Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

Guillain Barre Syndrome Pada Anak

Oleh :

I Nyoman Putra Hartawan

112019021

Pembimbing :

dr. Melanie R.M, SpA.( K).M.Kes

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode 08 Februari – 17 April 2021

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 1


DAFTAR ISI

BAB I..........................................................................................................................................................3
1.1 Neuroanatomi..............................................................................................................................3
1.2 Penyakit Neuron Motorik Bawah.................................................................................................4
1.3 Neuropati Perifer.........................................................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................................................7
2.1 Sindrom Guillain-Barre..........................................................................................................................7
2.2 Epidemiologi..........................................................................................................................................8
2.3 Etiologi.................................................................................................................................................10
2.4 Patofisiologi.........................................................................................................................................10
2.5 Klasifikasi Sindrome Guillain Barre......................................................................................................11
2.6 Manifestasi Klinis.................................................................................................................................13
2.7 Diagnosis.............................................................................................................................................15
2.8 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................................188
2.9 Tatalaksana........................................................................................................................................199
2.10 Prognosis.........................................................................................................................................221
Daftar
pustaka………………………………………………………………………………………………………………………………….22

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 2


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Neuroanatomi

Gerakan volunteer diarahkan oleh “ kehendak” sadar dengan menggunakan sejumlah besar
mekanisme motorik dibawah sadar. Mempertahankan tonus dan koordinasi agonis, antagonis,
sinergis, dan fiksasi kelompok otot yang tepat, melibatkan nucleus motoric medulla spinal,
serebelum, batang otak, thalamus, ganglia basalis, dan korteks motoric serebelum. Traktus
kortikospinal dan neuronnya yang membantu aktivitas motoric volunteer dikenal sebagai
neuron motorik atas . Neuron motorik bawah adalah sel kornu anterior selain radiks saraf
motorik dan saraf motorik perifernya, atau neuromuscular dan otot-ototnya. Destruksi neuron
motoric atas menyebabkan kehilangan kendali volunteer, tetapi tidak kehilangan gerakan total.
Nukleus motoric ganglia basal, thalamus, dan batang otak mempunyai traktusnya sendiri yang
menginervasi sel kornu anterior dan menyebabkan gambaran gerakan stereotype yang
sederhana atau kompleks. Destruksi medulla spinalis membiarkan gerakan reflex stereotype
sederhana, utuh, yang dikoordinasi oleh reflex spinal local dibawah tingkat lesi. Destruksi
neuron motoric bawah menyebabkan kehilangan keseluruhan gerak karena neuron tersenut
merupakan jalur terakhir yang menimbulkan aktivitas otot.1

Kelemahan yang disebabkan oleh penyakit unit motoric bawah berbeda kualitasnya
dengan kelemahan yang disebabkan oleh lesi traktus kortiko spinal sentral . Lesi traktus
kortikospinal sering tidak begitu banyak menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan
ekstremitas sebagaimana kehilangan gerakan terampil. Traktus kortikospinal memungkinkan
aktivitas motoric halus , dan fungsinya paling baik diuji dengan meminta pasien melakukan
gerakan bergantian dengan sangat cepat pada ekstremitas bagian distal. Disfungsi ringan
menyebabkan gerakan lambat , kaku. Disfungsi berat menyebabkan sikap badan yang
abnormal dan kaku, yang tidak berespon terhadap tindakan gerak sadar. Biasanya sikap badan
pada penyakit kortiko spinal terdiri dari lengan bawah dengan fleksi pada siku dan
pergelangan, serta adduksi dekat dada, dengan ekstensi dan adduksi kaki. Penyakit unit
motoric bawah menyebabkan kehilangan kekuatan progesif dengan hipotonia dan tidak
menimbulkan kelainan sikap badan. Fungsi paling baik diuji dengan mengukur kekuatan

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 3


kelompok otot secara terpisah atau pada anak kesil, dengan mengamati kemampuan
melakukan tugas yang memerlukan kelompok otot tertentu ( misalnya, naik turun tangga,
berdiri dari lantai, berjalan pada jari kaki atau tumit , mengankat tangan diatas kepala, dan
memeras bola). 1

1.2 Penyakit Neuron Motorik Bawah

Setiap bagian neuron motoric ( sel kornu anterior) di medulla spinalis dan batang otak
membentuk satu akson termielinasi yang meluas ke bagian-bagian otot. Sesudah bercabang
banyak, setiap akson yang berakhir diujung sinaps dengan satu serabut otot. Akson terminal
presinaps melepaskan asetilkolin, yang melewati celah sinaps , melekat pada reseptor pada
bagian membrane otot, memulai kontraksi pada otot, dan diinaktifkan oleh asetilkolinesterase.
Unit motoric bawah terdiri dari komponen ini. Penyakit neuromuscular merupakan penyakit
dari setiap komponen unit motoric. 1 Distribusi kelemahan otot dapat mengarah kepenyakit
yang spesifik. Penyakit yang mengenai setiap komponen unit motoric dapat dilihat pada tabel
1.1 dibawah ini:

Sel Kornu Anterior Otot

Atrofi muscular spinal Distrofi

Poliomyelitis (alamiah/vaksin) Duchenne

Enterovirus Becker

Limb-girdle

Saraf Perifer Fasioskapulohumeral

Syndrome Guillaine Barre Miotonik

Paralisis Tick Kongenital

Herediter Myositis (virus, polimiositis)


ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 4
Defisiensi vitamin E, B12, B1 Miopati structural kongenital

Toksin Inti sentral

Timbal, Talium, Arsen, Air raksa Batang nemalin

Heksan Sentronukleus

Akrilamid Serabut tipe disproporsi kongenital

Organofosfat Distrofi muscular kongenital

Difteria Tipe lain-lain

Penyakit vascular kolagen

Porfiria Metabolic, endocrine, dan mineral

Paraneoplastik Penyakit penyimpanan glikogen II (pompe)

Obat-obatan

Amitripilin Kelainan metabolisme karnitin

Dapson Kelainan mitokondria

Hydralazine Kelebihan atau defisiensi tiroid

Isoniazid Kelebihan atau defisiensi kortisol

Nitrofurantoin Hiperparatiroidisme,kelebihan kalsium

Vinkristin Kelebihan atau defisiensi kalium (paralisis


periodik)

Taut Neuromuskular

Miastenia gravis

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 5


Didapat

Neonatal sementara

Kongenital

Botulisme

Aminoglikosida

Tabel 1.1 Penyakit unit motorik bawah pada bayi dan anak1

1.3 Neuropati Perifer

Penyakit saraf perifer utama pada masa kanak-kanak adalah (1) syndrome guillaine barre ,
(2) neuropati sensoris motoric herediter (penyakit Charcot-Marie-Tooth), dan (3) paralisis tick.
Neuropati perifer yang disebabkan oleh diabetes mellitus, alkoholisme, gagal ginjal kronik,
amyloid, pemajanan terhadap toksin industry logam, vaskulitis, (sering sebagai mononeuritis
multipleks) atau remote effect neoplasma merupakan penyebab yang lazim dari kelemahan dan
kehilangan sensoris pada dewasa, tetapi jarang pada bayi dan anak.1

BAB II
ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 6
PEMBAHASAN

2.1 Sindrom Guillain-Barre


Syndrome guillain barre merupakan neuropati perifer idiopatik yang sering terjadi
sesudah infeksi pernapasan atau gastrointestinal. Infeksi dengn Campylobacter jejuni disertai
dengan bentuk berat penyakit. Berdasarkan sumber lainnya sindrom gullain barre adalah
polyradiculoneuropathy yang dimediasi oleh system imun, dengan onset akut dan perjalanan
klinis yang bervariasi. Sindrom ini juga dikenal dengan Landry’s Paralisis dan sering
didahului oleh infeksi yang tidak spesifik.2 Gejala gejala khas adalah arefleksia, flaksiditas,
dan kelemahan relative simetris yang dimulai pada tungkai dan naik mengenai lengan , batang
tubuh, tenggorokan, dan muka. Perburukan dapat terjadi dengan cepat, dalam beberapa jam,
atau beberapa hari , atau lebih lamban, selama beberapa minggu. 1,2 Disfungsi otonom sering
terjadi pada sindrom ini, masa pemulihan pada gangguan ini lebih singkat pada anak dari pada
dewasa dan angka kematian pada anak sebesar 3-5%. Insufisiensi pernafasan adalah kejadian
yang paling tidak mengenakkan pada sindrom guillain barred dan dapat menyebabkan
kematian pada pasien ini. Selain insufisiensi pernafasan, disfungsi otonom merupakan
penyebab utama kematian pada anak yang mengalami sindrom guillain barre.3

Sindrom guillain barre sekarang ini telah menjadi penyebab paling umum dari flaccid
paralysis akut dengan angka kejadian tahunan 0,6-4 kasus per 100.000 populasi setelah
menurunnya jumlah kasus polio di seluruh dunia. Berdasarkan sumber lainnya menyebutkan
angka insiden rata-rata peneoitian berkisar 0,5-2 kasus dalam 100.000 individu dewasa,
sedangkan insiden pada anak ditemukan lebih sedikit berkisar Antara 0,4-1,3 kasus per
100.000 anak-anak. Insiden ini bertambah seiring bertambahnya usia sangat jarang ditemukan
pada usia dibawah dua tahun , dan terbanyak usia 60 tahun atau lebih.4,5 Selain itu, dua per tiga
kasus pasien sindrom guillain barre biasanya melaporkan adanya infeksi Campylobacter
jejuni, Cytomegalovirus, Epstein-Barr virus, dan Mycoplasma pneumonia sebagai agen
pemicu. Diantara banyaknya infeksi mikroba , hanya C.Jejuni yang merupakan penyebab
utama gastroenteritis yang ada hampir diseluruh dunia, yang secara tegas ditetapkan sebagai
agen penyebab dari sindrom guillain barre. Hampir 25-40% pasien dengan sindroma guillain

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 7


barre yang ada diseluruh dunia menderita infeksi C.Jejuni selama 1 sampai 3 minggu
sebelumtimbulnya gejala sindroma guillain barre tersebut.3

2.2 Epidemiologi
Untuk memastikan kejadian sebenarnya dari sindrom guillain barre dikarenakan
keterbatasannya tes yang tersedia untuk diagnosis. Angka kejadian sindrom guillain barre
hampir diseluruh dunia dan disemua kelompok umur, tetapi terdapat peningkatan seiring
bertambahnya usia dan pada orang tua. Namun sindrom ini jarang terjadi pada massa bayi dan
jarang terjadi pada anak-anak dibawah usia dua tahun. Sebuah studi yang dilakukan pada
pediatric dari 61 jumlah kasus sindroma guillain barre di argentina Antara tahun 1994 sampai
1996 mennunjukkan rentang usia yang terbanyak Antara 14bulan sampai 14 tahun. 6 Setelah
kultur sampel feses dilakukan untuk melihat pathogen enteric, Campylobacter diidentifikasi 2-
7 kalilipat lebih tinggi dari pada bakteri lainnya seperti Salmonella atau shigella spp.Di
Amerika Serikat , 2,4 juta kasus C.jejuni termasuk spesise lain yang ditemukan setiap tahun
menunjukkan bahwa itu adalah pathogen enteric yang ditemukan umum pada kasus sindroma
gullain barre. Jalur penularan pathogenesis infeksi ini kemungkinan besar melalui permukaan
atau bagian daging yang telah terkontaminasi oleh tinja. Ada juga beberapa sumber lain
termasuk hewan peliharaan dan hewan lainnya , air dan susu yang tidak diolah dengan benar ,
dan kontaminasi limbah , yang sudah terninfeksi dari C.jejuni , dan sebagian besar berada di
Negara berkembang dengan iklim tropis, lihat pada gambar 2.1.3

Sebanyak sepuluh penelitian melaporkan kejadian pada anak-anak yang menderita


sindrom guillain barre terjadi pada anak ayang berusia 0-15 tahun, dan angka kejadian tahunan
Antara 0,34-1,34 per 100.000 populasi. Sebagian besar penelitian melakukan penyelidikan di
eropa dan amerika utara, melaporkan angka kejadian tahunan yang sama, yaitu Antara 0,84 –
1,91 per 100.000 populasi. Penurunan insiden terjadi pada tahun 1980-an dan 1990-an
ditemukan hingga 70% diakibatkan oleh infeksi sebelumnya . insiden keseluruhan sindroma
guillain barre diseluruh dunia adalah 1,1-1,8 kasus per 100.000 pertahun dengan tingkat
penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Sindrom guillain barre berhubungan
dengan infeksi sebelumnya pada 70% kasus yang sebagian besar berasal dari pernafasan dan
gastrointestinal.7 inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk
ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 8
paling umum di Negara-negara barat dengan angka kejadian 85% - 90% kasus. Kondisi ini
terjadi pada semua usia , meskipun jarang pada masa bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan
adalah 2 bulan dan 95 tahun. Usia rata-rata penderita sindrom guillain barre adalah sekitar 40
tahun , dengan angka kejadian paling banyak pada laki-laki.7

Gambar 2.1 : Transmisi dan transisi Campylobacter jejuni. Ayam merupakan reservoir alami
dari C. jejuni dimana ia berkoloni di lapisan mukosa saluran pencernaan dan dapat berpindah
antar ayam melalui jalur fecal- oral . C. jejuni dapat mencemari air, dan mungkin membentuk
hubungan dengan protozoa. Manusia yang menghadapi air yang terkontaminasi,
mengkonsumsi unggas, yang kurang matang, dan susu yang tidak terpasteurisasi infeksi.
Bakteri berada dilapisan epitel saluran pencernaan manusia dan menyebabkan peradangan dan
diare. Kadang-kadang antibody yang diproduksi melawan bakteri meniru gangliosida saraf

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 9


host yang mengakibatkan demyelinisasi dan degenerasi akson saraf perifer yang menyebabkan
sindrom guillain barre.3

2.3 Etiologi
Pada sebagian besar kejadian sindrom guillain barre , terdapat infeksi yang mendahului
beberapa minggu sbelumnya. Infeksi pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan adalah
yang paling sering ditemui. Organisme yang paling sering adalah Campylobacter jejuni,
diikuti oleh Cytomegalovirus, dan Epstein-Barr virus. Penyebab lain yang lebih jarang adalah
HIV , Mycoplasma pneumonia , dan Varicella Zoster. Kepustakaan lainnya menyebutkan
bahwa kemungkinan hipersensitifitas lambat dengan T cell mediated antigangliosida
antibody.7,8

2.4 Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi
terjadinya demielinisasi akut pada sindrom guillain barre masih belum diketahui dengan pasti.
Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini
adalah melalui mekanisme imunologi. Bukti-bukti bahwa bahwa imunopatogenesa merupakan
mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

a. Didapatkannya antibody atau adanya respon kekebalan selular ( celi mediated


immunity) terhadap agen infeksisus pada saraf tepi.
b. Adanya auto antibody terhadap system saraf tepi.
c. Didapatkannya penumpukan atau penimbunan kompleks antigen antibody dari
peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi
saraf tepi.7

Proses demyelinisasi saraf tepi pada sindrom guillain barre dipengaruhi oleh respon
imunitas selular dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai pristiwa sebelumnya , yang
paling sering adalah infeksi virus.7 Selain itu penelitian lain pun menyatakan bahwa
patofisiologi dari sindrom guillain barre disebabkan oleh respon imun, yang meliputi inflamasi
dan produksi antibody , terhadap infeksi sebelumnya.6 Vaksin juga dianggap terlibat dianggap
terlibat sebagai sebuah faktor pencetus. Beberapa bukti menduga bahwa vaksin flu babi yang
ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 10
digunakan pada saat musim influenza pada tahun 1976 menyebabkan peningkatan insiden
sindrom guillain barre. Namun hingga saat ini belum terdapat penelitian ataupun consensus
yang menyatakan vaksin meningkatkan resiko sindrom guillain barre. Patofisiologi pada
penyakit sindrom guillain barre memang masih belum jelas dan belum sepenuhnya dapat
dimengerti , tetapi berbagai bukti penelitian eksperimental dan penemuan klinis
mendemonstrasikan bahwa pada guillain barre sindrom terjadi interaksi sinergi yang kompleks
Antara system imunitas humoral dan selular terhadap antigen yang terdapat pada saraf perifer.
Infeksi yang terjadi dapat mencetuskan sebuah respon autoimun yang mengakibatkan produksi
antibody terhadap sebuah agen infektif dengan epitope yang serupa dengan saraf gangliosida
perifer penjamu. Fenomena ini disebut sebagai mimikri molecular post-infeksi.4

2.5 Klasifikasi Sindrome Guillain Barre


2.5.1 Acute Imflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP)

Acute Imflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah bentuk yang


paling sering terjadi, sekitar 85-90% kasus dan dengan tanda secara patologis adalah
demielinisasi , infiltrasi limfositik, dan myelin yang dimediasi oleh makrofag. Gambaran
klinisnya adalah kelemahan motoric simetris menarik dengan hipo atau areflexia. Proses
patologis melibatkan peradangan dan penghancuran selubung myelin yang mengelilingi akson
saraf perifer oleh makrofag yang diaktifkan. Hal ini menyebabkan perlmbatan dan
penyumbatan konduksi didalam saraf perifer yang menyebabkan kelemahan otot. Kasus yang
parah dapat menyebabkan kerusakan aksonal sekunder. Saraf terminal akson yang rusak pada
AIDP diikuti oleh pengikatan antibody dan fiksasi komplemen. Aktivitas jalur komplemen
sebagian besar mengarah kepembentukan kompleks serangan membrane (MAC) dengan
degradasi sitoskeleton akson terminal dan cedera mitokondria.7

2.5.2 Neuropati Akson Motorik Akut (AMAN)

Neuropati akson motoric akut (AMAN) lebih sering terjadi di jepang dan cina,
diantara orang orang muda dan musim panas . ini memiliki hubungan dengan infeksi
sebelumnya oleh Campylobacter jejuni. Gambaran klinis mirip dengan AIDP tetapi reflex
tendon dapat dipertahankan. Seperti AIDP, neuropati aksonal motoric akut diyakini sebagai
ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 11
gangguan IgG dan komplemen-mediated. Tes elektrofisiologi dapat membedakan dari varian
lain sebagai saraf motoric selektif dan keterlibatan aksonal. Proses patologis AMAN
melibatkan pengikatan antibody terhadap antigen ganglionsida pada membrane sel akson,
invasi makrofag, peradangan dan kerusakan aksonal.7

2.5.3 Neuropati Aksonik Motorik dan Sensorik Akut (AMSAN)

Neuropati Aksonik Motorik dan Sensorik Akut (AMSAN) adalah varian sindrom
guillain barre dimana kedua motor dan serat sensorik terlibat. AMSAN adalah sindrom
guillain barre yang paling parah dan terkait pemulihan yang berkepanjangan atau bahkan
parsial. Gambaran klinis mirip dengan AMAN tetapi juga melibatkan gejala sensorik. Proses
patologis yang mendasari mirip dengan AMAN ( yaitu antibody kerusakan aksonal mediasi).

2.5.4 Miller Fisher syndrome (MFS)

Miller Fisher syndrome (MFS) muncul dengan ataksia, areflexia, dan


oftalmoplegia, 25% pasien dapat mengalami kelemahan anggota badan. Studi elektrofisiologi
menunjukkan kegagalan konduksi terutama sensorik. Antibody anti-gangliosida terhadap
GQ1b ditemukan pada 90% pasien dan berhubungan dengan oftalmoplegia. Perbedaan MFS
dan AIDP atau neuropati akson motoric akut adalah aktifitas antibody anti-GQ1b dan anti
GT1a pada MFS yangmenargetkan saraf okulomotor dan bulbar. MFS adalah bentuk kronis
sindrom guillain barre yang dikenal sebagai polineuropati demielinisasi inflamasi kronis.
Gambaran klinis mirip dengan AIDP tetapi memiliki jalur progresif yang perlahan atau
relaps.7

Berdasarkan sumber kepustakaan lainnya, sindrom guillain barre dapat dibagi


berdasarkan gambaran klinis dan elektrofisiologi, terbagi dalam beberapa tipe sebagai berikut ,
lihat tabel 2.1 dibawah:9

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 12


 Acute Imflammatory Mediasi oleh antibody, dipicu oleh infeksi virus atau bakteri
Demyelinating sebelumnya, gamabaran elektrofisiologis berupa demielinisasi,
Polyradiculoneuropathy remielinisasi muncul setelah reaksi imun berakhir, merupakan tipe
(AIDP) SGB yang sering dijumpai dieropa dan amerika.

 Acute Motor Axonal Bentuk murni dari neuropati aksonal , 67% pasien seropositive
Neuropathy (AMAN) untuk Campylobacteriosis , elektrofisiologi menunjukkan absen /
turunnya saraf motoric dan saraf sensorik , penyembuhan lebih
cepat, sering terjadi pada anak, merupakan tipe SGB yangsering
di Cina dan Jepang.

 Acute Motor Sensory Degenerasi myelin dari serabut saraf motoric dan sensorik , mirip
Axonal Neuropathy dengan AMAN hanya tipe ini juga mempengaruhi sensorik, sering
(AMSAN) kali terdapat pada dewasa.

 Miller Fisher Syndrome Merupakan kelainan yang jarang dijumpai, berupa trias ataxia,
(MFS) areflexia, dan oftalmoplegia, dapat terjadi gangguan
proprioseptif , resolusi dalam waktu 1-3 bulan.

 Acute Panautonomic Varian yang paling jarang dari SGB, mempengaruhi system
Neuropathy (APN) simpatis dan parasimpatis, gangguan kardiovaskular (hipotensi,
takikardi, hipertensi, disaritmia) , gangguan penglihatan berupa
pandangan kabur, kekeringan pada mata dan anhidrosis,
penyembuhan bertahap dan tidak sempurna, sering dijumpai juga
dengan gangguan sensorik.

Tabel 2.1 Subtipe dari Sindrom Guillain-Barre9

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala yang khas meliputi arefleksia, flaksiditas, dan kelemahan yang relative simetris
dimulai dari kaki dan naik hingga melibatkan lengan, tubuh, tenggorokan, dan wajah.
Progresivitas dapat terjadi dengan cepat, dalam beberapa jam atau beberapa hari, atau lebih
lambat, dalam beberapa minggu. Biasanya gejala dimulai dengan mati rasa atau parastesia
ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 13
pada tangan dan kaki , kemudian rasa lemah dan berat pada kaki, diikuti ketidak mampuan
naik tangga atau berjalan. Reflex tendon dalam negative walaupun kekuatan otot relative
terpelihara. Tanda objektif gangguan sensorik biasanya tidak terlalu menonjol dibandingkan
kelemahan yang dramatic. Insufisiensi bulbar dan respiratorik dapat terjadi dengan cepat.
Pemantauan ketat fungsi respiratorik penting dilakukan. Disfungsi saraf autonomic dapat
menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipotensi ortostatik, takikardia, dan aritmia lain, retensi
atau inkontinensia urine, retensi feses, atau episode berkeringat yang abnormal, flushing, atau
vasokontriksi perifer. Polineuropati ini sulit dibedakan dari sindrom medulla spinalis akut.
Terpeliharanya fungsi defekasi dan miksi, hilangnya reflex-refleks pada lengan , tidak adanya
suatu batas sensorik yang tegas, dan tidak adanya nyeri disekitar tulang punggung mengarah
kepada sindrom guillain barre. Varian saraf kranial dari sindrom guillain barre disebut varian
Miller Fisher, bermanifestasi sebagai ataksia, oftalmoplegia parsial, dan arefleksia.1,10

GBS merupakan penyakit trifasik yang ditandai dengan sebuah fase akut, fase plateau
dengan durasi waktu yang bervariasi, dan sebuah fase pemulihan yang dapat mencapai waktu
beberapa minggu hingga berbulanbulan. Gejala inisial biasanya mulai muncul diantara 1-4
minggu setelah terjadinya penyakit pernafasan atau saluran cerna. Fase yang pertama ditandai
dengan gejala yang progresif dan cepat, yang dapat berlangsung dalam hitungan jam atau
minggu. Pada kasus GBS tipikal, kelemahan ekstremitas bilateral progresif yang cepat
merupakan gejala utama dari kebanyakan pasien.4 Kelemahan ini biasanya dideskripsikan
sebagai ‘ascending’ (menjalar ke atas), dimulai dari ekstremitas bawah distal, namun dapat
juga dimulai dari lokasi yang lebih proksimal pada tungkai atau lengan. Hal ini dapat
bermanifestasi sebagai gangguan berjalan seperti menolak berjalan, berjalan dengan langkah
yang lebar, atau kesulitan saat berlari atau memanjat tangga. Sebagian kecil pasien datang
dengan keluhan paraparesis, yang dapat menetap selama perjalanan penyakit berlangsung.
Sebagian lainnya dapat mengalami keterlibatan nervus kranialis yang menyebabkan
kelemahan pada otot wajah, otot motorik mata, atau otot bulbar, seperti pada sindrom Miller
Fisher, yang kemudian dapat meluas melibatkan ekstremitas atas. Faseakut biasanya akan
bertambah berat dengan puncaknya pada dua minggu setelah onset dimulai. Instabilitas
otonom, termasuk disritmia jantung, hipotensi ortostatik, hipertensi, ileus paralitik, dan
disfungsi kandung kemih transien juga termasuk gejala yang umum dan dapat terjadi

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 14


kapanpun selama perjalanan penyakit berlangsung. Pasien harus dimonitor dengan ketat
karena instabilitas otonom dapat mengancam nyawa.4

2.7 Diagnosis
Diagnosis sindrom guillain barre tetap ditegakkan berdasarkan karakteristik klinis dan
pemeriksaan penunjang tambahan, bahkan setelah hampir satu abad setelah publikasi pertama
dari Georges Charles Guillain dan Jean-Alexandre Barré. Namun sindrom guillain barre tidak
memiliki karakteristik klinis yang patognomonik, dan hingga saat ini tidak ada biomarker
yang dapat membedakan sindrom guillain barre dengan gangguan yang menyerupai sindrom
guillain barre. Kriteria diagnostik sindrom guillain barre yang akurat sangatlah penting,
terutama pada fase awal perjalanan penyakit, masa dimana penatalaksanaan spesifik paling
efektif dan pasien membutuhkan monitoring untuk mencegah komplikasi yang mengancam
nyawa. Sejak tahun 1990, banyak penelitian menunjukkan variabilitas sindrom guillain barre
yang tinggi sehingga untuk membuat sebuah kriteria diagnosis yang dapat mencakup semua
jenis pasien sindrom guillain barre merupakan sebuah tantangan tersendiri. Kriteria diagnosis
pertama dipublikasikan pada tahun 1981 dan dimodifikasi oleh Asbury dan Cornblath pada
tahun 1990.9 Walaupun pada awalnya ditujukan untuk kepentingan penelitian, kriteria tersebut
mungkin masih merupakan kriteria yang paling luas digunakan dalam praktek klinis hingga
saat ini, lihat tabel 2.2 dibawah ini.

Ciri-ciri Klinis yang diperlukan untuk diagnosis Guillain Barre Sindrom

 Kelemahan motoric progresif dari ekstremitas bawah dan atas

 Arefleksia

Ciri-ciri Klinis yang mendukung kuat diagnosis Guillain Barre Sindrom

 Progresivitas tanda dan gejala setiap harinya, dapat mencapai hingga 4 minggu

 Tanda dan gejala yang relatif simetris

 Adanya tanda atau gejala sensorik ringan

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 15


 Keterlibatan saraf kranialis (kelemahan wajah bilateral atau saraf kranial lainnya)

 Disfungsi otonom

 Tidak adanya demam pada onset

 Pemulihan mulai timbul 2-4 minggu setelah berhentinya progresivitas gejala

Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) yang mendukung kuat diagnosis GBS

 Peningkatan protein CSS dengan jumlah sel < 10 sel/μL

Hasil elektrodiagnostik yang mendukung kuat diagnosis GBS

 Konduksi saraf yang melambat atau terjadinya blokade*.

Tabel 2.2 kriteria diagnosis Guillain barre sindrom. 4

Brighton Collaboration mengembangkan sebuah definisi baru terhadap kasus guilain


barre sindrom, yang sebenarnya merupakan respons terhadap kemungkinan adanya hubungan
Antara guilain barre sindrom dengan musim vaksinasi flu babi H1N1 pada tahun 2009-2010.
Brighton Collaboration merupakan sebuah kolaborasi internasional yang disponsori oleh
World Health Organization untuk memfasilitasi pengembangan, evaluasi, dan diseminasi
definisi berbagai macam penyakit yang distandarisasi secara internasional, dengan tujuan
untuk meningkatkan keamanan vaksin. Brighton criteria ini juga menjelaskan tingkat
kepastian diagnosis berdasarkan oleh temuan pada pemeriksaan klinis dan tambahan, mulai
dari level 1 (tingkat kepastian diagnostik tertinggi) hingga level 4 (dilaporkan sebagai GBS,
kemungkinan akibat tidak memadainya data untuk klasifikasi lebih lanjut lihat pada tabel 2.3.
Walaupun diagnosis GBS cukup mudah, penegakkan diagnosis GBS pada anakanak, terutama
pada anak pra-sekolah, cenderung lebih sulit karena manifestasi gejala yang atipikal dan
pemeriksaan neurologis yang lebih sukar untuk dilakukan.4

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 16


Tabel 2.3 Kriteria Brighton dalam diagnosis guillain barre sindrom.4

Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase, yakni :

2.7.1 Fase Progresif

Pada umumnya, fase progresif berlangsung selama dua sampai tiga minggu
sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap yang dikenal sebagai “titik nadir”.
Pada fase ini timbul nyeri, kelemahan bersifat progresif dan gangguan sensorik.
Derajat keparahan gejala bervariasi dan tergantung seberapa berat serangan yang
muncul pada penderita. Penatalaksanaan secepatnya akan mempersingkat transisi
menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen.

2.7.2 Fase Plateau

Fase progresif akan diikuti oleh fase plateau yang stabil dimana tidak didapati
baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti namun derajat
kelemahan tetap ada sampai dimulai fase berikutnya, yaitu fase penyembuhan. Pada
pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat peradangan saraf serta kekakuan otot dan
sendi. Keadaan umum penderita sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan
khusus, serta fisioterapi. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang
hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Pengawasan terhadap tekanan
darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 17


perlu dilakukan dengan rutin. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Lama fase ini
tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan
setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama
beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.

2.7.3 Fase Penyembuhan

Fase yang terakhir adalah fase penyembuhan dimana terjadi perbaikan dan
penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibodi yang
menghancurkan mielin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf
mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk
membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal
dan optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang
beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan
penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap
menunjukkan gejala ringan sampai waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat
penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan laboratorium, dapat membantu
mengkonfirmasi pada masa awal perjalanan penyakit, namun terapi tidak boleh ditunda untuk
menunggu hasil, terutama karena hasil test dapat normal pada masa awal penyakit. Evaluasi
cairan serebrospinal dan elektromiografi merupakan dua pemeriksaan laboratorium yang
paling berguna dalam mengkonfirmasi diagnosis guillain barre sindrom. MRI tulang belakang
dengan kontras gadolinium juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan ajuvan jika diagnosis
masih dipertanyakan atau elektromiografi tidak tersedia.

2.8.1 Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal terutama bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis lain


dibandingkan untuk mengkonfirmasi guillain barre sindrom. Kombinasi meningkatnya
kadar protein dan jumlah sel pada cairan serebro-spinal (CSS), yang disebut sebagai
disosiasi sitoalbumin, dianggap sebagai tanda khas GBS. Walau demikian, hal ini
hanya terjadi pada 64% penderita GBS sehingga tidak boleh dijadikan acuan utama
ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 18
penegakkan diagnosis. Peningkatan kadar protein CSS terjadi pada kurang lebih 50%
pasien dalam 3 hari pertama setelah onset kelemahan dimulai, yang meningkat hingga
80% setelah minggu pertama.4

2.8.2 Elektromielografi

Studi konduksi saraf biasanya menunjukkan hasil yang normal pada fase awal
guillain barre sindrom. Abnormalitas mulai muncul pada >90% kasus guillain barre
sindrom dalam dua minggu setelah onset kelemahan motorik muncul. Studi konduksi
saraf dapat membantu membedakan antara subtipe polineuropati demielinisasi dengan
neuropati aksonal, dan dapat berkaitan dengan prognosis penyakit. Untuk
meningkatkan ketepatan diagnosa, dibutuhkan pemeriksaan pada setidaknya empat
saraf motorik, tiga saraf sensorik, gelombang F, dan refleks H. Pada polineuropati
demielinisasi inflamatorik akut, studi konduksi saraf menunjukkan tanda terjadinya
demielinisasi berupa pemanjangan latensi motorik distal, penurunan kecepatan
konduksi saraf, pemanjangan lantensi gelombang F, peningkatan dispersi temporal,
dan blokade konduksi.8 Sedangkan pada sub-tipe guillain barre sindrom neuropati
aksonal ditemukan penurunan amplitudo motorik, sensorik, atau keduanya.4

2.8.3 MRI

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira-
kira pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran
Cauda Equine yang bertambah besar.7,11

2.9 Tatalaksana
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk guillain barre sindrom,
pengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama pengobatan adalah mengurangi
gejala , mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan, dan memperbaiki prignosisnya.
Penderita pada stadium awal perlu dirawat dirumah sakit untuk terus dilakukan observasi
tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera dirawat di rumah sakit, untuk

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 19


mendapatkan perawatan, mendapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi.
Adapun penatalaksanaan yang adapat dilakukan adalah :

2.9.1 Sistem Pernafasan

Gagal nafas adalah penyebab utama kematian pada penderita sindroma guillain
barre. Pengobatan lebih ditujukan pada tindakan supportif dan fisioterapi. Bilaperlu
dilakukan tindakan trakeostomi, penggunaan alat bantu nafas (ventilator) bila vital
capacity turun dibawah 50%.

2.9.2 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi seputum dan kolaps
paru. Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan otot sendi. Segera
setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka fisioterapi aktif bias dimulai
untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot.

2.9.3 Imunoterapi

Tujuan pengobatan sindrom guillain barre ini untuk mengurangi beratnya


penyakit dan mempercepat kesembuhan ditunjukkan melalui system imunitas:

2.9.3.1 Plasma Exchange Therapy

Bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar.


Pemakaian plasmaparesis pada sindrom guillain barre memperlihatkan hasil
yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu
nafas yang sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah 2 minggu sejak munculnya gejala. Jumlah
plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10
hari dilakukan 4-5 kali exchange.7

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 20


2.9.3.2 Imunoglobulin IV

Intravenous Infussion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat


menetralisasi auto antibody patologis yang ada atau menekan produksi auto
antibody tersebut. Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping atau
komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan selama 2 minggu
setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB/hari selama 5 hari.7

2.9.3.3 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid


tidak mempunyai nilai atau tidak bermanfaat untuk terapi guillain barre
sindrom.7

Pada pasien dengan guillain barre sindrom ringan , dapat diberikan terapi supportif
dengan pemantauan ketat dan persiapan bila pasien secara klinis mengalami perburukan .
plasmaferesis diindikasikan pada kasus yang non-ambulatory , atau yang penyakitnya
berlangsung secara agresif. Derajat sakit guillain barre sindrom didasarkan pada skala
disabilitas dari Hughes. Pada guillain barre sindrom berat pasien memiliki skala >4. Lihat
pada tabel 2.4 dibawah.9

0 Sehat

1 Gejala minor dari neuropati, namun dapat melakukan pekerjaan manual

2 Dapat berjalan tanpa bantuan tongkat, namun tidak dapat melakukan pekerjaan
manual

3 Dapat berjalan dengan bantuan tongkat atau alat penunjang

4 Kegiatan terbatas di tempat tidur/kursi (bed/ chair bound)

5 Membutuhkan bantuan ventilasi

6 Kematian

Tabel 2.4 Skala disabilitas guillain barre sindrom menurut Hughes.9


ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 21
2.10 Prognosis
Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik , tetapi pada sebagian kecil
penderita dapat meninggal, atau mempunyai gejala sisa.7 Prognosis pada pasien anak baik.
Biasanya perbaikan terlihat dalam waktu 7-10 hari dan penyembuhan sempurna tanpa gejala
sisa , akan tetapi kadang-kadang penyembuhan berlangsung lama yaitu berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan . kematian disebabkan oleh kelumpuhan otot pernafasan.12

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 22


Daftar Pustaka

1. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatric. Edisi 4. Wahab SA, Muttaqin H,
Dany F,dkk. Jakarta: EGC;2010. Hal 870-75.
2. Salehiomran MR, Nikkhah A, Mahdavi M. Prognosis of guillain-barre syndrome in
children. Iran J Child Neurol. 2016;10(2):38-41.
3. Khisan KN, Roopanshi N. Role of Campylobacter jejuni Infection in the Pathogenesis
of Guillain-Barré Syndrome: An Update . BioMed Research International. 2013;1-13.
4. Reynaldo G, Desiree A. Efektivitas Immunoterapi dalam Tatalaksana Guillain-Barré
Syndrome pada Anak. Jurnal kedokteran meditek. 2019;25(3):107-114.
5. Winer BJ. An Update in Guillain-Barré Syndrome. Autoimmune Diseases. 2014:1-7.
6. Bloch SA, Akhavan M, Avarello J. Weakness and the Inability to Ambulate in a 14-
Month-Old Female: A Case Report and Concise Review of Guillain-Barre Syndrome.
Case Reports in Emergency Medicine. 2012:1-5.
7. Fitriany J, Heriyani N. Sindrome guillain barre. JKed N Med.2018;1(1):54-62.
8. William WH, Myron JL, Judith MS, Robin RD. Current diagnosis and Treatment in
Pediatrics. International edition 18th. North America :Lange Medical Books, McGraw-
Hill;2007. Hal 767-70.
9. Lukito V, Mangunatmadja I, Pudjiadi AH, Puspandjono TM. Plasmaferesis Sebagai
Terapi Sindrom Guillain-Barre Berat pada Anak. Saripedia. 2010;11(6):448-55.
10. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial. Edisi 6. Ikatan dokter anak Indonesia. Singapura: Elsavier;2014. Hal 749-51.
11. Burns TM. Guillain-Barre Syndrome. Seminars in neurology .2008;28:152-167.
12. Hassan R, Alatas H, Latif A, dkk. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Edisi 11.
Jakarta:percetakan info medika Jakarta;2007.hal 883-84.

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN 23

Anda mungkin juga menyukai