Anda di halaman 1dari 9

Journal Reading

Study Of Pattern Of Hearing Loss In CSOM (Chronic


Suppurative OTITIS Media)

Disusun Oleh:
Rini Sintya (112019128)

Pembimbing:
dr. Arroyan Wardhana, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT


RSUD KOJA JAKARTA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 21 JANUARI – 6 FEBRUARI 2021

1
1. Pendahuluan

Otitis media adalah penyakit telinga tengah yang penting dan sangat umum dan
menimbulkan masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia terutama di negara-negara
berkembang di mana sebagian besar populasinya tidak memiliki perawatan medis khusus,
menderita malnutrisi dan hidung dengan hygien yang buruk.

Otitis media supuratif kronis adalah peradangan telinga tengah atau rongga mastoid yang
persisten, dan ditandai dengan keluarnya cairan telinga yang berulang atau terus-menerus melalui
perforasi membran timpani. Padahal komplikasi OMSK bisa berakibat fatal, gangguan
pendengaran dianggap sebagai masalah kesehatan utama. Selain itu, gangguan pendengaran
konduktif akibat kondisi ini telah diakui dengan baik dalam literatur. Namun, hubungan antara
gangguan pendengaran sensorineural (SNHL) dan OMSK tetap menjadi masalah yang
kontroversial.

OMSK merupakan penyakit infeksi paling kronis pada anak-anak, dan dianggap sebagai
penyebab utama hilangnya pendengaran.

Dalam banyak penelitian ditemukan bahwa banyak kasus jenis otitis media supuratif
kronis yang aman dan tidak aman tanpa komplikasi, menunjukkan elemen sensorineural juga.
Dalam beberapa kasus, bahkan telinga mati terlihat pada jenis otitis media supuratif kronis yang
aman.

Dengan latar belakang tersebut maka penelitian ini direncanakan untuk mempelajari pola
gangguan pendengaran pada OMSK pada Populasi India. Gangguan pendengaran sebagai sekuel
dari otitis media supuratif kronis (OMSK) seringkali bersifat konduktif, tetapi penelitian terbaru
menemukan komponen sensorineural tambahan pada pasien ini, sehingga menunjukkan
kerusakan telinga bagian dalam.

Anak-anak dengan gangguan pendengaran campuran selalu menderita dari sudut pandang
pendidikan dan perkembangan bahasa dan Oleh karena itu menjadi penting untuk mempelajari
kasus tersebut agar tuli sensorineural pada OMSK dapat dicegah.

Penelitian ini merupakan upaya untuk mempelajari pola gangguan pendengaran pada
OMSK dan faktor klinis jika ada yang dapat mempengaruhi komponen sensorineural.

2
2. Bahan dan metode

Penelitian ini merupakan studi observasi kohort prospektif terhadap 100 kasus dalam dua
kelompok yang masing-masing 50 kasus memiliki OMSK aman dan 50 OMSK tidak aman.
Dilakukan selama periode Juli 2011 hingga September 2013 di Departemen
Otorhinolaryngology, Padmashree Dr. D. Y. Patil Perguruan Tinggi Kedokteran, Rumah Sakit
dan Pusat Penelitian (DPU), Pimpri, Pune.

2.1 Kriteria Inklusi

Semua kasus OMSK dengan cairan telinga berlebihan, perforasi sentral pada otoskopi
dimasukkan dalam kelompok aman dan semua kasus dengan cairan yang sedikit berbau busuk,
perforasi atik atau marginal, jaringan granulasi atau kolesteatoma pada otoskopi termasuk dalam
kelompok tidak aman.

2.2 Kriteria Eksklusi

Usia di bawah 11 tahun dan di atas 50 tahun, Sebelum operasi ontologis, Riwayat cedera
kepala, Trauma akustik, Trauma timpani perforasi membran, obat ototoksik sistemik, penyakit
kardiovaskular dan metabolik, dan penyebab herediter dikeluarkan dari penelitian.

2.3 Pengumpulan data

Anamnesis Riwayat OMSK, Pemeriksaan THT lengkap dilakukan untuk mencari status
otore, jenis perforasi, gangguan osikular dan adanya jaringan granulasi atau kolesteatoma.
Mereka kemudian menjalani audiometri Nada Murni, ambang batas konduksi udara dan tulang
diuji dan diplot pada audiogram. Usap oral dikumpulkan dan diinokulasi untuk kultur dan
sensitivitas.

Temuan operasi dari semua kasus yang menjalani operasi dicatat. Efusi telinga tengah di
tingkap bundar diamati. Perubahan pada tingkap bundar yang terlihat di bawah mikroskop
seperti obliterasi karena pembentukan tulang dicatat. Adanya erosi labirin atau fistula diamati
dalam kasus yang dicurigai. Kasus dengan fistula labirin yang ditemukan saat pembedahan atau
dengan tanda fistula positif di dokumentasikan. Durasi penyakit dianggap berdasarkan onset
otore kecuali pada kasus otitis media dengan efusi.

2.4 Analisis Statik

3
Variabel kontinu digambarkan sebagai rata-rata (interval kepercayaan 95%) dan
perbedaannya diamati dengan menggunakan uji T. Perbedaan untuk variabel kategori dinilai
dengan uji chi-square. Analisis regresi logistik univariat dan multivariat (rasio odds [OR])
digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang terkait dengan AKI dan mortalitas. Nilai P
<0,05 dianggap signifikan.

3. Hasil

Tabel 1. Pola gangguan pendengaran

Insiden gangguan pendengaran diamati menjadi 72% untuk jenis konduktif dan 28% jenis
campuran, di mana 72% adalah konduktif aman, 28% jenis campuran aman dan 64% untuk
konduktif tidak aman, 36% dalam campuran tidak aman.

Tabel 2. Insiden SNHL pada kelompok usia yang berbeda

Insiden SNHL meningkat seiring dengan pertambahan usia, insiden maksimum berada
pada kelompok usia 41-50 tahun yaitu 37,50% dan minimal 11-20 tahun yaitu 5,71%.

4
Tabel 3. Korelasi Komponen SNHL dengan durasi OMSK

Ambang batas konduksi tulang rata-rata dideduksi pada frekuensi yang berbeda dan
ditabulasikan berdasarkan durasi OMSK. Dalam penelitian ini didapatkan persentase kejadian
gangguan pendengaran dengan bertambahnya durasi penyakit, sehingga kejadian komponen
SNHL memiliki korelasi dengan durasi penyakit.

Tabel 4. Penyebab SNHL pada OMSK tipe bahaya

Dalam penelitian ini, 14% kasus otitis media supuratif kronis yang tidak aman ditemukan
terkait dengan fistula labirin. Hal ini terbukti menjadi penyebab tersering komponen
sensorineural pada otitis media supuratif kronis yang tidak aman diikuti dengan granulasi di atas
tingkap lonjong (8%) dan kolesteatoma yang meluas ke tingkap bundar pada 4% kasus. Terdapat
4 kasus gangguan pendengaran sensorineural pada kelompok OMSK aman yang penyebabnya
belum dapat dipastikan.

4. Diskusi
Dalam studi ini gangguan pendengaran sensori neural dapat terjadi sediri atau dengan
gangguan pendengaran konduktif dapat terjadi pada otitis media supuratif akut maupun kronis.

5
seratus kasus otitis media supuratif kronis diperiksa secara klinis dan dengan bantuan audiometri
menunjukkan 17 pasien mengalami gangguan pendengaran campuran.

Insiden gangguan pendengaran yang diamati 72% tipe konduktif dan 28% tipe campuran,
dimana 82% OMSK tipe aman mengalami gangguan pendengaran konduktif, 18% OMSK tipe
aman mengalami gangguan pendengaran campuran, 64% OMSK tipe bahaya mengalami
gangguan pendengaran konduktif, dan 36% OMSK tipe bahaya mengalami gangguan
pendengaran campuran. Kejadian SNHL meningkat seiring bertambah nya usia, insiden
maksimum pada kelompok usia 41-50 tahun yaitu 37,50% dan minimal pada usia 11-20 tahun
yaitu 5,71%.

Amali A et al, menemukan bahwa pasien yang lebih tua lebih rentan terhadap efek
radang telinga tengah pada fungsi koklea. Dan hal ini menyebabkan gangguan pendengaran yang
intens karena penuaan. Gangguan pendengaran terkait usia (ARHL) atau presbycusis adalah
salah satu disabilitas yang paling umum pada orang tua, yang mempengaruhi sekitar 27,6%
individu antara 65 hingga 79 tahun dan 36,5% dari mereka yang berusia 80 ke atas.

Maharjan M et al, menemukan seratus pasien dengan 119 perforasi membran timpani,
rentang usia antara 8 sampai 60 tahun, diantara nya 44 laki-laki dan 56 perempuan. Perforasi
membran timpani bilateral terlihat pada 19 pasien, perforasi sisi kanan pada 39 pasien dan sisi
kiri pada 42 pasien. Semakin lama durasi kotoran telinga, semakin banyak gangguan
pendengaran.

Dalam penelitian ini, 14% kasus otitis media supuratif kronis tipe bahaya ditemukan
terkait dengan fistula labirin. Hal ini terbukti menjadi penyebab tersering pada otitis media
supuratif kronis tipe bahaya, diikuti dengan granulasi pada tingkap oval 8% kasus. Dan
kolesteatoma yang meluas ke tingkap bundar 4% kasus. Dan Terdapat 4 kasus gangguan
pendengaran sensorineural pada kelompok OMSK tipe aman yang penyebabnya belum dapat
dipastikan.

6
Dipenelitia lain, Silveira Netto LF et al, menemukan bahwa konduksi udara, ambang
batas konduksi tulang dan celah udara-tulang pada anak-anak dan remaja dengan CCOM secara
signifikan lebih besar. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara celah tulang-udara pada
kolesteatoma epitympanic dan posterior mesotympanic.
Pada NCCOM nilai gap berkorelasi positif dengan jumlah kuadran dengan perforasi
timpani. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara celah tulang-udara pada perforasi timpani
yang mempengaruhi kuadran posterior dan anterior. Redaelli de Zinis LO et al, mengamati
bahwa fitur klinis yang dipilih dinilai di antara telinga yang sakit untuk memeriksa kemungkinan
pengaruh pada fungsi telinga bagian dalam. Rata-rata perbedaan ambang konduksi tulang
bervariasi dari 0,6 dB pada 0,5 kHz hingga 3,7 dB pada 4 kHz.

Perbedaan ini ditambah dengan peningkatan durasi penyakit telinga tengah. Gangguan
pendengaran oleh ambang batas konduksi tulang telinga yang sakit berkorelasi dengan
peningkatan usia di setiap frekuensi dan dengan gangguan pada rantai osikular hanya pada
frekuensi yang lebih tinggi. Tingkat keparahan gangguan pendengaran sensorineural berkorelasi
dengan durasi penyakit telinga tengah yang lebih lama. Jadi, perawatan bedah kering dan
diperlukan perforasi membran timpani yang stabil.

Papp Z et al, mengamati bahwa otitis media supuratif kronis berhubungan dengan
gangguan pendengaran sensorineural. Ketika usia dan durasi OMSK dikoreksi, ambang batas
nada murni dan ambang konduksi tulang baik pada frekuensi bicara atau pada 4 kHz meningkat
secara bertahap sesuai dengan durasi otitis media supuratif kronis. Pergeseran ambang batas
lebih ditekankan seiring bertambahnya usia. Gangguan pendengaran sensorineural pada 4 kHz
lebih tinggi dari pada pada frekuensi bicara. Temuan dari penelitian ini konsisten dengan yang
ditemukan di beberapa penelitian. Dalam sebuah studi dengan metodologi serupa, SNHL secara
progresif meningkat dengan meningkatnya durasi OMSK.

Telinga bagian dalam rentan terhadap otitis media supuratif kronis. Pada usia yang lebih
tua lebih rentan. Hubungan sel sensorik dengan peradangan telinga tengah menyebabkan paparan
yang lebih tinggi, sel sensorik yang menghasilkan frekuensi yang lebih tinggu sehingga
menyebabkan kerusakan berat. Kolesteatoma adalah massa di rongga timpani dan / atau rongga

7
mastoid, dibentuk oleh epitel skuamosa keratinisasi, jaringan ikat subepitel dan akumulasi
progresif puing keratin dengan atau tanpa reaksi inflamasi di sekitarnya. Pembedahan adalah
pengobatan pilihan dan tujuannya adalah untuk menghilangkan penyakit secara menyeluruh,
menciptakan telinga yang sehat, kering, dan bebas penyakit, dan mempertahankan atau
memulihkan pendengaran sejauh mungkin.

5. Kesimpulan
Dalam penelitian ini, kejadian gangguan pendengaran sensorineural meningkat dengan
bertambahnya usia, menunjukkan bahwa usia merupakan faktor risiko dari gangguan
pendengaran yang terjadi pada OMSK. OMSK dikaitkan dengan gangguan pendengaran
campuran terutama >35dB, atau dengan frekuensi yang lebih tinggi. Pada pasien OMSK tipe
bahaya dengan gangguan pendengaran penyebab tersering nya adalah kolesteatoma dan fistula
labirin. Namun, pada penelitian ini menunjukan adanya kerusakan koklea audiometrik yang
signifikan sehingga harus di evaluasi dalam penelitian selanjutnya.

8
9

Anda mungkin juga menyukai