Disusun oleh:
Janurika Purnamawati
S16159
S16C
B. ETIOLOGI
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian VSD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
a) Ibu menderita infeksi Rubella
b) Ibu alkoholisme.
c) Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d) Ibu menderita IDDM.
e) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor genetic
a) Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB.
b) Ayah atau ibu menderita PJB.
c) Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down.
d) Lahir dengan kelainan bawaan lain.
e) Memiliki resiko terjadinya VSD
C. PATOFISIOLOGIS
Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran dari
ventrikel kiri dan ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru bertambah.
Presentasi klinis tergantung besarnya aliran pirau melewati lubang VSD serta besarnya
tahanan pembuluh darah paru. Bila aliran pirau kecil umumnya tidak menimbulkan
keluhan. Dalam perjalanannya, beberapa tipe VSD dapat menutup spontan (tipe
perimembran dan muskuler), terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi infundibulum, atau
prolaps katup aorta yang dapat disertai regurgitasi (tipe subarterial dan perimembran)
(Rilantono,2003;Masud,1992).
Ukuran defek secara otomatis menjadi penentu utama besarnya pirau kiri-ke-kanan
(right-to-left shunt). Pirau ini juga ditentukan oleh perbandingan derajat resistensi
vascular dan sistemik. Ketika defek kecil terjadi (<0.5 cm2), defek tersebut dikatakan
restriktif. Pada defek nonrestriktif (>1.0 cm2), tekanan ventrikel kiri dan kanan adalah
sama, pada defek jenis ini, arah pirau dan besarnya ditentukan oleh rasio resistensi
pulmonaldansistemik.
Setelah kelahiran (dengan VSD), resistensi pulmonal tetap lebih tinggi melebuhi
normal dan ukuran pirau kiri-ke-kanan terbatas. Setelah resistensi pulmonal turun pada
minggu-minggu pertama kelahiran, maka terjadi peningkatan pirau kiri-ke-kanan. Ketika
terjadi pirau yang besar maka gejala dapat terlihat dengan jelas.pada kebanyakan kasus,
resistensi pulmonal sedikit meningkat dan penyebab utama hipertensi pulmonal adalah
aliran darah pulmonal yang besar. Pada sebagian pasien dengan VSD besar, arteriol
pulmonal menebal. Hal ini dapat menyebabkan penyakit vascular paru obstuktif. Ketika
rasio resistensi pulmonal dan sistemik adalah 1:1, maka pirau menjadi bidireksional (dua
arah), tanda-tanda gagal jantung menghilang dan pasien menjadi sianotik. Namun hal ini
sudah jarang terlihat karena adanya perkembangan intervensi secara bedah.
Besarnya pirau intrakardia juga ditentukan oleh berdasarkan rasio aliran darah pulmonal
dan sistemik. Jika pirau kiri-ke-kanan relative kecil (rasio aliran darah pulmonal dan
sistemik adalah 1.75:1), maka ruang-ruang jantung tidak membesar dan aliran darah paru
normal. Namun jika pirau besar (rasio 2.5:1) maka terjadi overload volume atrium dan
ventrikel kiri, peningkatan EDV dan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat aliran
darah dan kiri masuk ke kanan dank e paru dan kembali lagi ke kiri (membentuk suatu
aliran siklus). Peningkatan tekanan di bagian kanan (normal ventrikel kanan 20mmHg,
ventrikel kiri 120 mmHg) juga menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan, peningkatan
aliran pulmonal dan hipertensi arteri pulmonal. Trunkus pulmonal, atrium kiri dan
ventrikel kiri membesar karena aliran pulmonal yang juga besar. Selain itu, karena darah
yang keluar dari ventrikel kiri harus terbagi ke ventrikel kanan, maka jumlah darah yang
mengalir ke sistemik pun berkurang (akan mengatifasi system rennin-angiotensin dan
retensi garam).
D. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan VSD ringan umumnya tidak menimbulkan keluhan. Pada kelainan ini,
darah dari paru-paru yang masuk ke jantung, kembali dialirkan ke pari-paru. Akibatnya
jumlah darah dalam pembuluh darah paru-paru meningkat dan menyebabkan :
a.Sesak nafas, takipneu (napas cepat)
b.Bayi mengalami kesuliatan ketika menyusu
c.Keringat yang berlebihan
d.Berat badan tidak bertambah. Gagal tumbuh
e.Gagal jantung kongestif
f.Infeksi saluaran pernapasan berulang
Tampilan klinis pasien VSD bervariasi, bergantung kepada besarnya defek/pirau dan
aliran dan tekanan arteri pulmonal. Jenis yang paling sering terjadi ialah defek kecil
dengan pirau kiri-ke-kanan yang ringan dan tekanan arteri pulmonal yang normal. Pasien
dengan defek tersebut umumnya asimtomatis dan lesi kelainan jantung di temukan pada
pemeriksaan fisik rutin. Dapat di temukan murmur holosistolik parasternal yang keras,
kasar dan tertiup serta ada thrill. Pada beberapa kasus murmur tersebut berakhir sebelum
jantung 2,kemungkinan disebabkan oleh penutupan defek pada akhir sistolik. Pada
neonatus murmur mungkin tidak terdengar pada beberapa hari pertama setelah kelahiran
( sebab tekanan ventrikel kanan yang turun perlahan), hal ini berbeda dengan kelahiran
premature dimana resistensi paru turun lebih cepat sehingga murmur dapat terdengar
lebih awal. Pada pasien dengan VSD kecil, roentgenogram dada umumnya normal
walaupun dapat terlihat sedikit kardimegali dan peningkatan vaskulatulpulmonal. EKG
umumnya normal walau dapat juga terlihat hipertrofi ventrikel kiri. Adanya
hipertrofiventrikel kanan menunjukkan bahwa defek tidak kecil serta ada hipertensi
pulmonal atau stebosis polmunal.
Defek besar dengan aliran darah pulmonal yang besar dan hipertensi pulmonal dapat
menyebabkan dyspnoe, kesulitan makan, pertumbuhan terhambat, berkeringat, infeksi
paru rekuren atau gagal jantung pada saat bayi. Sianosis biasanya tidak terlihat, tetapi
ruam hitam (duskiness) dapat terlihat jika ada infeksi atau pada saat menangis.
Penonjolan prekordial kiri dan sternum sering terjadi (pada kardiomegali), penonjolan
parasternal yang dapat diraba, thrust apical atau thrill sistolik. Murmur holosistolik dapat
menyerupai murmur pada VSD kecil namun terdengar lebih halus. Komponen pulmonal
pada suara jantung 2 dapat meningkat, menunjukkan adanya hipertensi pulmonal.
Adanya bunyi middiastolik di apeks disebabkan oleh peningkatan aliran darah melalui
katup mitral dan adanya pirau kiri-ke-kanan dengan rasio 2:1 atau lebih. Pada VSD
besar, roentgenogram dada menunjukkan adanya kardoimegali dengan penonjolan pada
kedua venrikel, atrium kiri, dan arteri pulmonal. Edema dan efusi pleura dapat timbul.
EKG menunjukkan adanya hipertrofi kedua ventrikel.
E. KOMPLIKASI VSD
1. Endokarditis infektif
Penyakit yang disebabkan infeksi mikroba pada lapisan endotel jantung
ditandai oleh vegetasi yang biasanya terdapat pada katup jantung namun dapat terjadi
endokardium di tempat lain,
2. Gagal jantung kronik
Sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa
sesak, fatique, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema, dan tanda objektif
adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. Tanda-tanda gagal jantung; nafas
cepat, sesak nafas, retraksi.bunyi jantung tambahan (murmur), edema tungkai,
hepatomegali.
3. Obstruksi pembuluh darah pulmonal (Adanya hambatan pada PD pulmonal ).
4. Syndrome eisenmenger (Terjadinya perubahan dari pirau kiri ke kanan menjadi kanan
ke kiri yang dapat menyebabkan sianosis )
5. Terjadinya insulisiensi aorta atau stenosis pulmonary ( penyempitan pulmonal ).
6. Penyakit vascular paru progresif sebagaiakibat lanjut dari syndrome eisenmenger.
7. Kerusakan system konduksi ventrikel
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan ketidakefektifan
kontraktilitas jantung preload dan afterload.
b) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan cardiak output.
c) Resiko injury berhubungan dengan menurunnya tingkat kesadaran.
d) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret.
4. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa 1
Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakefektifan kontraktilitas jantung
preload dan afterload
Tujuan
Menjaga keseimbangan antara pre load dan after load
Kriteria Hasil
1) Klien mengalami peningkatan curah jantung
2) Klien mengalami penurunan frekwensi curah jantung.
3) Peningkatan keluaran hasil.
4) Penurunan frekwensi pernafasan.
Intervensi
1) Kaji frekwensi pernafasan dan apikal istirahat tiap 1 – 2 jam dan jika diperlukan.
R/ Hasil frekwensi pernafasan dan adanya tanda – tanda sesak dapat dideteksi
secara dini.
2) Pantau Kadar Elektrolit
R/ Adanya peningkatan natrium dan klorida dapat menunjukkan penyerapan
cairan pada ginjal yang menurun.
3) Batasi pemasukan cairan
R/ Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti pada paru. Gejala
odem paru dapat menunjukkan gagal jantung.
4) Timbang BB tiap hari
R/ Penimbangan BB tiap hari dapat menunjukkan adanya kenaikan ataupun
penurunan BB.
5) Pantau intake dan output cairan
R/ Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba – tiba atau kipun
ada oedema.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan dengan pemberian diuretik atau digoksin.
R/ Diuretik akan meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat
reabsorbsi Natrium dan Klorida.
Diagnosa II
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan cardiak output.
Tujuan
Peningkatan cardiak output
Kriteria Hasil
1) Tanda vital dalam batas normal
2) Tidak ada odem
Intervensi
1) Kaji adanya tanda-tanda sianosis, pucat.
R/ Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2) Pantau pernafasan dan catat kerja pernafasan.
R/ Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan.
3) Kaji fungsi Gastrointestinal, catat Anoreksia.
R/ Penurunan aliran darah ke mensenteri dapat mengakibatkan disfungsi
gastrointestinal.
Diagnosa III
Resiko injury berhubungan dengan menurunnya tingkat kesadaran
Tujuan
Px terhindar dari resiko injury.
Kriteria Hasil
Klien bisa merespon stimulus sesuai dengan perkembangan usianya.
Intervensi
1) Kaji status neurologi anak.
R/ Meningkatnya tingkat kesadaran anak
2) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi.
R/ Untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi anak.
3) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan makanan yang menarik untuk
Px
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin
lambat untuk kembali.
Diagnosa IV
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas untuk sekret
Tujuan
Pertukaran gas menjadi optimal.
Kriteria Hasil
Px menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat
Intervensi
1) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan.
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan
2) Posisikan anak dengan tepat agar ada upaya untuk bernafas.
R/ Pengiriman O2 dapat diperbaiki dengan posisi duduk.
3) Kaji secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
R/ Keabu-abuan dan sinosis sentral mengidentifikasi besarnya hipoksemia
4) Dorong mengeluarkan sputum
R/ Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif
5) Auskultasi bunyi nafas
R/ Adanya mengi, mengidentifikasikan spasme bronkus / tertahannya sekret
6) Pemberian oksigen sesuai program
R/ Memenuhi suplai O2
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000). Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Nurafif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan diagnosa Medis dan NANDA
NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.