga, diantaranya yaitu otitis media akut, otitis media
efusi dan otitis media kronik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005).
Otitis media akut (OMA) adalah inflamasi akut yang terjadi pada telinga tengah
bagian dalam yang berhubungan dengan nasofaring melalui tuba eustachius yang
berlangsung < 2 bulan. Sebelum otitis media akut terjadi, biasanya diawali dengan
terjadinya infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA) dan alergi (Nisa, 2017).
Terapi untuk otitis media akut yaitu dengan pemberian antibiotik oral berupa
amoksisilin, kotrimoksazol, amoksisilin-klavulanat (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2005).
3) Sinusitis
Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada mukosa sinus paranasal dengan
disertai gejala seperti kongesti pada hidung, nyeri fasial dan penurunan daya
penciuman. Sinusitis dibagi menjadi dua yaitu sinusitis akut (keluhan terjadi <12
minggu) dan sinusitis kronik (keluhan terjadi >12 minggu) (Augesti et al., 2016).
Sinusitis akut merupakan inflamasi akut yang terjadi pada mukosa sinus
dengan gejala yang parah dan berlangsung dengan waktu yang cepat. Sinusitis
kronis merupakan inflamasi yang terjadi pada mukosa sinus yang berlangsung
selama berbulan-bulan hingga tahun (Siyad, 2010). Sinusitis disebabkan oleh
beberapa bakteri diantaranya seperti Streptococcus pneumoniae, Moraxella
catarrhalis dan Haemophilusinfluenzae (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2005). Terapi lini pertama yang digunakan untuk mengobati sinusitis
yaitu dengan pemberian antibiotik amoksisilin, kotrimoksazol, eritromisin dan
doksisiklin. Beberapa terapi pendukung seperti analgesik, dekongestan serta
antihistamin diberikan pada penyakit sinusitis (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2005).
6

4) Faringitis
Faringitis merupakan penyakit yang terjadi akibat peradangan pada mukosa
faring dan biasanya timbul bersama dengan tonsillitis, rhinitis atau laryngitis.
Penderita faringitis banyak dijumpai pada anak-anak usia 5 sampai 15 tahun.
Faringitis paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang
merupakan Streptoccoci Grup A hemolitik. Bakteri tersebut dijumpai pada anak-
anak sekitar 15-30% pada kasus faringitis (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2005). Terapi yang sering digunakan pada pasien yang menderita
faringitis yaitu dengan pemberian antobiotik (Mustafa et al., 2015). Terapi lini
pertama yang digunakan untuk mengobati faringitis pada anak yaitu antibiotik
Penicillin V. Apabila pasien mengalami reaksi alergi terhadap antibiotik golongan
penisilin, maka dapat diganti dengan antibiotik golongan makrolida yaitu
Eritromisin (Beth and Choby, 2009).
2. Antibiotik
a. Definisi Antibiotik
Antibiotik merupakan senyawa kimia yang diproduksi oleh berbagai jenis
mikroorganisme seperti bakteri dan jamur atau dihasilkan secara sintetik yang
mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dan organisme lain.
Antibiotik banyak digunakan untuk memberantas berbagai penyakit infeksi.
Mekanisme aksi antibiotik yaitu diantaranya menghambat sintesis dinding sel,
merusak fungsi membran sel, menghambat fungsi dan metabolisme asam nukleat
serta menghambat sintesis protein (Utami, 2012).
b. Penggunaan Antibiotik Secara Rasional
Penggunaan obat dikatakan rasional apabila pemberian obat sesuai dengan
kebutuhan klinis pasien dan memenuhi kriteria tepat indikasi, tepat pasien, tepat
obat serta tepat dosis. Tujuan pada penggunaan obat yang rasional yaitu untuk
meminimalisir terjadinya masalah yang timbul akibat penggunaan obat yang tidak
tepat. Dasar penggunaan antibiotik yang rasional yaitu adanya seleksi antibiotik
yang selektif pada mikroorganisme yang menyebabkan infeksi dan efektif dalam
memusnahkan mikroorganisme tersebut serta memiliki potensi yang kecil pada
7

reaksi alergi, toksisitas maupun risiko yang lain (Kementerian Kesesehatan


Republik Indonesia, 2011).
c. Kegagalan Dalam Terapi Antibiotik
Terapi dengan antibiotik dikatakan gagal apabila tidak berhasil dalam
menghilangkan gejala klinis dan infeksi mengalami kekambuhan kembali setelah
terapi dihentikan atau kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien
lebih besar dibanding manfaatnya. Resistensi bakteri terhadap antibiotik terjadi
ketika bakteri berubah dalam keadaan tertentu yang dapat mengurangi atau
menghilangkan keefektifan dari suatu obat, bahan kimia maupun agen lain yang
dirancang untuk menyembuhkan atau mencegah terjadinya infeksi. Resistensi
tersebut dapat menjadi masalah terhadap individual dan epidemiologik. Jika
infeksi menjadi resisten terhadap antibiotik lini pertama, maka pengobatan harus
dialihkan ke obat lini kedua atau ketiga, yang selalu jauh lebih mahal dan
beberapa ada yang toksik (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011;
Bisht et al., 2009).
d. Mekanisme Resistensi Antibiotik
Mekanisme resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik diantaranya adalah:
1) Mikroorganisme menghasilkan suatu enzim yang dapat merusak aktivitas
obat seperti ß-laktamase dengan proses adenilasi, fosforilasi atau enzim
asetilasi yang menyebabkan rusaknya obat antibiotik.
2) Mikroorganisme dapat merubah permeabilitasnya terhadap suatu obat dengan
cara merubah membran bagian luar yang menghalangi transpor aktif obat ke
dalam sel mikroorganisme.
3) Mikroorganisme dapat mengubah struktur target obat dengan merubah
reseptor tempat aksi obat, sehingga obat tidak berpengaruh terhadap
mikroorganisme.
4) Mikroorganisme membuat jalur metabolisme baru untuk menghindari jalur
yang dihambat oleh obat.
5) Enzim baru yang dihasilkan oleh mikroorganisme masih dapat melakukan
fungsi metaboliknya tetapi sedikit dipengaruhi oleh obat.
(Brooks et al., 2005)
8

e. Penatalaksanaan Terapi Pada ISPaA


1) Influenza
Influenza banyak disebabkan oleh virus diantaranya adalah Rhinovirus,
Coronavirus, virus Influenza A dan B, Parainfluenza dan Adenovirus. Penyakit
Influenza biasanya dapat sembuh sendiri dalam 3 hingga 5 hari. Beberapa
gambaran klinis yang terjadi pada penyakit ini yaitu gejala infeksi virus akut
seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan hilangnya nafsu makan,
kemudian disertai gejala lokal seperti rasa menggelitik hingga nyeri tenggorokan,
batuk kering, hidung tersumbat, dan bersin. Penegakan diagnosis pada penyakit
influenza dapat dilakukan dengan pemeriksaan auskultasi paru, status telinga pada
anak, serta EKG apabila ada keluhan nyeri dada. Penatalaksanaan penyakit ini
yaitu pasien dianjurkan istirahat dan banyak minum. Pengobatan simtomatis juga
sangat diperlukan untuk menghilangkan gejala yang terasa berat atau mengganggu
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

Tabel 1. Terapi yang digunakan untuk Influenza


Nama Nama Obat/ Golongan Dosis Frekuensi Durasi
Penyakit Antibiotik Pemberian Pemberian
Influenza Paracetamol Paracetamol Dewasa : 500 mg 3 x sehari
Anak: 10mg/kgBB 3-4 x
sehari
-
Asetosal NSAID Dewasa: 300-500 mg 3 x sehari
Anak: 10- 3- 4 kali
15mg/kgBB sehari

(Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, 2007)

2) Otitis Media Akut (OMA)


Otitis Media Akut banyak disebabkan oleh bakteri pirogenik seperti
Streptococcus hemoliticus, Pneumococcus atau Haemofilus influenza. Gejala yang
timbul diantaranya yaitu anak gelisah atau ketika sedang tidur tiba-tiba terbangun,
menjerit sambil memegang telinganya, demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan
kadang-kadang sampai kejang, kadang disertai muntah dan diare. Penegakan
diagnosis pada penyakit ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan otoskopik.
9

Penatalaksanaan penyakit ini yaitu diberikan antibiotik, antihistamin (bila terdapat


tanda-tanda alergi), dekongestan, analgesik/antipiretik (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2007).

Tabel 2. Terapi antibiotik yang digunakan untuk Otitis Media Akut


Nama Nama Obat/ Golongan Dosis Frekuensi Durasi
Penyakit Antibiotik Pemberian Pemberian
Otitis Media Ampisilin Penisilin Dewasa : 500 mg 4 x sehari
Akut (OMA) Anak: 25 mg/KgBB 4 x sehari

Amoksisilin Penisilin Dewasa : 500 mg 3 x sehari Selama 7


Anak: 10 mg/KgBB 3 x sehari
hari

Eritromisin Makrolida Dewasa : 500 mg 4 x sehari


Anak: 10 mg/KgBB 4 x sehari

(Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, 2007)

3) Faringitis Akut
Faringitis akut banyak disebabkan oleh virus (seperti rhinovirus, adenovirus,
parainfluenza, coxasackievirus, Epstein-Barr virus, herpes virus) dan bakteri
(seperti Streptococcus grup A dan B, Clamydia, Corynebacterium diphtheriae,
Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae. Gejala faringitis yang disebabkan
oleh bakteri yaitu diantaranya seperti demam atau menggigil, nyeri menelan,
faring posterior merah dan bengkak, terdapat folikel bereksudat dan purulen di
dinding, pembesaran kelenjar getah bening leher bagian anterior, tidak mau
makan atau menelan, Onset mendadak dari nyeri tenggorokan, malaise dan
anoreksia. Gejala faringitis yang disebabkan oleh virus onset radang tenggorokan
lambat, progresif, demam, nyeri menelan, faring posterior merah dan bengkak,
malaise ringan, batuk dan kongesti nasal. Penegakan diagnosis pada penyakit ini
yaitu berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2007).
10

Tabel 3. Terapi antibiotik yang digunakan untuk Faringitis Akut


Nama Nama Obat/ Golongan Dosis Frekuensi Durasi
Penyakit Antibiotik Pemberian Pemberian
Faringitis Kotrimoksazol Trimetoprim - Dewasa : 2 tablet dewasa 2 x sehari
Akut Sulfametoksaz Anak: 2 tablet anak 2 x sehari Selama 5
ol
hari
Amoksisilin Penisilin Dewasa : 500 mg 3 x sehari
Anak: 30-50 mg/KgBB 1 x sehari

Eritromisin Makrolida Dewasa : 500 mg 3 x sehari Selama 5


Anak: 20-40 1 x sehari
hari
mg/KgBB/hari

(Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, 2007)

4) Sinusitis
Sinusitis disebabkan karena ostium sinus tersumbat atau rambut-rambut
pembersih (Cillary) rusak sehingga sekresi mucus tertahan dalam rongga sinus
yang kemudian menyebabkan peradangan. Gejala yang timbul pada penderita
sinusitis yaitu sakit kepala ketika bangun pada pagi hari, nyeri tekan dan
pembengkakan pada sinus, demam serta menggigil yang menunjukkan bahwa
infeksi telah menyebar ke luar sinus, letih, lesu, batuk yang semakin buruk pada
saat malam hari, hidung tersumbat, selaput lendir hidung tampak merah dan
membengkak, dari hidung mungkin keluar nanah berwarna kuning atau hijau.
Penegakan diagnosis pada sinusitis berdasarkan gejala-gejala, foto rontgen
sinus dan hasil pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan penyakit ini yaitu diberikan
dekongestan untuk mengurangi penyumbatan, antibiotik untuk mengendalikan
infeksi bakteri (terapi awal umumnya dengan amoksisilin atau kotrimoksazol),
obat pereda nyeri untuk mengurangi rasa nyeri (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2007).
11

Tabel 4. Terapi antibiotik yang digunakan untuk Sinusitis Akut


Nama Nama Obat/ Golongan Dosis Frekuensi Durasi
Penyakit Antibiotik Pemberian Pemberian
Sinusitis Amoksisilin Penisilin Dewasa : 500 mg 3 x sehari
Anak: 20-50 mg/KgBB 3 dosis per
hari

Kotrimoksazol Trimetoprim - Dewasa : 160/800 mg 2 x sehari


Sulfametoksaz Anak: 8-20mg 2 dosis per Selama 7- 10
ol TMP/KgBB/hari hari hari

Eritromisin Makrolida Dewasa : 500 mg 4 x sehari


Anak: 50-100 4 dosis per
mg/KgBB/hari hari

(Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2014 )

3. Rasionalitas Terapi
Penggunaan obat dikatakan rasional apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Tepat Indikasi
Tepat indikasi yaitu obat yang diberikan kepada pasien telah sesuai dengan
diagnosa dokter, gejala serta keluhan yang diderita pasien. Misalnya dengan
penggunaan antibiotik yang hanya diberikan kepada pasien yang terbukti adanya
gejala penyakit infeksi bakteri (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2011).
b. Tepat Pasien
Tepat pasien yaitu obat yang diberikan tidak memiliki kontraindikasi terhadap
kondisi pasien. Pada peresepan obat golongan kuinolon seperti siprofloksasin
harus diperhatikan karena kontraindikasi pada anak-anak yang menyebabkan
penghambatan pertumbuhan tulang apabila dikonsumsi (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011).
c. Tepat Obat
Tepat obat yaitu obat yang dipilih sebagai terapi harus memiliki efektivitas
terapi yang sesuai dengan spektrum penyakit yang diderita oleh pasien. Obat yang
12

diberikan juga harus aman dan mutu terjamin serta tersedia setiap saat
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
d. Tepat Dosis
Tepat dosis yaitu dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh
terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya pada obat
dengan rentang terapi yang sempit akan sangat beresiko menimbulkan efek
samping. Pemberian dosis yang terlalu kecil juga tidak akan menjamin
tercapainya efektivitas terapi yang diharapkan (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2011).

F. Landasan Teori
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002), infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu infeksi saluran pernapasan akut
yang menyerang organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah yang dimulai dari hidung sampai kantong paru (alveoli) termasuk
pada jaringan adneksa seperti sinus (sekitar rongga hidung, rongga telinga bagian
tengah dan pleura). Kematian akibat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
terjadi ketika penyakit tersebut telah mencapai derajat ISPA yang berat hiingga
mengenai paru-paru (pneumonia). ISPA dengan kondisi yang ringan seperti batuk
atau pilek biasa sering kali diabaikan oleh penderita, namun apabila daya tahan
tubuh anak tersebut lemah, maka penyakit akan cepat menjalar hingga ke paru-
paru. Kondisi penyakit ini jika tidak segera mendapatkan pengobatan serta
perawatan yang baik dapat menyebabkan kematian.
Penelitian sebelumnya menurut Daroham dan Mutiatikum (2009), faktor
risiko yang menyebabkan terjadinya ISPA yaitu faktor pencemaran pada
lingkungan seperti kebakaran hutan, polusi udara dan asap rokok, perilaku yang
kurang baik terhadap kesehatan diri serta rendahnya gizi pada masyarakat. Pada
penelitian Muharni et al (2014) menyebutkan bahwa salah satu terapi untuk
menangani terjadinya ISPA yaitu dengan pemberian antibiotik yang disesuaikan
dengan standart pada Pharmaceutical Care, diantaranya seperti antibiotik
amoksisilin, cefadroksil, amoksisilin klavulanat, siprofloksasin serta
13

kotrimoksasol. Pemberian antibiotik lini ketiga seperti siprofloksasin harus


diperhatikan karena kontraindikasi pada anak-anak karena menghambat
pertumbuhan tulang.

G. Keterangan Empiris
Penelitian mengenai kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) yang dilakukan oleh Tobat et al (2015) di
Puskesmas Kuamang Kuning I Kabupaten Bungo, menunjukan bahwa nilai
persentase untuk tepat indikasi sebesar 100%, tepat obat sebesar 96,33% dan tepat
dosis sebesar 86%. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiarti et al
(2015), menunjukan bahwa antibiotik yang digunakan untuk terapi ISPA adalah
amoksisilin dengan persentase sebesar 70% dan 21% merupakan kotrimoksasol.
Tingginya peresepan antibiotik dan cara pemberian yang kurang tepat berakibat
terjadinya resistensi, hal ini berpotensi terhadap tingkat mortalitas, morbiditas
serta meningkatnya biaya kesehatan (Ullah et al., 2013). Berdasarkan uraian
diatas diharapkan dalam penelitian ini dapat diperoleh gambaran antibiotik yang
digunakan dan persentase rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien anak
dengan penyakit infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA) di Puskesmas
Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan tahun 2016.

H. Metode Penelitian
1. Kategori Penelitian
Menurut fungsi dan kegunaannya penelitian ini dikategorikan sebagai
rancangan penelitian observasional (non eksperimental). Pengambilan data
diperoleh secara retrospektif dari rekam medik dengan melihat data penggunaan
antibiotik pada pasien anak dengan penyakit infeksi saluran pernapasan atas akut.
Dalam Penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan tehnik purposive
sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu
ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya.
14

2. Definisi Operasional
a. Evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan di Puskesmas Kecamatan Arjosari
Kabupaten Pacitan dengan meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien
serta tepat dosis berdasarkan Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas tahun
2007 untuk analisis pada influenza, otitis media akut dan faringitis akut serta
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
tahun 2014 untuk analisis pada sinusitis.
b. Tepat indikasi adalah obat yang diberikan kepada pasien telah sesuai dengan
diagnosa dokter, gejala serta keluhan yang diderita pasien.
c. Tepat pasien adalah obat yang diberikan tidak memiliki kontraindikasi
terhadap kondisi pasien.
d. Tepat obat adalah pemilihan obat yang mempunyai efek terapi dan sesuai
dengan spektrum penyakit yang diperoleh dengan membandingkan obat yang
diberikan kepada pasien dengan Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas
tahun 2007 dan Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer tahun 2014.
e. Tepat dosis adalah obat yang diberikan harus sesuai dengan besaran dosis,
rute dan cara pemberian, frekuensi serta lama pemberian obat yang diperoleh.
f. Rasionalitas terapi adalah ketepatan pemberian terapi berdasarkan kriteria
tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis.
3. Alat dan Bahan
a. Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
Standar terapi yang digunakan berupa buku Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 untuk analisis
pada influenza, otitis media akut dan faringitis akut serta Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer tahun 2014 untuk analisis
pada sinusitis.
b. Bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu:
Lembar data rekam medik pasien yang memuat data demografi seperti
identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, berat badan), nomor rekam medik,
diagnosa penyakit, obat yang diberikan serta frekuensi dan durasi pemberiannya.
15

4. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan
dengan pertimbangan banyak prevalensi Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut
(ISPaA).
5. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah pasien anak yang didiagnosis Infeksi
Saluran Pernapasan Atas Akut (meliputi influenza, otitis media akut, sinusitis dan
faringitis) di Puskesmas Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan tahun 2016
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi
1) Pasien rawat jalan dengan diagnosis infeksi saluran pernapasan atas akut
(meliputi influenza, otitis media akut, sinusitis dan faringitis) dan terdapat
pada rekam medis di Puskesmas Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan
tahun 2016
2) Pasien anak dengan umur kurang dari 12 tahun
Klasifikasi umur anak menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(2014) yaitu:
a) Masa bayi (0 – 12 bulan)
b) Masa anak balita (1 – 5 tahun)
c) Masa pra sekolah (5 – 6 tahun)
d) Masa sekolah (7 – 12 tahun)
3) Pasien yang mendapatkan resep antibiotik
b. Kriteria eksklusi
Pasien yang terdiagnosa ISPaA dengan penyakit infeksi lain.
Jumlah sampel yang diambil dihitung dengan menggunakan rumus slovin:
n= N
1 + N.e2
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = error tolerance (nilai presisi 95%) (Riduwan, 2005)
16

Jika pasien anak yang terdiagnosa ISPaA ada 125 kasus, maka besar sampel
yang diambil menurut rumus slovin sebagai berikut:
n = 125
1 + (125 x 0,052)
= 95,23 ≈ 95
Maka, sampel yang diambil dari 125 populasi dengan tingkat kepercayaan
95% yaitu 95,23 sampel yang dibulatkan menjadi 95 sampel.

6. Rencana Penelitian
a. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data
sekunder yaitu data yang diperoleh dari rekam medis seperti, nama obat, dosis
obat, alergi obat serta lama pasien ketika menderita ISPA.
b. Perijinan dan Pembuatan Ethical Clearance
Perijinan ditujukan kepada bidang pendidikan dan penelitian Puskesmas
Arjosari. Sedangkan ethical clearance ditujukan kepada komite etik.
c. Cara Pengumpulan Data Penelitian
Cara pengumpulan data penelitian dilakukan dengan penelusuran kasus di
Puskesmas Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan. Tahap pertama adalah
melakukan permohonan izin penelitian di Puskesmas Kecamatan Arjosari
Kabupaten Pacitan. Selanjutnya dilakukan penelusuran buku registrasi pasien
dengan mengelompokan pasien yang didiagnosa ISPaA. Pengambilan dan
penelusuran data pasien yang didiagnosa ISPaA menggunakan buku registrasi
pasien anak yang meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, berat badan pasien,
diagnosa utama, dan obat yang diberikan (jenis antibiotik, frekuensi, dosis,
durasi). Evaluasi penggunaan antibiotik yang diberikan pada pasien kemudian
dibandingkan dengan menggunakan pedoman standar dari Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2007 dengan mencakup tepat indikasi, tepat pasien,
tepat obat dan tepat dosis.
17

7. Analisis Data
Semua data yang dikumpulkan selama penelitian akan dikelompokan
berdasarkan jenis antibiotik, dosis pemberian serta frekuensi pemberian antibiotik
untuk pasien anak dengan penyakit ISPaA. Data yang telah diperoleh dianalisis
secara deskriptif, dengan menghitung persentase dari jumlah ketepatan indikasi,
tepat pasien, tepat obat, tepat dosis serta rasionalitas terapi.
% tepat indikasi = Jumlah kasus tepat indikasi x 100%
Jumlah total kasus
% tepat pasien = Jumlah kasus tepat pasien x 100%
Jumlah total kasus
% tepat obat = Jumlah kasus tepat obat x 100%
Jumlah total kasus
% tepat dosis = Jumlah kasus tepat dosis x 100%
Jumlah total kasus
% rasionalitas terapi =
Ketepatan terapi (tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis) x 100%
Jumlah total kasus
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer
Microsoft Excel 2007. Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel dan
dilengkapi penjelasan.

I. RENCANA PELAKSANAAN PENELITIAN

Tahap Bulan ke-


Uraian Kegiatan
Penelitian 1 2 3 4 5 6
Persiapan Studi literatur √ √
Preparasi bahan dan optimasi √
sampel
Pelaksanaan Pengumpulan data √ √
Penyelesaian Analisis hasil √ √
Penyusunan laporan √
18

J. DAFTAR PUSTAKA
Antoro T. Z., 2015, Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak
Terdiagnosa Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut (ISPaA) Di Puskesmas
Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora Tahun 2013, Skripsi, Fakultas
Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Arivalagan P. and Rambe A., 2013, Gambaran Rinosinusitis Kronis Di RSUP


Haji Adam Malik pada Tahun 2011, E-Jurnal FK-USU, 1(1)

Augesti G., Oktarlina R.Z. and Imanto M., 2016, Sinusitis Maksilaris Sinistra
Akut Et Causa Dentogen, JPM Ruwa Jurai, 2, 34.

Beth and Choby, 2009, Diagnosis and Treatment of Streptococcal Pharyngitis,


American Family Physician, 79, 383–390.

Bisht R., Katiyar A., Singh R. and Mittal P., 2009, Antibiotic Resistance – A
Global Issue of Concern, Asian Joirnal of Pharmaceutical and Clinical
Research, 2 (2), 34–39.

Brooks, G. F., Butel, J. S. and Morse, S. A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran.


Diterjemahkan oleh Mudihardi et al., Salemba Medika, Jakarta.

Chauhan V., Sorte D.Y. and Devi R.S., 2013, Effectiveness of URTI Preventive
Education Programme on Recovery of children and Practice of caregivers,
Journal of Nursing and Health Science (IOSR-JNHS), 2 (2), 31–35.

Chen J. and Deng Y., 2009, New Approach to Control Epidemics, Virologi
Journal, 3, 1–3.

Daroham, N.E.P. and Mutiatikum, 2009, Penyakit ISPA Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskerdas) di Indonesia, Puslitbang Biomedis dan Farmasi Jakarta,
50-55.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, Pedoman Pemberantasan


Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut Untuk Penanggulangan
Pneumonia Pada Balita Dalam Pelita VI, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005, Pharmaceutical Care Untuk


Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007, Pedoman Pengobatan Dasar


Di Puskesmas, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
19

Febrianto W., Mahfoedz I. and Mulyanti, 2015, Status Gizi Berhubungan Dengan
Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskemas Wonosari I
Kabupaten Gunungkidul 2014, Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia, 3 (2),
113–118.

Hayati S., 2014, Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Pada Balita di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung, Jurnal Ilmu
Keperawatan, 11 (1), 62–67.

Husni T., 2011, Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Dengan Otitis Media
Akut Pada Anak Bawah Lima Tahun Di Puskesmas Kuta Alam Kota
Banda Aceh, Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 11 (3), 157–167.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Panduan Umum Penggunaan


Antimikroba, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Panduan Praktik Klinis Bagi


Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2013, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Muharni S., Susanty A. and Tarigan E.R., 2014, Rasionalitas Penggunaan


Antibiotik Pada Pasien ISPA Pada Salah Satu Puskesmas di Kota
Pekanbaru, Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia, 3 (September), 10–15.

Mustafa M., Patawari P., Muniandy R.K., Sien M.M., Mustafa S. and Fariz A.,
2015, Pharyngitis, Diagnosis and Empiric antibiotic treatment
Considerations, Journal of Dental and Medical Sciences, 14 (5), 110–116.

Nisa R., 2017, Kejadian Rinitis Alergi dengan Komplikasi Otitis Media Akut pada
Anak Usia 5 Tahun, Journal Medula Unila, 7, 54.

Riduwan, 2005, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti
Pemula, Alfabeta, Bandung.

Rohilla A., Sharma V. and Kumar S., 2013, Upper Respiratory Tract Infections:
An Overview, International Journal of Current Pharmaceutical Research,
5 (3), 16–18.

Siyad, 2010, Sinusitis, Hygeia Journal For Drugs and Medicines, 2(1).

Somantri, I., 2008, Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Salemba Medika, Jakarta.
20

Sugiarti T., Sidemen A., and Wiratmo., 2015, Studi Penggunaan Antibiotik pada
Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun di Instalasi Rawat Jalan
Puskesmas Sumbersari Periode 1 Januari-31 Maret 2014, e-Jurnal Pustaka
Kesehatan, vol 3, (2).

Sukarto R.C., Ismanto A.Y. and Karundeng M., 2016, Hubungan Peran Orang
Tua Dalam Pencegahan ISPA Dengan Kekambuhan ISPA Pada Balita Di
Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu, e-Journal Keperawatan, 4, 1–6.

Tobat S.R., Mukhtar M.H. and Duma H., 2015, Rasionalitas Penggunaan
Antibiotik Pada Penyakit ISPA di Puskesmas Kuamang Kuning I
Kabupaten Bungo, Scientia, 5 (2), 79–83.

Ullah A., Kamal Z., Ullah G., and Hussain H., 2013, To Determine The Rational
Use of Antibiotics : A Case Study Conductedat Medical Unit of Hayatabad
medical Complex, Peshawar, International Journal of Research in Applied
Natural and Social Science (IJRANSS), 1 (2), p. 66.

Utami E.R., 2012, Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi, Sainstis, 1,


124–138.

WHO, 2002, Promoting Rational Use of Medicines : Core Components. WHO


Policy Perspective on Medicines, World Health Organization.

WHO, 2007, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut


(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, World Health Organitation.

Widagdo, Mawardi H., Gandaputra E.P., Fairuza F., Pou R., Bukitwetan P.,
Mawardi H., Gandaputra E.P. and Fairuza F., 2007, Clinical
Manifestations of Upper Respiratory Tract Infection in Children at
Kalideres Community Health Center, West Jakarta, Universa Medica,
26(4).
LAMPIRAN 1. Lembar Data Penggunaan Antibiotik Pada Terapi ISPaA Anak di Puskesmas Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan
Tahun 2016

No No RM Nama Diagnosa Jenis Umur Berat Nama Dosis Frekuensi Lama Tepat Tepat Tepat Tepat Rasionalitas
Kelamin Badan Obat Pemberian Indikasi Obat Pasien Dosis Terapi

21

Anda mungkin juga menyukai