Anda di halaman 1dari 34

SNAKE BITE

Rista Nurul Fitria


20130310089
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Bp. S
• Keluhan Utama:
• Umur : 60 tahun
Nyeri telapak tangan kiri
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Riwayat Penyakit Sekarang:
• Agama : Islam
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga
• Pekerjaan : Wiraswasta dengan keluhan nyeri pada telapak
• Status pernikahan : Menikah tangan kiri post digigit ular hijau saat
• Alamat : Koripan bekerja 1 jam SMRS. Tangan nyeri (+),
• Tanggal Masuk : 27-11-2017 bengkak (+). Keluhan lain sesak (-),
pusing (-) disangkal
IDENTITAS PASIEN
PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis
Keadaan Umum : cukup, - Kepala : normocephal
Kesadaran : compos mentis - Wajah : simetris, deformitas (-)
GCS : E4M6V5 = 15 - Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-
Vital Sign /-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
TD : 150/100 mmHg, - Hidung : Discharge (-), deformitas (-)
N : 90 x/menit, - Telinga : Discharge (-), deformitas (-)
R : 18 x/menit, - Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor
S : 37,5 °C - Leher : Limfonoduli tidak teraba, JVP tidak
SpO2 : 96 meningkat

Pemeriksaan Hematologi
• Leukosit 12, 23 (4,5-11)
• Hematokrit 47.7 (43-47)
• Neutrofil 89,6 (40-75
• Eusinofil 0,3 (1-6)
Thoraks : Simetris Paru Abdomen
Inspeksi : Bentuk normal, Inspeksi : Abdomen lebih
pergerakan simetris. tinggi dari dinding thorax,
Palpasi : Ekspansi dada simetris.
distended
Nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor Palpasi : nyeri tekan (+),
Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), hepar dan lien tidak teraba
wheezing (-/-) Perkusi : Pekak di seluruh
Jantung abdomen
Inspeksi : Iktus cordis tidak Auskultasi: Bunyi usus
tampak (meningkat), metalic sound (+)
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kesan
Ekstremitas atas dan bawah
tidak melebar
Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler. Akral dingin, Tidak ada
Suara Bising tambahan (-) Oedem pada kedua ekstremitas
bawah.
Status Lokalis Palmar Sinistra
Status lokalis palmar sinistra:
Inspeksi : vulnus morsum (+) ukuran 0,3mm 2 buah, bleeding (-),
oedem (+)
Palpasi : nyeri tekan (+), teraba hangat (+)
Movement : ROM tidak terbatas.
Diagnosis dan Terapi
Diagnosis Kerja: Vulnus Morsum ec Snake Bite

Penatalaksanaan di IGD:
• Pembersihan luka (wound toilet) dengan air mengalir dan sabun
• Infus Biosave (Anti Bisa Ular)  skin test
• Infus NaCl 100ml 0,9% 20tpm
• Inj. Ceftiraxone 2x1 gram  skin test
• Inj. Ketorolac 1A
• Inj. Ranitidin 1A
• PO. Clindamicin 1x300mg
• PO. Radol 1x50mg
Penatalaksanaan di bangsal:
• Infus Biosave (Anti Bisa Ular) + D5% 20 tpm
• Injeksi Ceftriaxon 2x1gr
• Injeksi Ketorolac 3x30gr
• Injeksi Ranitidin 3x5gr
Analisa Kasus

Dalam kasus ini didiagnosis Snake Bite, dengan alasan:


• Dalam anamnesa diketahui bahwa pasien nyeri telapak
tangan kiri post-digigit ular berwarna hijau.
• Terdapat vulnus morsum pada plantar sinistra 2 buah,
bengkak (+) nyeri tekan (+)
Analisa Kasus
Penatalaksanaan pasien ini meliputi:
• Infus Biosave (Anti Bisa Ular)
Anti bisa ular 5ml yang mengandung Agkistrodon rhodostoma > 10 LD50,
Bungarus fasciatus >25LD50, Naja Spuratix >25LD50 dan fenol 2.5mg.
• Infus NaCl 100ml 0,9% 20 tpm yang dicampurkan dengan vial anti bisa ular.
• Injeksi Ceftriaxone dan PO Clindamicin 1x300mg sebagai antibiotik diberikan
untuk penecegahan infeksi bakterialis sekunder jika terjadi nekrosis
• Injeksi Ketorolac 1A sebagai anti-nyeri.
• Injeksi Ranitidin 1A untuk mengurangi produksi asam lambung sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri uluhati, mual, muntah juga sebagai anti-histamin(anti-
alergi)
• Po Radol 1x50mg golongan tramadol untuk mengobati nyeri sedang-berat baik
akut maupun kronis.
SNAKE BITE
• Gigitan atau sengatan binatang
berbisa, seperti ular, laba-laba
atau binatang berbisa lainnya,
pada umumnya menyebabkan
nyeri lokal dan tidak
memerlukan perawatan, namun
anak-anak mempunyai risiko
tinggi terjadi reaksi berat.

• harus dipastikan apakah gigitan


tersebut disebabkan ular
berbisa. Hal tersebut dapat
ditentukan antara lain dari luka
bekas gigitan yang terjadi

SNAKE BITE
• Diperkirakan setidaknya 421.000 kasus envenomasi (injeksi bisa terhadap korban melalui
sengatan/ gigitan oleh hewan berbisa) dan 20.000 kematian timbul setiap tahunnya di
seluruh dunia akibat gigitan ular.
• Sebagian besar perkiraan kejadian gigitan ular dijumpai di Asia Selatan dan Asia Tenggara,
Sub-Sahara Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

EPIDEMIOLOGY
KLASIFIKASI
Pada penilaian laporan gigitan dari ular berbisa, harus dibedakan gigitan dari ular yang
tidak berbisa atau hewan lain.

Kategori Ular Tidak Berbisa Ular Berbisa

Bentuk kepala Bulat Elips, Segitiga

Gigi taring Gigi kecil 2 gigi taring besar

Bekas gigitan Lengkung U 2 titik

Warna Warna-warni gelap


Contoh Flying snake, rat snake Elapidae, Viripidae,
Colubridae
KLASIFIKASI
ULAR BERBISA (VENOMOUS SNAKE)
Famili Spesies Keterangan
Elapidae Bungarus candidus Kepala kecil dan bulat
(Neurotoxic) /Common Krait Pupil bulat dan taring kecil (1-3mm)
(Sumatera dan Jawa) Beberapa jenis Cobra dapat
Naja sputatrix/Kobra menyemburkan bisa dari jarak 1m atau
(Jawa dan sebagian lebih ke mata target
pulau-pulau Sunda)
Naja sumatrana
(Sumatera dan Borneo).
Viperidae Calloselasma Kepala triangular
(Vasculotoxic) rhodostoma (Jawa), Pupil elips
Cryptelytrops Terdapat lubang antara hidung dan mata
albolabris Taring panjang 3-4mm
Daboia siamensis. Mampu mendeteksi mangsa berdarah
panas

Colubridae Rhabdophis triginus. Beleher merah


(Myotoxic) Piton besar (Boidae) Bisa menyerang dan menelan manusia
ELAPIDAE
VIPERIDAE
COLUBRIDAE
PATOFISIOLOGI
Bisa ular bersifat
- Hemotoksis
- Neurotoksik
- Kardiotoksik
- Nefrotoksik
- Myotoksik

Komponen bisa ular adalah protein (90%) yang terdiri dari:


- Enzim (80-90% pada Viperidae dan 25-70% pada Elapidae)
- Toksin polipeptida non-enzimatik
- Protein non-toksik  Nerve Growth Factor
PATOFISIOLOGI
Setelah digigit ular, bisa ular akan diaktifkan oleh sushu
tubuh dan pH.
• Enzim hialurodinase : hidrolisis jaringan,
membantu penyebaran bisa
• Enzim proteolitik : merusak endotel dan
membran basal kapiler  meningkatkan permeabilitas
kebocoran albumin, peningkatan tekanan onkotik jaringan
yang akan mengakibatkan edema.
• Nefrotoksis/Kardiotoksis  Kerusakan jaringan memicu
penyebaran toksin ke paru,miokardium, ginjal,
peritonium dan saraf pusat.
PATOFISIOLOGI
• Enzim L-arginin esterase : memicu pelepasan
bradikinin  nyeri, hipotensi, mual, muntah, banyak
berkeringat.
• Bradikinin, serotonin, histamin dilepaskan secara
langsung  memperberat vasodilatasi dan hipotensi 
hipovolemia, kolaps, syock, atau iskemik miokardiaum.
• Neurotoksis  Bisa ular dari famili Elapidae dan
Hydrophidae terutama bersifat sangat neurotoksik, dan
mempunyai dampak seperti kurare yang memblok
neurotransmiter pada neuromuscular junction
• Hemotoksis karena aktivasi sistem koagulasi (enzim
fibrinoprotease) yang merusak fibrinopeptida, degradari
fibrinogen, aktivasi trombin, agregrasi trombosit.
Manifesitasi Klinik
A. Elapidae Bite:
a). Local Features :
Tanda gigitan taring
Perasaan panas/terbakar
Bengkak dan merah
Cairan serosa

b). Systemic Feature


Preparalytic stage: Paralytic stage:
• Ptosis.
• Vomiting
• Ophthalmoplegia
• Headache
• Drowsiness
• Giddiness • Convulsion
• Weakness and lethargy • Bulbar paralysis
• Respiratory failure
• death
Manifesitasi Klinik
B. Viperid bite

Local features :
• Pembengkakan cepat pada luka gigitan
• Warna memudar
• Pendarahan
• Nyeri
Systemic features:
• Generalized bleeding : Epistaxis, hemoptysis, hemetemesis, gumpalan
pendarahan, hematuria, malena, pendarahan di bawah kulit dan mukosa
• Shock
• Renal failure
Manifesitasi Klinik
C. Colubridae bite

Local features :
• Bengkak
• Nyeri
Systemic features:
• Myalgia
• Muscle stiffness
• Myoglobinuria
• Renal failure
TATA LAKSANA
PERTOLONGAN PERTAMA
Segera setelah gigitan di lokasi kejadian bertujuan untuk mencegah
absorbsi sitemik dari bisa ular dan mortalitas.
1. Menekan tempat gigitan dan imobilisasi dengan splint/sling.
Untuk mencegah penyebaran bisa.
Setiap kontrasksi otot dapat menyebabkan peningkatan absorbsi bisa
ke sirkulasi dan aliran limfa.
2. Tindakan eksisi/pengisapan bisa tidak dianjurkan apabila dalam 45
menit pasien bisa sampai ke RS.
3. Pengisapan dilakukan dengan alat, bukan mulut.
Intervensi terhadap luka (menggosok, memijat, herbal) tidak
dianjurkan.
Karena bisa menyebabkan infeksi, meningkatkan absorbsi bisa ular,
serta meningkatkann pendarahan lokal.
TATA LAKSANA
4. Penggunaan tourniket arterial ketat juga tidak
direkomendasikan  iskemia jaringan
5. Pada kasus dengan komplikasi akut syok/paralisis otot
pernafasan, lakukan bantuan hidup dasar.
6. Transportasi ke fasililitas kesehatan terdekat.
TATA LAKSANA
TATALAKSANA DI FASILITAS KESEHATAN
1. Resusitasi jika ada tanda syok/gagal napas/henti jantung.
2. Pemeriksaan uji koagulasi direkomendasikan untuk setiap kasus
gigitan ular di samping pemeriksaan laboratorium lainnya.
3. Injeksi IV toksoid tetanus (TT) 0,5ml (sediaan 2ml/vial) dan
pertimbangkan serum anti bisa ular (SABU)
4. SABU merupakan serum polivalen dari plasma kuda yang
dikebalkan thd bisa ular. Setiap 1ml SABU berisi:
• 10-15 LD50 bisa ular tanah (Ankystrodon rhodostoma)
• 25-50 LD50 bisa ular kobra (Naja sputarix)
• 25-50 LD50 bisa ular belang (Bungarus fasciatus)
• Larutan fenol 0,25%
Indikasi: gejala sistemik dan edema hebat pada bagian luka.
Pemberian SABU
• SABU 10ml (2 vial) IV dalam 500ml NaCl 0.9% atau Dextrose
5% dengan kecepatan 40-80 tpm. Maks pemberian 100ml
SABU (20 vial).
• Monitor: lakukan pemeriksaan koagulasi pada 3 jam setelah
pemberian SABU. Bila tidak ada perbaikan (fibrinogen tidak
meningkat, waktu koagulasi tetap memanjang), ulangi
pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3
jam berikutnya.
• Efek samping: reaksi anafilaktik, serum sickness, pruritus,
eksantema, dan gejala laergi lainnya.

Di RSUD:
ABU 1A dalam 1cc NaCl drip 20-40ml.
Pemberian SABU

Adapun pedoman lain dari terapi pemberian antivenom dapat mengacu pada Schwartz
dan Way (Djunaedi 2009):
• Derajat 0 dan I: tidak diperlukan antivenom, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, bila
derajat meningkat maka diberikan antivenom
• Derajat II: 3-4 vial antivenom
• Derajat III: 5-15 vial antivenom
• Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial antivenom
TATA LAKSANA
5. Pemberian antibiotik (penisilin prokain 900.000 IU) dapat
diberikan pada kasus dengan kecurigaan infeksi bakterialis
sekunder, misal terjadi nekrosis.
6. Pemberian antihistamin IV atau steroid IV
dipertimbangkan bila terjadi reaksi alergi.
7. Terapi suportif lain seperti tranfusi darah pada perdarahan.
8. Pertimbangkan fisiotomi apabila terjadi edema semakin
meluas dan terjadi compartemen sindrom.
PROGNOSIS
Gigitan ular berbisa berpotensi menyebabkan kematian dan keadaan yang
berat, sehingga perlu pemberian antibisa yang tepat untuk mengurangi
gejala. Ekstremitas atau bagian tubuh yang mengalami nekrosis pada
umumnya akan mengalami perbaikan, fungsi normal, dan hanya pada
kasus-kasus tertentu memerlukan skin graft.

Anda mungkin juga menyukai