Anda di halaman 1dari 25

Vulnus Morsum Sarpentis

Disusun oleh :
Annisa Ulkhairiyah 1102014034
Bella Bonita 1102014057
Futuh M. Perdana 1102013116
Gemia Clarisa Fathi 1102014114
Salsha Alyfa Rahmani 1102014236

Pembimbing:
Dr. Opi Zianul Hak, Sp.B, M.Kes.
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny.R
• Usia : 60 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Agama : Islam
• Pekerjaan : Ibu rumah tangga
• Alamat : Gegesik Lor
• Tanggal Masuk : 7 Juli 2019
ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan Utama
Luka pada kaki kanan

Keluhan Tambahan
Bengkak dan nyeri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan
keluhan luka pada mata kaki sebelah kanan bagian luar
yang disebabkan oleh gigitan ular 3 jam SMRS. Pasien
terkena gigitan ular ketika pasien sedang berjalan di
sawah. Saat pasien sadar bahwa dirinya tergigit ular,
pasien langsung melepaskan gigitan ular tersebut
kemudian pasien menjauhkan diri dari ular tersebut. Pasien
tidak mengetahui jenis ular namun pasien ingat ular
tersebut berwarna hitam diseluruh tubuh, dan ada warna
putih disekitar leher, kepala berbentuk lancip dan kecil.
Pasien merasakan nyeri pada lukanya dan terdapat darah
pada luka bekas gigitan.
Sesampainya di rumah, pasien
mencuci luka bekas gigitan dengan air
bersih dan menutupnya dengan kain.
Beberapa jam kemudian, pasien merasakan
nyeri yang semakin hebat dan merasa
kakinya bengkak sehingga memutuskan
untuk berobat ke RS. Mual, muntah, pusing,
demam, pandangan kabur, dan sesak
disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
– Riwayat diabetes mellitus (-)
– Riwayat hipertensi (-)
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum : Nyeri pada tempat gigitan
• Kesadaran : Composmentis
• Airway :Bebas
• Breathing :
• Inspeksi : Pergerakan dada simetris
• Palpasi : Fremitus taktil dan vocal simetris
• Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
• Auskultasi : Suara dasar vesikular (+/+)
• RR : 20 kali/menit
• Circulation : Tekanan darah : 100/80 mmHg
• Frekuensi Nadi : 92 kali/menit, regular, teraba
kuat
• Disability : GCS: E4M6V5
• Pupil isokor, RCL (+/+), RCTL
(+/+)
• Exposure :

a. Status Generalis
- Kulit :Warna kulit hitam, tidak ikterik, turgor cukup
- Kepala :Simetris, mesochepal, distribusi rambut merata
- Mata :Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
- Hidung :Deviasi septum (-), discharge (-)
- Mulut/Gigi :Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, carries (-)
- Telinga : Simetris, serumen kanan kiri (-)
- Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Deviasi trakea (+)
- Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar
limfe
Pemeriksaan Thorax
- Jantung
Inspeksi :Simetris, ictus cordis tidak tampak
Palpasi :Ictus cordis teraba di ICS IV sinistra
Perkusi :Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi :BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-)
-Paru
Inspeksi :Simetris kanan kiri, retraksi (-)
Palpasi :Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri,
ketinggalan gerak (-)
Perkusi :Sonor kedua lapang paru
Auskultasi :Suara dasar vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :Perut tidak membuncit, darm contour (-),
sikatrik (-)
Auskultasi :Bising usus (+) normal
Palpasi :Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
defans muskular (-), massa abdomen (-)
Perkusi :Timpani di seluruh lapang abdomen
Pemeriksaan Ekstremitas : Akral hangat, edema pada kaki kanan
Status Lokalis
• Look : tampak vulnus morsum
serpentis pada regio malleolus lateral
dextra dengan diameter 1x1cm, batas luka
tegas, terdapat perdarahan, jaringan
sekitar edema dan hiperemis.
• Feel : terdapat nyeri tekan
• Move : terdapat keterbatasan pada
gerakan aktif
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
DIAGNOSIS KERJA
Vulnus morsum serpentis region malleolus
lateral dextra

DIAGNOSIS BANDING
Sengatan serangga
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• PT dan APTT
• Kimia darah (Elektrolit, BUN, dan
kreatinin)
• Analisis Gas Darah
TATALAKSANA
• IVFD RL 500cc 20 tetes per menit
• Dexamethasone 3x5 mg IV
• Ceftriaxone 2x1 gr IV
• Ketorolac 3x30 mg IV
• Ranitidine 3x50 mg IV
• Bersihkan luka dengan NaCl
Prognosis

• Quo ad vitam : Dubia ad bonam


• Quo ad functionam : Dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : Ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
VULNUS MORSUM SERPENTIS
EPIDEMIOLOGI
• Luka akibat gigitan ular dapat berasal dari gigitan ular tidak berbisa maupun
gigitan ular berbisa.
• Di seluruh dunia setiap tahunnya ditemukan ribuan orang yang meninggal
dunia akibat gigitan ular berbisa.
• Di Amerika Serikat ditemukan 8000 kasus gigitan ular berbisa per tahunnya
dengan 98% gigitan tejadi di daerah ekstremitas dan 70% disebabkan oleh
Rattlesnake.
• Di bagian emergensi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dalam kurun waktu
1996-1998 dilaporkan sejumlah 180 kasus gigitan ular berbisa.
• Sementara di RSUD dr. Saiful Anwar Malang dalam kurun waktu satu tahun
(2004) dilaporkan sejumlah 36 kasus gigitan ular berbisa.
• Kepada semua kasus gigitan ular tersebut diberikan terapi antiveom dan
menunjukkan hasil yang baik kecuali pada satu kasus yang dibawa ke
rumah sakit sudah dalam keadaan koma dan apnoe. Hal ini sejalan dengan
laporan Auerbach (2005) bahwa angka kematian ditemukan kurang dari 1%
pada kasus gigitan ular berbisa yang diberi terapi antivenom. Estimasi
global menunjukkan sekitar 30.000-40.000 kematian akibat gigitan ular
berbisa.
Jenis-Jenis Ular Berbisa
Jenis ular berbisa berdasarkan dampak yang ditimbulkannya yang
banyak dijumpai di Indonesia:
•Hematotoksik, seperti Trimeresurus albolais (ular hijau), Ankistrodon
rhodostoma (ular tanah), aktivitas hemoragik pada bisa ular Viperidae
menyebabkan perdarahan spontan dan kerusakan endotel (racun
prokoagulan memicu kaskade pembekuan)
•Neurotoksik, Bungarusfasciatus (ular welang), Naya Sputatrix (ular
sendok), ular kobra, ular laut.
Neurotoksin pascasinaps seperti α-bungarotoxin dan cobrotoxin terikat
pada reseptor asetilkolin pada motor end-plate sedangkan neurotoxin
prasinaps seperti β-bungarotoxin, crotoxin, taipoxin dan notexin
merupakan fosfolipase-A2 yang mencegah pelepasan asetilkolin pada
neuromuscular junction. Beberapa spesies Viperidae, hydrophiidae
memproduksi rabdomiolisin sistemik sementara spesies yang lain
menimbulkan mionekrosis pada tempat gigitan.
Gambar 3.1 Bekas gigitan ular (A) Ular tidak berbisa tanpa
bekas taring, (B) Ular berbisa dengan bekas taring.
Patofisiologi
• Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular
merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-
sel endotel dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan
kerusakan membran plasma.2
• Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-
reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan
histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular.
Enzim yang terdapat pada bisa ular misalnya Larginine esterase
menyebabkan pelepasan bradikinin sehingga menimbulkan rasa
nyeri, hipotensi, mual dan muntah serta seringkali menimbulkan
keluarnya keringat yang banyak setelah terjadi gigitan. Enzim
protease akan menimbulkan berbagai variasi nekrosis jaringan.
Phospholipase A menyebabkan terjadi hidrolisis dari membran sel
darah merah. Hyaluronidase dapat menyebabkan kerusakan dari
jaringan ikat. Amino acid esterase menyebabkan terjadi KID.
Manifestasi Klinis
• Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yang
luas dan hemolisis.
• Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri hebat dan tidak
sebanding sebesar luka, edema, eritem, petekia, ekimosis, bula dan
tanda nekrosis jaringan.
• Dapat terjadi perdarahan di peritoneum atau perikardium, udem
paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada otot jantung.
• Ular berbisa yang terkenal adalah ular tanah, bandotan puspa, ular
hijau dan ular laut. Ular berbisa lain adalah ular kobra dan ular
welang yang biasanya bersifat neurotoksik. Gejala dan tanda yang
timbul karena bisa jenis ini adalah rasa kesemutan, lemas, mual,
salivasi, dan muntah.
• Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks abnormal, dan sesak
napas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot
pernafasan. Ular kobra dapat juga menyemprotkan bisanya yang
kalau mengenai mata dapat menyebabkan kebutaan sementara.
• Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas
gigitan atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan
sistemik:
• Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam
30 menit – 24 jam)
• Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil,
mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur
• Gejala khusus gigitan ular berbisa :
 Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung,
ginjal, peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena,
perdarahan kulit (petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri,
koagulasi intravaskular diseminata (KID).
 Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,
ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang
dan koma.
 Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma.
 Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda – tanda 5P
(pain, pallor, paresthesia, paralysis pulselesness).
Derajat Venerasi Luka gigit Nyeri Udem/ Eritem Tanda sistemik

0 0 + +/- <3cm/12> 0
I +/- + + 3-12 cm/12 jam 0
II + + +++ >12-25 cm/12 jam +
Neurotoksik,
Mual, pusing, syok

III ++ + +++ >25 cm/12 jam ++


Syok, petekia,
ekimosis
IV +++ + +++ >ekstrimitas ++
Gangguan faal ginjal,
Koma, perdarahan

Tabel 3.1 Klasifikasi gigitan ular Menurut Schwartz


Kepada setiap kasus gigitan ular perlu dilakukan :

 Anamnesis lengkap: identitas, waktu dan tempat


kejadian, jenis dan ukuran ular, riwayat penyakit
sebelumnya.
 Pemeriksaan fisik: status umum dan lokal serta
perkembangannya setiap 12 jam.

Anda mungkin juga menyukai