Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

SNAKE BITE
Pembimbing : dr. Prahastya, M.Sc, Sp.PD
Di Susun Oleh : Nur Dian Afidah
PENDAHULUA
N
Gigitan ular berbisa merupakan masalah kesehatan yang
penting, terutama pada daerah pedesaan di wilayah tropis dan
di daerah dimana pekerjaan utamanya adalah petani

Diperkirakan ada 45.000 gigitan ular per tahun di Amerika


Serikat, terbanyak pada musim panas, sekitar 8000 orang
digigit ular berbisa. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah 9:1. 96% gigitan berlokasi pada
ekstremitas, dengan 56% pada lengan

Data tentang kejadian gigitan ular berbisa di Indonesia belum


diketahui secara pasti, tetapi pernah dilaporkan dari pulau
Komodo di Nusa Tenggara terdapat angka kematian 20 orang
per tahun yang disebabkan gigitan ular berbisa
TINJAUAN
PUSTAKA
EPIDEMIOLOGI WHO memberikan perhatian-perhatian
khusus untuk negara-negara di Asia
Tenggara
Kategori 1
Kepentingan medis tertinggi: ular yang sangat
berbisa yang sering atau tersebar luas dan
menyebabkan banyak kasus gigitan,
menimbulkan tingginya tingkat morbiditas,
disabilitas, dan mortalitas.

Kategori 2
Kepentingan medis sekunder: ular yang sangat
berbisa yang dapat menyebabkan morbiditas,
disabilitas, atau mortalitas, tetapi (a) kekurangan
data epidemiologis dan klinis yang pasti atau (b)
lebih jarang berpengaruh karena sifat
alamiahnya, pilihan habitat atau dijumpai pada
area yang jauh dari populasi besar manusia
MORFOLOGI
ULAR

  Tidak berbisa Berbisa


Bentuk Kepala Bulat Elips, segitiga
Gigi Taring Gigi Kecil 2 gigi taring besar
Bekas Gigitan Lengkung seperti U Terdiri dari 2 titik
Warna Warna-warni Gelap
JENIS ULAR
MORFOLOGI ULAR BERBISA
• Memiliki gigi taring yang • Memiliki gigi taring pendek di
cukup panjang (solenogyph) depan (proteroglyph).
yang secara normal terlipat Elapidae secara relatif
rata terhadap rahang atas, merupakan ular yang cukup
tetapi saat menyerang akan panjang, kurus, memiliki
menjadi tegang.Viperidae warna seragam dengan sisik
merupakan ular yang relatif simetrikal besar halus pada
pendek, bertubuh tebal puncak kepala.
dengan banyak sisik kasar
pada puncak kepala dan pola
warna yang khas pada
permukaan dorsal tubuh.
FAMILY FAMILY
VIPERIDAE ELAPIDAE
FAMILY VIPERIDAE KATEGORI
1
Calloselasm
a Cryptelytrop
rhodostoma s albolabris
(Jawa)

Daboia
siamensis
FAMILY VIPERIDAE KATEGORI
2

Cryptelytrops
purpureomaculat
us (Sumatera)
FAMILY ELAPIDAE KATEGORI
1
Bungarus Naja
candidus sputatrix
(Sumatera (Jawa dan
dan Jawa) Sunda)

Naja
sumatrana
(Sumatera
dan
Borneo)
FAMILY ELAPIDAE KATEGORI
2
Bungarus
flaviceps
Bungarus
(Sumatera
fasciatus
dan
Borneo)

Calliophis
bivirgatus
KOMPOSISI BISA ULAR
Enzim prokoagulan (Viperidae)
• dapat menstimulasi pembekuan darah tetapi dapat pula menyebabkan darah tidak dapat berkoagulasi.Sebagian
besar dapat dipecah secara langsung oleh sistem fibrinolitik tubuh. Segera, dan terkadang antara 30 menit
setelah gigitan, tingkat faktor pembekuan darah menjadi sangan rendah (koagulopati konsumtif) sehingga darah
tidak dapat membeku.
Haemorrhagins (zinc metalloproteinase)
• dapat merusak endotel yang meliputi pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan sistemik spontan
(spontaneous systemic haemorrhage)
Enzim proteolitik dan fosfolipase A
• racun polipeptida dan faktor lainnya yang meningkatkan permeabilitas membran sel dan menyebabkan
pembengkakan setempat. Racun ini juga dapat menghancurkan membran sel dan jaringan.
Phospholipase A2 haemolitik and myolitik
• enzim ini dapat menghancurkan membran sel, endotel, otot lurik, syaraf serta sel darah merah.

Phospolipase A2 Neurotoxin pre-synaptik (Elapidae dan beberapa Viperidae)


• merupakan phospholipases A2 yang merusak ujung syaraf, pada awalnya melepaskan transmiter asetilkolin lalu
meningkatkan pelepasannya.
Post-synaptic neurotoxins (Elapidae)
• polipeptida ini bersaing dengan asetilkolin untuk mendapat reseptor di neuromuscular junction dan menyebabkan
paralisis yang mirip seperti paralisis kuraonium
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
Faktor
Faktor-faktor yang mempengaruhi
keparahan dan hasil akhir gigitan
Efek terhadap hasilular
akhir
Ukuran tubuh korban Semakin besar ukuran, hasil akhir semakin baik karena jumlah toksin yang lebih
sedikit per kg berat badan.
Komorbiditas Predisposisi terhadap efek membahayakan bisa ular.

Lokasi gigitan Gigitan pada tubuh, wajah, dan secara langsung ke aliran darah memiliki
prognosis buruk.
Latihan fisik Latihan fisik setelah gigitan ular memiliki hasil akhir buruk karena peningkatan
absorpsi sistemik toksin.
Sensitivitas individual Sensitivitas individual terhadap bisa mempengaruhi gambaran klinis.

Karakteristik gigitan Jumlah; kedalaman; “gigitan kering”; gigitan melalui pakaian, sepatu, atau
perlindungan lain; jumlah bisa yang diinjeksi; kondisi gigi taring; dan durasi ular
melekat pada korban mempengaruhi hasil akhir.
Spesies ular Spesies yang berbeda memiliki dosis, periode mematikan dan agresifitas berbeda.

Infeksi sekunder Ada atau tidaknya organisme patogenik pada mulut ular.

Pengobatan Adanya bantuan dasar diberikan dan waktu yang berlalu sebelum dosis
pertama antivenom.
Berbagai gigitan ular, dosis
fatal, kuantitas bisa diinjeksi,
dan waktu mematikan

Penilaian keparahan
envenomasi
Klasifikasi gigitan ular menurut
Schwartz

 Beberapa korban yang digigit oleh ular (atau dicurigai digigit) dapat
mengalami simptom dan gejala yang khas, bahkan saat tidak ada bisa
yang diinjeksi.
 Hal ini diakibatkan dari ketakutan yang tidak dipahami dari konsekuensi
gigitan ular berbisa. Korban cemas dapat hiperventilasi sehingga
mengalami sensasi kebas dan ditusuk-tusuk pada ekstremitas, spasme
tangan dan kaki, dan pusing
KLASIFIKASI “PENDEKATAN
SINDROM” GIGITAN ULAR
OLEH WHO
Gigitan Elapidae Gigitan Viperidae Gigitan Hydropiridae

• Neurologis : mengantuk, • Kardiovaskuler : gangguan • Segera timbul sakit kepala,


parestesia, abnormalitas penglihatan, pusing, pingsan, lidah terasa tebal, berkeringat,
pengecapan dan pembauan, syok, hipotensi, aritmia dan muntah.
ptosis, oftalmoplegia eksternal, jantung, edema paru, edema • Destruksi otot skeletal setelah
paralisis otot wajah dan otot konjunctiva (chemosis) 30 menit sampai beberapa jam
lainnya yang dipersarafi nervus • Perdarahan dan gangguan biasanya timbul kaku dan nyeri
kranialis, suara sengau atau pembekuan darah termasuk menyeluruh, dilatasi pupil,
afonia, regurgitasi cairan perdarahan yang terus- spasme otot rahang, paralisis
melaui hidung, kesulitan untuk menerus dari bekas gigitan otot, mioglobinuria yang
menelan sekret, paralisis otot (fang marks) dan dari luka ditandai dengan urin berwarna
pernafasan dan flasid yang telah menyembuh coklat gelap (penting untuk
generalisata. sebagian (oldrus-mene partly- diagnosis), kerusakan ginjal,
healed wounds), perdarahan serta henti jantung.
sistemik spontan – dari gusi,
epistaksis, perdarahan
intrakranial (meningism,
berasal dari perdarahan
subdura, dengan tanda
lateralisasi dan atau koma oleh
perdarahan cerebral),
hemoptisis, perdarahan
perrektal (melena), hematuria,
perdarahan pervaginam,
perdarahan antepartum pada
wanita hamil, perdarahan
mukosa (misalnya konjunctiva),
kulit (petekie, purpura,
perdarahan diskoid, ekimosis),
PENEGAKAN DIAGNOSIS

Lokalis
Anamnesis

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
• pada bagian tubuh • Tanda gigitan taring • Uji 20 menit
mana anda terkena (fang marks) pembekuan darah
gigitan ular? • Nyeri lokal lengkap (20 WBCT)
• kapan dan pada saat • Perdarahan lokal • Enzyme linked
apa anda terkena • Kemerahan immunosorbent assay
gigitan ular? • Limfangitis (ELISA
• perlakuan terhadap • Pembesaran kelenjar • Konsentrasi
ular yang telah limfe hemoglobin/
menggigit anda? • Inflamasi (bengkak, hematokrit
• . apa yang anda • PT dan APTT
merah, panas)
rasakan saat ini? • Urin rutin
• Melepuh
• Infeksi lokal,
terbentuk abses
• Nekrosis
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN
 Pemilihan antibisa ular tergantung dari spesies ular yang
menggigit.
SABU
 Dosis yang tepat untuk ditentukan karena tergantung dari Antivenom yang tersedia
jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah dan keadaan adalah serum antivenom
korban sewaktu menerima anti serum. polivalen (Calloselasma
 Dosis pertama sebanyak 2 vial @5 ml sebagai larutan 2% dalam
rhodostoma, B fasciatus,
N sputatrix) yang
NaCl dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40-80
tetes per menit, lalu diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan diproduksi oleh Bio Farma
(misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) dengan sediaan ampul 5
antiserum dapat diberikan setiap 24 jam sampai maksimal 80- mL
100 ml.
 Bila antiserum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung
secara intravena dengan sangat perlahan-lahan (tidak lebih dari
2 mL/menit). Dosis untuk anak-anak sama atau lebih besar
daripada dosis untuk dewasa.
 Cara lain adalah dengan menyuntikkan 2,5 ml secara infiltrasi di
sekitar luka 2,5 ml diinjeksikan secara intramuskuler atau
intravena. Pada kasus berat dapat diberikan dosis yang lebih
tinggi. Penderita harus diamati selama 24 jam.
 Pasien yang diberikan antivenom harus secara ketat dipantau
setidaknya selama 1 jam setelah dimulai pemberian antivenom
intravena, sehingga reaksi anafilaksis antivenom dapat
Adapun pedoman lain dari
terapi pemberian antivenom
dapat mengacu pada
Schwartz dan Way :
1. Derajat 0 dan I: tidak
diperlukan antivenom,
dilakukan evaluasi dalam
12 jam, bila derajat
meningkat maka diberikan
antivenom.
2. Derajat II: 3-4 vial
Pasien dengan tanda envenomasi (keracunan) yang berat antivenom
membutuhkan perawatan khusus di ICU untuk pemberian
3. Derajat III: 5-15 vial
produk-produk darah, menyediakan monitoring yang
antivenom
invasif, dan memastikan proteksi jalan nafas
4. Derajat IV: berikan
penambahan 6-8 vial
antivenom
KRITERIA PENGULANGAN
DOSIS INISIASI ANTI BISA
ULAR
 koagulopati menetap atau berulang setelah 6 jam atau perdarahan
setelah 1-2 jam, terdapat perburukan gejala neurotoksik atau gejala
kardiovaskuler setelah 1-2 jam.
 Bila darah tetap tidak koagulasi, 6 jam setlah pemberian dosis awal
antibisa, dosis yang sama harus diulang. Hal ini berdasarkan observasi
bahwa, bila dosis besar antibisa diberikan ( lebih dari cukup untuk
menetralisasi enzim pro koagulan bisa ular) diberikan pada awal, waktu
yang dibutuhkan oleh hepar untuk memperbaiki tingkat koagulasi
fibrinogen dan faktor pembekuan lainnya adalah 3-9 jam.
 Pada pasien yang tetap mengalami perdarahan cepat, dosis antibisa
harus diulang antara 1-2 jam.
TERAPI KONSERVATIF
 Bed rest
 Perawatan luka dengan iodine, hibitane
 Akses intravena (cairan dan obat-obatan)
 Pemberian obat-obatan sedatif (Diazepam, Promethazine)
 Pemberian obat-obatan analgesik (ASA, Paracetamol, Ibuprofen,
Indomethacin, Petidine)
 Pemerian Antibiotika profilaksis (PPF, Amoxicillin, Ampicillin,
Gentamicin)
 Pemberian toxoid Tetanus
 Pemberian Steroid (Hidrocortison, Dexamethasone)
KESIMPULAN
 Envenomasi gigitan ular memiliki banyak efek potensial, namun
hanya beberapa kategori yang memiliki klinis mayor yang
signifikan, yaitu flasid paralisis, miolisis sistemik, koagulopati dan
perdarahan, kerusakan dan gangguan ginjal, kardiotoksisitas,
kerusakan jaringan lokal pada daerah gigitan.
 Petunjuk adanya envenomasi berat oleh gigitan ular harus
dipertimbangkan bila dijumpai keadaan ular diidentifikasi sebagai
sangat berbisa, ekstensi awal yang cepat dari pembengkakan lokal
daerah gigitan, pembesaran awal kelenjar getah bening lokal,
menandakan penyebaran bisa di sistem limfatik simptom sistemik
awal. perdarahan sistemik spontan awal (terutama perdarahan
gusi), dan adanya urine berwarna coklat-gelap.
 Panduan penanganan gigitan ular di Asia Tenggara oleh WHO
adalah penanganan bantuan dasar, transportasi ke rumah sakit,
penilaian klinis dan resusitasi segera, penilaian klinis mendetail
dan diagnosis spesies, pemeriksaan laboratorium, pengobatan
antivenom, pemantauan respons antivenom, menentukan apakah
dosis lanjutan antivenom diperlukan, penanganan supportif/
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai