Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS

“PRESBIKUSIS”

Pembimbing:
dr. Yuliono Trika Nur Hasan, Sp. M

Oleh:
Rahmi Annisaa 220702110047

DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
RSU KARSA HUSADA BATU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023
DAFTAR PUSTAKA
REFLRKSI KASUS ...................................................................................................... 3
1.1 Pendahuluan ................................................................................................... 3
1.2 Deskripsi Kasus ................................................................................................... 5
1.3 Perasaan Terhadap Kasus .................................................................................... 6
1.4 Evaluasi Kasus ............................................................................................... 6
1.5 Pembahasan/Analisis ........................................................................................... 7
1.6 Kesimpulan ........................................................................................................ 10
1.7 Action of Plan .................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 11
REFLRKSI KASUS
Rahmi Annisaa
Program Studi Profesi Dokter, FKIK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Email : rahmianniisaa@gmail.com

1.1 Pendahuluan
Presbiakusis adalah penurunan pendengaran yang mengiringi proses penuaan,
pada audiogram terlihat gambaran penurunan pendengaran bilateral simetris yang
mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural, tidak ada kelainan yang
mendasari selain proses menua secara umum. Presbiakusis ditandai dengan
ditemukannya penurunan kurva ambang dengar pada frekuensi diatas 2000Hz.
Prevalensi presbiakusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Di
seluruh dunia diperkirakan sekitar 30-45% masyarakat diatas umur 65 tahun di
diagnosis menderita presbiakusis terutama pria. Di Indonesia sekitar 30-35% orang
berusia 65- 75 tahun mengalami presbiakusis. Presbiakusis dapat terjadi akibat
perubahan degenerasi pada telinga dalam yang mengakibatkan penurunan sel ganglion
nukleus kohlea ventral, genikulatum medial, dan olivari superior kompleks yang
mengakibatkan penurunan fungsi sel. Selain itu juga dapat terjadi akumulasi produk
metabolisme dan penurunan aktifitas enzim yang berperan dalam penurunan fungsi sel
(Suwento dan Hendarmin, 2007)
Faktor yang mempengaruhi terjadinya presbiakusis antara lain usia, jenis kelamin,
genetik, hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterol, paparan bising, dan merokok.2,6
Secara genetik terdapat gen yang berperan terhadap presbiakusis, yaitu C57BL/6J
merupakan protein pembawa mutasi dalam gen cadherin 23 (Cdh23) yang mengkode
komponen ujung sel rambut kohlea. Pada jalur intrinsik sel mitokondria mengalami
apoptosis strain C57BL/6J mengakibatkan penurunan pendengaran. Lee dan Kim
dalam penelitiannya di Korea pada tahun 2010 menemukan hubungan antara usia dan
jenis kelamin terhadap penurunan ambang dengar pada usia lanjut. Rata-rata nilai
ambang dengar meningkat 1 dB setiap tahunnya pada usia 60 tahun atau lebih dan
terdapat perbedaan penurunan ambang dengar pada frekuensi 4 dan 8 kHz secara
signifikan antara laki-laki dan perempuan (Kim, et al, 2010).
Schuknecht membagi klasifikasi presbiakusis menjadi 4 jenis: sensoris (sel rambut
luar), neural (sel ganglion), metabolik (atrofi stria vaskularis), dan konduksi kohlear
(kekakuan membrane basilaris) (Dewi, 2009). Tipe sensoris menunjukkan atrofi epitel
disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel penyokong organ korti. Ciri khas tipe
presbiakusis sensoris adalah terjadi penurunan pendengaran secara tiba-tiba pada
frekuensi tinggi (slooping). Gambaran khas konfigurasi jenis sensori adalah tipe noise-
induced hearing loss (NIHL), banyak pada laki-laki dengan riwayat bising. Tipe neural
memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di kohlea dan jalur saraf pusat. Pada audiometri
tampak penurunan pendengaran sedang yang hampir sama untuk seluruh frekuensi.
Tipe metabolic terjadi atrofi pada stria vaskularis di apeks kohlea. Pada audiometri
tampak penurunan pendengaran dengan gambaran flat pada seluruh frekuensi. Tipe
konduksi kohlear/mekanikal disebabkan gangguan gerakan mekanis di membran
basalis. Gambaran khas audiogram yaitu menurun dan simetris (skiloop) (Muyassaroh,
2012).
Presbiakusis merupakan salah satu gangguan pendengaran yang menjadi perhatian
Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas
PGPKT). Tujuan program tersebut adalah menurunkan angka kejadian presbiakusis
sebesar 90% pada tahun 2030.2,6 Data tentang jumlah kejadian presbiakusis
berdasarkan jenisnya masih belum ada, sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk
memenuhi kebutuhan akan tersedianya data tentang jumlah kejadian presbiakusis
berdasarkan jenisnya dan data tersebut diharapkan dapat digunakan untuk penelitian-
penelitian selanjutnya serta menjadi acuan terapi yang lebih baik bagi penderita
presbiakusis.
1.2 Deskripsi Kasus
Pasien datang ke poli THT dengan keluhan penurunan pendengaran. Pasien
diantarkan oleh anak perempuannya. Anak pasien mengatakan bahwa akhir-akhir ini
keluarga merasa sedikit sulit berkomunikasi dengan pasien, karena terkadang pasien
tidak nyambung jika diajak berbicara. Khususnya jika tidak sedang focus dalam suatu
pembicaraan tersebut. Keluarga mengaku sudah agak lama mengalami sulit
berkomunikasi dengan pasien kurang lebih sejak 3 tahun, namun yang lebih terasa 2
bulan terakhir ini. Saat dilakukan pemeriksaan audiometri didapatkan tuli ringan pada
kedua telinga. Pada frekuensi 4000 dan 8000 Hz pendengaran pasien menurun drastic
menjadi 65 db pada telinga kanan dan kiri. Dokter menyarankan alat bantu dengar
terhadap pasien karena keluarga pasien telah mengeluhkan adanya gangguan
komunikasi kepada pasien. Keluarga pasien setuju dengan saran dokter untuk
memberikan alat bantu dengar untuk pasien.

Pemeriksaan Fisik:

Status Present

K/U : Baik , Kesadaran Composmentis, GCS 456

TD : 128/87 mmHg

N: 98 x/m

RR: 20 x/m

Temp: 36oC

Status generalis:

- Telinga : Membran timpani intak +/+, refleks cahaya menurun +/+, retraksi +/+,
MAE hiperemi -/-, MAE edem -/-
- Hidung : konka hiperemi +/-, konka edem +/-, secret -/-
- Tenggorok : T1/T1 hiperemi -/- permukaan halus. Faring hiperemi – granule -
1.3 Perasaan Terhadap Kasus
Pasien datang ke poli THT dengan keluhan penurunan pendengaran. Pasien
diantarkan oleh anak perempuannya. Anak pasien mengatakan bahwa akhir-akhir ini
keluarga merasa sedikit sulit berkomunikasi dengan pasien, karena terkadang pasien
tidak nyambung jika diajak berbicara. Khususnya jika tidak sedang focus dalam suatu
pembicaraan tersebut. Keluarga mengaku sudah agak lama mengalami sulit
berkomunikasi dengan pasien kurang lebih sejak 3 tahun, namun yang lebih terasa 2
bulan terakhir ini. Saat menangani pasien tersebut, saya merasa empati dengan pasien
karena memang di usia tua sangat besar kemungkinan mengalami presbikusis. Saya
merasa tersentuh dengan anak pasien yang mau membawa bapaknya berobab ke rumah
sakit dan mencarikan alat bantu dengar untuk bapaknya supaya dapat mendengar
dengan baik lagi.

1.4 Evaluasi Kasus


Pada kasus ini, sebagai seorang dokter yang dapat dilakukan adalah memberikan
pelayanan dan pengobatan terbaik kepada pasien. Pengobatan dan pelayanan termasuk
memberikan penjelasan terkait apa yang dialami pasien. agar kualitas hidup pasien,
komunikasi pasien dan orang sekitar tetap berjalan baik, tanpa harus mengurangi
kualitas hidup dari keduanya. Dalam memberikan perawatan kepada pasien termasuk
edukasi, dokter selalu berlandaskan etika kedokteran utamanya non maleficence dan
beneficence sehingga apa yang disampaikan jika diikuti oleh pasien maka akan
membawa dampak yang baik juga. Dalam peristiwa ini, kondisi pasien memerlukan
perhatian dan perawatan dari keluarga yang merupakan orang-orang terdekat dari
pasien, khususnya adalah anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan pasien.
Karena presbikusis merupakan penurunan pendengaran yang disebabkan oleh proses
degenerarif yang kerusakannya bersifat irreversible, sehingga keluarga pasien harus
memaklumi kondisi pasien bila nantinya sedikit tidak memperhatikan saat diajak
berkomuunikasi.
1.5 Pembahasan/Analisis
Dalam melihat kasus pada pasien di lapangan, seorang dokter perlu untuk meninjau
dari berbagai aspek. Dari masalah ini, dapat ditinjau beberapa aspek yaitu :
1. Etika kesehatan
A. Non-maleficence
Prinsip non-maleficence (tidak merugikan) berarti tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada pasien. Prinsip non-maleficence
berarti bahwa tenaga kesehatan dalam memberikan upaya pelayanan
kesehatan harus senantiasa dengan niat untuk membantu pasien mengatasi
masalah kesehatannya (Purnama, 2016).
B. Beneficence
Dasar beneficience yakni keharusan secara aktif untuk kebaikan berikutnya,
dan tuntutan untuk melihat berapa banyak aksi kebaikan berikutnya dan
berapa banyak kekerasan yang terlibat. Dalam hal ini dokter telah
melakukan kalkulasi dimana kebaikan yang akan dialami pasinnya akan
lebih banyak dibandingkan dengan kerugiannya (Afandi, 2017).

2. Fungsi keluarga
Menurut Departemen Kesehatan RI, keluarga merupakan unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (Wahid, A., Halilurrahman, 2019). Sementara menurut Duvall,
keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap
anggota keluarga (Azis and Mukramin, 2020).
Menurut Friedman tahun 1998 terdapat lima fungsi keluarga yaitu
(Widagdo, 2016):
A. Fungsi afektif
Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan
psikososial anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka keluarga
akan dapat mencapai tujuan psikososial yang utama, membentuk sifat
kemanusiaan dalam diri anggota keluarga, stabilisasi kepribadian dan
tingkah laku, kemampuan menjalin secara lebih akrab, dan harga diri.
B. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial
Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, karena
individu secara kontinyu mengubah perilaku mereka sebagai respon
terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami. Sosialisasi
merupakan proses perkembangan atau perubahan yang dialami oleh
seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran peran-
peran sosial
C. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya
manusia
D. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi
dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
E. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan. Perawatan
kesehatan dan
praktik-praktik sehat (yang memengaruhi status kesehatan anggota
keluarga secara
individual) merupakan bagian yang paling relevan dari fungsi perawatan
kesehatan.
1. Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga
2. Kemampuan keluarga membuat keputusan yang tepat bagi keluarga
3. Kemampuan keluarga dalam merawat keluarga yang mengalami
gangguan kesehatan
4. Kemampuan keluarga dalam mempertahankan atau menciptakan
suasana rumah yang sehat
5. Kemampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas
1.6 Kesimpulan
Dalama menghadapi hal seperti ini, dokter diharuskan tetap memberikan edukasi
kepada pasien dan keluarganya. Edukasi yang diberikan oleh dokter berperan penting
untuk memberikan pemahaman yang holistik kepada pasien dan keluarga demi
kebaikan pasien dan keluarga sesuai dengan etika kesehatan utamanya prinsip non-
maleficence dan beneficence. Karena presbikusis merupakan penyakit penurunan
pendengarah khususnya pada frekuensi tinggi yang disebabkan oleh proses
degenerative dan kerusakan telinga yang timbul bersifat irreversible (tidak dapat pulih
Kembali). Perlunya alat bantu dengar akan sangat membantu kualitas hidup pasien
dalam hal kkomunikasi dan social. Namun kembali lagi bahwasanya segala keputusan
dikembalikan kepada pasien dan keluarganya. Ditinjau dari fungsi keluarga, keluarga
pasien sangat kooperatif dan mengikuti anjuran dokter karena keluarga pasien telah
memiliki keluhan sulit berkomunikasi dengan pasien. Sebenarnya keluarga memiliki
kewajiban untuk merawat, memberi dukungan, dan perhatian satu sama lainnya sesuai
fungsi perawatan, serta teman untuk mengambil keputusan.

1.7 Action of Plan


Apabila di masa yang akan datang saya menemui kembali kasus seperti ini, saya
akan berusaha bijaksana dalam menyikapi dengan menerapkan komunikasi dokter
pasien yang efektif dan berlandaskan etika kesehatan. Selain itu dapat diberikan
edukasi kepada keluarga bahwa peran keluarga sangatlah pentingdalam kelangsungan
hidup pasien, khususnya dalam kasus presbikusis ini. Presbikusis merupakan penyakit
degeneratif, yang memiliki makna penurunan pendengaran yang irreversible (tidak
dapat pulih kembali), sehingga harus diedukasi pada pasien untuk lebih menerima
kondisi yang ada. Keluarga perlu diedukasi untuk mensupport kondisi pasien misalnya
denggan memberi alat bantu dengar pada pasien, dan lebih sabar dalam menghadapi
pasien., Keluarga memiliki banyak fungsi yang perlu dipenuhi untuk mencapai sebuah
keluarga yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Y A. Presbiakusis. Pekan Ilmiah Tahunan THT-KL 2009. Bandung. Indonesia:


UNPAD; 2009
Muyassaroh. Faktor Risiko Presbikusis. J Indon Med Assoc. 2012. 62(4):155-8.
Suwento R, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada Geriatri. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, penyunting. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke enam. Jakarta:
Balai penerbit FKUI; 2007. Hlm. 10-43.
Kim SH, Lim EJ, Kim HS, Park JH, Jarng SS, Lee SH. Sex Differences in a Cross
Sectional Study of Age-related Hearing Loss in Korean. Clin Exp
Otorhinolaryngol. 2010. 3:27-31.

Anda mungkin juga menyukai