Anda di halaman 1dari 57

Pedoman who

2016,penangg
anan awal,bisa
dan antibisa
Dr.dr.trii maharani MSi
SpEM
Indonesia
Jumlah total ular 348 jenis
Yang berbisa:
• Elapidae: 55 jenis
• Viperidae: 21 jenis
• Colubridae: 1 jenis
Medically important snakes
in Indonesia

Australasian
snake species

South East
Asian snake
species

There are a lot more medically important


SNAKE

NON-
VENOMOUS
VENOMOUS

Cardiotoxin Hemotoxin Neurotoxin

Necrotoxin Nephrotoxin
Snake families and general
venom effects

Myotoxic Cytotoxic Coagulopathic


Renal toxicity Myotoxic
Coagulopathic
Neurotoxic
+cytotoxic in cobra & king cobra
+ coagulopathy in Australasian elapids
Sri Lankan krait
bite site.
SNAKE
FANGS
HUMAN LYMPHATIC DRAINAGE
Fig 91
Sutherland’s
Pressure
bandage
-immobilisation
:

Elastic (not
crepe) bandages
10 cm wide x
3.5 - 4.5 m long
CLINICAL
MANIFESTATION
Trimeresurus albolabris

• Thailand
product
• Each vial price
±USD170
• INDONESIA????
Guideline who 2016 dan
pedoman BPOM 2017
 Penyakit akibat gigitan ular adalah penyakit akibat
kerja misalnya petani, pekerja perkebunan karet,
kelapa sawit, coklat, kopi, nelayan, pekerja di
restaurant yang menyediakan menu daging ular,
pekerja penyamakan kulit ular, penari ular,
pertunjukkan dengan memakai ular, peneliti ular,
pekerja pertambangan, dan pekerja pengeboran
minyak.
Angka gigitan ular
 2016-2017 dilaporkan ke RECSINDONESIA 728 kasus
 Angka kematian 35 kematian
 Agustus-oktober 2017 15 kasus
 Kematian terbanyak
 -kingcobra: atraksi dan show
 -bungarus: kecelakan kerja
 -caloselesma:kecelakaan kerja
 -Death adder:kecelakaan kerja
 -trimeresurus :peliharaan ,kecelakaan kerja
 -microphecis ikaheka:kecelakaan kerja
 -cobra:peliharaan,kecelakaan kerja
 -unidentified snake:kecelakaan kerja dan peliharaan
venom
 90% dari berat kering bisa ular terdiri dari >100
protein yang berbeda.
 Enzim yang terlibat adalah enzim pencernaan
hidrolase, hyaluronidase, yellow oksidase asam L-
amino, fosfolipase A2, dan peptidase
 Bisa ular metalloprotease (SVMPs) dapat merusak dasar
membran, menyebabkan endotel sel rusak, dan perdarahan
sistemik yang spontan.
 Enzim prokoagulan seperti trombin, fibrinogen, atau aktivator
faktor V, X, protrombin, dan faktor pembekuan lainnya
menyebabkan DIC, koagulopati, dan kesulitan pengumpalan
darah.
 Fosfolipases A2 dapat merusak mitokondria, sel darah merah,
leukosit, trombosit, ujung saraf perifer, otot rangka, pembuluh
darah endotelium, dan membran lainnya, serta menimbulkan
terjadinya neurotoksisitas presinaptik, kardiotoksisitas,
myotoksisitas, nekrosis, hipotensi, hemolisis, antikoagulasi,
perdarahan, kebocoran plasma (oedema formation), pelepasan
histamin secara autofarmakologis, dan autakoid lainnya.
 Neurotoksin polipeptida pascasinaptik (α)
mengikat reseptor asetilkolin pada motor
endplate.
 Neurotoksin presinaptik (β) berupa
fosfolipase dapat merusak ujung kerusakan
saraf hingga tidak bisa diperbaiki lagi.
 Komposisi dan antigenisitas bisa ular
bervariasi tergantung spesies,
kedewasaan ular, musim, jenis kelamin,
dan seluruh jangkauan geografis.
venom
1.Neurotoksin

1. 2.Hematotoksin

2. 3.Nefrotoksin

3. 4.cardiotoksin

4. 5.myotoksin

5. 6.citotoxin

6. 7.necrotoxin,dll
Neurotoksin(julia
n whie,2016)
Tanda dan gejala fase
sistemik
External ophthalmalgia
Ptosis
Dysphagia
Dyspnea
Abdominal cramps
Peripheral paralysis
Respiratory paralysis
Tipe efek neurotoxin pada
syarat
• Presynaptic neurotoxin
• Postsynaptic neurotoxin
Presinaptik neurotoksin

• Enzymatic phospholipase A2.


• Punya banyak subunit:
• 2 subunits berbedan pada Beta-bungarotoxin
• Gangguan terhadap ikatan asetylcholin
dari presynaptik terminal.
• Bekerja dalam 3 fase
• Hambatan ikatan awal
• Peningkatan sementara pelepasan
asetylcholin
• Penghammbatan ang lengkap
• Setelah mengikat dan meruusak,dibutuhkan
beberapa saat agar saraf pulih
• sebagian irreversible
Postsinaptik neurotoksin
• 3 cabang toksin
• Multi aktifitas,neurotoksin,antiplatelet,cytotoksin
• Bekerja dengan mempengaruhi reseptor
aminergik dan Ach
• Efek pada reseptor achetylcholin lebih penting
• Dibagi menjadi 3 kelas utama berdasarkan
molekuler dan afinitas
• neurotoxin pendek
• Neurotoxin panjang
• Non-conventional neurotoxin
(Kappa neurotoxin)
• reversibel
Haemotoxin system
Sindrom pada gigitan
ular
 Sindrom 1: Fase lokal disertai dengan perdarahan atau
gangguan pembekuan darah. Sindrom disebabkan oleh
semua jenis Viperidae.
 Sindrom 2: Fase lokal disertai dengan perdarahan atau
gangguan pembekuan darah, syok atau cidera ginjal akut
dengan konjungtiva edema (chemosis) dan insufisiensi
hipofisis akut yang merupakan sindrom yang disebabkan
oleh viper Russell.
 Sindrom 3: Fase lokal disertai dengan kelumpuhan
merupakan sindrom yang disebabkan oleh kobra atau king
cobra.
Sindrom 4: Kelumpuhan dengan minimal atau ada envenoming lokal.
Pada kejadian korban gigitan ular yang digigit di darat saat tidur di
tanah dan terdapat atau tidak terdapat nyeri perut, jenis ular
penyebabnya merupakan krait.
Jika korban gigitan ular digigit di laut, muara, atau beberapa danau air
tawar, jenis ular penyebabnya merupakan ular laut.
Pada korban gigitan ular yang digigit di wilayah Maluku atau Papua di
mana timbul gejala perdarahan atau tanpa perdarahan (pembekuan
darah), jenis ular yang menjadi penyebabnya adalah Australasia elapid.
Sindrom 5: Kelumpuhan dengan urin berwarna coklat atau
gelap dan cedera ginjal akut.
Pada korban gigitan ular yang digigit di darat dengan gejala
adanya perdarahan (gangguan pembekuan darah), jenis ular
yang menjadi penyebab adalah viper Russell.
Pada kasus gigitan di dalam ruangan saat korban tidur, ular
penyebabnya adalah krait (B. niger, B. candidus, B.
multicinctus).
Pada korban gigitan ular yang digigit di laut, muara, dan
beberapa danau air tawar dengan gejala tanpa perdarahan
(gangguan pembekuan darah), jenis ular penyebabnya
adalah ular laut.
Fase lokal
 Bengkak dan nyeri progresif yang melibatkan lebih dari
separuh ekstrimitas tergigit (tanpa torniket) dalam 48 jam
setelah gigitan.
 Pembengkakan dan memar hasil dari peningkatan
permeabilitas vaskuler disebabkan oleh enzim endopeptidase,
metalloproteinase hemorrhagin, polipeptida bersifat toksin
yang merusak membran, fosfolipase, dan autokoid endogen
yang dikeluarkan seperti histamin, 5-HT, dan kinin.
 RPP (rate progressive proximal test) atau perhitungan
kecepatan penyebaran bisa dari penambahan pembengkakan
dapat dilakukan.
RPP ?

5 cm / 2 hours,
so
5 cm RPP = 2.5
cm/hour
Fase sistemik

 Abnormalitas hemostasis:
 Perdarahan sistemik spontan, koagulopati (20WBCT atau
profil koagulasi) atau trombositopenia (<100 x 10 3/l).
 Tanda-tanda neurotoksik: ptosis, oftalmoplegia eksterna, paralisis
adalah mengantuk, parestesia, kelainan rasa dan bau, kelumpuhan
otot-otot wajah dan otot-otot yang dipersarafi oleh saraf kranial,
suara sengau atau aphonia, regurgitasi melalui hidung, kesulitan
menelan, dan paralisis pernapasan dan umum
 Gangguan Kardiovaskular: syok,hipotensi, aritmia jantung, infark miokard.
peningkatan, edema paru, serangan jantung (D. russelii) dan EKG abnormal
progresif.
 Cedera Ginjal Akut (gagal ginjal): oliguria atau anuria, peningkatan
kreatinin atau urea darah, hiperkalemia akut, dan cedera ginjal.
 Myotoksin: Gejala yang timbul adalah nyeri punggung
belakang/lower back pain, haematuria, pernapasan asidosis,
sendawa, mual, dan nyeri dada..
 Nefrotoksin:Hemoglobinuria atau mioglobinuria (urin
berwarna coklat gelap/hitam) dengan gejala dan tanda-tanda
cedera ginjal akut dan uremia.
 Hemolisis intravaskuler atau rabdomiolisis umum (sakit dan
nyeri otot, hiperkalemia, peningkatan Kreatin Kinase/level
CPK sangat cepat).
Pertolongan Pertama
a. Gigitan:
 Lakukan mobilisasi cepat pasien agar memperoleh

pertolongan medis
 .Penggunaan elastis bandage hanya dilakukan pada beberapa

kondisi seperti jauh dari tempat pelayanan kesehatan,tidak


mengetahui jenis ularnya serta ular dengan bisa neurotoksin
kuat seperti ular bungarus(bungarus fasciatus,bungarus
candidus),ular laut dan ular king cobra.
 Pertolongan awal dengan elastis bandage ini sebaiknya

dilakukan oleh tenaga medis dan menggunakan perban


elastis.
SNAKE ANTIVENOM

MONOVALENT POLYVALENT
Antibisa ular di Indonesia
Cobra bite
Trimeresurus bite (fase lokal)
Trimeresurus bite (hemotoxin,fase
sistemik)
Calloselesma
bittes
Venom
oftalmia
a. Kontak dengan mata:
 Lakukan irigasi dengan larutan garam fisiologis (NaCl

0,9%/normal saline infus) atau setidaknya air bersih


mengalir, sekurangnya selama 15-20 menit dengan
membuka kelopak mata dan 3-6 liter air atau cairan normal
saline infus 0,9%.
 Pertimbangkan penggunaan alat irigasi lensa Morgan.
 Berikan bantalan pembalut untuk menutup mata dan rujuk

untuk pemeriksaan oftalmologi.


NEUROTOXIN BITE
Bagaimana jika terjadi gagal nafas
dan gagal jantung karena
neurotoksin
WAKTU KRITIS
 Clinical death : tak ada nafas & nadi
(≤4 menit )
 Brain damage : setelah 4–6 menit
 Biological death : setelah 10 menit

Clinical death 98 %

Brain damage 50 %

Biological death 1%
Klinik Heroku
GOLDEN PERIOD
Klinik Heroku
penatalaksanaan
• Secara umum penatalaksanaan gigitan ular
terdiri dari:
 Pertolongan awal/First-aid
 Transportasi ke puskesas dan RS
 Penilaia klinis yang cepat dan resusitasi pada
kasus kegawatan
 Anamnesa, pemeriksaan fisik dan identifikasi
spesies, penegakan diagnosis
 Pemeriksaan penunjang/tes laboratorium
 Pengobatan antivenom
 Mengamati respon terhadap antivenom
 Memutuskan apakah dosis lebih lanjut dari antivenom
dibutuhkan
 Mendukung/pengobatan tambahan
 Pengobatan pada bagian digigit (nekrosis, bullae, dsb)
 Rehabilitasi
 Pengobatan komplikasi kronis
terimakasih

Anda mungkin juga menyukai