Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN PRESBIKUSIS DENGAN KUALITAS

HIDUP
BERDASARKAN KUESIONER
HEARING HANDICAP INVENTORY
FOR THE ELDERLY-SCREENING VERSION
Pada Pasien di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok
Rumah Sakit Dustira

ARTIKEL PENELITIAN
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeroleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh
Vania Nanda Priasty
NIM 4111151112

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
MEI 2019
HUBUNGAN PRESBIKUSIS DENGAN KUALITAS HIDUP BERDASARKAN
KUESIONER HEARING HANDICAP INVENTORY FOR THE ELDERLY
SCREENING VERSION
Pada Pasien di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira

Vania Nanda Priasty1, Nurbaiti Nazarudin2, Kabul Budianto3

1
Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal
Achmad Yani, 2Departemen Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Achmad Yani-Rumah Sakit Dustira, 3Departemen
Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani-
Rumah Sakit Dustira

ABSTRAK
Presbikusis adalah gangguan pendengaran terkait usia yang diakibatkan oleh proses
degenerasi yang merupakan efek kumulatif dari berbagai faktor risiko. Ketidaksiapan
lansia menghadapi keadaan tersebut akan berdampak pada rendahnya pencapaian pada
kualitas hidupnya. Kuesioner HHIE-S merupakan kuesioner yang dapat digunakan
untuk mengukur kualitas hidup pada pasien yang mengalami gangguan pendengaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan presbikusis dengan
kualitas hidup pasien, menggunakan metode penelitian analitik cross sectional. Data
yang digunakan berupa data primer yang merupakan hasil dari pengisian kuesioner
terpimpin dan hasil audiogram, sementara data sekunder berupa rekam medik pasien
presbikusis di Rumah Sakit Dustira periode Januari 2017-Desember 2018. Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif kemudian dilakukan analisis bivariabel dengan
uji Chi Square. Angka kejadian presbikusis periode Januari 2017-Desember 2018 di
Rumah Sakit Dustira sebesar 2,6%. Selama periode penelitian didapatkan 55 pasien
yang memenuhi kriteria penelitian paling banyak pada kelompok usia 65-74 tahun
(61,8%) dan berjenis kelamin laki-laki (52,7%). Karakteristik lain yang diteliti
sebagian besar pasien berstatus menikah (58,2%), memiliki riwayat penyakit kronik
(76,4%) sedangkan untuk status ekonomi terdapat persamaan antara status ekonomi
sedang dan status ekonomi rendah (49,1%). Hasil penelitian menunjukkan terdapat
hubungan yang kuat dan bermakna antara presbikusis dengan kualitas hidup pasien
(p<0,001). Semakin berat derajat gangguan pendengaran, semakin berat penurunan
kualitas hidup pada pasien.

Kata Kunci: HHIE-S, Kualitas Hidup, Presbikusis


CORRELATION BETWEEN PRESBYCUSIS AND QUALITY OF LIFE BASED
ON QUESTIONNAIRE HEARING HANDICAP INVENTORY FOR THE
ELDERLY SCREENING VERSION
In Patients at Department of Ear-Nose-Throat-Head and Neck Surgery in Dustira
Hospital

Vania Nanda Priasty1, Nurbaiti Nazarudin2, Kabul Budianto3

1Programme Bachelor of Medical Degree, Faculty of Medicine Jenderal Achmad


Yani University, 2Department of Ear-Nose-Throat-Head and Neck Surgery Faculty
of Medicine Jenderal Achmad Yani University-Dustira Hospital, 3 Department of
Ear-Nose-Throat-Head and Neck Surgery Faculty of Medicine Jenderal Achmad
Yani University-Dustira Hospital Psychiatry

ABSTRACT
Presbycusis is an age-related hearing loss caused by a degeneration process which is
a cumulative effect of various risk factors. The unpreparedness of the elderly to face
these conditions will have an impact on the low achievement on their quality of life.
HHIE-S questionnaire is a questionnaire that can be used to measure quality of life in
patients with hearing loss. This study aims to determine whether there is a relationship
between presbycusis and the quality of life of patients, using cross sectional analytical
research methods. The data used in form of primary data is the result of filling in the
guided questionnaire and the results of the audiogram, while secondary data is in the
form of medical records of presbycusis patients at Dustira Hospital in the period
January 2017-December 2018. The data obtained were analyzed descriptively then
bivariable analysis was done by Chi Square Test. The incidence of presbycusis in the
period January 2017-December 2018 at Dustira Hospital is 2,6%. During the study
period, 55 patients who met the research criteria were obtained and 61,8% of them
were in the age group of 65-74 year and 52,7% were male. Other characteristics
examined 58.2% of them was married, 76,4% had a history of chronic diseases, while
for economic status there were similarities between moderate and low economic status
(49.1%). The results showed that there was a strong and significant relationship
between presbycusis and patients' quality of life (p <0.001). The heavier the degree of
hearing loss, the more severe the decrease in quality of life in patients.

Key Words: HHIE-S, Presbycusis, Quality Of Life


PENDAHULUAN
Proses penuaan merupakan proses yang normal dan alamiah pada setiap individu,
yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain akibat pertambahan umur.1 Perubahan kondisi tersebut bagi
seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia akan dapat dilihat dari berbagai sistem
tubuh, salah satunya adalah penurunan pada sistem sensoris yaitu penurunan fungsi
pendengaran.2
Presbikusis adalah gangguan pendengaran terkait usia yang diakibatkan oleh proses
degenerasi dan merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor herediter, metabolisme,
obat-obatan, makanan, bising, atau bersifat multifaktor. Pada pemeriksaan audiometri
nada murni pasien presbikusis menunjukkan penurunan yang sedang hingga berat pada
gangguan pendengaran sensorineural.3-6
Terjadinya gangguan pendengaran pada usia diatas 65 tahun lima kali lebih banyak
dibandingkan usia kurang dari 65 tahun. Menurut World Health Organization (WHO)
saat ini ada sekitar 360 juta (5,3%) orang di dunia mengalami gangguan pendengaran,
328 juta (91%) adalah orang dewasa terdiri dari 183 juta laki-laki dan 145 juta
perempuan.7 Prevalensi gangguan pendengaran meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Prevalensi gangguan pendengaran pada orang diatas usia 65 tahun
bervariasi dari mulai 18 hingga hampir 50% di seluruh dunia. 8 Hasil Survei Nasional
Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di 7 provinsi tahun 1993-1996,
prevalensi gangguan pendengaran 16,8% yang disebabkan oleh presbikusis sebesar
2,6%.9 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hoffman pada tahun 2016, sebesar
51,1% orang dewasa berusia 60-69 tahun di Amerika Serikat mengalami gangguan
pendengaran bilateral pada nada tinggi.10
Secara nasional, di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2013 diperoleh prevalensi gangguan pendengaran tertinggi pada kelompok umur 75
tahun ke atas yaitu sebesar 36,6%, disusul oleh kelompok umur 65-74 tahun sebesar
17,1%. Prevalensi responden dengan gangguan pendengaran pada perempuan
cenderung sedikit lebih tinggi daripada laki-laki dan prevalensi tertinggi untuk ketulian
terdapat pada kelompok umur yang sama dengan gangguan pendengaran, yaitu umur
≥75 tahun sebesar 1,45%. Pada penelitian yang dilakukan Latansa didapatkan
prevalensi presbikusis pada lansia sebesar 21,7%.11,12
Biasanya lansia tidak menyadari adanya penurunan fungsi indera pendengaran dan
merasa baik-baik saja. Gangguan komunikasi dan sosialisasi merupakan masalah yang
akan muncul akibat adanya presbikusis. Adanya gangguan tersebut akan menimbulkan
efek terhadap psikososial lansia seperti isolasi sosial, menarik diri, iritabilitas,
kecemasan dan kehilangan kepercayaan diri. Ketidaksiapan lansia menghadapi
keadaan tersebut akan berdampak pada rendahnya pencapaian pada kualitas
hidupnya.13-15
Kualitas hidup menurut WHO adalah persepsi individu mengenai posisi individu
dalam hidup sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya dimana individu
hidup dan hubungannya dengan harapan, tujuan, standar yang ditetapkan dan perhatian
dari seseorang. Masalah yang mencakup kualitas hidup sangat luas dan kompleks
termasuk masalah kesehatan fisik, status psikologik, hubungan sosial, dan lingkungan
dimana mereka berada.16,17
Kualitas hidup salah satunya dipengaruhi oleh kesehatan fisik. Presbikusis
merupakan salah satu masalah kesehatan fisik yang umum ditemukan pada lansia.
Masalah pada kualitas hidup tidaklah dapat berdiri sendiri berdasarkan suatu faktor
penyebab tunggal. Faktor-faktor yang perlu dijadikan perhatian antara lain usia, jenis
kelamin, status pernikahan, penghasilan, dan adanya penyakit kronis pada lansia.
Faktor ini merupakan faktor resiko dalam menentukan kualitas hidup lansia
kedepannya karena perubahan atau gangguan dalam salah satu poin tersebut dapat
menurunkan kualitas hidup lansia. Menurut Sarah tahun 2018 terdapat hubungan
antara presbikusis dengan dimensi kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan
lingkungan. Penelitian lainnya yang dilakukan Khairani di Aceh mengatakan bahwa
fungsi pendengaran beranding lurus dengan kualitas hidup. Pasien dengan gangguan
pendengaran sensorineural bilateral 92% kualitas hidupnya terganggu. 18-20
Banyak kuesioner yang telah dikembangkan untuk mengukur kualitas hidup.
Kuesioner Hearing Handicap Inventory for the Elderly-Screening Version (HHIE-S)
merupakan kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada
pasien yang mengalami gangguan pendengaran yang memiliki sensitivitas 93,24% dan
spesifisitas 93,75%. Menurut penelitian Riskiana tahun 2010, pada lansia dengan
gangguan pendengaran yang mengalami penurunan kualitas hidup yang ringan hingga
sedang berdasarkan kuesioner HHIE-S sebesar 49,2% dan lansia dengan gangguan
pendengaran yang mengalami kualitas hidup yang berat sebesar 14,75%.13,21-24
Pasien yang didiagnosis presbikusis di poliklinik Telinga Hidung Tenggorok
(THT) Rumah Sakit Dustira cukup banyak. Sampai saat ini belum ada data penelitian
yang dilakukan di poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira
mengenai hubungan presbikusis dengan kualitas hidup pasien yang diukur
menggunakan kuesioner HHIE-S. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian untuk mengetahui hubungan antara presbikusis dengan kualitas hidup
menggunakan kuesioner HHIE-S pada pasien di poliklinik Telinga Hidung Tenggorok
Rumah Sakit Dustira.

SUBJEK DAN METODE


Rancangan penlitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan desain
penelitian potong lintang (cross sectional). Subjek penelitian ini adalah pasien yang
berusia 65 tahun ke atas di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira.
Sampel minimal yang dibutuhkan adalah 48 sampel. Pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi pada penelitian ini:
1) Pasien yang didiagnosis presbikusis oleh dokter spesialis THT-KL di Poliklinik
Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira, 2) Pasien berusia 65 tahun ke atas,
3) Pasien dengan hasil audiogram gangguan dengar tipe sensorineural bilateral, 4)
Pasien yang dapat dihubungi dan bersedia untuk pengisian kuesioner. Kriteria eksklusi
pada penelitian ini: 1) Pasien yang menggunakan alat bantu dengar, 2) Pasien yang
memiliki gangguan psikososial sebelum didiagnosis presbikusis, 3) Pasien yang
memiliki gangguan kognitif.
Penelitian ini diawali dengan pengambilan data melalui rekam medik, selanjutnya
dilakukan anamnesis apabaila memenuhi kriteria inklusi maka akan dilakukan
pemeriksaan audiometri nada murni. Pasien dengan gambaran gangguan pendengaran
sensorineural bilateral akan diberikan kuesioner HHIE-S. Setiap jawaban “Ya”
mendapatkan skor 4, jawaban “Kadang-kadang” mendapatkan skor 2 dan untuk
jawaban “Tidak” mendapat skor 0. Skor tesebut diklasifikasikan sebagai berikut, 0-8 =
tidak ada gangguan, 10-22 = gangguan ringan-sedang, 24-40 = gangguan berat.
Data yang diperoleh kemudian akan diteliti dengan analisis univariabel untuk
menggambarkan karakteristik subjek penelitian yang meliputi usia, jenis kelamin,
status pernikahan, status ekonomi dan riwayat penyakit kronik serta analisis bivariabel
untuk mengetahui hubungan presbikusis dengan penurunan kualitas hidup. Untuk
menguji korelasi antara presbikusis dengan penurunan kualitas hidup digunakan uji Chi
Square. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program software statistik pada
derajat kepercayaan 95% dengan nilai p≤0,05.
Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan dan izin
penelitian telah disetujui oleh pihak Rumah Sakit Dustira, dan dilakukan dengan
menghargai hak autonomi pasien dengan melakukan informed consent kepada pasien
dan menjaga kerahasiaan data rekam medik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari hasil pengambilan data didapatkan 223 pasien yang berusia 65 tahun ke atas
yang didiagnosis presbikusis dan 110 diantaranya dilakukan pemeriksaan audiometri
ulang. Dari pasien yang melakukan pemeriksaan audiometri ulang didapatkan 55
pasien yang memiliki gambaran audiogram gangguan pendengaran sensorineural
bilateral yang tidak menggunakan alat bantu dengar. Data hasil penelitian dapat dilihat
pada tabel-tabel dibawah ini:
Tabel 1. Insidensi Presbikusis di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit
Dustira tahun 2017-2018

Keluhan total telinga Presbikusis Bukan Presbikusis


N % n % N %
Tahun
2017 5016 55,7 106 45,5 4910 56,0
2018 3981 44,3 127 54,5 3854 44,0
Total 8997 100,0 233 100,0 8764 100,0

Tabel 1 menunjukkan persentase angka kejadian presbikusis di Poliklinik Telinga


Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira pada tahun 2017-2018 yaitu jumlah penderita
baru suatu penyakit pada jangka waktu tertentu dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada jangka waktu yang bersangkutan.
Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 233 pasien yang didiagnosis presbikusis dari
8997 pasien dengan keluhan di telinga, sehingga didapatkan insidensi presbikusis di
Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira sebesar 2,6%.

Tabel 2. Kualitas Hidup Berdasarkan HHIE-S

Kualitas Hidup N %
Tidak ada gangguan 6 10,9
Ringan-sedang 29 52,7
Berat 20 36,4
Total 55 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang didiagnosis presbikusis lebih


banyak memiliki penurunan kualitas hidup ringan-sedang yaitu sebanyak 29 orang
(52,7%). Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Riskiana di panti
jompo Tresna Werdha Gowa terdapat 62,5% lansia yang memiliki gangguan kualitas
hidup ringan-sedang, diikuti dengan lansia yang kualitas hidupnya baik dan memiliki
gangguan kualitas hidup yang berat masing masing sebesar 18,75%. 24
Pada lansia, adanya perubahan kualitas hidup cenderung mengarah ke arah yang
kurang baik. Hal ini berkaitan dengan perubahan lingkungan sosial ekonomi seperti
berhenti bekerja karena pensiun, ketidakmampuan untuk tetap berkiprah dimasyarakat,
kehilangan anggota keluarga yang dicintai dan teman, ketergantungan kebutuhan hidup
dan adanya penurunan kondisi fisik yang disebabkan faktor usia. Penyakit kronik yang
diderita bertahun-tahun oleh pasien juga memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup
pasien.25

Tabel 3. Karakteristik Berdasarkan Usia


Usia N %
65-74 tahun 34 61,8
75-84 tahun 20 36,4
≥85 tahun 1 1,8
Total 55 100,0

Tabel 3 menunjukkan sebagian besar subjek penelitian adalah berusia 65-74 tahun,
yaitu 61,8% dari jumlah keseluruhan responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Khairani dan Dara di Aceh didapatkan
gangguan pendengaran terbesar terjadi pada kelompok usia 60-74 tahun.14,20
Hasil penelitian ini sesuai dengan kepustakaan bahwa proses degenarasi
menyebabkan terjadinya presbikusis. Penurunan jumlah sel ganglion mulai terjadi pada
usia 60 tahun sedangkan pada saat memasuki usia 70 tahun terjadi penurunan jumlah
sel rambut sebanyak 20%. Sel rambut yang mengalami kerusakan tidak dapat
digantikan kembali. Hal tersebut berhubungan dengan kemampuan sistem pendengaran
dalam memproses suara. Pada penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dustira yang
merupakan merupakan rumah sakit militer di wilayah Kodam III/ Siliwangi yang
pasiennya didominasi oleh tentara. Pasien yang didiagnosis presbikusis banyak yang
berusia kurang dari 65 tahun hal ini disebabkan karena bising yang ditimbulkan dari
senjata tajam yang digunakan saat latihan.6

Tabel 4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin N %
Laki-laki 29 52,7
Perempuan 26 47,3
Total 55 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien presbikusis di Rumah Sakit


Dustira berjenis kelamin Laki-laki, dengan persentase 52,7%.. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Eman di Mesir didapatkan persentase laki-
laki yang didiagnosis presbikusis yang tidak menggunakan alat bantu dengar sebesar
60,3%.23
Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi, disebabkan laki-
laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan perempuan.
Perbedaan pengaruh jenis kelamin pada presbikusis tidak seluruhnya disebabkan
perubahan di koklea. Hal ini berkaitan dengan hormonal, anatomi telinga luar dan juga
faktor risiko lainnya seperti merokok yang dapat menyebabkan presbikusis. Perempuan
memiliki bentuk daun dan liang telinga yang lebih kecil sehingga dapat menimbulkan
efek masking noise pada frekuensi rendah.26

Tabel 5. Status Pernikahan


Status Pernikahan N %
Menikah 32 58,2
Janda/Duda 23 41,8
Total 55 100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang didiagosis presbikusis di
Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira sebagian besar berstatus
menikah yaitu sebanyak 32 orang (58,2%). Penelitian yang dilakukan Gede di Bali
menunjukkan pasien yang memiliki kualitas hidup baik berstatus menikah sebesar
52,6%. Pada hasil penelitian ini dapat diasumsikan bahwa status pernikahan
berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang.18

Tabel 6. Status Ekonomi


Status ekonomi N %
Tinggi 1 1,8
Sedang 27 49,1
Rendah 27 49,1
Total 55 100,0

Tabel 6 menunjukkan pasien dengan status ekonomi sedang dan rendah memiliki
persentase yang sama yaitu sebesar 49,1%. Pada penelitian Gede di Bali pasien yang
memiliki penghasilan diatas UMK cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Beberapa pasien masih memiliki penghasilan baik dari pensiunan maupun berdagang,
beberapa lainnya tidak memiliki penghasilan dan bergantung kepada anggota
keluarganya. Pada hasil penelitian ini dapat diasumsikan bahwa status ekonomi pada
pasien memiliki pengaruh terhadap derajat kualitas hidup. 18

Tabel 7. Riwayat Penyakit Kronik


Penyakit kronik N %
Tidak Ada 13 23,6
Ada 42 76,4
Total 55 100,0

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien presbikusis di Poliklinik


Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira memiliki riwayat penyakit kronik
yaitu sebanyak 42 orang (76,4%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Eman di Mesir terdapat 83,3% pasien yang memiliki riwayat penyakit
diabetes mellitus, 77,8% pasien yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, dan
73,3% pasien yang memiliki riwayat hipertensi. 23
Penyakit kronik yang dimiliki pasien berperan dalam terjadinya proses penurunan
fungsi pendengaran. Hipertensi dapat menyebabkan perubahan struktural pada jantung
dan pembuluh darah. Tekanan yang tinggi pada sistem vaskular dapat menyebabkan
perdarahan pada telinga dalam yang dapat menyebabkan hilangnya pendengaran secara
berangsur-angsur maupun mendadak. Pada pasien dengan diabetes mellitus (DM),
glukosa yang terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced
glicosilation end product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi
elastisitas dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Arteriosklerosis dapat
menyebabkan perubahan pada koklea. Terdapat perbedaan pada tulang temporal yang
mengalami arteriosklerosis yaitu penurunan signifikan jumlah sel ganglion pada koklea
dan terdapat sel ganglion yang mengalami atrofi. Adanya penurunan pendengaran pada
pasien dengan penyakit ginjal kronik disebabkan efek dari obat yang dikonsumsi yang
bersifat ototoksik.27

Tabel 8. Hubungan Presbikusis dengan Kualitas Hidup Berdasarkan HHIE-S


Variabel Kualitas Hidup
Tidak ada Ringan- Nilai
Berat r**)
gangguan Sedang p*)
n % N % n %
Derajat Gangguan Pendengaran
Ringan 4 57,1 2 28,6 1 14,3
Sedang 2 5,9 23 67,6 9 26,5 0,509 <0,001
Berat 0 0 4 28,6 10 71,4
Total 6 10,9 29 52,7 20 36,4
Tabel 8 menunjukkan sebagian besar pasien yang didiagnosis derajat ringan tidak
ada gangguan pada kualitas hidupnya yaitu sebesar 57,1%, sedangkan pasien yang
didiagnosis presbikusis derajat sedang sebagian besar memiliki gangguan kualitas
hidup ringan sedang yaitu sebesar 67,6% dan pada pasien yang didiagnosis presbikusis
derajat berat sebagian besar memiliki gangguan kualitas hidup yang berat yaitu sebesar
71,4%. Hasil analisis Pearson Chi Square Test pada derajat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan bermakna antara presbikusis
dengan kualitas hidup berdasarkan kuesioner HHIE-S pada pasien di Poliklinik Telinga
Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira dengan nilai p<0,001 (nilai p≤0,05). Hasil
analisis Spearman Correlation Test menunjukkan bahwa secara statistic hubungan
presbikusis dengan penurunan kualitas hidup memiliki hubungan derajat kuat dengan
nilai r=0,509.
Penelitian yang dilakukan sebelumnya juga menunjukkan hasil yang serupa yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Riskiana di panti jompo Tresna Werdha Gowa yang
menunjukkan bahwa presbikusis berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas hidup
dengan nilai p<0,05. Penelitian lain yang menunjukkan adanya hubungan fungsi
pendengaran dan kualitas hidup yang signifikan adalah penelitian yang dilakukan
Khairani di Poliklinik THT RSUDZA Banda Aceh dengan p=0,016.20,24
Gangguan pendengaran menyebabkan adanya kesalahan dalam berkomunikasi
yang menyebabkan pribadi merasa terisolasi dan menarik diri dari lingkungannya
sehingga berpengaruh terhadap dimensi sosial pasien tersebut. Selain itu karena adanya
keterbatasan dalam ruang lingkup sosial maka hal ini juga akan memengaruhi dimensi
psikososial yang akan menyebabkan individu merasa kesepian, frustasi, depresi dan
merasa malu. Adanya keterbatasan dalam berkomunikasi ini juga akan memengaruhi
dimensi lingkungan pada pasien diantaranya pasien akan mengalami kesulitan dalam
mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dari
lingkungannya.20,24
SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Angka kejadian presbikusis di
Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira periode Januari 2017-
Desember 2018 sebesar 2,6%. Pasien yang didiagnosis presbikusis di Poliklinik
Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira sebagian besar memiliki gangguan
kualitas hidup ringan-sedang. Sebagian besar pasien yang didiagnosis presbikusis di
Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Dustira adalah tejadi pada
kelompok 65-74 tahun dan lebih sering pada laki-laki. Karakteristik lain yang diteliti
pada penelitian ini sebagian besar pasien berstatus menikah, serta memiliki riwayat
penyakit kronik sedangkan untuk status ekonomi terdapat persamaan antara status
ekonomi sedang dan status ekonomi rendah. Semakin berat derajat gangguan
pendengaran pada pasien presbikusis di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah
Sakit Dustira, semakin berat penurunan kualitas hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia


di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Kementerian
Kesehatan RI; 2013. 27,39.
2. Suhartin P. Teori Penuaan, Perubahan Pada Sistem Tubuh Dan Implikasinya
Pada Lansia. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2010.
3. Ballenger JJ, Snow JB. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. 16th ed. BC Decker Inc. Spain; 2003. 443-54.
4. Soepardi, E.A., Nurbaiti, dkk. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. Ed 7. Jakarta: Balai penerbit FK UI; 2012. 36-8.
5. Ardan, Juliarti. Sinopsis ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok. Bangka
belitung: Penerbit Buku Kedokteran AFJ; 2008. 15-8.
6. Lalwani AK. Current Diagnosis & Treatment. 3rd ed. LANGE;2012;689-96
7. World Health Organization (WHO). Millions of People in the World Have
Hearing Loss that Can be Treated or Prevented. 2013.
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pendengaran sehat untuk Hidup
Bahagia; 2013.
9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Telinga Sehat Pendengaran Baik;
2010.
10. Hoffman HJ, Dobie RA, Losonczy KG, Themann CL, Flamme GA. Declining
Prevalence of Hearing Loss in US Adults Aged 20 to 69 Years. JAMA;
2017;143(3):274-285.
11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013). Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta; 2013. 243-45.
12. Dina, L. Prevalensi Presbikusis dan Faktor Risiko yang Mempengaruhi Lanjut
Usia di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Jakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah;
2013.
13. Astari NLI, Uji Diagnostik HHIE-S Versi Indonesia untuk Skrining Gangguan
Pendengaran Usia Lanjut. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas
Udayana; 2014.
14. Muthmainnah D, Hubungan Presbikusis dengan Depresi pada Lansia di
Poliklinik THT RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Darussalam Banda
Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala; 2014
15. Rohmah AIN, Purwaningsih, Bariyah K. Kualitas Hidup Lansia. Jurnal
Keperawatan, ISSN. 2086-3071; 2012.
16. WHO. Programme on mental health: WHOQOL user manual. Geneva: World
Health Organization; 2012.
17. Salim OC, Sudharma NI, Kusumaratna RK, dan Hidayat A. Validitas Dan
Reliabilitas World Health Organization Quality Of Life –Bref Untuk Mengukur
Kualitas Hidup Lanjut Usia. Jakarta: Jurnal Universa Medika; 2007;26(1).
18. Wikanada G. Hubungan kualitas hidup dan faktor resiko pada usia lanjut di
wilayah kerja puskesmas Tampaksiring I Kabupaten Gianyar Bali. Intisari
Sains Medis;2017;8;41-9.
19. Istiqomah SN. Hubungan Gangguan Pendengaran dengan Kualitas Hidup
Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Natar Tahun 2017. Bandar Lampung:
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 2018.
20. Aktarabay K. Hubungan Fungsi Pendengaran dengan Kualitas Hidup Pasien
Gangguan Dengar di Poliklinik THT-KL RSUDZA Banda Aceh. Darussalam
Banda Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala; 2018
21. Nordvik O, Laugen Heggdal PO, et all. Generic Quality of Life in Persons With
Hearing Loss: A Systematic Literature Review. BMC Ear, Nose and Throat
Disorders; 2018;18(1).
22. Lazzarotto S, Baumstrack K, Auqueir P. Age-Related Hearing Impairment and
Impact on Quality of Life: A Review of Available Questionnaires. Annals of
Otolaryngology and Rhinology. Paris; 2016.
23. Said EA, Health-related quality of life in elderly hearing aid users vs. non-users.
Egyptian Journal of Ear, Nose, Throat and Allied Sciences; 2017;18;271-9.
24. Djamin R. Kualitas hidup lansia dengan gangguan pendengaran. Makassar:
Laporan penelitian bagian ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok; 2010
25. Gondodiputro S, Hidayari AR, Rahmiati L. Gender, age, marital status and
education as predictors to quality of life in elderly: WHOQOL-BREF
Indonesian Version. Departement of Public Health, Faculty of Medicine
University Padjajaran. Bandung. 2018.
26. Fatmawati R, Dewi YA. Karakteristik Penderita Presbiakusis di Bagian Ilmu
Kesehatan THT-KL RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2012
- Desember 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. 2015
27. Megari, K. Quality of life in chronic disease patients. Health Psychology
Research. Italy. 2013. 141-48.

Anda mungkin juga menyukai