PENDAHULUAN
Apakah Parem dapat efektif menghilangkan nyeri? Maka dari itu kami
mahasiswa Program Studi D.IV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang
tertarik melakukan penelitian dan eksperimen tentang efektifitas parem terhadap nyeri
yang diakibatkan oleh penyakit rematik, guna untuk membantu dan mempermudah
masyarakat dalam mengatasi nyeri yang diakibatkan oleh penyakit rematik.
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia lanjut, atau
sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Dan gangguan reumatik akan meningkat dengan
meningkatnya umur. (Felson, 1993, Soenarto dan Wardoyo, 1994)
Penyakit rematik meliputi cakupan luas dari penyakit yang dikarakteristikkan oleh
kecenderungan untuk mengefek tulang, sendi, dan jaringan lunak (Soumya, 2011).
Penyakit rematik dapat digolongkan kepada 2 bagian, yang pertama diuraikan sebagai
penyakit jaringan ikat karena ia mengefek rangka pendukung (supporting framework)
tubuh dan organ-organ internalnya. Antara penyakit yang dapat digolongkan dalam
golongan ini adalah osteoartritis, gout, dan fibromialgia. Golongan yang kedua pula
dikenali sebagai penyakit autoimun karena ia terjadi apabila sistem imun yang biasanya
memproteksi tubuh dari infeksi dan penyakit, mulai merusakkan jaringan-jaringan tubuh
yang sehat. Antara penyakit yang dapat digolongkan dalam golongan ini adalah
rheumatoid artritis, spondiloartritis, lupus eritematosus sistemik dan skleroderma.
(NIAMS, 2008)
Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang tidak menyenagkan. Sifatnya sangat subjektif
karna perasaan nyeri berbeda pada setiap orang baik dalam hal skala ataupun
tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan dan mengefakuasi
rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2008).
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang tidak menyenagkan yang
terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif
dimana jaringan rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi,
perasaan takut dan mual (Judha, 2012).
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi menerima rangsang nyeri. Organ
tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit
yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri juga disebut nosiseptor, secara anatomis nosiseptor ada yang
bermielien dan ada yang tidak bermielien dari saraf perifer. Berdasarkan letaknya,
nosiseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit
(kutaneus), somatic dalam (deep somatic), dan pada daerah visceral. Karena
letaknya yang berbeda-beda inilah nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang
berbeda. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Lebih lanjut Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa endorfin dan enkefalin
ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam sistem saraf pusat. Endorfin dan
enkefalin adalah zat kimiawi endogen (diprodukasi oleh tubuh) yang berstruktur
seperti opioid. Morfin dan obat-obatan opioid lainya menghambat transmisi yang
menyakitkan dengan meniru endorfin dan enkefalin. Serabut interneural inhibitor
yang mengandung enkefalin terutama diaktifkan melalui aktivitas serabut perifer
non-nosiseptor (serabut yang normalnya tidak mentransmisikan stimuli nyeri atau
yang menyakitkan) pada tempat reseptor yang sama dengan reseptor nyeri atau
nosiseptor dan serabut desenden, berkumpul bersama dalam suatu sistem yang
disebut descending control. Endorfin dan enkefalin juga dapat menghambat imfuls
nyeri dengan memblok transmisi impuls ini di dalam otak dan medula spinalis
(Smeltzer & Bare, 2002).
Teori Pola diperkenalkan oleh Goldscheider pada tahun 1989, teori ini menjelaskan
bahwa nyeri di sebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang di rangsang oleh pola
tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari stimulasi reseprot yang
menghasilkan pola dari implus saraf (Andarmoyo, 2013).
Pada sejumlah causalgia, nyeri pantom dan neuralgia, teori pola ini bertujuan
untuk menimbulkan rangsangan yang kuat yang mengakibatkan berkembangnya
gaung secara terus menerus pada
spinal cord sehingga saraf trasamisi nyeri bersifat hypersensitif yang mana
rangsangan dengan intensitas rendah dapat mengahasilkan trasmisi nyeri (lewis,
1983 dalam Andarmoyo, 2013).
(Theory Gate Control) Teori gate control dari Melzack dan Wall ( 1965)
menyatakan bahwa implus nyeri dapat diatur dan dihambat oleh mekanisme
pertahanan disepanjang sistem saraf pusat, dimana implus nyeri dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan implus dihambat saat sebuah pertahanan tertutup
(Andarmoyo, 2013).
a. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau
intervensi bedah dan memiliki proses yang cepat dengan intensitas yang
bervariasi (ringan sampai berat), dan berlangsung untuk waktu yang singkat
(Andarmoyo, 2013). Nyeri akut berdurasi singkat (kurang lebih 6 bulan) dan
akan menghilang tanpa pengobatan setalh area yang rusak pulih kembali
(Prasetyo, 2010).
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang intermiten yang menetap sepanjang
suatu priode waktu, Nyeri ini berlangsung lama dengan intensitas yang
bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan (McCaffery, 1986 dalam
Potter &Perry, 2005).
1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivitas atau sensivitas
nosiseptor perifer yang merupakan respetor khusus yang mengantarkan stimulus
naxious (Andarmoyo, 2013). Nyeri nosiseptor ini dapat terjadi karna adanya
adanya stimulus yang mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-
lain (Andarmoyo, 2013)
2) Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas yang di dapat
pada struktur saraf perifer maupun sentral , nyeri ini lebih sulit diobati
(Andarmoyo, 2013).
Nyeri supervisial adalah nyeri yang disebabkan stimulus kulit. Karakteristik dari
nyeri berlangsung sebentar dan berlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai
sensasi yang tajam (Potter dan Perry, 2006 dalam Sulistyo, 2013). Contohnya
tertusuk jarum suntik dan luka potong kecil atau laserasi.
Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ internal
(Potter dan Perry, 2006 dalam Sulistyo, 2013). Nyeri ini bersifat difusi dan
dapat menyebar kebeberapa arah. Nyeri ini menimbulkan rasa tidak
menyenangkan dan berkaitan dengan mual dan gejala-gejala otonom.
Contohnya sensasi pukul (crushing) seperti angina pectoris dan sensasi terbakar
seperti pada ulkus lambung.
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karna banyak organ
tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteristik nyeri dapat terasa di bagian tubuh
yang terpisah dari sumber nyeri dan
dapat terasa dengan berbagai karakteristik (Potter dan Perry, 2006 dalam
Sulistyo, 2013). Contohnya nyeri yang terjadi pada infark
miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, batu empedu,
yang mengalihkan nyeri ke selangkangan.
4) Radiasi Nyeri
Radiasi merupakan sensi nyeri yang meluas dari tempat awal cedera ke bagian
tubuh yang lain (Potter dan Perry, 2006 dalam Sulistyo, 2013). Karakteristik
nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang kebagian
tubuh. Contoh nyeri punggung bagian bawah akibat diskusi interavertebral yang
ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu.
Pengukuran intensitas nyeri bersifat sangat sabjektif dan nyeri dalam intensitas yang
sama dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda (Andarmoyo, 2013). Pengukuran
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mugkin adalah menggunakan respon
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri, namun pengukuran dengan pendekatan
objektif juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,
2007 dalam Andarmoyo, 2013).
Dalam mengkaji respon nyeri yang dialami klien ada beberapa komponen yang harus
diperhatikan :
Mengakaji tentang penyebab atau stimulus- stimulus nyeri pada klien, dalam hal
ini juga dapat melakukan observasi bagian- bagian tubuh yang mengalami cedera.
Menanyakan pada klien perasaan-perasaan apa yang dapat mencetuskan nyeri.
b. Kualitas (Q : Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien,
seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul,
berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih tertusuk dimana tiap-tiap klien
mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
Untuk mengakji lokasi nyeri maka meminta klien untuk menunjukkan semua
bagian / daerah dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih
spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dan titik
yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan
bersifat difus (menyebar).
Skala penilaian numerik (Numerical rating scale, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
(Andarmoyo, 2013).
2.7.3 Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale
Skala analog visual ( Visual Analog Scale) merupakan suatu garis lurus, yang
mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian
verbal pada setiap ujungnya (Andarmoyo, 2013).
Menurut Tamsuri (2006), menjelaskan bahwa ada beberapa tindakan untuk mengatasi
nyeri, yaitu tindakan pengobatan (farmakologis) dan tindakan non farmakologis (tanpa
pengobatan).
2.8.1 Farmakologis
2.8.2 Nonfarmakologis
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Artini (2009)
tentang “Pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat
nyeri pasca opeasi di RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten”. Dalam penelitian ini dilakukan uji statistik yang dapat
diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas
dalam terhadap tingkat nyeri pasca operasi di
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
b. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain sehingga dapat
menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri (Prasetyo, 2010).
1) Distraksi visual
2) Distraksi pendengaran
Mendengarkan musik yang disukai, suara burung, atau gemercik air. Klien
dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik yang tenang,
seperti musik klasik. Klien diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan
irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh
mengikuti irama lagu, seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki
(Tamsuri, 2007).
Dalam penelitian Erna Yusnita (2013) tentang Pengaruh Terapi Musik
Terhadap Manajemen Nyeri pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea di
Ruang DelimaRSUD Pasar Rebo didapatkan hasil penelitian, nilai rata-
ratatingkat nyeri responden sebelum dansesudah diberikan terapi standar
padakelompok intervensi mengalami penurunan.Nilai rata-rata tingkat
nyeri sebelumprosedur sebesar 8,00 dan menurunsebanyak 4,00 setelah
diberikan terapistandar menjadi 4,00.
Cara kedua, yaitu bernafas ritmik dan massase, instruksikan klien untuk
melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan
massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan
pijatan atau gerakan memutar di area nyeri (Widyastuti, 2010).
4) Distraksi intelektual
5) Teknik sentuhan
Hipnotis adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar
diri yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh
Universitas Sumatera Utarapenghipnotisan. Hipnoterapi mendefenisikan
sebagai penggunaan hipnotis untuk membuat suatu kepatuhan dan kondisi
seperti tidur dalam terapi kondisi-kondisi dengan komponen psikologis yang
besar (Mander, 2004).
Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian sebelumnya (Hilgard &
Hilgard, 1983; Doody et al., 1991; Williams et al., 1994; Dahlgren et al.,
1995; Handel, 1998; Simon & Dahl, 1999, Rainville et al., 1999;
Montgomery et al., 2000 50 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 12, No.
1, Maret 2008; hal 47-52 dalam Kihlstorm, 2000) bahwa hipnosis efektif
untuk memodulasi persepsi nyeri dengan mempengaruhi proses-proses
kognitif seseorang dibandingkan individu yang tidak mendapatkan terapi
hipnosis.
d. Kepercayaan/Keyakinan
Dalam penelitian Tri Sunaryo dan Siti L. (2014) tentang pengaruh relaksasi
benson (cara untuk mengurangi nyeri dengan mengalihkan perhatian kepada
relaksasi sehingga kesadaran klien terhadap nyerinya berkurang, relaksasi ini
dilakukan dengan cara menggabungkan relaksasi yang diberikan dengan
kepercayaan yang dimiliki) terhadap penurunan skala
nyeri dada kiri pada pasien acute myocardial infarc
di RS dr Moewardi Surakarta dapat disimpulkan bahwa relaksasi Benson
selain mendapatkan manfaat dari relaksasi juga mendapatkan kemanfaatan
dari penggunaan keyakinan seperti menambah keimanan dan kemungkinan
akan mendapatkan pengalaman transendensi. Individu yang mengalami
ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf simpatis,
sedangkan pada waktu relaksasi yang bekerja adalah sistem saraf
parasimpatis, dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang, cemas,
insomnia, dan nyeri.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan konsep dari Dr. Herbert Benson
bahwa dengan melakukan relaksasi selama 15 menit akan menyebabkan
aktifitas saraf simpatik dihambat yang mengakibatkan penurunan terhadap
konsumsi oksigen oleh tubuh dan selanjutnya otot-otot tubuh menjadi relaks
sehingga menimbulkan perasaan tenang dan nyaman (Benson, 2000). Selain
itu, Relaksasi Benson berfokus pada kata atau kalimat tertentu yang
diucapkan berulang kali dengan ritme teratur dan disertai sikap yang pasrah
pada Tuhan Yang Maha Kuasa sesuai keyakinan pasien memiliki makna
menenangkan.
2.9 Kerangka Teori
2. Terapi Musik
3. Hipnoterapi (Subiyanto,
2008)
4. Relaksasi Benson
(Religi/Keyakinan)
Pemberian Parem
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah
pendekatan ilmiah yang memandang kejadian nyata dapat dikategorikan teramati, konkrit,
terukur, hubungan antar variabel bersifat sebab akibat dimana data penelitian berupa angka
dan analisis penelitian menggunakan statistik. Penelitian kuantitatif juga memiliki sifat
mengukur tingkat kejadian, membuktikan sesuatu (apakah ada pengaruh, hubungan dan
perbedaan faktor yang dominan) tindakan serta memprediksi suatu variabel berdasarkan
variabel yang lain (Sugiyono, 2008)
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pre and posttest design.
Desain ini merupakan desain eksperimen yang hanya menggunakan satu kelompok subyek
(kasus tunggal) serta melakukan pengukuran sebelum diberikan perlakuan (pretest) dan
sesudah diberikan perlakuan (posttest), perlakuan dalam penelitian ini berupa permainan
tradisional. Perbedaan kedua hasil pengukuran tersebut dianggap sebagai efek perlakuan
(Latipun, 2008:114).
Kriteria inklusi
dan eksklusi
3.3 Rancangan Penelitian
Keterangan :
Sampel merupakan bagian kecil dari populasi yang akan dijadikan bahan untuk
diteliti. Sampel terdiri dari beberapa anggota yang dipilih dari populasi, sehingga beberapa
dari sebagian populasi akan dijadikan sampel tidak semuanya dari populasi. Penelitian ini
menggunakan teknik pengambilan sampel dengan teknik Accidential Sampling. Teknik
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menderita penyakit rematik. Penentuan
sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan pertimbangan tertentu oleh peneliti.
Banyaknya sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang.
Kriteria inklusi adalah sebuah subjek yang masuk dalam karakteristik penelitian.
Adapun kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dalam penelitian ini:
a. Kriteria inklusi
b. Kriteria eksklusi
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh, mengolah, serta
menginterpretasikan informasi yang diperoleh dari responden dengan menggunakan pola
ukur yang sama (Siregar, 2011). Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang dibuat
oleh peneliti dan kuesioner akan diisi oleh peneliti setelah melakukan observasi dan
wawancara dengan responden.
1. Rasa nyeri dapat diukur dengan numeric rating scale dengan menunjukkan skala nyeri, 0
menunjukkan tidak mengalami nyeri, angka 1-3 menunjukkan nyeri ringan, angka 4-6
menunjukkan nyeri sedang, angka 7-10 menunjukkan nyeri hebat. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasi patokan 10 cm
(AHCPR, 1992).
Skala penilaian numerik (Numerical rating scale, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan setelah intervensi (Andarmoyo, 2013).
2. Karakteristik nyeri
e. T : menanyakan waktu kapan terjadinya nyeri dan berapa lama nyeri tersebut muncul
(Prasetyo, 2010)
3.7 Etika Penelitian
Etika membahas penentuan tindakan yang baik bagi individu, kelompok, dan
masyarakat. Tindakan etik menggambarkan komitmen pada standar-standar yang dipenuhi
individu, profesi, dan Masyarakat (Potter, 2009). Etika dalam penelitian keperawatan
merupakan aspek yang sangat penting karena berhubungan dengan manusia dan manusia
memiliki Hak Asasi dalam pelaksanaan penelitian Etika dalam penelitian meliputi:
3.7.1Informed Concent
dan manfaat yang dilakukannya penelitian, bila responden menolak untuk diteliti maka
peneliti tidak memaksa responden dan tetap menghormati keputusan responden.
Etika ini dilakukan untuk menjaga kerahasiaan peneliti yang tidak akan
mencantumkan nama subjek yang menjadi responden, tetapi lembar tersebut diberikan inisial
atau kode.
3.7.3Confidentiality (kerahasian)
Informasi dari subjek yang menjadi responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti
khususnya data yang berkaitan dengan data personal responden yang bersifat rahasia dan
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
3.8 Teknik Analisis Data
Jenis uji statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh Pemberian ramuan parem pada
gejala nyeri rematik adalah :
Uji univariat adalah uji untuk mendiskripsikan mengenai distribusi frekuensi dan
proporsi masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel bebas maupun variabel terikat.
Dalam penelitian ini menjelaskan distribusi frekuensi dan presentase mengenai Pemberian
Parem.
Uji bivariat digunakan setelah uji univariat, uji bivariat ini digunakan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkolasi. Variabel dalam penelitian ini adalah
masyarakat yang menderita penyakit rematik. Uji yang digunakan pada Before – after setiap
kelompok ( dalam kelompok) menggunakan Uji paired t test.
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
4.1 BIAYA PENELITIAN
A Peralatan Penunjang
Material Justifikasi Pemakaian Kuantitas Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
Flash Disk 8 Gb Dokumen 2 buah Rp 75.000,- Rp 150.000,-
Memori Kamera Dokumentasi 1 buah Rp 100.000,- Rp 100.000,-
Kertas A4 80 gr ATK Kegiatan 5 rim Rp 50.000,- Rp 250.000,-
Catridge printer canon Perlengkapan 2 buah Rp 250.000,- Rp 500.000,-
Cetak Foto Dokumentasi 100 pcs Rp 2.500,- Rp 250.000,-
Jilid Proposal ATK Kegiatan 1 paket Rp 150.000 Rp 150.000,-
SUB TOTAL Rp 1.400.000,-
B Bahan Habis Pakai
Material Justifikasi Pemakaian kuantitas Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
7 Pelaksanaan Penelitian
Hidayat. A. A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Salemba
Medika. Jakarta
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Edisi 8, Vol
2. Jakarta : Buku kedokteran
Ayudiyaningsih, Novirizki G. dan Arina Maliya. 2009. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas
Dalam terhadap Penurunan Tingkat Nyeri pada Pasien Pasca Operasi Fraktur
Femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3607/NOVA%20RIZKY%
20-%20ARINA%20MALIYA%20FIX.pdf?sequence=1&isAllowed=y. Diunduh
tanggal 22 Januari 2017.
Yusnita, Erna. 2013. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Manajemen Nyeri pada Pasien Post
Operasi Sectio Caesarea di Ruang DelimaRSUD Pasar Rebo.
https://ayurvedamedistra.files.wordpress.com/2015/08/pengaruh-terapi-musik-
terhadap-manajemen-nyeri-pada-pasien-post-operasi-sectio-caesaria.pdf. Di uduh
tanggal 23Januari 2017.
Subiyanto, P. dkk. 2008. Terapi Hipnosis Terhadap Penurunan Sensasi Nyeri Pascabedah
Ortopedi. http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/199. Diunduh tanggal 23
Januari 2017.
Sunaryo, Tri & Siti Lestari. 2014. Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Skala
Nyeri Dada Kiri pada Pasien Acute Myocardial Infarc
di Rs Dr Moewardi Surakarta. http://jurnal.poltekkes-
solo.ac.id/index.php/Int/article/viewFile/138/128. Diakses tanggal 24 Januari 2017.
Lampiran.
STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR PEMBERIAN PAREM