Anda di halaman 1dari 9

FORM REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


______________________________________________________________________________
Nama Dokter Muda

: Anida Shofiana

Stase

: THT

NIM: 09711203

Identitas Pasien
Nama / Inisial

: An. X

No RM

433529

Umur

: 12 th

Jenis kelamin : Laki-laki

Diagnosis/ kasus

: Sensori-Neural Hearing Loss

Pengambilan kasus pada minggu ke: 3


Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-Islaman sifatnya
wajib)
a.
b.
c.
d.
e.

Ke-Islaman*
Etika/ moral
Medikolegal
Sosial Ekonomi
Aspek lain

Form uraian
1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/ kasus yang
diambil ).
Pasien datang ke poliklinik THT dengan keluhan telinga sebelah kiri mengalami
penurunan pendengaran. Keluhannya ini dirasakan sudah sejak beberapa tahun yang
lalu, namun tidak begitu diindahkan. Makin lama keluhan dirasakan semakin memberat
dan pasien merasa terganggu dengan keluhannya tersebut. Sehingga keluarga membawa
keluhannya ke dokter THT untuk memeriksakan keluhannya. Pasien hanya mengeluhkan
penurunan pendengaran pada telinga kiri saja, telinga kanan tidak mengalami keluhan
serupa. Pasien juga tidak mengeluhkan telinga berdenging, maupun keluar cairan dari
kedua telinga nya. Penurunan pendengaran pasien dirasakan berangsur angsur, dari yang
dulu hanya ringan sampai sekarang pasien sama sekali sulit mendengar. Pasien juga
tidak mengeluhkan adanya nyeri telinga, rasa penuh di telinga, gatal maupun panas pada
Page 1

kedua telinga. Sebelumnya pasien juga tidak mengalami trauma atau terjatuh.
Keluhannya sebenarnya sudah dirasakan sejak bertahun tahun lalu namun pasien tidak
segera memeriksakan ke dokter dan membiarkannya. Pasien baru pertama kali
memeriksakan keluhannya ini ke dokter spesialis THT. Untuk riwayat penyakit
dahulunya, bapak pasien mengatakan bahwa pasaien dahulu pernah mengalami sakit
TBC dan menjalani pengobatan jangka lama. Untuk riwayat demam lama disangkal.
Untuk riwayat keluarga tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a) Keadaan umum : baik
b) Kesadaran
: compos mentis
c) Vital sign
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 kali/menit
Respirasi
: 18 kali/ menit
Suhu
: 36,50 C
d) Leher
Leher
: pembesaran kelenjar getah bening (-)
A. STATUS LOKALIS
1. Telinga
a) Auricula
Auricula

b)

Dextra

Sinistra

Tumor

Hematom

Tragus pain

Antitragus
pain

Keterangan

Meatus Auditus Eksternus


MAE

Dextra

Sinistra

Edema

Hiperemis

Serumen

otorea

Keterangan

c) Membran Timpani
Membrane

Dextra

Sinistra

Keterangan
Page 2

timpani
Reflex cahaya

Perforasi

Discharge

Hiperemis

2. Hidung : dalam batas normal


3. Tenggorokan : dalam batas normal
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Garpu Tala
Pemeriksaan

Dextra

Sinistra

Rinne

Positif

Positif

Weber

Lateralisasi ke kanan

Swabach

Sama dengan pemeriksa

memendek

Kesimpulan:
Telinga Kanan : normal
Telinga Kiri : tuli sensoris / sensorineural
Tes Audiometri
AD : 55+65+65+70 = 63,75dB (tuli sedang berat)
4
AS : 90+95+90+90

= 91,25dB (tuli sangat berat)

4
2. Latar belakang /alasan ketertarikan pemilihan kasus
Akhir-akhir ini penyebab ketulian memang belum jelas, tetapi setelah dilakukan
anamnesis secara teliti pada penderita, maka terungkap bahwa sebagian besar ketulian
penderita disebabkan karena obat atau yang biasa disebut dengan ototoksik, selain
karena akibat mekanik atau faktor eksternal lain.
Ototoksik sudah lama dikenal sebagai efek samping pengobatan kedokteran, dan
Page 3

dengan bertambahnya obat-obatan yang lebih paten daftar obat-obatan ototoksik makin
bartambah. Pada tahun 1990 Werner melakukan tinjauan pustaka yang menerangkan
efek ototoksik dari berbagai macam zat termasuk Arsen, etil, metal alcohol, nikotin,
toksin bakteri dan senyawa-senyawa logam berat. Dengan ditemukannya antibiotika
streptomisin, kemoterapi pertama yang efektif terhadap kuman tuberculosis, menjadi
pemicu terjadinya gangguan pendengaran dan vestibuler.
Antibiotik golongan Aminoglikosida lain yang kemudian digunakan diklinik
rupanya memperkuat efek ototoksik seperti yang diakibatkan oleh streptomisin.
Konsumsi Aminoglikosid dapat menyebabkan kerentanan yang tidak biasa dari telinga
dalam, sehingga dalam pemberiannya harus secara hati-hati baik pada penderita dewasa,
anak-anak, bayi, bahkan juga pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan efek
teratogenik.
Gejala mula-mula ialah timbulnya tinitus atau kadang-kadang disertai dengan
gangguan

keseimbangan,

sehingga

bila

obat

diteruskan

pemberiannya

akan

mengakibatkan ketulian. Sifat ketulian tersebut dapat reversibel atau irreversibel bila
pemberian obat dihentikan.
Dalam hal ini yang mana pasien mempunyai riwayat pengobatan jangka lama
untuk mengobati penyakit TBC nya sewaktu masih kecil. Kurang nya komunikasi antara
dokter dengan pasien dapat mengakibatkan efek yang buruk terhadap kondisi pasien.
Selain itu kurangnya perhatian orangtua pasien terhadap pasien juga turut dalam
mempengaruhi berkembangnya gangguan penurunan pendengaran pada pasien.
Sebenarnya pasien sudah mengeluhkan keluhannya sedari awal, namun orangtua pasien
tidak segera mengindahkan keluhan pasien dan meremehkan. Sehingga gangguan
penurunan pendengaran pasien semakin memburuk.
Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat ototoksik, maka pencegahan
menjadi lebih penting. Dalam melakukan pencegahan ini termasuk mempertimbangkan
pengguanaan obat-obat ototoksik, menilai kerentanan pasien, memonitor efek samping
secara dini, yaitu dengan memperhatikan gejala-gejala ototoksisitas pada telinga dalam
yang timbul seperti tinnitus, kurang pendengaran dan vertigo. Pada pasien yang
Page 4

menunjukan mulai ada gejala-gejala tersebut harus dilakukan evaluasi audiologik dan
menghentikan pengobatan. Disini sangat diperlukan peran dari kedua orangtua pasien
dalam memantau kondisi pasien sejak awal pasien mengkonsumsi obat-obatan anti
TBC. Hal ini dapat tercapai jika terjalinnya komunikasi yang baik antara pasien dengan
dokter. Dokter disini seharusnya menjelaskan dengan detail kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi dalam pemakaian obat-obatan tersebut.

3. Refleksi dari aspek etika moral /medikolegal/ sosial ekonomi beserta penjelasan
evidence / referensi yang sesuai *
*pilihan minimal satu
Penulis mencoba merefleksikan kasus yang terjadi pada pasien diatas dari aspek
sosial ekonomi. Pada pasien diatas, kesadaran dan kepedulian keluarga pasien terhadap
pasien terbilang cukup rendah. Hal ini bisa dilihat dari tidak tampaknya usaha keluarga
pasien untuk segera membawa pasien berobat sejak awal mula pasien mengeluh
gangguan penurunan pendengarannya. Padahal dengan orangtua segera membawa pasien
berobat akan dapat menentukan diagnosis penyakit pasien. Dengan tegaknya diagnosis
penyakit pasien, terapi terhadap pasien bisa segera dilakukan dan kemungkinan bahaya
yang ditimbulkan akibat tertundanya terapi pada pasien bisa diminimalisir walaupun tuli
sensorik sampai sekarang belum ada terapinya. Namun paling tidak dengan kecekatan
keluarga untuk segera membawa pasien ke dokter, maka telinga sebelah kanan masih
bisa diselamatkan.
Rendahnya upaya keluarga pasien dalam mencapai sarana kesehatan yang lebih
lengkap bisa jadi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan sosial ekonomi. Dengan
pengetahuan yang terbatas, keluarga pasien tidak menyadari bahwa tertundanya
pemeriksaan akan menyebabkan tertundanya terapi yang bisa saja berakibat fatal pada
kondisi kesehatan pasien bahkan keselamatan pasien. Jika keluarga pasien memiliki
pemahaman yang baik mengenai akibat yang mungkin terjadi bisa jadi keluarga pasien
akan lebih mengupayakan lebih keras agar pasien mendapatkan terapi berupa alat bantu
pendengaran.
Dari kasus ini juga bisa direfleksikan bahwa pencapaian derajat kesehatan yang
lebih baik tidak hanya membutuhkan biaya tetapi juga kemauan, dukungan, dan
motivasi. Selama ini ketiadaan biaya selalu dijadikan alasan penyebab rendahnya
kualitas kesehatan di Indonesia tetapi ternyata hal tersebut tidak selamanya benar.
Page 5

Terbukti pada pasien diatas, dari segi biaya keluarga pasien tidak perlu mengeluarkan
biaya sendiri untuk pemeriksaan karena sudah dijamin oleh pemerintah tetapi keluarga
pasien baru membawa pasien setelah beberapa tahun kemudian.
Selain itu dapat timbul masalah fisik dan emosional pada anak tersebut, ditambah
usia pasien yang masih 12 tahun. Masalah tersebut antara lain berupa (Soetjipto, 2007) :
a. Terganggunya hubungan perorangan dengan keluarga
b. Kompensasi tingkah laku akibat pendengaran
c. Menjadi mudah frustasi
d. Depresi, menarik diri dari lingkungan (introvert)
e. Merasa kehilangan control pada kehidupannya
f. Waham curiga (paranoid)
g. Berkurangnya stabilitas emosi (Soetjipto, 2007).
Selain dari aspek sosial ekonomi, penulis juga mengambil refleksi dari aspek
medikolegal. Dalam kasus ini kurangnya komunikasi dokter dengan keluarga pasien juga
turut mengambil peran dalam terjadinya keluhan. Dokter seharusnya menjelaskan efek
samping dari obat-obatan anti TBC yang dikosnumsi pasien dalam jangka lama. Dalam
hal ini streptomisin yang diketahui menjadi penyebab dari ketulian pada pasien. Jika dari
awal dokter sudah menjelaskan efek samping serta kemungkinan terburuk yang akan
terjadi maka gejala yang timbul akan dapat di minimalisir. Paling tidak sebelum dokter
memberikan obat-obatan tersebut dokter dapat mengecek fungsi dasar pendengaran
pasien.
Penulis juga mencoba merefleksikan kasus yang terjadi pada pasien diatas dari
aspek etika moral/bioetik. Terdapat 4 kaidah dasar bioetik kedokteran yaitu beneficence,
nonmaleficence, justice, dan otonom. Kasus ini akan ditinjau menurut dari ke empat
aspek tersebut.
a. Beneficience : beneficience adalah tindakan berbuat baik kepada pasien.
Dalam hal ini dokter wajib mengupayakan tindakan yang terbaik bagi pasien, baik
dari sisi pemeriksaan maupun terapi. Tindakan pemeriksaan yang baik bagi pasien
membantu mengakkan diagnosis yang tepat pada pasien yang nantinya akan
mempengaruhi pemberian terapi yang tepat. Dalam kasus ini dicontohkan bahwa dari
segi medis tindakan pemeriksaan yang terbaik bagi pasien adalah dengan melakukan
pemeriksaan lebih lanjut berupa audiometri untuk bisa mendeteksi lebih lanjut
seberapa jauh gangguan fungsi pendengaran pasien. Dokter sudah memberikan
usulan yang tepat dengan menyarankan pasien untuk menggunakan alat bantu dengar
karena untuk saat ini pilihan yang tepat agar telinga kanan pasien tidak ikut
mengalami penurunan pendengaran.
Page 6

b. Non maleficience : tidak berbuat jahat (tidak merugikan pasien)


Kasus ini bisa direfleksikan ke dalam konsep bioetik non maleficience, dalam hal ini
mengacu pada keputusan dokter untuk melakukan pemeriksaan audiometri. Dokter
berusaha sebisa mungkin untuk tidak merugikan pasien dengan pertimbangan risk
and benefit dimana keuntungan yang didapatkan pasien dari tindakan tersebut lebih
besar dibandingkan dengan resiko/harm yang kemungkinan terjadi (William, 2005).
c. Justice: berlaku adil. Tidak membeda-bedakan pasien.
Dalam kasus ini dokter tidak membeda-bedakan pasien dalam memberikan tindakan,
terapi, dan informasi medis. Pelayanan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan
yang seharusnya didapat oleh pasien. Identitas dan kerahasiaan informasi mengenai
pasien juga dijaga oleh dokter.
d. Autonomy: pasien berhak menentukan nasib sendiri
Keputusan dokter untuk melakukan pemeriksaan audiometri didasari oleh konsep
autonomy. Dokter sudah memenuhi syarat dari konsep ini dengan melibatkan pasien
dalam memutuskan dilakukan/tidaknya tindakan di atas. Dokter melakukan informed
consent. Dalam hal ini pasien berhak menentukukan jenis tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya. Pasien berhak menolak jika memang pasien tidak setuju, tentunya
setelah pasien mendapatkan penjelasan dan informasi yang jelas, keuntungan, dan resiko
yang diambil. Jika ternyata pasien tidak setuju, dokter juga tidak bisa dituntut jika
ternyata terjadi sesuatu yang buruk karena pasien sudah diberikan informed consent
(Williams, 2005).
4. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai
Dari aspek keislaman, kasus ini bisa direfleksikan pada kewajiban untuk senantiasa
menjaga dan mengusahakan kesehatan. Hal ini bisa dilihat pada hadits Rasulullah
S.A.W. sebagai berikut:
Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada orang
mikmin yang lemah (HR. Muslim)
Refleksi keislaman dari kasus tersebut di atas adalah penyakit yang dialami
pasien merupakan ujian yang diberikan oleh Allah. Saat Allah menakdirkan kita untuk
sakit pasti ada alasan tertentu yang menyebabkan itu semua. Tidak mungkin Allah
melakukan sesuatu tanpa hikmah di balik peristiwa itu. Oleh karena itu, pasien tidak
boleh mengeluh apalagi berprasangka buruk kepada Allah.
Dalam pandangan Islam, penyakit merupakan cobaan yang diberikan Allah SWT
kepada hamba-Nya untuk menguji keimanannya. Ketika seseorang sakit disana
Page 7

terkandung pahala, ampunan dan akan mengingatkan orang sakit kepada Allah SWT.
Aisyah pernah meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda : 'Tidak ada musibah
yang menimpa diri seorang muslim, kecuali Allah mengampuni dosa-dosanya, sampaisampai sakitnya karena tertusuk duri sekalipun" .
Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, untuk
mengatur kemakmuran di bumi guna menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Salah satu
penunjang kebahagian tersebut adalah dengan memiliki tubuh yang sehat, sehingga
dengannya kita dapat beribadah dengan lebih baik kepada Allah. Agama Islam sangat
mengutamakan kesehatan (lahir dan batin) dan menempatkannya sebagai kenikmatan
kedua setelah Iman. Dalam perjalanan hidupnya didunia, manusia menjalani tiga
keadaan penting: sehat, sakit atau mati.
Selain anjuran untuk menjaga kesehatan dan senantiasa sabar dikala sakit. Islam
juga mengajarkan untuk mengambil hikmah dibalik sakit dan musibah yang terjadi.
Hikmah

dibalik

sakit

dan

musibah

diterangkan

Rasulullah S.A.W.,

dimana

beliau bersabda:
Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan
Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan
daun-daunnya (HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).
Demikianlah Allah SWT akan menguji hamba-hamba-Nya dengan kebaikan dan
keburukan. Dia menguji manusia berupa kesehatan, agar mereka bersyukur dan
mengetahui keutamaan Allah SWT serta kebaikan-Nya kepada mereka. Kemudian Allah
SWT juga akan menguji manusia dengan keburukan seperti sakit dan miskin, agar
mereka bersabar dan memohon perlindungan serta berdo'a kepada-Nya.

Umpan balik dari pembimbing

Sragen, 30 Oktober 2014


Page 8

TTD Dokter Pembimbing

TTD Dokter Muda

( dr. Sunaryo, Sp. THT )

( Anida Shofiana )
DAFTAR PUSTAKA

Williams, John R. Medical Ethics Manual. France. The World Medical Association: 2005.
Beanchamp TL, Childrens F. Principles of Biomedical Ethics. Concept of
beneficence. 4thEdition. New York: Oxford University Press; 1994.
Hasan, Iscac. Lung, Metastasis. [online 2009] [cited 2009 oktober 11]. Available from :
http://emedicine.medscape.com//article/358090-overview#showall

Page 9

Anda mungkin juga menyukai