Anda di halaman 1dari 31

SNAKE BITES

Snake Bite adalah cedera yang disebabkan gigitan ular berbisa maupun
tidak berbisa yang mengakibatkan luka tusukan yang ditimbulkan oleh
taring ular.

Ular berbisa memiliki taring pada bagian depan yang


mengandung bisa yang dapat dimasukkan ke dalam jaringan dari
mangsa secara subkutan atau intramuskuler
KLASIFIKASI ULAR BERBISA

• FAMILI ELAPIDAE

• FAMILI COLUBIDRAE

• FAMILI VIPIRIDAE
Famili Elapidae

▰ memiliki taring depan tetap (proteroglyph) yang relatif


pendek

▰ pipih, berwarna seragam dengan sisik simetris halus yang besar


(plates) di bagian atas (dorsum) kepala

▰ Beberapa spesies kobra dapat menyemprotkan bisa dari


4
jarak satu meter atau lebih dari musuh

Bungarus candidus (ular weling), Naja


sputatrix dan Naja sumatrana (ular kobra).
Famili Viperidae

▰ Taring relatif panjang (solenoglyph) yang


biasanya dilipat rata pada rahang atas
▰ Relatif pendek dan bertubuh tebal
▰ Pola karakteristik tanda berwarna pada
permukaan dorsal tubuh
5

Daboia siamensis (ular bandotan puspa), Cyrptelytrops albolabris (ular


hijau), dan Calloselasma rhodostoma (ular tanah)
Famili Colubridae

▰ Beberapa spesies yang penting secara medis dari famili


Colubridae telah diidentifikasi di Asia Tenggara,
contohnya adalah Rhabdophis subminiatus yang dapat
menyebabkan gangguan anti-hemostatis dan gagal ginjal
akut
6
▰ Beberapa spesies juga terbukti menyebabkan local
envenoming seperti Boiga dendropilia (ular mangrove)
dan Enhydris plumbea (ular sawah)
Perbedaan Ular Berbisa dan Tidak Berbisa

 Ciri – ciri ular tidak berbisa: Ciri – ciri ular berbisa:


1. Bentuk kepala segi empat panjang 1. Kepala segi tiga
2. Gigi taring kecil 2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan, luka halus berbentuk 3. Dua luka gigitan utama akibat gigi taring
lengkung 4. Pupil elips
Gambaran Klinis
pada Snake Bite
Pada pasien dengan kecurigaan terkena gigitan ular
dapat dilihat beberapa tanda berikut :

Hanya ditemukan tanda gigitan  “dry bite” ular


berbisa, gigitan ular non-berbisa, atau gigitan dari
hewan lain (serangga, ikan, rodensia, kadal) tanpa
disertai gejala lain.

Adanya nyeri + edema lokal pada lokasi gigitan


sementara/persisten

Tanda keracunan lokal/sistemik yang mengenai organ


maupun jaringan yang jauh dari lokasi gigitan
Pada pasien dengan kecurigaan terkena gigitan ular
dapat dilihat beberapa tanda berikut :

Tanda kecemasan akibat pengalaman


menakutkan  hiperventilasi,
akroparestesia, pusing dan pingsan,
bradikardia, diare, muntah, berkeringat,
gemetar

Efek penanganan pertama pre hospital yang


membuat temuan ambigu seperti nyeri,
bengkak, dan kongesti  tourniquet yang
ketat.
Gejala dan tanda lokal:
• bekas taring (Gambar 54a)
• nyeri local
• perdarahan lokal (Gambar 54b)
• memar (Gambar 54c)
• pembengkakan lokal yang menyebar (Gambar 55)
• Limfangitis
• pembesaran kelenjar getah bening
• peradangan (pembengkakan, kemerahan, panas)
• melepuh (Gbr 54c, 54d, 54e)
• infeksi lokal, pembentukan abses (Gbr 56)
• nekrosis (Gbr 57)
Sindrom klinis gigitan ular:
 SINDROM 1: Local envenoming (pembengkakan dll) dengan gangguan pendarahan/
pembekuan darah = Viperidae (semua spesies)
 SYNDROME 2: Local envenoming pembengkakan dll) dengan gangguan
perdarahan/pembekuan darah, syok atau acute kidney injury = Russell's viper; dengan edema
konjungtiva (chemosis) dan insufisiensi hipofisis akut = Russell's viper, Myanmar dan India Selatan
dengan ptosis bilateral, oftalmoplegia eksternal, kelumpuhan wajah dll. dan urin berwarna coklat tua
= Russell's viper, Sri Lanka dan India Selatan
 SINDROM 3: Local envenoming (pembengkakan dll) dengan kelumpuhan = kobra atau king
cobra
 SINDROM 4: Paralisis dengan sedikit atau tanpa local envenoming :
 Digigit di darat saat tidur di tanah dengan/tanpa sakit perut = krait
 Digigit di laut, muara dan beberapa danau air tawar = ular laut
 Digigit di Indonesia Maluku atau Papua Barat dengan/tanpa pendarahan /gangguan pembekuan
= elapid Australasia
 SINDROM 5: Paralisis dengan urin berwarna coklat tua dan acute kidney injury : Digigit di
darat (dengan gangguan perdarahan/pembekuan darah) = Russell’s viper, Sri Lanka atau
India Selatan
Gejala dan tanda umum (sistemik)
• Umum;
Takut, cemas, mual, muntah, malaise, sakit perut, lemah, mengantuk (ptosis).

• Kardiovaskular (Viperidae)
Gangguan penglihatan, pusing, pingsan, kolaps, syok, hipotensi, aritmia jantung,
kerusakan miokard (berkurangnya fraksi ejeksi).

Peningkatan permeabilitas kapiler secara umum (“sindrom kebocoran kapiler”):


• Edema wajah dan konjungtiva (chemosis) (Gambar 58),
• pembesaran parotis bilateral (Gambar 59 a, b)
• efusi pleura dan perikardial, edema paru, albuminuria masif, hemokonsentrasi.
SNAKE BITE
GRADING SEVERITY SCALE
Penatalaksanaan gigitan ular

• Pertolongan pertama

1. Tenangkan pasien
2. Imobilisasi anggota tubuh yang tergigit dengan belat atau sling.
Setiap gerakan atau kontraksi otot, bahkan membuka baju atau
berjalan, akan meningkatkan penyerapan dan penyebaran racun.

Note: Tourniquets ketat/ bebat ketat sangat berbahaya jika dibiarkan


di tempat untuk waktu yang lama iskemia nekrotik.

• Transportasi ke rumah sakit


Manajemen medis pasien gigitan di rumah sakit:

• Penilaian klinis primer yang cepat dan resusitas


• Riwayat klinis terperinci, pemeriksaan fisik, dan diagnosis spesies
• Tes sederhana koagulabilitas darah [20-menit-whole-blood-clottingtest
(20WBCT)]
• Antivenom: indikasi, dosis awal dan dosis ulang, respon, reaksi
• Pengobatan kegagalan organ dan sistem
• Perawatan anggota tubuh yang tergigit
Rapid primary clinical assessment and resuscitation:
ABCDE approach:
Airway
Breathing (respiratory movements)
Circulation (arterial pulse)
Disability of the nervous system (level of consciousness)
Exposure and environmental control (protect from cold, risk
of drowning etc)

Riwayat klinis terperinci:


Four useful initial questions:
1. “Where (in what part of your body) were you bitten? Point to
the place”
2. When were you bitten and what were you doing when were
you bitten?”
3. Where is the snake that bit you?” or “What did it look like;
did anyone take a picture?”
4. How are you feeling now?”
Tata Laksana Rumah Sakit Gigitan Ular
Pemeriksaan fisik :
 Manifestasi klinis yang dapat di temukan pada pemeriksaaan fisik antara lain:

1. Vital sign: denyut nadi dan perbedaan tekanan darah saat duduk dan berdiri untuk
melihat adanya postural drop.
2. Kulit dan membran mukosa: ptekie, purpura, ekimosis, dan pendarahan konjungtiva.
3. Sulcus gingivalis: tanda perdarahan sistemik spontan
4. Hidung: epistaksis
5. Abdomen: nyeri tekan abdomen sebagai tanda pendarahan intrabdomen atau
retroperitoneal
6. Neurologis: lateralisasi, paralisis flaksid otot
7. Gejala berupa nyeri seluruh tubuh dan warna urin yang gelap merupakan indikasi
kuat terjadinya rhabdomyolisis.
Tata Laksana Rumah Sakit Gigitan Ular
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
1. Ambil 5 –10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer, fibrinogen dan Hb, leukosit,
trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit,
menunjukkan kemungkinan adanya koagulopati
2. Pemeriksaan darah rutin berupa hemoglobin/hematokrit, hitung trombosit, dan hitung sel darah putih
dapat dijadikan indikasi dari spesies ular yang menggigit (contoh: peningkatan hemoglobin/hematokrit
pada gigitan ular Russell’s viper, trombositopenia pada gigitan ular viper dan australasian elapids)
3. Pemeriksaan Apusan Darah Tepi (ADT) dapat ditemukan sel darah merah terfragmentasi (“sel helm”,
schistosit) yang menandakan hemolisis mikroangiopati.
4. Pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal juga dapat dijadikan indikasi dari spesies ular yang menggigit
(contoh: kreatinin plasma, urea/nitrogen urea darah dan konsentrasi kalium meningkat pada cedera
ginjal akut )
5. Pemeriksaan urin: tes dipstick untuk darah, hemoglobin atau myoglobin dan proteinuria. Mikroskopis
untuk mendeteksi eritrosit dan silinder sel darah merah, menunjukkan perdarahan glomerulus,
eosinofilia menunjukkan nefritis interstitial akut
Indications for antivenom:
a patient with proven or suspected snakebite develops one or more of the following signs:
Systemic envenoming:

• Haemostatic abnormalities:
spontaneous systemic bleeding distant from the bite site • Haemoglobin-/myoglobin-uria: dark brown urine
(clinical), coagulopathy [+ve (non-clotting) 20WBCT or (clinical), urine dipsticks,
other laboratory tests such as INR >1.2 or patient’s • Pembengkakan lokal lebih dari setengah tungkai
prothrombin time >4-5 seconds longer than laboratory yang tergigit (tanpa tourniquet) dalam 48 jam atau
control value] or thrombocytopenia [<100 x 109/ litre, or pembengkakan setelah gigitan pada jari
<100 000/cu mm, or (India) < 1.0 lakh per microlitre of • Pembengkakan yang meluas : misalnya bengkak
blood)] (laboratory)
pada ankle dalam beberapa jam setelah gigitan di
• Neurotoxic signs: ptosis, external ophthalmoplegia,
kaki.
paralysis etc (clinical)
• Cardiovascular abnormalities: • Pembengkakan limfonodi pada daerah gigitan.
hypotension, shock, cardiac arrhythmia (clinical), abnormal
ECG
• Acute kidney injury (renal failure):
oliguria/anuria (clinical), rising blood creatinine/ urea
(laboratory)
Tata Laksana Rumah Sakit Gigitan Ular

Indikator pemberian SABU efektif :


1. Perdarahan akan berhenti dalam 15 menit
2. Faal Koagulasi akan normal dalam 3-9 jam
3. Hipotensi akan membaik dalam 30-60 menit
4. Gejala paralisis akan membaik dalam 30 menit
5. Warna gelap urin akibat mioglobinuria atau hemoglobinuri
menghilang dalam beberapa jam.
Dosis dan ketersediaan antivenom di Indonesia

D. Indonesia
PT Bio Farma (persero)

Recommended initial dose: 2 x 5 ml


vials (maximum 80-100 ml)
Liquid antivenom
Biosave (polyvalent Anti-Snake Venom
Sera, Equine) “serum anti bisa ular
polivalen (kuda)”
Naja sputatrix-cobra, Bungarus fasciatus - banded krait (ular
tanah), Agkistrodon rhodostoma – Malayan pit viper

Pemberian antivenom selama bukti koagulopati masih ada.


2 rekomendasi pemberian antivenom:

1. Injeksi "push" intravena: antivenom beku-kering yang dilarutkan atau antivenom cair injeksi
intravena lambat (tidak lebih dari 2 ml/menit).  
2. Infus intravena: antivenom freeze-dried yang dilarutkan atau neat liquid yang diencerkan
dalam sekitar 5 ml cairan isotonik/KgBB (yaitu sekitar 250 ml saline isotonik atau dekstrosa 5%
dalam kasus pasien dewasa) dan diinfuskan pada laju konstan selama periode sekitar 30-60
menit
Criteria for repeating the initial dose of antivenom

• Persistensi atau kekambuhan inkoagulabilitas darah setelah 6 jam atau


perdarahan setelah 1-2 jam
• Memburuknya tanda neurotoksik atau kardiovaskular setelah 1 jam

Risiko pemberian antivenom : reaksi anafilaksis dan pirogenik dini, late serum sickness-
like reactions
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai