Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive Pulmonary


Disease (COPD) merupakan penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Beberapa penyakit yang lazim terjadi adalah emfisema, bronkitis kronis,
asma. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap
didalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru-paru untuk mendapatkan oksigen
yang cukup bagi bagian tubuh lainnya.
Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan
dan pada akhinya menimbulkan kelainan pada struktur paru-paru, sehingga aliran
udara terhambat secara permanen (itulah sebabnya disebut bronkitis kronis). Sebuah
studi baru menunjukan bahwa orang dewasa penderita asma berpeluang 12 kali lebih
besar untuk mengalami PPOK daripada orang yang tidak mengalami kondisi tersebut.
PPOK ditandai oleh pertambahan neutrofil, makrofag, dan T-limfosit (khususnya
CD+) di sejumlah bagian paru-paru, dan berikatan dengan tingkat hambatan aliran
udara. Mungkin terjadi peningkatan eosinofil pada beberapa pasien, khususnya jika
terjadi pembukukan penyakit, sel-sel inflamasi ini mampu melepaskan sejumlah
sitokin dan mediator inflamasi, terutama leukotrien 4, interleukin-8, dan tumor
necrosis factor-. Pola inflamasi ini sangat berbeda dari pola yang terlihat pada
penderita.
Maka dari itu, penulis mengangkat kasus ini dalam asuhan keperawatan yang
berjudul Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK. Karena penyakit ini
memerlukan pengobatan dan perawatan yang optimal dan komprehensiv mulai
serangan awal penyakit sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih
penting adalah perawatan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada
pasien dan keluarga tentang perawatan dan pencegahan seragan berulang pada pasien
PPOK di rumah.

I.2 RUMUSAN MASALAH

1
1.2.1 Bagaimana pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis?

1.2.2 Bagaimana etiologi,komplikasi dan manifestasi klinis penyakit PPOK?

1.2.3 Bagaimana WOC pada pasien PPOK?

1.2.4 Bagaimana Askep Teori pada pasien PPOK?

1.2.4 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui pengertian Penyakit PPOK

1.3.2 Mengetahui etiologi, komplikasi dan manifestasis klinispenyakit PPOK

1.3.3 Mengetahui WOC pada pasien PPOK

1.3.4 Mengetahui Askep Teori pada pasien PPOK

1.3.5 Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK

BAB II

2
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan napas.
Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di dalam paru-
paru. Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang cukup bagi bagian
tubuh yang lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang
berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan kelainan di dalam struktur paru-paru, sehingga
aliran udara terhambat secara permanen(itulah sebabnya disebut obstruktif kronis).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary Disease


(COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema paru-paru.
Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow Limitation (CAL) dan Chronic
Obstructive Lung Disease (COLD).

Klasifikasi dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yaitu:

a. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis.
Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai
bagian dari penyakit sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus
abdominalis. Istilah bronkitis kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang
sifatnya menahun(berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik yang
berasal dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis
merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang
berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dan ekspektorasi sedikitnya
3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut.
b. Emfisema Paru

3
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang
ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan.
Sesuai dengan definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara(alveolus) tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation.
Sebagai salah satu bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema
merupakan pelebaran asinus yang abnormal, permanen, dan disertai destruktif
dinding alveoli paru. Obstruktif pada emfisema lebih disebabkan oleh perubahan
jaringan daripada produksi mukus, seperti yang terjadi pada asma bronkitis kronis.

c. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik(kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma
didefinisakn sebagai suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan,
dimana terdapat banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel
epitel. Pada individu rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit
bernapas, dada sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan
di pagi hari.

2.2 Etiologi, komplikasi, dan manifestasi klinis penyakit (PPOK)

Etiologi penyakit ini yang sering ditemukan meliputi:


a. Kebiasaan merokok
merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan kebiasaan yang
salah. Namun sebagaian besar perokok tidak mampu menghilangkan
kebiasaan ini. Resiko mengalami serangan jantung 2 kali lebih besar bagi
prokok berat atau yang merokok 20 batang atau lebih dalam sehari. Bahkan,
resiko menghadapi kematian mendadak 5 kali lebih besar dari pada orang
yang tidak merokok sama sekali. Namun bagi mereka yang dapat berhenti
merokok sama sekali, resiko ini dapat berkurang hampir sama yang tidak
merokok. Sejumlah kecil nikotin dalam rokok adalah racun bagi tubuh.
Nikotin yang terserap dalam setiap hisapan rokok memang tidak mematikan,
tetapi tetap membahayakan jantung. Terjadi pengerasan pembuluh nadi serta
mengacaukan irama jantung.

4
b. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis
ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat berupa
bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa batuk dan
demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada. Penanganan
penyakit ini dapat dilakukan dengan istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala
atau pengobatan kausal untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh
dan pencegahan penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan menutup
mulut ketika batuk, tidak meludah sembarang. Faktor berkumpulnya banyak orang
misalnya di tempat pengungsian tempat korban banjir, juga berperan dalam
penularan ISPA.
Penyakit kulit juga hampir selalu di alami, terutama yang sering tergenang
banjir. Penyakit ini bisa berupa infeksi, alergi, atau bentuki lain. Pada musim
banjir, maka masala utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti
ISPA, maka faktor berkumpulnya banyak orang berperan dalam penularan infeksi
kulit. Penyakit saluran cerna lain, adalah demam tifoid, yang juga terkait dengan
faktor kebersihan makanan. Upaya untuk mengatasi tentu saja dengan menjaga
kebersihan diri dan lingkungan
c. Polusi udara
Emisi kendaraan bermontor
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari pencemaran
udara kota berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa justru yang mempunyai
andil sangat besar adalah gas dan partikel yang di emifisikan ( dikeluarkan ) oleh
kendaraan bermontor. Padahal kendaraan bermontor jumlahnya semakin
bertambah besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor sebagai
sumber pencemaran udara mencapai 60 70%. Padahal, konstribusi gas buah dari
cerobong asap industri hanya berpisah 10-15%, sedangkan sisannya dari sumber
pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran
hutan, dll
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO ( word
helalth organization) menetapkan beberapa jenis polutan yang di anggap serius.
Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan, serta mudah
merusak harta benda adalah partikulat yang mengandung partikel
( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di oksida, dan nitrogen oksida.
Kesemuanya di emisikan oleh kendaraan bermontor.

5
WHO memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup
udara kotor akibat emisi kendaraan bermontor, se3dangkan 10% sisannya
menghirup udara yang bersifat marjinal. Akibat menghirup udara yang tidak
bersih ini lebih fatal pada bayi dan anak-anak. Demikian pula pada orang dewasa
yang beresiko tinggi, misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta orang yang telah
memiliki riwayat penyakit paru dan saluran pernapasan menaun. Celakanya, para
penderita maupun kelurganya tidak menyadari bahwa berbagai akibat negatif
tersebut berasal dari pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermontor semakin
memperhatinkan.

Tingkatan keparahan penyakit PPOK :

Tingkat Nilai FEV1 dan gejala


0 Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan dispnea.
Beresiko Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi),spirometri normal.
I FEV1/FVC < 70%, FEV1 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu ada gejala
Ringan batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien biasanya bahkan
belum berasa paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%, 50% < FEV1 < 80%, gejalamya biasanya mulai
Sedang progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
III FEV1/FVC < 70%, 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang yang
Berat mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien mulai
mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau serangan
penyakit.
IV FEV1/FVC < 70%, FVE1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi kronis.
Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 > 30%, tapi
Sangat berat
pasien mengalami kegagalan pernafaasan atau gagal jantung kanan/cor
pulmonary. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat terganggu dan serangan
mungkin mengancam jiwa.

Komplikasi:
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa0 2 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan

6
mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul
sianosis

b. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan takipnea.

c. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.

d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.

e. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respirator

f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu pernapasan
dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat
dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
b. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
c. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
d. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
e. Hipoksemia intermiten atau kontinu
f. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
g. Deformitas toraks

Penatalaksanaan medis

7
Penatalaksanaan utama adalah meningkatkan kualitas hidup, memperlambat
perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas agar tidak
terjadi hipoksia.pendekatan terapi mencakup :

1. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja napas.


2. Mencegah dan mengobati infeksi.
3. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru.
4. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi
pernapasan yang adekuat.
5. Dukungan psikologis
6. Edukasi dan rehabilitasi klien.
Jenis obat yang diberikan:
1. Bronkodilators.
2. Terapi aerosol.
3. Terapi infeksi.
4. Kortikostiroid.
5. Oksigenasi.

2.3 WOC pada pasien PPOK

Peningkatan
kerja otot
pernafasan

Nafsu makan Ketidakefektifan pola


ketidak nafas
seimbangan
nutrisi kurang

8
.

2.4 Askep Teori pada pasien PPOK

Asuhan Keperawatan pada Klien PPOK

a. Pengkajian
1. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi lebih
sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah
dispnea (bias sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi
(pada beberapa kasus lebih banyak paroksismal).
Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit saluran
napas bagian bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat
penyaakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan
adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.

3. Pengkajian diagnostic COPD


Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened
diafragma, peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda
vascular / bullae ( emfisema ), peningkatan suara bronkovaskular
( bronchitis ), normal ditemukan saat periode remisi ( asma ).
Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab
dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat
obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan
mengevaluasi efek dari terapi, misalnya bronkodilator.
Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan
biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.

9
FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap
tekanan kapasitas vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis,
sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan
( bronkitis kronis dan emfisema ), terapi sering kali menurun pada
asma, Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder
terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang atau asma).
Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi,
kolabs bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ), pembesaran
kelenjar mucus( brokitis).
Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema berat)
dan eosinophil (asma).
Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
perimer.
Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan
mengidentifikasi pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan
untuk menentukan penyakit keganasan/ elergi.
Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi
( asma berat), atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII,
III, dan AVF panjang, tinggi( pada bronkitis dan efisema) , dan aksis
QRS vertical (emfisema).
Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat
disfungsi pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/ evaluasi program.

4. Pemeriksaan fisik
Objektif
a) Batuk produktif/nonproduktif
b) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua
fase respirasi semakin menonjol.
c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarka.
d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan hilus )
g) Penurunan berat badan secara bermakna.

Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia

10
Psikososial
a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c) Data tambahan (medical terapi)
Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan
simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin seacara
parenteral, sebab mekanisme yang berlainan, demikian pula sebaliknya,
bila sebelmnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral, maka
sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau
parenteral.
Obat obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif
terhadap adrenoreseptor ( orsiprendlin, salbutamol, terbutalin, ispenturin,
fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta
efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (adrenalin,
Efedrin, Isoprendlin)
a. Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek
samping sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak napas
berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula deberikan dua sedotan
dari Metered Aerosol Defire (AfulpenMetered Aerosol ). Jika
menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap empat jam, jika tidak ada
perbaikan dalam 10-15 menit setelah pengobatan, maka berikan
Aminophilin intravena
b. Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping
takikardi, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati,
berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler, dan
serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1
: 1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg /KgBB subkutan (1
mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai
kebutuhan .
c. Pemberian Aminophilin secara intravena denagn dosis awal 5-6
mg/KgBB dewasa/ anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit,
untuk dosis penunjang dapat diberikan sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam
secara intravena. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila tidak
dilakukan secara perlahan.

11
Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan
perbaikan, maka bisa dilanjutkan deagan pengobatan kortikosteroid, 200
mg hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena
sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parental sampai
serangan akut terkontrol,dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison
atau dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara oral dalam dosis terbagi,
kemudian dosis dikurangi secara bertahap
Pemberian oksigen
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4
liter/menit , menggunakan air (humidifier) untuk memberiakan
pelembapan. Obat eksfektoran seperti gliserolguaiakolat juga dapat
digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, oleh karena itu intake cairan per
oral infus harus cukup sesuai dengan prinsip.
Beta Agonis
Beta agonis ( adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang
digunakan dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan obat ini
berekrja dengan cara mendilatsikan otot polos ( vasedilator).
Andrenerigic agent juga meningkatkan pergerakan siliari , menurunkan
mediator kimia anafilaksis, dan dapat meningkatan efek bronkodilatasi
dari kortikosteroid. Andrenergic yang sering digunakan antara lain
epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetarin, dan
terbutalin. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan
inhalasi merupakan salah satu pilihan dikarenakan dapat
mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang
lebih kecil.

Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep


Nursing Interventien Classification (NIC) dan Nursing Outcome
Classification (NOC).

Diagnosis Keperawatan Perencanaan


No. (NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional

12
1. Bersihan jalan nafas Status respirasi: a. Manajemen jalan Adanya
perubahan
tidak efektif kepatenan jalan napas.
fungsi respirasi
b. Penurunan
berhubungan dengan nafas dengan skala dan penggunaan
kecemasan otot tambahan
Bronkospasme. (1-5) setelah
c. Aspiration menandakan
Peningkatan diberikan kondisi penyakit
precautions.
produksi secret yang masih
perawatan d. Fisioterapi dada.
harus
(secret yang e. Latih batuk
selamahari, mendapatkan
bertahan, kental) efektif penanganan
dengan kriteria:
Menurunya f. Terapi oksigen. penuh.
Tidak ada g. Pemberian posisi.
energi/fatigue h. Monitoring Ketidakmampua
demam n mengeluarkan
Tidak ada respirasi.
Ditandai dengan: mukus
i. Monitoring tanda
cemas menjadikan
Klien mengeluh vital. timbulnya
RR normal
sulit bernafas. Irama nafas kongesti
Perubahan berlebih pada
normal saluran
kedalaman/jumla Pergerakan pernapasan .
h napas, sputum keluar
Posisi semi/
penggunaan otot dari jalan nafas high fowler
Bebas dari memberikan
bantu pernafasan.
Suara nafas suara nafas kesempatan
paru-paru
abnormal seperti tambahan. berkembang
wheezing, ronchi, secara maksimal
akibat diafragma
dan cracles. turun ke bawah.
Batuk Batuk efektif
mempermudah
(presisten)dengan
ekspektorasi
/tanpa produksi mukus.
sputum.
Klien dalam
kondisi sesak
cenderung untuk
bernapas
melalui mulut
yang pada
akhirnya jika
tidak
ditindaklanjuti
akan
mengakibatkan
stomatis.
2. Gangguan pertukaran Status respirasi a. Manajemen asam

13
gas yang berhubungan pertukaran gas basa tubuh Kelemahan,
b. Manajemen jalan iritable, bingung
dengan: dengan skala.(1-
napas dan somnolen
Kurangnya suplai 5) setelah diberikan
dapat
c. Latihan batuk
oksigen (obstruksi perawatan merefleksikan
efektif
jalan napas oleh selama hari d. Tingkatkan adanya
hipoksemia/pen
secret, dengan kriteria : aktivitas
urunan
e. Terapi oksigen
bronkospasme, air Status oksigenasi
f. Monitoring
trapping); mental serebral.
respirasi
Destruksi alveoli g. Monitoring tanda
dalam batas
Ditandai dengan normal vital Mencegah
Dyspnea Bernapas kelelahan dan
Confusion,lemah; dengan mengurangi
Tidak mampu konsumsi
mudah
mengeluarkan Tidak ada oksigen untuk
secret; memfasilitasi
sinosis
Nilai ABGs resolusi infeksi.
Pao paco
abnormal (hipoksia dalam batas Pemberian
dan hiperkapnea) normal terapi oksigen
Perubahan tanda Saturnasi O untuk
vital dalam memelihara
Menurunya PaO2 di atas 60
rentang mmHg, oksigen
toleransi terhadap
normal yang diberikan
aktivitas
sesuai dengan
toleransi dari
klien.

Untuk
mengikuti
kemajuan proses
penyakit dan
memfasilitasi
perubahan
dalam terapi
oksigen.

3 Ketidakseimbangan Status nutrisi; a. Manajemen


nutrisi : intake cairan dan cairan Meningkatkan
b. Monitoring kenyamanan

14
Kurang dari kebutuhan makanan gas cairan flora normal
c. Status diet mulut, sehingga
tubuh yang berhubungan dengan skala......(1-
d. Manajemen akan
dengan : 5) setelah diberikan
gangguan meningkatkan
Dispea, perawatan perasaan nafsu
makan
fatique selama. Hari e. Manajemen makan.
Efek dengan kriteria; nutrisi
Meningkatkan
samping f. Kolaborasi
Asupan intake makanan
pengobatan dengan ahli dan nutrisi klien
makanan
Produksi gizi untuk terutama kadar
adekuat
sputum memberikan protein tinggi
Anoreksia, dengan skala.. akan
terapi nutrisi
nausea/vomit (1-5) meningkatkan
g. Konseling
Intake cairan mekanisme
ing. nutrisi
per oral tubuh dalam
Ditandai dengan h. Kontroling proses
Penurunan adekuat, nutrisi penyembuhan.
berat badan dengan skala
Kehilangan dilakukan
(1-5) Menentukan
masa otot, untuk
Intake cairan kebutuhan
tonus otot memenuhi nutrisi yang
adekuat
diet pasien. tepat bagi klien.
jelek dengan i. Terapi Mengontrol
Dilaporkan
skala (1-5) keefektifan
menelan
adanya tindakan
j. Monitoring
perubahan Status nutrisi terutama dengan
tanda vital
intake nutrien gas kadar protein
sensasi rasa k. Bantuan
Tidak darah.
dengan skala untuk
bernafsu (1-5) setelah peningkatan Meningkatkan
untuk makan, diberikan komposisi tubuh
BB
tidak tertarik l. Manajemen akan kebutuhan
perawatan
vitamin dan
makan selama berat badan
nafsu makan
Intake kalori
klien.
adekuat,denga
n skala.. (1-5)
Intake protein,
karbohidrat,
dan lemak
adekuat,

15
dengan skala
(1-5)

Control berat
badan dengan skala
(1-5) setelah
diberikan
perawatan selama
hari dengan
kriteria:
Mampu
memelihara
intake kalori
secara optimal
(1-5)
(menunjukkan)
Mampu
memelihara
keseimbangan
cairan (1-5)
(menunjukkan)

Mampu
mengontrol
asupan
makanan secara
adekuat (1-5)
(menunjukkan)

No Diagnosa Perencanaan
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
. keperawatan
(NANDA)

16
4. Intoleransi Berpartisipasi Kolaborasi Mengurangi stres dan
aktifitas b.d dalam aktivitas dengan tenaga stimulasi yang
ketidakseimbaga fisik tanpa rehabilitasi berlebihan,
n antara suplai disertai medik dalam meningkatkan istirahat
dan kebutuhan peningkatan merencanaakan
oksigen. darah, nadi dan program terapi Klien mungkin merasa
RR. yang tepat nyaman dalam kepala
Mampu Bantu klien dalam keadaan evalasi,
melakukan untuk tidur di kursi atau
aktivitas sehari- mengidentifikas istiirahat pada meja
hari (ADLs) i aktivitas yang dengan bantuan bantal
secara mandiri. mampu
Tanda-tanda dilakukan. Meminimalkan kelelahn
vital normal. Bantu utuk
Energi dan menolong
memilih
psikomotor. menyeimbangkan suplai
aktivitas yang
Level oksigen dan kebutuhan.
sesuai dengan
kelemahan.
Mampu kemampuan
berpindah: fisik, sosial dan
dengan atau psikologi.
Bantu utuk
menggunakan
mengidetifikasi
alat.
Status dan
kardiopulmoari mendapatkan
adekuat. sumber yang
Sirkulasi status diperlukan
baik. untuk aktivitas
Status respirasi:
yang diinginkan
pertukara gas da Bantu klien
vetilasi adekuat. untuk
mendapatkan
alat bantuan
aktivitas seperti
kursi roda, krek
Bantu untuk

17
mengidentifikas
i aktivitas yang
disukai
Bantu klien
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikas
i kekurangan
dalam
beraktivitas
Sediakan
penguatan
positif bagi
yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien
untuk
mengembangka
n motivasi diri
dan penguatan
Monitor respon
fisik,emosi,
sosial dan
spiritual.
5. Risiko tinggi Tidak muncul Monitor vital Selama peride ini,
penyebaran tanda tanda sign, terutama potensial
infeksi yang b.d infeksi sekunder. pada proses berkembang
penyakit kronis . Klien dapat terapi. menjadi
mendemonstrasi Demonstrasikan komplikasi yang
kan kegiatan teknik mencuci lebih
untuk yang benar. fatal( hipotensi /
Ubah posisi dan
menghindarkan
18
infeksi. berikan shock ).
Sangat efektif
pulmonari toilet
untuk
yang baik.
Batasi mengurangi
pengunjung atas penyebaran
indikasi. infeksi .
Lakukan isolasi Meningkatkan
sesuai dengan ekspektorasi,
kebutuhan membersihkan
individual. dari infeksi.
Anjurkan untuk Mengurangi
istirahat secara paparan dengan
adekuat organisme
sebanding patogen lain.
Isolasi mungkin
dengan aktifitas,
dapat mencegah
tingkatkan
penyebaran atau
intake nutrisi
memproteksi
secara adekuat.
klien dari proses
infeksi lainya.
Memvasilitasi
proses
pengembuhan
dan
meningkatkan
pertahanan tubuh
alami.

2.5 Asuhan Keperawatan pada klien PPOK

Study kasus

Tn.R, 68 thn, dating ke IGD dengan keluhan pusing, sesk napas dan batuk riwayat
penyakit sekrang: 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-batuk sampai dahak keluar semua. Sesak
napas bila menaiki tangga. 2 hari terakhir, pasien mengeluh demam, batuk, pilek, pusing, dan

19
sesak napas. Berdasarkan anamnesia dan pemeriksaan spirometri dan foto thoraks, diagnose
yang di tegakkan klinis/ dokter adalah PPOK st III.

Terapi yang diberikan:

Oksigen, setelah stabil, terapi yang di berikan adalah: codein 10 mg po 3x1 dan seretide MDI
tiap 6 jam tanda-tanda vital saat pasien MRS: suhu 38,5 oC, TD 140/90 mmHg, Nadi
100/menit,RR 25x/menit

A. Pengkajian
I. Identitas pasien
Nama = Tn. R
Umur = 60 th
II. Riwaya penyakit sekarang
Keluhan utama = pusing, sesak nafas, batuk
Riwayat penyakit sekarang = 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-batuk sampai dahak
keluar semua, sesak nafas bila menaiki tangga
III. Riwayat penyakit dahulu
2 hari terakhir pasien mengeluh demam, batuk pilek, pusing ,sesak nafas
IV. Pemeriksaan fisik
TTV=
T= 38,5 C
P= 100 x/m
RR= 25 x/m
BP= 140/90 mmHg

V. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan spirometri dan foto thorax (+) PPOK ST III
VI. Terapi yang di dapat
Oksigen, setelah stabil, terapi yang diberikan codein 10 mg po 3x1 dan seretide MDI
tiap 6 jam

B. Diagnosa
I. Analisis data

No Data Etiologi Problem


1. Ds : Klien mengatakan pusing, sesak Peningkatan Bersihan jalan
nafas, batuk. produksi sputum. napas tidak efektif.

Do: 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-


sampai dahak keluar semua, RR
25 x/menit.

20
2. Ds : 2 hari terakhir pasien mengeluh Penyakit kronis Resiko tinggi
demam, batuk, pilek, pusing, dan penyebaran infeksi
sesak nafas.

Do : pemeriksaan spirometri dan


foto thorax diagnosa PPOK St
III suhu : 38,5 C, TD : 140/ 90
mmHg, nadi : 100 x/menit
3. Ds : pasien mengeluh demam Penyakit Hipertemia
Do : suhu 38,50C , RR 25 x/menit ,
nadi 100 x/menit, TD 140/ 90 mmHg

4. Ds : sesak nafas bila menaiki tangga. Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas


Do : Nadi 100x/m, RR 25x/m,
antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5. Ds : 2 hari terakhir pasien mengeluh Hiperventilasi Ketidakefektifan
sesak nafas. pola nafas
Do : Nadi 100x/m, RR 25x/m,

Berdasarkan analisa data tersebut, dapat disimpulkan diagnosa keperawatan diantaranya:

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum


2. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi
3. Hipertermia b.d penyakit
4. Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Resiko tinggi penyebaran inferksi b.d penyakit kronis.

C. Intervensi dan implementasi

No Diagnosa Intervensi Implementasi


1. Bersihan jalan napas tidak Posisikan pasien Memberikan posisi
efektif b.d peningkatan untuk fowler atau semi
produksi sputum memaksimalkan fowler
Menghitung respirasi
ventilasi.
Kriteria hasil :
Monitor respirasi setiap 3 jam sekali

21
Secara verbal tidak ada dan status O2. Memberikan obat
Kolaborasi dalam
keluhan sesak ipratropium
tidak ada batuk dan pemberian
bromida dg dosis
jumlah sputum normal pengobatan atas
20mcg 2 hirup 3-4
jumlah pernafasan dalam indikasi.
kali per hari.
batas normal sesuai usia bronkodilator Mengajarkan klien
Demonstrasikan
menahan dada dan
atau bantu klien
batuk efektif dalam
melakukan
posisi tegak lurus.
latihan napas
dalam.

2. Ketidak efektifan pola napas Posisikan pasien Memberikan posisi


b.d hiperventilasi. untuk fowler atau semi
memaksimalkan fowler
Kriteria hasil : Menghitung
ventilasi.
Identifikasi frekuensi nafas.
Mampu batuk efektif.
Memberikan terapi
Mampu bernafas pasien perlunya
ogsigenasi dengan
dengan mudah. pemasangan alat
Frekuensi pernafasan menggunakan
nafas buatan.
dalam rentang normal. Monitor respirasi nasal kanul.
TTV dalam rentang dan status O2.
normal.

3. Hipertermia b.d penyakit. Kompres pasien Memberikan kompres


Kriteria hasil:
pada lipat paha dan dengan handuk di
Suhu tubuh
aksila bagian lipat paha dan
rentang normal
Monitor suhu
Nadi dan RR aksila
sesering mungkin. Menghitung suhu
dalam rentang
Monitor tekanan setiap 2 jam sekali
normal
darah, nadi dan RR Menghitung tekanan
Tidak ada
Kolaborasi darah, nadi dan RR
pusing
pemberian cairan setiap 2 jam sekali.
intravena. Memberikan cairan
intravena sesuai
anjuran dokter.
4. Intoleransi aktivitas b.d. Kolaborasi Memberikan terapi
Oksigen dengan

22
ketidakseimbangan antara dengan tenaga kecepatan aliran 1
suplay dan kebutuhan oksigen rehabilitasi medik atau 2 ltr/mnt.
Kriteria hasil: Melakukan
dalam
Mampu mealkukan
komunikasi
merencanakan
aktivitas sehari-hari
terapeutik.
progam terapi
secara mandiri Menghitung tanda
Tanda-tanda vital normal yang tepat.
tanda vital 3 jam
Sirkulasi status baik Bantu pasien
Status respirasi : sekali.
untuk
Menjelaskan perlunya
pertukaran gas dan mengembangkan
keseimbangan
ventilasi adekuat motivasi diri dan
aktivitas dan istirahat.
penguatan.
Monitor
perubahan tanda
tanda vital.
Memberikan
edukasi untuk
memenuhi
kebutuhan secara
mandiri.
5. Resiko tinggi penyebaran Ajarkan keluarga Menjelaskan kepada
infeksi b.d Penyakit kronis. dan pasien tanda keluarga pasien tanda
dan gejala infeksi. dan gejala infeksi
Kriteria hasil :
Monitor tanda dan Memberikan edukasi
Klien bebas dari tanda
gejala infeksi kepada pasien berseta
dan gejala infeksi.
Tidak munculnya sistemik dan lokal keluarga tentang
Kolaborasi dengan
tanda-tanda infeksi penyakit infeksi.
dokter pemberian memberikan
sekunder.
Klien dapat obat anti mikroba. antibiotik.
menghitung TTV
mendemonstrasikan
setiap 3 jam sekali.
kegiatan untuk
menghindarkan infeksi.

23
d. Evaluasi

Dx Keperawatan Tgl/jam Tindakan TTD Catatan TTD


Perawat perkembangan Perawat
Bersihan jalan 29 Memberikan S : klien
napas tidak efektif oktober posisi fowler mengatakan
b.d peningkatan 2016 atau semi fowler batuk secara
produksi sputum Melakukan efektif
suction O: RR
Menghitung
18x/menit
respirasi setiap 3
A: masalah
jam sekali
teratasi
P: intervensi
dihentikan
Ketidak efektifan 29 Memberikan S : klien
pola napas b.d oktober posisi fowler mengatakan
hiperventilasi. 2016 atau semi fowler mampu batuk
Menghitung efektif dan
frekuensi nafas. bernafas
Memberikan
dengan
terapi ogsigenasi
mudah.
dengan
O:
menggunakan
RR 19x/mnt.
nasal kanul.
N : 80x/ mnt
TD : 110/90
S : 37,5 C
A : masalah
teratasi
P: itervensi

24
dihentikan
Hipertermi b.d 29 Memberikan S:klien
penyakit oktober kompres mengatakan
2016 dengan demam
handuk di menurun
bagian lipat O: hasil suhu
paha dan 37oC , RR
aksila 20x/menit, TD
Menghitung 120/90 mmHg
suhu setiap 2 A: masalah
jam sekali teratasi
Menghitung
P : intervensi
tekanan
dihentikan
darah, nadi
dan RR setiap
2 jam sekali
Intoleransi 29 Memberikan S : klien
aktivitas b.d. oktober terapi mampu
Oksigen
ketidakseimbanga 2016 melakukan
dengan
n antara suplay aktivitas
kecepatan
dan kebutuhan secara mandiri
aliran 1 atau 2
oksigen O:
ltr/mnt. RR 19x/mnt.
Melakukan
N : 80x/ mnt
komunikasi
TD : 110/90
terapeutik.
Menghitung S : 37,5 C
tanda tanda A : masalah
vital 3 jam teratasi
sekali. P : intervensi
Menjelaskan dihentikan
perlunya
keseimbangan
aktivitas dan
istirahat.

25
Resiko tinggi 29 Menjelaskan S: klien
penyebaran infeksi oktober kepada mengatakan
b.d Penyakit 2016 keluarga tidak
kronis pasien demam,pusing
tanda dan , batuk., sesak
gejala napas, pilek.
infeksi
Memberikan O : suhu 37C
edukasi TD
kepada 120/80mmHg
pasien A: masalah
berseta teratasi
keluarga P : Intervensi
tentang dihentikan
penyakit
infeksi

26
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis
kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic
Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa
yang utama pada penderita PPOK yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
peningkatan produksi sputum

1.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan
baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu,
perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan
penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien
terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.

DAFTAR PUSTAKA

Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC
27
Somantri,Irwan.2009.Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi gangguan saluran
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Herdman,T. Heather.2012.diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC
Huda Nurarif,Amin dan Hardi kusuma.2015.Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:mediaction
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai