Disusun oleh:
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................v
DAFTAR TABEL................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................ix
RINGKASAN.......................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan dan Manfaat PKPA........................................................................2
C. Waktu dan Tempat PKPA.........................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4
A. Sejarah.......................................................................................................4
B. Motto, Visi, Misi, dan Sasaran Lembaga Farmasi Angkatan Udara
Roostyan Effendie.....................................................................................7
C. Profil Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie..................8
D. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 2018........................................15
BAB III PEMBAHASAN (KEGIATAN PRAKTIK KERJA PROFESI
APOTEKER).......................................................................................................26
A. Produksi.....................................................................................................27
B. Quality Control (QC).................................................................................41
C. Research and Development (R&D)...........................................................44
D. IPAL (Instalasi Pengelolaan Air dan Limbah)..........................................45
E. Sarana Penunjang Kritis............................................................................48
F. Gudang Pusat Farmasi (Gupusfi)...............................................................55
BAB IV PENUTUP..............................................................................................62
A. KESIMPULAN.........................................................................................62
B. SARAN......................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................63
LAMPIRAN.........................................................................................................64
TUGAS KHUSUS................................................................................................70
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penyimpangan Bobot Rata-Rata Dalam %...................................................33
Tabel 2. Daftar Nama Golongan dan Nama Obat-Obatan yang Diproduksi
LAFIAU Tahun 2020...................................................................................36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur Produksi di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan
Effendie.................................................................................................29
Gambar 2. Alur Pengolahan Limbah Cair..................................................................46
Gambar 3. Tahapan Sistem Pengolahan Purified Water............................................48
Gambar 4. Alur Pengaturan Udara di Lembaga Farmasi Angkatan Udara
Roostyan Effendie...................................................................................52
Gambar 5. Denah Ruangan di dalam Gudang Obat Jadi dan Bahan Baku
Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie..........................59
Gambar 6. Denah Ruangan di dalam Gudang Penyaluran Lembaga Farmasi
Angkatan Udara Roostyan Effendie.....................................................60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Jabatan Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan
Effendie .........................................................................................63
Lampiran 2. Contoh Surat Perintah Pelaksanaan Produksi (SP3).........................64
Lampiran 3. Alur Kegiatan Produksi Obat sampai Distribusi Obat di Lembaga
Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie...................................65
Lampiran 4. Prosedur Pembuatan dan Pengujian Sediaan Tablet.........................66
Lampiran 5. Prosedur Pembuatan dan Pengujian Sediaan Kapsul........................67
Lampiran 6. Contoh Kartu Stok Barang (di Lemari)...........................................68
Lampiran 7. Contoh Surat Bentuk Pengeluaran Barang.......................................69
RINGKASAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah
Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Roostyan Effendie merupakan
pelaksana teknis yang didirikan pada tahun 1951 dan berkedudukan di bawah
Dinas Kesehatan Angkatan Udara (DISKESAU). LAFIAU bertugas melakukan
pembinaan terhadap kemampuan dan pelaksanaan produksi obat jadi,
pembekalan, pengawasan kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian untuk
melaksanakan dukungan dan pelayanan kesehatan khususnya bagi anggota TNI
AU dan anggota TNI seluruh Indonesia pada umumnya.
Sebelum mempunyai satuan kesehatan, personel Angkatan Udara RI yang
sakit akan mendapatkan perawatan dan pengobatan di poliklinik dan rumah sakit
Angkatan Darat RI. Seiring dengan berjalannya waktu, pimpinan Dinas Kesehatan
Angkatan Udara mendirikan apotek di Pangkalan Udara Andir yang dipimpin oleh
LMU I Badris Nuch dan di Cililitan di bawah pimpinan Ramelan untuk
menghindari ketergantungan perawatan dan pengobatan anggota TNI AU. Selain
itu, juga didirikan Depo Obat Pusat (DOP) di Apotek Pangkalan Udara Andir
untuk mendukung pelayanan kesehatan dan kegiatan operasional Angkatan Udara
RI. Pembuatan obat-obatan di DOP dimulai pada tahun 1953 awalnya dengan
menggunakan peralatan dan sarana yang masih sederhana dan dengan kemampuan
terbatas obat-obatan dibuat dalam bentuk sediaan tablet, cair, dan salep.
Depo Obat Pusat (DOP) mengalami perubahan nama menjadi Depo Materiil
003 dengan induk Direktorat Materiil dibawah pimpinan Letnan Udara I Amir
Andjilin pada tahun 1959. Tugas Depo Materiil 003 yaitu melaksanakan
perbekalan materiil kesehatan, dan ikut serta dalam mensukseskan operasi
Trikora dengan cara mengirimkan obat-obatan, alat kesehatan dan personelnya ke
daerah “Operasi Mandala”. Pada tanggal 15 Agustus 1963 berdasarkan keputusan
Menpangau tahun 1963, Depo Materiil 003 diubah namanya menjadi Depo
Materiil 081 dengan pembinaan di bawah Komando Logistik yang bertugas
mengelola logistik dengan pimpinan tetap Letnan Udara I Amir Ndjilin.
|
4 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tahun 1964 Depo Materiil 081 mulai mengembangkan produksi obat-
obatan dengan skala yang lebih besar dan mendatangkan peralatan untuk
memproduksi obat dari Amerika Serikat dibawah pimpinan Letnan Udara I Drs.
Roostyan Effendie. Selain itu, renovasi bangunan pada bagian proses produksi
obat dilakukan untuk memenuhi persyaratan teknis farmasi yang berlaku pada saat
itu. Unit produksi obat diresmikan oleh Deputi Menteri Bidang Logistik pada
tanggal 16 Agustus 1965, yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Lembaga
Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU).
Berkat buah pikiran dan keberanian Drs. Roostyan Effendie, Apt. untuk
memulai memproduksi obat-obatan sesuai dengan ketentuan farmasi telah
memberi dorongan dan semangat bagi generasi berikutnya sehingga terbentuk
Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) seperti sekarang ini. Sebagai
bentuk penghargaan jasa beliau di masa lalu dan sesuai dengan keputusan Kasau
No. Kep/VII/2007 tanggal 31 Juli 2007 maka pada hari Kamis 1 November 2007
diresmikan nama Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Drs. Roostyan
Effendie, Apt.,
Berdasarkan keputusan Panglima Angkatan Udara No. 5 tanggal 5 Februari
1968 mengenai Komando/Kesatuan Pelaksana, Pusat Perbekalan Kesehatan
(Puskalkes) dikembangkan menjadi 2 unit satuan yang masing-masing berdiri
sendiri, yaitu Pusat Perbekalan Farmasi (Puskalkes) dan Pusat Produksi Kesehatan
(Pusprodkes). Pusprodkes memiliki tugas sesuai dengan kemampuan yang ada
baik personal maupun sarana untuk melakukan produksi obat-obatan yang
diperlukan TNI AU dengan bahan baku dari Puskalkes. Sedangkan Puskalkes
memiliki tugas untuk melaksanakan penerimaan, penyimpanan, pengemasan
serta penyaluran bahan baku, obat-obatan dan alat kesehatan. Pada tahun 1971,
Puskalkes mengalami perubahan nama menjadi Kalpuskes dengan tugas dan
fungsi yang sama, sedangkan Pusprodkes mengalami perubahan nama menjadi
Produksi Kesehatan (Prodkes).
Sesuai dengan KepMenhankam/Pangab tanggal 14 Mei 1974, Prodkes
ditetapkan sebagai Badan atau Lembaga Kesehatan yang dapat digunakan
|
5 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
bersama oleh ketiga Angkatan TNI dan Polri yang dapat disebut dengan
“Integrated Use”. Perubahan Prodkes menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Udara
(LAFIAU) terjadi pada tahun 1977 di bawah pimpinan Mayor Far Drs. Sartono,
Apt. Tugas LAFIAU yaitu untuk melaksanakan produksi, serta pengujian
terhadap bahan baku, produk antara, produk ruahan sampai produk jadi.
Pada tahun 1985 LAFIAU dan Pobekkes disatukan menjadi Depo pembekalan
kesehatan TNI Angkatan Udara disingkat Pobekkesau. Dalam rangka memenuhi
standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dilakukan renovasi fasilitas
bangunan produksi secara bertahap, yaitu bangunan produksi non beta laktam,
beta laktam, sefalosporin dan laboratorium, gudang penyimpanan, bahan baku dan
bahan jadi, ruang sampling.
Kolonel Kes Dr.Yuli Subiakto, M.Si., Apt., telah memimpin LAFIAU
semenjak tahun 2019. Dalam pengambilan kebijaksanaanya beliau tetap
berpedoman kepada kebijakan para pendahulunya. Dilakukan pemenuhan
persyaratan sertifikat CPOB pada fasilitas produksi yang tersedia seperti ruangan
produksi sefalosporin besertat sarana penunjangnya. LAFIAU memperoleh
sertifikat CPOB dari Bahan Pengawas Obat dan Makanan RI, secara bertahap
pada tahun 1996, 5 sertifikat, tahun 1999 ditambahkan 7 dan tahun 2005 sebanyak
3 sertifikat.Hal tersebut menunjukkan bahwa LAFIAU berpedoman pada standar
CPOB dan telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Selanjutnya pada
tanggal 25 November 2005 BPOM RI mengeluarkan 3 dari 4 sertifikat yang
diajukan. Sertifikat yang dimaksud yaitu untuk sediaan tablet, kapsul dan sirup
kering antibiotika sefalosporin, kemudian diperoleh sertifikat hasil resertifikasi
untuk tablet, kapsul keras dan serbuk oral antibiotika sefalosporin pada tahun
2017 .
Pada 1 Januari 2014 setelah diberlakukannya Undang-Undang BPJS tentang
pelayanan kesehatan, peran LAFIAU yang awalnya ditujukan untuk mendukung
pelayanan kesehatan anggota TNI AU beserta keluarganya kemudian dialihkan ke
BPJS, dengan pengecualian pada bidang kesehatan operasi TNI AU. Sesuai
arahan Panglima TNI diupayakan semaksimal mungkin agar fasilitas kesehatan
|
6 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
TNI termasuk LAFIAU menjadi mitra kerja BPJS. Saat ini, produk LAFIAU yang
telah mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE) yaitu produk Cefalaf kapsul, Cefalaf
sirup kering (dry syrup) dan Lafcefix kapsul.
Selain mengemban peran dalam farmasi militer, di era BPJS ini diharapkan
LAFIAU tidak hanya berorientasi kepada produk saja, tetapi juga pada pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) yang langsung menjangkau kesehatan personil
Angkatan Udara dan masyarakat.
|
7 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
4. Sasaran
a. Mengajukan resertifikasi CPOB untuk semua sediaan yang diproduksi
oleh LAFIAU;
b. Melaksanakan kerja sama dengan berbagai instansi atau lembaga
farmasi pemerintah dan swasta;
c. Registrasi produk LAFIAU.
|
8 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
9 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
10 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
11 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
12 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
13 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
packing, ruang coating, ruang produksi sirup, ruang antara, ruang produk
ruahan, serta ruang pencucian alat, dan ruang kemas. Pada ruang antara sudah
dilengkapi dengan air shower untuk membersihkan partikel-partikel yang
menempel pada baju khusus yang dikenakan personel. Bagian dalam ruang
produksi baik dinding maupun lantai dibuat tanpa sudut, hal ini digunakan
untuk mempermudah pembersihan. Lantai bagian produksi dilapisi dengan
epoxy sehingga lebih tahan goresan dan tidak cepat terkelupas. Kondisi
tersebut harus terus dijaga agar mutu produk tetap terjamin.
LAFIAU juga mempunyai fasilitas pembuatan Purified water (PW),
Demineralisata (DM) dan fasilitas pengolahan air limbah untuk limbah cair
yang dihasilkan. Sedangkan pengelohan limbah padat, LAFIAU bekerja sama
dengan pihak ketiga (RSAU Dr. Salamun) untuk menggunakan incenerator.
Selain itu, LAFIAU juga dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk
pengujian dan analisis produk.
3. Sarana Gudang
Ada 3 bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan atau
gudang. Bangunan pertama digunakan sebagai gudang penerimaan. Bangunan
kedua sebagai gudang penyaluran dan penyimpanan perbekalan kesehatan.
Bangunan ketiga digunakan sebagai gudang bahan baku dan obat jadi.
Masing-masing gudang sudah dilengkapi dengan dehumidifier yang berfungsi
menyerap kelembaban udara dalam ruangan. Obat-obat dengan kondisi
khusus disimpan dalam ruangan tersendiri yang disesuaikan kondisi
penyimpanannya.
4. Laboratorium
Pengujian mutu produk LAFIAU dilengkapi sarana laboratorium kimia
dan laboratorium mikrobiologi dengan peralatan yang dimiliki antara lain
HPLC, spektrofotometer UV-VIS, Laminar Air Flow (LAF), inkubator
Aerob/Anaerob, Climatic Chamber, Colony Counter dan peralatan untuk
R&D skala laboratorium.
5. Produk
|
14 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
15 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Industri farmasi dan sarana yang tidak mengikuti acuan Pedoman CPOB
akan dikenai sanksi administratif sebagai berikut:
a) peringatan;
b) peringatan keras;
c) penghentian sementara kegiatan;
d) pembekuan Sertifikat CPOB;
e) pencabutan Sertifikat CPOB; dan/atau
f) rekomendasi pencabutan izin industri farmasi (Badan POM, 2018).
|
16 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
17 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
18 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
19 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
20 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
21 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
22 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
23 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
24 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
25 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
BAB III
PEMBAHASAN
(KEGIATAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER)
|
26 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
27 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
28 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
A. Sediaan Tablet
Produksi tablet yang dilakukan Lembaga Farmasi Angkatan Udara
Roostyan Effendie pada bulan November, yaitu Energic C tablet. Tablet
Energic C dibuat dengan metode granulasi basah karena zat aktif tahan
terhadap lembab dan panas. Umumnya metode ini digunakan untuk zat
aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat alir dan kompresibilitas
yang tidak baik. Metode pembuatan dengan granulasi basah secara
umum, yaitu pencampuran zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur
dicampur baik-baik, lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila
perlu ditambah bahan pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul, dan
dikeringkan dalam almari pengering pada suhu 40°C-50°C. Setelah
|
29 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
30 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
5) Mixing Akhir
Langkah selanjutnya adalah pencampuran fase dalam (zat aktif
dengan zat pengikat) dan fase luar (pengisi, pelicin dan penghancur).
Pengawasan mutu berupa parameter kritis yang harus diperhatikan
dalam proses pencampuran akhir adalah homogenitas serbuk.
1) Evaluasi Tablet
Mahasiswa PKPA melakukan IPC setiap 15 menit selama proses
pembuatan tablet berlangsung dalam proses pencetakan tablet
sebelum disalut maupun sesudah disalut. Pemeriksaan tablet dalam
IPC yaitu sebagai berikut :
a. Kekerasan Tablet
Kekerasan tablet diukur menggunakan alat hardness tester
dengan cara tablet diletakkan di antara dua landasan, landasan
kemudian ditekan dan kekuatan tekanan memecahkan tablet
yang ada diantaranya. Kekerasan tablet biasanya dinyatakan
dalam Kg atau Newton. Kekerasan untuk tablet kecil berada
dalam rentang 4-8 Kg, sedangkan tablet besar berada dalam
rentang 10-13 Kg.
b. Kerapuhan Tablet (Friabilitas)
Kerapuhan tablet diukur dengan menggunakan alat Roche
friability tester dengan cara tablet diambil sebanyak 20 tablet,
dibersihkan dari debu tablet ditimbang (W0) kemudian
dimasukkan ke dalam friabilator. Tablet diputar pada kecepatan
25 rpm selama 4 menit. Langkah selanjutnya tablet dibersihkan
dan ditimbang kembali (Wt). Adapun syarat kerapuhan tablet
yaitu < 1%.
W 0−Wt
% kerapuhan= x 100 %
W0
c. Keseragaman Ukuran Tablet
|
32 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Keterangan :
A = bobot masing-masing 2 tablet dari 20 tablet tidak lebih besar dari
bobot rata-ratanya dari harga yang ditetapkan kolom A.
B = bobot masing-masing 1 tablet dari 20 tablet tidak lebih besar dari
bobot rata-ratanya dari harga yang ditetapkan kolom B
e. Pengujian Waktu Hancur (Disintegration Time)
|
33 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
34 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
35 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
1) Aurobion
Multivitamin dan mineral 2) Energic-C
3) Hawk 2000 energy drink
2. Bangunan dan Fasilitas Produksi
a. Bangunan Produksi secara Umum
Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie memiliki 3
bangunan produksi, yaitu produksi non beta laktam, beta laktam dan
sefalosporin. Ruang produksi sefalosporin dan beta laktam digunakan hanya
untuk memproduksi obat yang cara pembuatannya menggunakan metode
cetak langsung dan filling langsung. Sediaan sefalosporin yang diproduksi,
yaitu Lafsefik kapsul dan Lafsefik sirup kering. Ruang produksi non beta
laktam umumnya obat-obat dibuat dengan metode granulasi basah. Ruang
produksi secara keseluruhan dibangun secara terpisah sesuai dengan jenis
produksinya, hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kontaminasi silang.
Ruang produksi didalamnya terdapat gudang produksi, tempat ganti
pakaian, penimbangan, granulasi, pengeringan granul, pencetakan tablet,
pengisian kapsul, produksi kapsul, produksi salep, stripping, ruang antara,
ruang produk ruahan, serta ruang pencucian alat dan ruang kemas. Perbedaan
ruangan pada gedung betalaktam dan sefalosporin dengan gedung non
betalaktam adalah adanya shower yang tidak terdapat pada gedung non
betalaktam. Shower dimaksudkan untuk menghilangkan debu-debu yang
menempel pada pakaian personel ketika masuk dan keluar ruang produksi.
Bangunan di ruang produksi dinding dan lantainya dilapisi dengan epoksi
dan dibuat kedap air sehingga tidak ada sambungan atau lubang-lubang serta
sudut-sudut yang dapat menjadi tempat berkembangnya bakteri atau mikroba.
Sistem pengaturan udara pada Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan
Effendie menggunakan HVAC (Heating, Ventilating, and Air Conditioning)
yang bertujuan untuk mengatur pertukaran udara yang masuk kedalam dan
keluar dari ruang produksi, sehingga udara yang masuk maupun keluar dari
ruang produksi adalah udara bersih.
|
37 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
38 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
39 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
40 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
bentuk sediaan kaplet, kapsul, dan sirup kering. Metode pembuatan kaplet di
unit produksi sefalosporin menggunakan metode kempa langsung.
Pembersihan alat pada ruang produksi digunakan purified water dan terdapat
dust collector untuk membersihkan ruangan dari partikel dan debu.
Mesin dan peralatan di ruang produksi sefalosporin berupa alat timbang,
mixer, granulator, mesin pengisi kapsul, mesin cetak tablet, batch counter,
mesin pengisi sirup kering, mesin pengisi tutup botol, alat deduster, peralatan
pengawasan mutu In Process Control (IPC). Peralatan untuk produk injeksi
kering/ sediaan steril yang sudah ada adalah alat timbang, mesin penutup vial,
Laminar Air Flow, Oven Double Door, Alat Pengolah Air RO, Autoclave,
mesin pencuci vial dan mesin pengisi vial.
B. Quality Control (QC)
Bagian Quality Control (QC) di Lembaga Farmasi Angkatan Udara
Roostyan Effendie masuk ke dalam bagian manajemen mutu yang terdiri dari
unit pengawasan mutu (QC), unit pemastian mutu (QA) dan unit penelitian
dan pengembangan (RnD). Ruang bagian Manajemen Mutu terdiri dari ruang
penelitian dan pengembangan, ruang penyimpanan bahan baku dan peralatan
gelas, ruang contoh pertinggal, ruang timbang, ruang analisis, ruang
reagensia, ruang instrumen dan, laboratorium mikrobiologi.
Ruang bagian manajemen mutu dilengkapi dengan pengatur suhu untuk
menjaga kelembaban dan penghisap udara, serta meja yang dilapisi porselen
agar mudah dibersihkan. Ruang timbang dilengkapi dengan peralatan
timbangan untuk berbagai kapasitas. Ruang analisis merupakan laboratorium
sebagai tempat dilakukannya pengujian yang dilengkapi dengan alat penentu
titik leleh, oven, autoklaf, alat pengukur waktu hancur, alat pengukur
kekerasan tablet, tapping density, moisture analyze, alat ultrasonik, alat
kerapuhan tablet, alat viskositas, dan dilengkapi dengan meja yang menyatu
dengan rak tempat penyimpanan pereaksi dalam skala kecil. Ruang reagensia
merupakan ruangan yang dilengkapi dengan lemari asam dan rak sebagai
tempat penyimpanan pelarut cair dalam botol-botol besar. Ruang instrument
|
41 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
42 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
didesain sedemikian rupa agar dapat digunakan untuk mengambil sampel dari
bagian atas, tengah, dan bawah wadah, sedangkan untuk sampel cairan
menggunakan alat khusus dengan pengambilannya juga pada bagian atas,
tengah, dan bawah wadah. Satu sampel masing-masing dilakukan 3 kali
pemeriksaan. Metode sampling dapat dilakukan dengan 3 cara :
a) n-plan : digunakan jika material dan produsen (pemasok barang) sudah
terpercaya dengan rumus √n + 1.
b) p-plan : metode ini dilakukan bila material/bahan yang dipesan datang
dari sumber terpercaya dan identifikasi sedang dilakukan, rumusnya p =
0,4√n dan sampel dikumpulkan dalam wadah yang berbeda.
c) r-plan : metode ini digunakan bila material mencurigakan dan diterima
dari produsen yang tidak terpercaya/sumber tidak jelas, dengan rumus r =
1,5√n (Badan POM, 2012).
2. Pemeriksaan bahan baku
bila sudah ada perubahan beri label “ditolak”, cara pengambilan sampel posisi
diagonal, kemudian masukkan dalam botol, tulis nomor wadah dan tanggal
pengambilan contoh rekatkan pada botol, pasang label “karantina” pada
drum/kantong dan paraf oleh yang mengambil contoh.
Prosedur pengambilan sampel untuk zat cair adalah sebagai berikut;
membersihkan bagian penutup dengan kain lap basah, dan dilap dengan kain
kering; mengaduk wadah dengan menggoyang, tutupnya dibuka dan diambil
sampel dengan alat pengambil sampel, sampel dimasukkan ke dalam botol
coklat yang telah ditempel etiket, dipasang label “karantina” pada
wadah/drum dan diparaf oleh yang mengambil sampel. Pengambilan sampel
untuk zat setengah padat adalah seperti pada zat cair tetapi tidak diaduk
dengan pengaduk baja tahan karat sebelum diambil sampel. Bahan yang perlu
pemeriksaan mikrobiologi adalah tepung akasia, larutan sorbitol, kramalit,
talk, manitol, gula, zat warna dan laktosa. Sampel diambil setelah dikeluarkan
instruksi pengambilan contoh. Perbekalan kesehatan yang sesuai dengan
persyaratan disimpan di gudang obat jadi/bahan baku/embalage. Untuk bahan
baku yang disimpan lebih dari 6 bulan dilakukan pemeriksaan atau pengujian
ulang. Sebelum digunakan untuk produksi, bahan baku diperiksa terlebih
dahulu oleh Unit Pengujian dan Pengembangan. Bahan baku diproses
menjadi produk antara dan diberi label “Produk Antara”. IPC (In Process
Control) dilakukan selama proses produksi terhadap produk antara, produk
ruahan dan produk jadi.
C. Research and Development (R&D)
Research and Development salah satunya membantu proses uji disolusi
terbanding (UDT). Uji disolusi ini merupakan metode fisika yang penting
sebagai parameter dalam pengembangan mutu sediaan obat yang berdasarkan
pengukuran kecepatan pelepasan dan pelarutan zat aktif dari sediaan yang
diuji. Uji disolusi digunakan untuk uji bioavaibilitas secara in vitro (uji
disolusi terbanding), karena hasilnya berhubungan dengan ketersediaan hayati
obat dalam tubuh (Sari et al, 2013).
|
44 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
45 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
dengan temperatur tinggi yang dalam waktu relatif singkat mampu membakar
habis semua limbah tersebut hingga menjadi abu. Tahap pertama limbah
diubah menjadi limbah kering dan siap dibakar dan selanjutnya terjadi proses
pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna, di mana temperatur belum terlalu
tinggi. Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna. Ruang bakar pertama
digunakan sebagai pembakar limbah, temperatur dikendalikan antara 4000 oC
– 6000oC. Ruang bakar kedua digunakan sebagai pembakar asap dan bau
dengan temperatur antara antara 6000oC – 12000oC. Suplai oksigen dari udara
luar ditambahkan agar terjadi oksidasi sehingga materi-materi limbah akan
teroksidasi dan menjadi mudah terbakar. Fase terakhir terjadi proses
pembakaran yang sempurna sehingga asap yang keluar dari cerobong menjadi
transparan.
Instalasi pengolahan limbah yang dimiliki Lembaga Farmasi Angkatan
Udara Roostyan Effendie adalah instalasi pengelolaan limbah cair dari
produksi β- laktam dan sefalosporin. Instalasi pengelolaan limbah cair dari
produksi β- laktam terangkai dengan pengolahan limbah cair dari produksi
non β- laktam dalam satu tempat. Pengolahan limbah cair terdiri dari
beberapa proses menggunakan 6 bak yang sistem kerjanya sebagai berikut:
3 4 5 6
|
46 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Keterangan
: keluarnya limbah cair dari produksi beta laktam
: keluarnya limbah cair dari produksi non beta laktam
a. Bak I : untuk menampung limbah produksi beta laktam lalu ditambahkan
NaOH pekat (40%) yang ditujukan untuk memecah cincin beta laktam
sehingga menjadi tidak aktif lagi, setelah itu dilakukan proses pengenceran
atau hidrolisis dengan air.
b. Bak II : air dari bak I di alirkan ke bak II yang merupakan bak pengendapan
pertama. Proses pengendapan akan berlangsung secara alami dengan gaya
gravitasi.
c. Bak III : sebagai tempat pencampuran antara cairan dari bak II dengan limbah
non beta laktam dibantu dengan mixer agar tercampur homogen. Limbah
yang sudah tercampur kemudian dilakukan pengecekan pH untuk mengetahui
keasaman limbah, Range pH yang diharapkan yaitu 6-9, setelah pH tercapai
dilakukan netralisasi dengan cara menambahkan basa kuat (NaOH) jika
terlalu asam, namun jika terlalu basa ditambahkan asam kuat (H 2SO4) dan
air.
d. Bak IV : terjadi proses pengendapan cairan yang mengalir dari bak III, yang
merupakan bak pengendapan kedua. Proses pengendapan terjadi karena gaya
gravitasi.
e. Bak V : terjadi proses aerasi menggunakan aerator dengan mengalirkan
oksigen pada air limbah. Proses aerasi bertujuan untuk meningkatkan mutu
air yaitu dengan meningkatkan kandungan oksigen dalam air sehingga
meningkatkan kemampuan bakteri aerob untuk menetralkan limbah.
Pemeriksaan pH, BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical
Oxygen Demand) dan TSS (Total Solid Suspended) pada limbah dilakukan
setelah proses aerasi. Persyaratan kualitas limbah yang diperbolehkan untuk
dibuang ke lingkungan: COD <100 mg/L, BOD <75 mg/L, TSS <60 mg/L.
|
47 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
f. Bak VI : menampung cairan dari bak V, di mana terdapat dengan ikan mas
atau ikan nila sebagai biology indicator. Apabila ikan-ikan di bak VI tidak
mati maka limbah dinyatakan aman untuk dialirkan ke tempat pembuangan
umum. Bila tidak lolos pemeriksaan maka diproses ulang.
Penanganan endapan yang terdapat di dalam bak tiap akhir periode
produksi dikumpulkan, dikeringkan kemudian dibakar dengan menggunakan
incinerator. Limbah yang mengandung mikroorganisme terlebih dahulu harus
didestruksi dengan tujuan untuk mematikan mikroorganisme. Penanganan
limbah berada pada wewenang dan tanggung jawab Kepala Unit Produksi
Khusus.
E. Sarana Penunjang Kritis
1. Sistem Pengolahan Air
Pada CPOB 2012 telah ditetapkan pada proses produksi harus
menggunakan purified water. Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan
Effendie telah menggunakan purified water pada setiap ruang produksi.
Purified water merupakan sistem pengolahan air yang dapat menghilangkan
berbagai cemaran (ion, bahan organik, partikel, mikroba dan gas) yang
terdapat dalam air yang digunakan terutama untuk proses produksi.
Adapun tahapan sistem pengolahan purified water di Lembaga Farmasi
Angkatan Udara Roostyan Effendie, yaitu
Ditampung di Dialirkan ke
Air Sumur bak
penampungan sand filter
|
49 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
50 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
51 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
53 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
55 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
56 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
57 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
dengan kartu merah untuk obat-obat jadi, sedangkan untuk bahan baku dan
embalage dengan kartu kuning. Kartu kontrol yang sama juga dimiliki oleh
bagian pembekalan (MINBEKKES) dan DISKESAU yang bertujuan untuk
mengontrol persediaan barang atau obat yang ada di Lembaga Farmasi
Angkatan Udara Roostyan Effendie.
Setiap akhir tahun dilakukan pencacahan atau stok opname. Hal ini untuk
mengetahui berapa banyak jumlah dan jenis barang yang tersisa, mencegah
tanggal kadaluarsa barang, dan menyesuaikan antara stok barang dengan
jumlah yang tertulis pada kartu stok (terlampir pada Lampiran 6). Kartu stok
tersebut berfungsi sebagai kontrol dan memudahkan pemeriksaan jika ada
kekeliruan. Pemeriksaan kartu stok dilakukan setiap enam bulan. Hasil dari
pencacahan atau stock opname juga dapat digunakan untuk perencanaan
bekal kesehatan yang persediaannya kurang.
Pemeliharaan terhadap barang-barang yang disimpan dilakukan untuk
mencegah terjadinya kerusakan, kehilangan, dan penyusutan. Pemeliharaan
barang dapat dilakukan seperti selalu mengatur dan mengontrol suhu maupun
tingkat kelembaban ruangan sesuai dengan persyaratan dari masing-masing
obat maupun bahan baku.
3) Gudang Peralatan Kesehatan (Gupalkes)
Gudang peralatan kesehatan merupakan gudang yang menyimpan alat-
alat kesehatan yang telah diperiksa. Perbekalan kesehatan yang termasuk
dalam kategori peralatan kesehatan adalah barang, instrumen atau alat yang
digunakan dalam pemeliharaan dan peralatan kesehatan, diagnosa,
penyembuhan dan pencegahan penyakit, kelainan badan atau gejala yang
terjadi pada manusia dan tidak termasuk dalam golongan obat. Tujuan
penyimpanan peralatan kesehatan adalah untuk memelihara mutu,
menghindari penggunaan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,
menjaga kelangsungan persediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan,
serta menjaga keseimbangan antara persediaan da n penggunaan peralatan
kesehatan.
|
58 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Gambar 5. Denah Ruangan di dalam Gudang Obat Jadi dan Bahan Baku Lembaga
Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
4) Gudang Penyaluran (Gulur)
Setiap barang yang akan keluar harus melalui gudang penyaluran.
Pengeluaran perbekalan kesehatan tersebut dilakukan berdasarkan Surat
Perintah Logistik (SPL) oleh DISKESAU kepada Kagupusfi. Selanjutnya
Kagupusfi mengeluarkan Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB)
|
59 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
60 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
61 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga
Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Mahasiswa memahami peran, fungi, posisi dan tanggung jawab apoteker di
Industri Farmasi
2. Mahasiswa mendapatkan wawasan, keterampilan serta pengalaman praktik
dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Industri farmasi karena adanya
keterlibatan langsung dalam kegiatan yang berlangsung di Lembaga Farmasi
Angkatan Udara Roostyan Effendie
3. Mahasiswa dapat mengetahui aspek apa saja yang diperlukan dalam
mempersiapkan diri memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang
profesional
4. Mahasiswa memahami alur dan manufaktur obat berdasarkan CPOB di
Industri farmasi melalui berbagai kegiatan kerja yang dilakukan di Lembaga
Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie.
5. Mahasiswa mengetahui gambaran permasalahan yang dapat terjadi dalam
pekerjaan kefarmasian di suatu Industri Farmasi dan dapat mencari solusi
terkait masalah tersebut.
B. SARAN
Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga
Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie, langkah yang kami sarankan
adalah :
1. Pembagian jadwal rutin beserta nama mahasiswa yang bertanggung jawab
dalam membantu bagian tertentu di Lembaga Farmasi Angkatan Udara
Roostyan Effendie sesuai jadwal pada kegiatan.
|
62 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Allen, L. V. Jr., Propovich, N. G., dan Ansel, H.C., 2005, Ansel’s Pharmaceutical
Dosage Form and Drug Delivery System, Eight Edition, Lippincot Williams
and Wilkins, Philadelphia.
Badan POM Republik Indonesia (BPOM), 2013, Sarana Penunjang Kritis Industri
Farmasi, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Badan POM Republik Indonesia (BPOM), 2018, Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Juheini, Iskandarsyah, Animar J.A., 2004, Pengaruh kandungan Pati Singkong
Terpregelatinasi terhadap Karakteristik Fisik Tablet Lepas Terkontrol
Teofilin, Majalah Ilmu Kefarmasian, 1 (1), 21-26.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), 2014, Farmakope
Indonesia edisi V, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), 1995, Farmakope
Indonesia edisi IV, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Lachman, C.L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J,L., 1994, Teori dan Praktek
Farmasi Industri Edisi II, Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Lembaga Farmasi Angkatan Udara. 2007. Lafiau dari Masa ke Masa. Bandung:
Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt.
Pemerintah Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Lembaran RI Tahun 2009 No. 36. Jakarta: Sekretariat Negara.
Sari, D. P., Sulaiman, T. N. S., dan Mafruhah, O. R., 2013, Uji Disolusi
Terbanding Tablet Metformin Hidroklorida Generik Berlogo dan Bermerek,
Majalah Farmaseutik, 9 (1).
Sulaiman, T.N.S., 2007, Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet, Cetakan
Pertama. Mitra Communications Indonesia , Yogyakarta.
|
63 Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
BAHAN
BAKU
KARANTINA
PEMERIKSAAN
PRODUKSI
In
PRODUK RUAHAN Process
Control
(IPC)
PENGEMASAN
PRODUK JADI
KARANTINA
PEMERIKSAAN
Sampel per Tinggal
Gudang Obat
Gudang
Jadi/Bahan
Penyaluran Baku/Embalage
DISTRIBUSI
Penimbangan bahan
Granulasi basah Granulasi kering
Mixing Mixing
Granuasi basah
Granuasi kering
Pengeringan
Pencetakan
Tes kebocoran
Produk jadi
Penimbangan bahan
Pengayakan
Pencampuran
Pengisian kapsul
IPC : keseragaman
bobot, keseragaman
kandungan, waktu
hancur, disolusi, panjang
kapsul
Pengemasan
Produk jadi
Lampi
ran 7. Contoh Surat Bentuk Pengeluaran Barang
MARKAS BESAR ANGKATAN UDARA
DINAS KESEHATAN .
Rev :
I. TUJUAN
Rev :
Untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat secara konsisten memberikan
hasil yang akurat.
II. RUANG LINGKUP
Validasi metode analisis dilakukan terhadap metode analisis Kloramfenikol dengan alat KCKT.
III. PARAMETER PENGUJIAN
Parameter pengujian yang dipakai untuk verifikasi adalah:
1. Uji Kesesuaian Sistem
2. Selektivitas atau Spesifisitas
3. Akurasi
4. Ripitabilitas
5. Presisi Antara
6. Linearitas dan Rentang
2. Kondisi Pengerjaan
a. Alat : KCKT
b. Detector : UV-Vis
c. Kolom : C-18
d. Fase gerak : Asetonitril:aquabidest (47:53)
e. Flow rate : 0,7-1,3 ml/menit
Rev :
Rev :
5. Uji Akurasi
5.1. Larutan Standar (Pembanding)
- Kloramfenikol
Timbang ±40 mg Kloramfenikol BPFI masukkan ke dalam labu 100 ml. Larutkan dan
encerkan dengan metanol P sampai tanda (400 ppm), disonikasi selama 10 menit. Pipet 10
ml larutan induk ke dalam labu 50 ml dan encerkan dengan fase gerak sampai tanda.
Larutan disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm.
5.2. Larutan Uji
Timbang seksama sampel sesuai dengan tabel berikut:
Konsentrasi (%) Kloramfenikol standar (mg) Kloramfenikol yang
ditambahkan (mg)
80 40 9,6
100 40 12
120 40 14,4
Kloramfenikol dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan dengan metanol P dan
dihomogenkan dengan sonikator selama 15 menit. Ditambahkan dengan pelarut metanol P
sampai tanda, dihomogenkan, kemudian disaring menggunakan mikrofilter
Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm. Suntikkan masing-masing konsentrasi sebanyak 3
kali, dan catat respons pada panjang gelombang 280 nm.
6. Uji Presisi
Ripitabilitas (keberulangan)
Rev :
7. Uji Linearitas
Larutan standar untuk linearitas dibuat dengan pengenceran bertingkat. Dibuat seri
konsentrasi larutan baku kloramfenikol 80, 40, 20, 10, dan 5 ppm. Konsentrasi larutan baku
Kloramfenikol 80 ppm dibuat dengan memipet larutan induk Kloramfenikol BPFI sebanyak
10,0 ml, sedangkan untuk konsentrasi (40, 20, 10, dan 5 ppm) dibuat dengan memipet 25,0
ml dari larutan standar yang memiliki konsentrasi lebih besar, kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 50,0 ml dan diencerkan dengan fase gerak Asetonitril:aquabidest (47:53)
sampai tanda sehingga didapatkan konsentrasi seri Kloramfenikol.
Rev :
Ukur 5 seri larutan Kloramfenikol dengan konsentrasi yang berbeda tersebut dengan KCKT
pada panjang gelombang Kloramfenikol 280 nm. Kemudian buat garis linearitasnya, hitung
"Slope" dan Regresi linearnya. Kriteria keberterimaan: r2 > 0.999.
- Lakukan pengukuran pada KCKT
Hitung luas area dan buat regresi liniernya.
8. Ketangguhan “Robustness”
- Ulangi pemeriksaan larutan standar dan larutan sampel yang telah tersimpan selama 1, 2, 3, 4,
5 hari.
- Ulangi pemeriksaan larutan standar dan larutan sampel dengan laju alir ± 0,7-1,3 ml/menit.
- Larutan dinyatakan stabil bila tidak ada perubahan respons baik waktu Retensi Relatif
maupun area / tinggi respons, maksimal deviasi 2%.
Rev :
I. TUJUAN
Untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat secara konsisten memberikan
hasil yang akurat.
Rev :
2. Kondisi Pengerjaan
f. Alat : KCKT
g. Detector : UV-Vis
h. Kolom : C-18
i. Fase gerak : Asetonitril:aquabidest (47:53)
j. Flow rate : 0,7-1,3 ml/menit
Rev :
Timbang ± 25 mg Hidrokortison Asetat BPFI masukkan ke dalam labu 100 ml. Larutkan dan
encerkan dengan metanol P sampai tanda (250 ppm), kemudian sonikasi selama 10 menit.
2.2. Larutan Standard
Pipet 8 ml larutan induk ke dalam labu 50 ml dan encerkan dengan Fase gerak sampai tanda.
Larutan disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm,
kemudian diinjeksikan ke dalam sistem KCKT.
2.3. Larutan Sampel :
Timbang ± 25 mg Hidrokortison Asetat masukkan ke dalam labu 100 ml. Larutkan dan
encerkan dengan metanol P sampai tanda (250 ppm), kemudian sonikasi selama 10 menit.
Pipet 8 ml larutan induk ke dalam labu 50 ml dan encerkan dengan Fase gerak sampai tanda.
Larutan disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm.
Rev :
- larutan sampel
5. Uji Akurasi
5.1. Larutan Standar (Pembanding)
Timbang ± 25 mg Hidrokortison Asetat BPFI masukkan ke dalam labu 100 ml. Larutkan
dan encerkan dengan metanol P sampai tanda (250 ppm), disonikasi selama 10 menit. Pipet
8 ml larutan induk ke dalam labu 50 ml dan encerkan dengan Fase gerak sampai tanda.
Larutan disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm,
kemudian diinjeksikan ke dalam sistem KCKT.
5.2. Larutan Uji
- Timbang seksama sampel sesuai dengan tabel berikut:
Konsentrasi Hidrokortisn Asetat standar Hidrokortison Asetat yang
(%) (mg) ditambahkan (mg)
80 25 6
100 25 7,5
120 25 9
Hidrokortison asetat dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan dengan metanol P
dan dihomogenkan dengan sonikator selama 15 menit. Ditambahkan dengan pelarut
metanol P sampai tanda, dihomogenkan, kemudian disaring menggunakan mikrofilter
Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm. Suntikkan masing-masing konsentrasi
sebanyak 3 kali, dan catat respons pada panjang gelombang 254 nm.
Kadar (%) = Au x Ws x BR x 100 %
As Wu BI
Recovery = Kadar hasil analisa x 100 %
Kadar awal larutan
6. Uji Presisi
Ripitabilitas (keberulangan)
a. Larutan Standar (Pembanding)
Rev :
Timbang ± 25 mg Hidrokortison Asetat BPFI, masukkan ke dalam labu 100 ml. Larutkan
dan encerkan dengan metanol P sampai tanda (250 ppm), disonikasi selama 10 menit.
Pipet 8 ml larutan induk ke dalam labu 50 ml dan encerkan dengan Fase gerak sampai
tanda. Larutan disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45
µm, kemudian diinjeksikan ke dalam sistem KCKT.
b. Larutan Uji
Timbang ± 25 mg Hidrokortison Asetat, masukkan ke dalam labu 100 ml. Larutkan dan
encerkan dengan metanol P sampai tanda (250 ppm), disonikasi selama 10 menit. Pipet 8
ml larutan induk ke dalam labu 50 ml dan encerkan dengan Fase gerak sampai tanda.
Larutan disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm,
kemudian diinjeksikan ke dalam sistem KCKT. Ketepatan metode HPLC dievaluasi
melalui uji pengulangan selama tiga hari dengan menginjeksikan enam ulangan sampel
krim homogen per harinya.
Kriteria keberterimaan: RSD harus <2%.
7. Uji Linearitas
Dibuat seri konsentrasi larutan baku Hidrokortison Asetat 40, 20, 10, 5, dan 2,5 ppm.
Konsentrasi larutan baku Hidrokortison Asetat 40 ppm dibuat dengan memipet larutan induk
Hidrokortison Asetat BPFI sebanyak 8,0 ml, sedangkan untuk konsentrasi (20, 10, 5, dan 2,5
ppm) dibuat dengan memipet 25,0 ml dari larutan standar yang memiliki konsentrasi lebih
besar, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml dan diencerkan dengan fase gerak
Rev :
Ukur 5 seri larutan Hidrokortison Asetat dengan konsentrasi yang berbeda tersebut dengan
KCKT pada panjang gelombang 254 nm. Kemudian buat garis linearitasnya, hitung "Slope"
dan Regresi linearnya. Kriteria keberterimaan: r2 > 0.999.
- Lakukan pengukuran pada KCKT
Hitung luas area dan buat regresi liniernya.
8. Ketangguhan “Robustness”
- Ulangi pemeriksaan larutan standar dan larutan sampel yang telah tersimpan selama 1, 2, 3, 4,
5 hari.
- Ulangi pemeriksaan larutan standar dan larutan sampel dengan laju alir ± 0,7-1,3 ml/menit.
- Larutan dinyatakan stabil bila tidak ada perubahan respons baik waktu Retensi Relatif
maupun area / tinggi respons, maksimal deviasi 2%.
I. TUJUAN
Untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat secara konsisten memberikan
hasil yang akurat.
2. Kondisi Pengerjaan
a. Alat : KCKT
b. Detector : UV-Vis
c. Kolom : C-18
d. Fase gerak : Asetonitril:aquabidest (47:53)
e. Flow rate : 0,7-1,3 ml/menit
5. Uji Akurasi
5.1. Larutan Standar (Pembanding)
Timbang ± 40 mg Kloramfenikol BPFI dan 25 mg Hidrokortison Asetat BPFI, masukkan ke
dalam labu 100 ml. Larutkan dan encerkan dengan metanol P sampai larut, disonikasi
selama 10 menit, kemudian tambahkan fase gerak sampai tanda. Larutan disaring
menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm.
5.2. Larutan Uji
Timbang seksama sampel campuran sesuai dengan tabel berikut:
- Uji perolehan kembali campuran Kloramfenikol dan Hidrokortison Asetat
Konsentrasi Bobot Baku Baku Hidrokortison
(%) Sampel Kloramfenikol yang Asetat yang
Campuran ditambahkan (mg) ditambahkan (mg)
(gram)
80 1,11 4,8 6
100 1,39 6 7,5
120 1,66 7,2 9
Sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan dengan metanol P dan
dihomogenkan dengan sonikator selama 15 menit. Ditambahkan dengan pelarut metanol P
sampai tanda, dihomogenkan, kemudian disaring menggunakan mikrofilter
Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm. Suntikkan masing-masing konsentrasi sebanyak 3
kali, dan catat respons pada panjang gelombang 261 nm.
Kadar (%) = Au x Ws x BR x 100 %
As Wu BI
Recovery = Kadar hasil analisa x 100 %
Kadar awal larutan
6. Uji Presisi
Ripitabilitas (keberulangan)
a. Larutan Standar (Pembanding)
7. Uji Linearitas
Larutan standar untuk linearitas dibuat dengan pengenceran bertingkat. Dibuat seri
konsentrasi larutan baku kloramfenikol 80, 40, 20, 10, dan 5 ppm. Konsentrasi larutan baku
Kloramfenikol 80 ppm dibuat dengan memipet larutan induk Kloramfenikol BPFI sebanyak
10,0 ml, sedangkan untuk konsentrasi (40, 20, 10, dan 5 ppm) dibuat dengan memipet 25,0
ml dari larutan standar yang memiliki konsentrasi lebih besar, kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 50,0 ml dan diencerkan dengan fase gerak Asetonitril:aquabidest (47:53)
sampai tanda sehingga didapatkan konsentrasi seri Kloramfenikol.
Dibuat seri konsentrasi larutan baku Hidrokortison Asetat 40, 20, 10, 5, dan 2,5 ppm.
Konsentrasi larutan baku Hidrokortison Asetat 40 ppm dibuat dengan memipet larutan induk
Hidrokortison Asetat BPFI sebanyak 8,0 ml, sedangkan untuk konsentrasi (20, 10, 5, dan 2,5
ppm) dibuat dengan memipet 25,0 ml dari larutan standar yang memiliki konsentrasi lebih
besar, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml dan diencerkan dengan fase gerak
Asetonitril:aquabidest (47:53) sampai tanda sehingga didapatkan konsentrasi seri
hidrokortison asetat,
Kosentrasi Pipet lautan induk
(ppm) Hidrokortison Asetat (ml)
40 8
20 25
10 25
5 25
2,5 25
Ukur 5 seri larutan (kloramfenikol dan hidrokortison asetat) dengan konsentrasi yang berbeda
tersebut dengan KCKT, panjang gelombang kloramfenikol 280 nm dan panjang gelombang
hidrokortison 254 nm. Kemudian buat garis linearitasnya, hitung "Slope" dan Regresi
linearnya. Kriteria keberterimaan: r2 > 0.999.
- Lakukan pengukuran pada KCKT
Hitung luas area dan buat regresi liniernya.
8. Ketangguhan “Robustness”
- Ulangi pemeriksaan larutan standar dan larutan sampel yang telah tersimpan selama 1, 2, 3, 4,
5 hari.
- Ulangi pemeriksaan larutan standar dan larutan sampel dengan laju alir ± 0,7-1,3 ml/menit.
- Larutan dinyatakan stabil bila tidak ada perubahan respons baik waktu Retensi Relatif
maupun area / tinggi respons, maksimal deviasi 2%.
Rev :
I. TUJUAN
Untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat secara konsisten memberikan
hasil yang akurat.
Rev :
2. Kondisi Pengerjaan
a. Alat : KCKT
b. Detector : UV-Vis
c. Kolom : C-18
d. Fase gerak : Asetonitril:aquabidest (47:53)
e. Flow rate : 0,7-1,3 ml/menit
Rev :
Timbang ± 40 mg Kloramfenikol BPFI masukkan ke dalam labu 100 ml. Larutkan dan
encerkan dengan metanol P sampai tanda (400 ppm).
b. Pembuatan Larutan Induk Hidrokortison Asetat
Timbang ± 25 mg Hidrokortison Asetat BPFI masukkan ke dalam labu 100 ml. Larutkan dan
encerkan dengan metanol P sampai tanda (250 ppm), kemudian sonikasi selama 10 menit.
2.2. Larutan Standard
a. Kloramfenikol
Pipet 10 ml larutan induk ke dalam labu 50 ml dan encerkan dengan fase gerak sampai tanda.
Larutan disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm.
b. Hidrokortison Asetat
Pipet 8 ml larutan induk ke dalam labu 50 ml dan encerkan dengan Fase gerak sampai tanda.
Larutan disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm.
c. Kloramfenikol dan Hidrokortison Asetat
Timbang saksama lebih kurang 40 mg Kloramfenikol BPFI dan 25 mg Hidrokortison Asetat
BPFI, masukkan ke dalam labu 100 ml. Larutkan dan encerkan dengan metanol P sampai
larut, disonikasi selama 10 menit, kemudian tambahkan fase gerak sampai tanda. Larutan
disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm.
2.3. Larutan Sampel :
Ditimbang ± 0,2 g sampel krim yang mengandung kloramfenikol dan hidrokortison asetat
setara dengan 4 mg kloramfenikol dan 5 mg hidrokortison asetat secara akurat menggunakan
timbangan analitik, dipindahkan ke labu ukur 10 ml, ditambahkan 5 ml metanol, disonikasi
10 menit, kemudian ditambahkan pelarut methanol sampai tanda batas. Larutan 4,0 ml
diambil dan diencerkan dengan asetonitril-air (1: 1), kemudian dipindahkan ke labu ukur 20,0
ml. Larutan disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm dan
kemudian diinjeksikan ke dalam sistem HPLC.
2.4. Larutan Plasebo :
Rev :
Rev :
Larutan plasebo tidak boleh memberikan respon pada waktu yang bersamaan dengan waktu
retensi relatif dari krim chloramfecort.
5. Uji Akurasi
5.1. Larutan Standar (Pembanding)
a. Kloramfenikol
Timbang ±40 mg Kloramfenikol BPFI masukkan ke dalam labu 100 ml. Larutkan dan
encerkan dengan metanol P sampai tanda (400 ppm), disonikasi selama 10 menit. Pipet 10
ml larutan induk ke dalam labu 50 ml dan encerkan dengan fase gerak sampai tanda.
Larutan disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm.
b. Hidrokortison Asetat
Timbang ± 25 mg Hidrokortison Asetat BPFI masukkan ke dalam labu 100 ml. Larutkan
dan encerkan dengan metanol P sampai tanda (250 ppm), disonikasi selama 10 menit. Pipet
8 ml larutan induk ke dalam labu 50 ml dan encerkan dengan Fase gerak sampai tanda.
Larutan disaring menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm.
c. Kloramfenikol dan Hidrokortison Asetat
Timbang ± 40 mg Kloramfenikol BPFI dan 25 mg Hidrokortison Asetat BPFI, masukkan ke
dalam labu 100 ml. Larutkan dan encerkan dengan metanol P sampai larut, disonikasi
selama 10 menit, kemudian tambahkan fase gerak sampai tanda. Larutan disaring
menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm.
Rev :
6. Uji Presisi
Ripitabilitas (keberulangan)
a. Larutan Standar (Pembanding)
Timbang ± 40 mg Kloramfenikol BPFI dan 25 mg Hidrokortison Asetat BPFI, masukkan
ke dalam labu 100 ml. Larutkan dan encerkan dengan metanol P sampai larut, disonikasi
selama 10 menit, kemudian tambahkan fase gerak sampai tanda. Larutan disaring
menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm.
b. Larutan Uji
Rev :
Ditimbang ± 0,2 g sampel krim yang mengandung kloramfenikol dan hidrokortison asetat
setara dengan 4 mg kloramfenikol dan 5 mg hidrokortison asetat secara akurat
menggunakan timbangan analitik, ditambahkan ke 5 ml metanol, disonikasi 10 menit, dan
kemudian dipindahkan ke labu ukur 10 ml. Larutan 4,0 ml diambil dan diencerkan dengan
asetonitril-air (1: 1) dan dipindahkan ke labu ukur kalibrasi 20,0 ml. Larutan disaring
menggunakan mikrofilter Polytetrafluoroethylene (PTFE) 0,45 µm dan kemudian
diinjeksikan ke dalam sistem KCKT. Ketepatan metode HPLC dievaluasi melalui uji
pengulangan selama tiga hari dengan menginjeksikan enam ulangan sampel krim homogen
per harinya.
7. Uji Linearitas
Larutan standar untuk linearitas dibuat dengan pengenceran bertingkat. Dibuat seri
konsentrasi larutan baku kloramfenikol 80, 40, 20, 10, dan 5 ppm. Konsentrasi larutan baku
Kloramfenikol 80 ppm dibuat dengan memipet larutan induk Kloramfenikol BPFI sebanyak
10,0 ml, sedangkan untuk konsentrasi (40, 20, 10, dan 5 ppm) dibuat dengan memipet 25,0
ml dari larutan standar yang memiliki konsentrasi lebih besar, kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 50,0 ml dan diencerkan dengan fase gerak Asetonitril:aquabidest (47:53)
sampai tanda sehingga didapatkan konsentrasi seri Kloramfenikol.
Rev :
Dibuat seri konsentrasi larutan baku Hidrokortison Asetat 40, 20, 10, 5, dan 2,5 ppm.
Konsentrasi larutan baku Hidrokortison Asetat 40 ppm dibuat dengan memipet larutan induk
Hidrokortison Asetat BPFI sebanyak 8,0 ml, sedangkan untuk konsentrasi (20, 10, 5, dan 2,5
ppm) dibuat dengan memipet 25,0 ml dari larutan standar yang memiliki konsentrasi lebih
besar, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml dan diencerkan dengan fase gerak
Asetonitril:aquabidest (47:53) sampai tanda sehingga didapatkan konsentrasi seri
hidrokortison asetat,
Kosentrasi Pipet lautan induk
(ppm) Hidrokortison Asetat (ml)
40 8
20 25
10 25
5 25
2,5 25
Ukur 5 seri larutan (kloramfenikol dan hidrokortison asetat) dengan konsentrasi yang berbeda
tersebut dengan KCKT, panjang gelombang kloramfenikol 280 nm dan panjang gelombang
hidrokortison 254 nm. Kemudian buat garis linearitasnya, hitung "Slope" dan Regresi
linearnya. Kriteria keberterimaan: r2 > 0.999.
- Lakukan pengukuran pada KCKT
Hitung luas area dan buat regresi liniernya.
8. Ketangguhan “Robustness”
- Ulangi pemeriksaan larutan standar dan larutan sampel yang telah tersimpan selama 1, 2, 3, 4,
5 hari.
- Ulangi pemeriksaan larutan standar dan larutan sampel dengan laju alir ± 0,7-1,3 ml/menit.
- Larutan dinyatakan stabil bila tidak ada perubahan respons baik waktu Retensi Relatif
maupun area / tinggi respons, maksimal deviasi 2%.
Rev :
Referensi
Al-Rimawi F and Kharoaf M. 2011. Analysis of Chloramphenicol and Its Related Compound 2-
Amino-1-(4-nitrophenyl)popane-1,3-diol by Reversed-Phase High-Performance Liquid
Chromathography with UV Detection. Chromatography Research International. 1-6.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi Lima. Jakarta: Depkes RI.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu
Kefarmasian. 1(3): 117-135.
Khotimah K., Martono S., and Rohman A. 2020. Box-Behnken Design-Based HPLC
Optimization for Quantitative Analysis of Chloramphenicol and Hydrocortisone Acetate in
Cream. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 10 (09): 134-139.
Rev :
Rev :
II. TUJUAN
Untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat secara konsisten memberikan
hasil yang akurat.
III. RUANG LINGKUP
Untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat secara konsisten memberikan
hasil yang akurat.
IV. PARAMETER PENGUJIAN
Parameter pengujian yang dipakai untuk verifikasi adalah:
1. Selektifitas atau spesifisitas
2. Penentuan Akurasi
3. Penentuan Presisi
4. Penentuan linearitas
5. Kesesuaian sistem
6. Robustness
V. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Verifikasi
- Lakukan verifikasi dokumen yang terkait dengan validasi.
- Lakukan verifikasi status kualifikasi dan kalibrasi dari semua peralatan yang dipakai.
- Lakukan verifikasi pelatihan karyawan yang terkait dengan pelaksanaan validasi
2. Kondisi Pengerjaan
a. Alat : KCKT
b. Detector : 245 nm
c. Kolom : C18
Rev :
d. Fase gerak : Larutkan 15,6 g natrium fosfat dibasa P dan 12,2 g kalium fosfat
monobasa P dalam 2000 mL air, atur pH hingga 2,5+0,05 dengan
penambahan asam fosfat P.
e. Flow rate : lebih kurang 0,6 mL per menit
2.1. Pembuatan larutan :
2.1.1. Larutan Induk
Timbang ± 10 mg asam askorbat BPFI masukkan ke dalam labu ukur 10 ml yang
berisi 7 ml asam metafosfat asetat, tutup labu, kocok secara mekanik hingga larut
sempurna. Encerkan dengan asam metafosfat asetat sampai tanda.
2.1.2. Larutan standard
Pipet 0,4 ml larutan induk masukkan ke dalam labu 10 mL. Encerkan dengan
asam metafosfat asetat sampai tanda. Lalu filter dengan menggunakan kertas
saring 0,45 µm.
2.1.3. Larutan sampel :
Timbang ± 10 mg asam askorbat masukkan ke dalam labu ukur 10 ml yang berisi
7 ml asam metafosfat asetat, tutup labu, kocok secara mekanik hingga larut
sempurna. Encerkan dengan asam metafosfat asetat sampai tanda. Pipet 0,4 ml
larutan induk masukkan ke dalam labu 10 mL. Encerkan dengan asam metafosfat
asetat sampai tanda. Lalu filter dengan menggunakan kertas saring 0,45 µm.
3. Selektivitas atau Spesifisitas :
3.1. Suntikkan ke sistem KCKT
- fasa gerak
- larutan standar
- larutan uji
Larutan plasebo tidak boleh memberikan respon pada waktu yang bersamaan dengan waktu
retensi relatif dari Asam Askorbat
Rev :
4. Uji Akurasi
a. Larutan standar (Pembanding)
Timbang ± 10 mg asam askorbat BPFI masukkan ke dalam labu ukur 10 ml yang berisi 7
ml asam metafosfat asetat, tutup labu, kocok secara mekanik hingga larut sempurna.
Encerkan dengan asam metafosfat asetat sampai tanda. Pipet 0,4 ml larutan induk
masukkan ke dalam labu 10 mL. Encerkan dengan asam metafosfat asetat sampai tanda.
Lalu filter dengan menggunakan kertas saring 0,45 µm.
b. Larutan Uji
Timbang seksama sampel sesuai dengan tabel berikut:
Konsentrasi (%) Asam Askorbat yang diperlukan (g) Ad dalam labu takar
50 2,5 5
100 5 5
150 7,5 5
Rev :
dalam labu 10 mL. Encerkan dengan asam metafosfat asetat sampai tanda. Lalu filter
dengan menggunakan kertas saring 0,45 µm.
Kriteria keberterimaan : RSD harus < 2%
Kadar (%) = Au x Ws x BR x 100 %
As Wu BI
Recovery = Kadar hasil analisa x 100 %
Kadar awal larutan
6. Uji linearitas
Larutan Induk :
Timbang ± 10 mg asam askorbat masukkan ke dalam labu ukur 10 ml yang berisi 7 ml asam
metafosfat asetat, tutup labu, kocok secara mekanik hingga larut sempurna. Encerkan dengan
asam metafosfat asetat sampai tanda.
Konsentrasi Pipet lautan induk (ml)
(mg/ml)
0,025 0,025
0,050 0,05
0,1 0,1
0,2 0,2
0,4 0,4
Rev :
8. Ketangguhan “Robustness”
8.1. Ulangi pemeriksaan larutan standar dan larutan sampel yang telah tersimpan selama 1,
2, 3,4, 5 hari
8.2. Ulangi pemeriksaan larutan standar dan larutan sampel dengan laju alir ± 0,7-1,3
ml/menit.
8.3. Larutan dinyatakan stabil bila tidak ada perubahan respons baik waktu Retensi Relatif
maupun area / tinggi respons, maksimal deviasi 2%.
9. Catat semua hasil pada Lembar Kerja
10. Buat Laporan Validasi
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan RI. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Banu, S. Muneer, et al. 2013. Analytical Method Validation Report for Assay of Ascorbic Acid
by RP-HPLC. Journal of Medical Science & Technology 2 (2) : 112-117.
Rev :
Rev :
I. TUJUAN
Untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat secara konsisten memberikan
hasil yang akurat.
II. RUANG LINGKUP
Untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat secara konsisten memberikan
hasil yang akurat.
III. PARAMETER PENGUJIAN
Parameter pengujian yang dipakai untuk verifikasi adalah:
1. Selektifitas atau spesifisitas
2. Penentuan Akurasi
3. Penentuan Presisi
4. Penentuan linearitas
5. Kesesuaian sistem
6. Robustness
IV. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Verifikasi
- Lakukan verifikasi dokumen yang terkait dengan validasi.
- Lakukan verifikasi status kualifikasi dan kalibrasi dari semua peralatan yang dipakai.
- Lakukan verifikasi pelatihan karyawan yang terkait dengan pelaksanaan validasi
2. Kondisi Pengerjaan
f. Alat : KCKT
g. Detector : 245 nm
h. Kolom : C-18
i. Fase gerak : Larutkan 15,6 g natrium fosfat dibasa P dan 12,2 g kalium fosfat
monobasa P dalam 2000 mL air, atur pH hingga 2,5+0,05 dengan
penambahan asam fosfat P.
j. Flow rate : lebih kurang 0,6 mL per menit
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan RI. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Banu, S. Muneer, et al. 2013. Analytical Method Validation Report for Assay of Ascorbic Acid
by RP-HPLC. Journal of Medical Science & Technology 2 (2) : 112-117.
I. TUJUAN
Tujuan dilakukannya Validasi Metode Analisa bahan baku Taurin adalah untuk membuktikan
bahwa metode analisa yang digunakan dapat secara konsisten memberikan hasil yang akurat.
V. PARAMETER PENGUJIAN
Parameter pengujian yang dipakai untuk validasi adalah :
1. Uji Kesesuaian Sistem
Kriteria penerimaan : RSD ≤ 2%
2. Penentuan Presisi
Presisi didefinisikan sebagai kedekatan dengan beberapa nilai pengukuran dari sampel yang
homogen pada kondisi normal (sampel yang sama dan diuji secara berurutan)
Penentuan presisi umumnya mencakup pemeriksaan:
Ripitabilitas
Dinyatakan sebagai hasil presisi di bawah perlakuan yang sama dalam interval waktu
pemeriksaan
Kriteria penerimaan : RSD ≤ 2%
3. Penentuan Akurasi
Akurasi didefinisikan sebagai kedekatan hasil pengujian terhadap nilai yang sebenarnya
Kriteria penerimaan : %Recovery : 98,0 – 102,0%
4. Penentuan Linearitas
Linearitas didefinisikan kemampuan metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung
sebanding dengan konsentrasi analit dalam rentang kerja yang diberikan
Kriteria penerimaan : r ≥ 0,98
5. Penentuan Batas Deteksi
Sampel
Periksa larutan sampel dengan metoda pemeriksaan bahan baku Taurin sebanyak 2 kali
Larutan sampel disimpan pada suhu ruangan dan dianalisa kembali setelah 1, 2, dan 3
jam (masing-masing duplo) untuk menentukan robustness dari larutan dan sistem yang
digunakan
Tentukan RSD, RSD ≤ 2,0%
I. TUJUAN
Tujuan dilakukannya Validasi Metode Analisa bahan baku Vitamin B6 (Piridoksin) adalah
untuk membuktikan bahwa metode analisa yang digunakan dapat secara konsisten memberikan
hasil yang akurat.
III. PERUBAHAN
-
j. Prosedur
Standar
Timbang seksama lebih kurang 50 mg Piridoksin Hidroklorida BPFI,
masukkan ke dalam labu terukur 100 mL,
Larutkan dan encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Masukkan 10,0 mL larutan ini dan 1,0 mL Larutan baku internal ke dalam
labu terukur 100 mL,
Encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Larutan tersebut mengandung lebih kurang 0,05 mg per mL.
Saring larutan dengan filter membran 0,45 μm ke dalam vial.
Lakukan pengukuran kromatogram.
Sampel
Timbang seksama lebih kurang 50 mg zat bahan baku Piridoksin Hidroklorida,
masukkan ke dalam labu terukur 100 mL
Larutkan dan encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Masukkan 10,0 mL larutan ini dan 1,0 mL Larutan baku internal ke dalam
labu terukur 100 mL
Encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Saring larutan dengan filter membran 0,45 μm ke dalam vial.
Lakukan pengukuran kromatogram.
V. PARAMETER PENGUJIAN
Parameter pengujian yang dipakai untuk validasi adalah :
1. Uji Kesesuaian Sistem
Kriteria penerimaan : RSD ≤ 2%
2. Penentuan Presisi
Presisi didefinisikan sebagai kedekatan dengan beberapa nilai pengukuran dari sampel yang
homogen pada kondisi normal (sampel yang sama dan diuji secara berurutan)
Penentuan presisi umumnya mencakup pemeriksaan:
Ripitabilitas
Dinyatakan sebagai hasil presisi di bawah perlakuan yang sama dalam interval waktu
pemeriksaan
Kriteria penerimaan : RSD ≤ 2%
3. Penentuan Akurasi
Akurasi didefinisikan sebagai kedekatan hasil pengujian terhadap nilai yang sebenarnya
Kriteria penerimaan : %Recovery : 98,0 – 102,0%
4. Penentuan Linearitas
Linearitas didefinisikan kemampuan metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung
sebanding dengan konsentrasi analit dalam rentang kerja yang diberikan
Kriteria penerimaan : r ≥ 0,98
5. Penentuan Batas Deteksi
6. Penentuan Robustness
a. Presisi Antara
Periksa larutan standar dengan metode pemeriksaan Piridoksin Hidroklorida sebanyak 6
kali
Tentukan nilai RSD. RSD ≤ 2,0%
Lakukan juga dengan analis yang berbeda
b. Ripitabilitas
Timbang seksama lebih kurang 50 mg zat bahan baku Piridoksin Hidroklorida, masukkan
ke dalam labu terukur 100 mL
Larutkan dan encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Masukkan 10,0 mL larutan ini dan 1,0 mL Larutan baku internal ke dalam labu terukur
100 mL
Encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Saring larutan dengan filter membran 0,45 μm ke dalam vial.
Lakukan pengukuran kromatogram.
Selanjutnya periksa larutan sampel tersebut dengan metode pemeriksaan bahan baku
Piridoksin Hidroklorida sebanyak 6 kali
Tentukan nilai RSD. RSD ≤ 2,0%
Sampel
Periksa larutan sampel dengan metoda pemeriksaan bahan baku Piridoksin Hidroklorida
sebanyak 2 kali
Larutan sampel disimpan pada suhu ruangan dan dianalisa kembali setelah 1, 2, dan 3
jam (masing-masing duplo) untuk menentukan robustness dari larutan dan sistem yang
digunakan
Tentukan RSD, RSD ≤ 2,0%
I. TUJUAN
Tujuan dilakukannya Validasi Metode Analisa bahan baku Taurin adalah untuk membuktikan
bahwa metode analisa yang digunakan dapat secara konsisten memberikan hasil yang akurat.
III. PERUBAHAN
-
i. Volume Injek : 10 μL
j. Prosedur
Persiapan Dapar Karbonat 10 mM pH 9 untuk reaksi derivatisasi
Sejumlah 0,2081 g NaHCO3 dan 0,0138 g Na2CO3 dilarutkan dalam 250 mL
air deionisasi (DI water), kemudian ditambahkan HCl tetes demi tetes sampai
tercapai pH 9. Larutan kemudian diencerkan dengan air deionisasi hingga
volume akhir 250 mL.
Standar
Sejumlah 0,2519 g USP Taurin RS dilarutkan dalam air deionisasi dalam labu
ukur 500 mL dan diencerkan hingga tanda batas. Larutan ini adalah larutan
induk.
Labu ukur 50 mL diambil.
5,0 mL dari larutan induk dimasukkan ke labu ukur, diencerkan dengan air
deionisasi hingga tanda batas
Reaksi Derivatisasi
Dipipet 1 mL larutan standar, 2,0 mL dapar karbonat, 0,5 mL DMSO dan 0,1
mL DNFB, dimasukkan dalam test tube.
Larutan dikocok 30 detik dan disimpan dalam water bath 40˚C selama 15
menit.
Setelah 15 menit, 6,5 mL dapar fosfat ditambahkan dalam campuran.
Saring larutan dengan filter membran 0,45 μm ke dalam vial.
Lakukan pengukuran kromatogram.
Sampel
Sekitar 25 mL sampel minuman Hawk 2000 dituangkan ke dalam labu
Erlenmeyer 125 mL
Disonikasi selama 10 menit
Pengenceran 1 : 125 dilakukan dengan menggunakan air deionisasi (DI water)
Dipipet 1 mL larutan sampel, 2,0 mL dapar karbonat, 0,5 mL DMSO dan 0,1
mL DNFB, dimasukkan dalam test tube.
Larutan dikocok 30 detik dan disimpan dalam water bath 40˚C selama 15
menit.
Setelah 15 menit, 6,5 mL dapar fosfat ditambahkan dalam campuran.
V. PARAMETER PENGUJIAN
Parameter pengujian yang dipakai untuk validasi adalah :
1. Uji Kesesuaian Sistem
Kriteria penerimaan : RSD ≤ 2%
2. Penentuan Presisi
Presisi didefinisikan sebagai kedekatan dengan beberapa nilai pengukuran dari sampel yang
homogen pada kondisi normal (sampel yang sama dan diuji secara berurutan)
Penentuan presisi umumnya mencakup pemeriksaan:
Ripitabilitas
Dinyatakan sebagai hasil presisi di bawah perlakuan yang sama dalam interval waktu
pemeriksaan
Kriteria penerimaan : RSD ≤ 2%
3. Penentuan Akurasi
Akurasi didefinisikan sebagai kedekatan hasil pengujian terhadap nilai yang sebenarnya
Kriteria penerimaan : %Recovery : 98,0 – 102,0%
4. Penentuan Linearitas
Linearitas didefinisikan kemampuan metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung
sebanding dengan konsentrasi analit dalam rentang kerja yang diberikan
Kriteria penerimaan : r ≥ 0,98
5. Penentuan Batas Deteksi
6. Penentuan Robustness
b. Ripitabilitas
Sekitar 25 mL sampel minuman Hawk 2000 dituangkan ke dalam labu Erlenmeyer 125
mL
Disonikasi selama 10 menit
Pengenceran 1 : 125 dilakukan dengan menggunakan air deionisasi (DI water)
Dipipet 1 mL larutan sampel, 2,0 mL dapar karbonat, 0,5 mL DMSO dan 0,1 mL DNFB,
dimasukkan dalam test tube.
Larutan dikocok 30 detik dan disimpan dalam water bath 40˚C selama 15 menit.
Setelah 15 menit, 6,5 mL dapar fosfat ditambahkan dalam campuran.
Saring larutan dengan filter membran 0,45 μm ke dalam vial.
Lakukan pengukuran kromatogram.
Selanjutnya periksa larutan sampel tersebut dengan metode pemeriksaan sampel
minuman Hawk 2000 sebanyak 6 kali
Tentukan nilai RSD. RSD ≤ 2,0%
Periksa larutan 80%, 100%, dan 120% masing-masing sebanyak 3 kali menggunakan
metoda pemeriksaan sampel taurin. Tentukan persen perolehan kembali dari
pengukuran tersebut, kemudian tentukan nilai rata-rata, RSD, (confidental interval α =
0,05) dari absorban yang diperoleh dari nilai persen perolehan kembali.
Sampel
Periksa larutan sampel dengan metoda pemeriksaan minuman Hawk 2000 sebanyak 2
kali
Larutan sampel disimpan pada suhu ruangan dan dianalisa kembali setelah 1, 2, dan 3
jam (masing-masing duplo) untuk menentukan robustness dari larutan dan sistem yang
digunakan
Tentukan RSD, RSD ≤ 2,0%
I. TUJUAN
Tujuan dilakukannya Validasi Metode Analisa Vitamin B6 (Piridoksin) dalam Minuman Hawk
2000 adalah untuk membuktikan bahwa metode analisa yang digunakan dapat secara konsisten
memberikan hasil yang akurat.
III. PERUBAHAN
-
i. Volume Injek : 20 μL
j. Prosedur
Standar
Timbang seksama lebih kurang 50 mg Piridoksin Hidroklorida BPFI,
masukkan ke dalam labu terukur 100 mL,
Larutkan dan encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Masukkan 10,0 mL larutan ini dan 1,0 mL Larutan baku internal ke dalam
labu terukur 100 mL,
Encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Larutan tersebut mengandung lebih kurang 0,05 mg per mL.
Saring larutan dengan filter membran 0,45 μm ke dalam vial.
Lakukan pengukuran kromatogram.
Sampel
Sekitar 10 mL sampel minuman Hawk 2000 dituangkan ke dalam gelas kimia
250 mL
Disonikasi selama 5 menit
Encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Masukkan 10,0 mL sampel tersebut dan 1,0 mL Larutan baku internal ke
dalam labu terukur 100 mL,
Encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Saring larutan dengan filter membran 0,45 μm ke dalam vial.
Lakukan pengukuran kromatogram.
Placebo
Ditimbang dan dicampur semua eksipien minuman Hawk 2000
Ditambahkan purified water hingga 10 mL
Disonikasi selama 5 menit
Encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Masukkan 10,0 mL sampel tersebut dan 1,0 mL Larutan baku internal ke
dalam labu terukur 100 mL,
Encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Saring larutan dengan filter membran 0,45 μm ke dalam vial.
Lakukan pengukuran kromatogram.
V. PARAMETER PENGUJIAN
Parameter pengujian yang dipakai untuk validasi adalah :
1. Uji Kesesuaian Sistem
Kriteria penerimaan : RSD ≤ 2%
2. Penentuan Presisi
Presisi didefinisikan sebagai kedekatan dengan beberapa nilai pengukuran dari sampel yang
homogen pada kondisi normal (sampel yang sama dan diuji secara berurutan)
Penentuan presisi umumnya mencakup pemeriksaan:
Ripitabilitas
Dinyatakan sebagai hasil presisi di bawah perlakuan yang sama dalam interval waktu
pemeriksaan
Kriteria penerimaan : RSD ≤ 2%
3. Penentuan Akurasi
Akurasi didefinisikan sebagai kedekatan hasil pengujian terhadap nilai yang sebenarnya
Kriteria penerimaan : %Recovery : 98,0 – 102,0%
4. Penentuan Linearitas
Linearitas didefinisikan kemampuan metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung
sebanding dengan konsentrasi analit dalam rentang kerja yang diberikan
Kriteria penerimaan : r ≥ 0,98
5. Penentuan Batas Deteksi
6. Penentuan Robustness
Masukkan 10,0 mL larutan induk dan 1,0 mL Larutan baku internal ke dalam labu
terukur 100 mL,
Encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
Saring larutan dengan filter membran 0,45 μm ke dalam vial.
Lakukan pengukuran kromatogram.
Periksa larutan 80%, 100%, dan 120% masing-masing sebanyak 3 kali menggunakan
metoda pemeriksaan sampel Piridoksin Hidroklorida. Tentukan persen perolehan
kembali dari pengukuran tersebut, kemudian tentukan nilai rata-rata, RSD, (confidental
interval α = 0,05) dari absorban yang diperoleh dari nilai persen perolehan kembali.
Buat persamaan garis liniernya, slope, dan regresi linearnya. Syarat r2 ≥ 0,999.
Sampel
Periksa larutan sampel dengan metoda pemeriksaan sampel minuman Hawk 2000
sebanyak 2 kali
Larutan sampel disimpan pada suhu ruangan dan dianalisa kembali setelah 1, 2, dan 3
jam (masing-masing duplo) untuk menentukan robustness dari larutan dan sistem yang
digunakan
Tentukan RSD, RSD ≤ 2,0%