Anda di halaman 1dari 77

 Unsur utama saraf perifer :

 Akson
 Selubung mielin
 1 sel schwann menghasilkan 1 segmen mielin sepanjang akson  Internode  tiap internode
dipisahkan Nodus ranvier
 Diameter Akson dan Ketebalan Mielin  Kecepatan konduksi
 Rabaan dan sentuhan ringan : akson berdiameter besar, mielin tebal  konduksi cepat
 Temperatur: Akson berdiameter kecil dan tanpa mielin  konduksi lambat
KOMPONEN JARINGAN IKAT SARAF PERIFER
MOTOR UNIT
Reaksi Umum dari Motor Unit
KLASIFIKASI NEUROPATI PERIFER

 Neuropati Aksonal  jejas langsung


akson  degenerasi aksonal
(degenerasi wallerian)  penurunan
amplitude impuls saraf  atrofi
miofiber
 Neuropati Demielinisasi  kerusakan
sel schwann/mielin degenerasi
segmental menyisakan akson 
kecepatan konduksi saraf menurun
SEGMENTAL DEMYELINATION
AXONAL DEGENERATION AND MUSCLE FIBER ATROPHY

• Degenerasi aksonal  atrofi denervasi.


• Denervasi otot menyebabkan kerusakan
myosin dan aktin, dengan penurunan
ukuran sel dan resorpsi myofibrils.
NERVE REGENERATION AND REINNERVATION OF MUSCLE
PEWARNAAN HISTOKIMIA ATPase
Diseases of Peripheral Nerve

INFLAMMATORY NEUROPATHIES

INFECTIOUS POLYNEUROPATHIES

HEREDITARY NEUROPATHIES

ACQUIRED METABOLIC AND TOXIC NEUROPATHIES

TRAUMATIC NEUROPATHIES

TUMORS OF PERIPHERAL NERVE


Pola Neuropati Perifer
a. Polineuropati perifer
• Saraf yang terlibat multipel, simetris
• Akson hilang secara difus terutama
segmen distal saraf
• Parestesia mulai dari jari kaki  lutut
tangan (stoking and gloves)
• Ex : DM, guillain barre syndrome
b. Mononeuropati multiplek:
• Saraf yang terlibat multipel, asimetris
• SLE, vaskulitis, leptospirosis, sarcoidosis
c. Mononeuropati sederhana:
• Hanya melibatkan 1 saraf
• Trauma, terjepit, iskemia, inflamasi
• ex: CTS
INFLAMMATORY NEUROPATHIES

1. Sindrom Guillain Barre


 Respon autoimun akibat hilangnya “self tolerance”
 Etiologi: EBV, CMV, Campylobacter jejuni,
Mycoplasma pneumoniae
 Demielinisasi akut pada akson motorik yang progresif
menyebabkan ascending paralysis
 Kematian ec gagal nafas (2-5%)
 Respon imun dimediasi sel T, infiltrasi makrofag dan
limfosit Jejas di akar saraf segmen distal 
demyelination segmental yang diinduksi
 Terapi : Plasmaferesis (mengeluarkan antibodi yang
merusak)
Guillain-Barré neuropathy

Infiltrasi limfosit
makrofag
Mielin hilang sehingga jaringan saraf perifer
melonggar menyisakan akson
2. Poli (radiculo) neuropati Demielinisasi Peradangan Kronik
(Chronic Inflammatory Demyelinating)
 Demielinisasi simetris, kronik,
berulang
 Abnormalitas motoric: sulit
berjalan, kelemahan, baal, nyeri,
gatal.
 Immune mediated ex: SLE,
rematoid arteritis.
 Terapi: plasmaferesis, obat
imunosupresif
 Mikroskopis: segmen saraf yang
mengalami demielinisasi dan
remielinisasi.

“Axonal sprouting” : pertumbuhan myelin pada sel schwann


Demielinisasi
Neuropati Karena Penyakit Infeksi
1. Kusta (Mycobacterium leprae)
• Lepromatosa
• Demielinisasi  hilangnya sensasi
• Fibrosis endoneurial dan penebalan perineurial
• Polineuropati simetris terutama ekstremitas distal (karena suhu relatif dingin)  mendukung pertumbuhan
mikobakteri.
• Tuberkuloid
• Nodul dermal yang mengandung radang granulomatosa
• Akson, sel Schwann, dan myelin hilang,
• Fibrosis perineurium dan endoneurium
• Keterlibatan saraf lebih terlokalisir

2. Difteri
• Exotoxin difteri  disfungsi otot pernafasan  kematian

3. Virus Varicella-Zoster
• Infeksi laten menetap di dalam neuron ganglia sensorik
• Menginfeksi keratinosit  erupsi kulit berbentuk vesikel
• Degenerasi akson saraf sensorik ditemukan pada neuron yang mati
• Ditemukan infiltrat sel mononuklear , nekrosis fokal dan perdarahan.
HEREDITARY NEUROPATHIES
 Neuropati herediter adalah sekelompok kelainan
bawaan yang mempengaruhi sistem saraf perifer.
 Neuropati herediter dibagi menjadi empat subkategori
utama:
1. Hereditary motor and sensory neuropathies (HMSNs)
2. Hereditary sensory and autonomic neuropathies
(HSANs )
3. Familial amyloid polyneuropathies.
4. Peripheral neuropathy accompanying inherited
metabolic disorders
Hereditary motor and sensory neuropathies (HMSNs)

 Bentuk paling umum dari neuropati keturunan, gangguan ini mempengaruhi


baik kekuatan dan sensasi (neuropati sensorimotor).
 Penyebab nya oleh mutasi pada gen yang produknya terlibat dalam fungsi
saraf perifer. Mutasi yang berbeda dalam gen yang sama dapat menimbulkan
penyakit dengan berbagai fitur klinis.
 Neuropati herediter yang paling umum, HMSN I, menghasilkan demielinasi saraf
perifer dan memperlambat kecepatan konduksi aksonal.
Hereditary Motor and Sensory Neuropathy Type I
Charcot-Marie-Tooth (CMT)
Dejerine-Sottas Neuropathy (HMSN III)

 Penyakit Dejerine-Sottas adalah gangguan


neurologis yang diturunkan yang secara progresif
mempengaruhi mobilitas.
 Saraf perifer menjadi membesar atau menebal
yang menyebabkan kelemahan otot.
 Gejala berupa rasa sakit, lemah, mati rasa, dan
kesemutan, tusukan atau rasa terbakar di kaki.
 Penyakit Dejerine-Sottas diwariskan sebagai sifat
dominan  Kehilangan myelin yang berulang
(selubung pelindung yang mengelilingi saraf) Figure 3. Three axons surrounded by a group of Schwann
cells and their concentrically arranged processes. Each
 Faktor keturunan adalah 50% untuk setiap axon is individually surrounded by a myelin sheath (5,000
x).
kehamilan terlepas dari jenis kelamin anak
Hereditary sensory and autonomic neuropathies
(HSANs )
ACQUIRED METABOLIC AND mikrovaskuler : penebalan dinding pembuluh
darah
TOXIC NEUROPATHIES

Neuropati Perifer Diabetik demielinisasi


 Etiologi: akumulasi produk glikosilasi protein, ROS,
hiperglikemia, perubahan mikrovaskuler 
mengubah metabolisme aksonal
 Mikroskopis: degenerasi aksonal dan demielinisasi
muncul bersamaan.
 Neuropati autonom: perubahan system
pencernaan, kandung kemih, jantung, fungsi
seksual
Penebalan
 Radikulopati lumbosacral: kelemahan extrimitas dinding
bawah dan atrofi otot Mielin menipis endoneurial
 Polineuropati sensori motorik distal simetris:
 Paling sering
 Akson sensori >> motorik  parestesia dan
ba’al
Neuropathies Associated with Malignancy

 Infiltrasi langsung atau kompresi saraf perifer oleh tumor  mononeuropathy  gejala
kanker
 Neuropati paling sering dikaitkan dengan kanker paru-paru, sebanyak 2% sampai 5%
orang dengan kanker paru-paru memiliki bukti klinis dari neuropati perifer
 Jenis yang paling umum adalah neuropati sensorimotor yang ditandai oleh
kelemahan dan defisit sensorik yang sering lebih menonjol pada ekstremitas bawah
 Neuropati sensorik murni hadir dengan mati rasa dan parestesia yang dapat
mendahului diagnosis keganasan dalam 6 sampai 15 bulan
 Paraneoplastic Syndrome (PNS) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada
gangguan yang menyertai tumor jinak atau ganas.
Toksik Neuropati
 Neuropati perifer dapat terjadi setelah terpapar bahan kimia industri atau lingkungan,
racun biologis, atau obat-obatan terapeutik.
 Yang menonjol di antara bahan kimia lingkungan adalah logam berat, termasuk
timbal dan arsenik (Bab 9). Selain itu, banyak senyawa organik yang diketahui
beracun bagi sistem saraf perifer, yang menyebabkan neuropati perifer
 Vinblastine, vincristine, paclitaxel, kolkisin, isoniazid, alkohol, merkuri, timbal
 Menghambat konduksi saraf pada akson
 Akson terpanjang paling rentan  extrimitas distal
TRAUMATIC NEUROPATHIES
Kelainan Neuromuscular Juction
 Ruang pemisah sinaps ujung saraf
dan serabut otot
 Impuls saraf  depolarisasi
membran saraf  influks Ca2+ 
pelepasan asetilkolin ke celah sinap
 ditangkap reseptor post sinaps 
influks Na+  depolarisasi dan
kontraksi otot
1. Miastenia Gravis

 Autoantibodi memblok reseptor asetilkolin pasca sinaps pada motor end plates  degradasi reseptor  kelemahan
otot
 Gejala: ptosis (dropping eyelids), diplopia (kelemahan otot ekstraokular)
 intoleransi self antigent  pertumbuhan sel B dan sel T autoreaktif
 60% berhubungan dengan hyperplasia reaktif sel B intratimus yang abnormal
 20% berhubungan dengan Timoma
 Terapi: obat inhibitor kolinesterase dan imunosupresi, plasma feresis, timektomi (pasien dengan lesi timus)
2. Sindrom Lambert-Eaton

 Autoantibodi menghambat kanal Ca2+


prasinaps
 50% berhubungan dengan Small cell
lung carcinoma
 Terapi: plasmaferesis, obat imunosupresif.
 Stimulasi elektrofisiologi  meningkatkan
neurotranmisi dan stimulasi berulang.
OTOT RANGKA

 Embriogenesis  diferensiasi sel prekursor / satelit 


mononukleat (myoblasts)  fusi  miotube multinukleat
 myofibers (serat otot)
 Miofibers ini tersusun dalam fascicles yang masih memiliki
sel satelit untuk regenerasi otot setelah cedera
Kelainan Otot Rangka
 Serabut otot rangka tersusun seperti papan catur
 Tipe I  aerobik, kontraksi lambat
 Tipe II  anaerobic, kontraksi cepat
 Fungsi kedua tergantung pada :
 Kompeks protein yang menyusun sarkomer
 Kompleks distrofin dan glikoprotein
 Miopati ditandai oleh:
 Nekrosis segmental
 Regenerasi serabut otot
 Infiltasi sel radang
 Inklusi intra sel
 Fibrosis endomisium
 Perlemakan
Atrofia Serabut Otot

Etiologi : 


Kehilangan inervasi
Otot yang lama tidak digunakan
 Penuaan
 Cachexia
 Miopati primer

Etiologi Lain :  Atrofi akibat penyakit neurogenik


 Atrofi perifasikularis (ex:
dermatomiositis)
 Atrofi myofiber tipe II dengan
pengurangan jumlah myofiber
tipe I (ex: terapi kortikosteroid
jangka panjang)
Atrofi Otot ec Neuropati
Denervasi/ Kehilangan inervasi
myofiber

Atropi myofiber

Sisa akson dapat menginervasi


sebagian besar myofiber

Pembesaran myofiber yang tersisa dan


berubah menjadi 1 tipe saja.

Reinervasi

Ukuran myofiber kembali normal tetapi


tipe serat dapat berubah (distribusi
papan catur hilang)
Miopati primer
• Gambaran Miopati:
• Miofiber mengalami degenerasi dan
regenerasi segmental, sebagian
mengalami nekrosis.
• Hipertrofi miofiber (ex; adaptasi
fisiologis)
• Degenerasi myofiber:
• Pelepasan sitoplasma,
• Pelepasan enzim seperti kreatin
kinase (penanda kerusakan otot)
• Komponen lain seperti sarkomer 
Miofagositosis oleh makrofag
• Penyakit miopati kronis  fibrosis
endomisium (penumpukan kolagen),
hilangnya miofiber dan digantikan oleh
perlemakan.
• Regenerasi dengan: fusi sel satelit
Otot Yang Tidak Terpakai Pajanan Glukokorticoid
 Miofiber tipe II >> miofiber tipe I  Endogen glukortikoid ex: sindrom
 Bersifat fokal cushing (kortisol)
 Ec: patah tulang, berbaring lama  Exogen glukortikoid ex :
betametason, dexametason,
prednisolone, metilprednisolon,
triamsinolon.
 Harus pajanan jangka panjang
 Degradasi otot melalui
katabolisme protein secara
sistemik
Kelainan Otot Rangka Dapatan

Miopati Inflamatorik

Miopati Toksik
Miopati DERMATOMIOSITIS POLIMIOSITIS MIOSITIS “INCLUSION
BODY”
Inflamatorik  Onset: usia 7 tahun atau
mulai dekade ke 4-6


Onset: dewasa
Klinis: kelemahan otot


Onset: >50 tahun
Klinis: kelemahan otot
 Klinis: kelemahan otot proximal simetris, mialgia, progresif terutama otot paha
proximal (sulit bangkit dari inflamasi otot jantung dan bagian depan dan bagian
kursi, mendaki), perubahan otot pernafasan (tanpa distal extrimitas atas, jarang
ungu muda di kelopak mata keterlibatan kulit dan ditemui disfagia,
(ruam heliotrope), bercak vakulopati) peningkatan kreatin kinase
merah kehitaman di siku  Etiologi: sel T sitotoksik CD 8+ ringan.
dan lutut (papulla gottron),  Morfologi: sel radang  Etiologi: antibody cN1A
disfagia (peradangan otot mononuklear di  Morfologi: sel T sitotoksik CD
esofagus dan orofaring) endomisium, degenerasi, 8+ di endomisium, ekspresi
 Etiologi: auto antibodi regenerasi ,nekrosis dan antigen MHC kelas I di
(antibodi Anti-M2, anti-Jo1, atrofi miofiber distribusinya sarkolema,
anti-P155/p14)  acak (tanpa atropi  Tanda Khas: abnormal inklusi
vaskulopati dan perifasikular ) sitoplasma (vacuola
talangekstasis di otot  berbingkai/ “rimmed
pengendapat komplemen vacuola”), fibrosa
membran attack compleks endomisium, penggantian
(C5b-9) di kapiler. oleh jaringan lemak.
 Morfologi: sel radang
mononuklear (terutama sel T
helper CD4+) di perimisium
dan perivaskuler, atropi
miofiber di perifasikuler,
nekrosis dan regenerasi
segmen miofiber.
DERMATOMIOSITIS Atropi miofiber dan
sebukan sel
radang
perifasikular

Heliotrope Rash

Infiltasi sel
radang di
endomisium

POLIMIOSITIS MIOSITIS “INCLUSION BODY”


Miopati Toxic
Obat-obatan
• Statin (simvastatin, atorvastatin)  1.5% pasien  berhubungan dengan
genetik metabolisme statin
• Kloroquin dan hidrokloroquin  jangka panjang  menginduksi autoimun
sistemik, merusak lisosom  vakuolisasi myofiber tipe I, pada mikroskop
elektron memperlihatkan lamelar bodies dan curvilinear bodies.

Miopati Defisit Miosin/ Miopati ICU


• Pasien Icu yang diterapi kortikosteroid degradasi sarkomer-miosin-
filamen tebal  kelemahan otot
Disfungsi tiroid
• Tirotoxikosis/hipertiroid  kelemahan otot proximal kronis, exoftalmus,
opthalmoplegia (pembengkan kelopak mata, edema konjungtiva,
diplopia)
• Hipotiroid  kram dan nyeri otot, reflek gerakan menurun, atrofi miofiber,
dengan penumpukan agregrat glikogen, mucopolisakarida di jaringan
ikat.
Alkohol
• Gejala ringan berupa mialgia, berat rhabdomiolisis, mioglobinuria,
gagal ginjal akut.
Kelainan Otot Rangka Yang Diturunkan
Distrofi Muskular
• Normal saat lahir
• Jejas otot progresif
• Mutasi pada gen limb-girdle (Limb-girdle muscular
dystrophy/LGMD) , gen distrofin (DMD,DMB)

Distrofi Muskular Kongenital


• Onset awal dan progresif
• Berhubungan dengan lesi SSP

Miopati Kongenital
• Sering mengenai perinatal atau anak-anak
• Defisit otot relatif statis
Distrofi Muskular Kongenital
Duchenne Muscular Dystrophi
dan Becker Muscular Dystrophi
DMD
DELETION
• Insidensi: 1:3500 kelahiran anak laki-laki
• Gejala klinis muncul ≥ 5 tahun.
• Lumpuh  meninggal dewasa muda
• Deletion  frameshift mutation
• Gen distrofin tidak terbentuk

BMD
• Klinis lebih ringan dari DMD
• Masih memiliki protein distrofin walau
defektif/cacat (lebih pendek dari normal)
• Onset remaja  progresifitas lebih lambat
dibandingkan onset pada anak-anak.
DISTROPIN
 Dystrophin : protein sitoplasma berbentuk batang, protein
yang terletak di antara sarcolemma dan lapisan terluar
myofilaments yang menghubungkan sitoskeleton serat otot
dengan matriks ekstraselular melalui membran sel.
 Ditemukan di: otot rangka, saraf perifer, otak, otot jantung.
 Membentuk kompleks dengan Distrofin-glikoprotein
 Gen distrofin: ukuran besar mudah mutasi (delesi, mutasi
titik, frame shift)
 Fungsi:
 Stabilitas mekanis pada myofiber dan membran sel
selama kontraksi otot
 Membantu transmisi sinyal sel otot
 Defek kompleks Distrofin-Glikoprotein:
 Membran otot rentan sobek selama kontraksi  influk
kalsium berlebihan  degenerasi myofiber
 Menganggu transmisi sinyal sel otot
Duchenne Muscular Dystrophi
dan Becker muscular Dystrophi
 E.c. mutasi gen distropin pada lengan pendek kromosom X (Xp21)
 distropinopati
 Mutasi X-link jika mengenai perempuan (carrier)  gejala lebih
ringan /asimptomatik
 1/3 kasus terjadi mutasi spontan (bukan x-link)
 Histologis:
 Distrofi muskular dan nekrosis miofiber
 Degenerasi segmental miofiber yang progresif (kecepatan
degenerasi >> kecepatan regenerasi)
 Ukuran miofiber bervariasi (myofiber atrofi sampai myofiber
hipertrofi)
 Jaringan otot digantikan jaringan fibrosis (sel kolagen) dan
lemak
 Miofagositosis
 Jika mengenai otot jantung  kardiomiopati
 Hipertrofi miofibril dengan derajat bervariasi
 Fibrosis interstisial
Duchenne
Muscular
Dystrophy

Degenerasi miofiber (pink)


Regenerasi miofiber (keunguan)
Hipertrofi miofiber
(pseudohypertrophy)
Sebukan sel radang kronis
Jaringan adiposa
Peningkatan jaringan ikat / fibrosis
endomisium
Gomori trichrome stain.
normal DMD DMB
IHC distropin:
Normal: adanya pola pewarnaan sarcolemma
DMD: tidak adanya pola pewarnaan sarcolemma
DMB: pewarnaan sarcolemma yang kurang
Distrofia Muskular Autosomal dan X-link

Distrofia Miotonik

Distrofia Muskular Emery-Dreifuss (DME)

Distrofia Muskular Limb Girdle

Distrofia Fasioskapulohumeral
Distropi Miotonik
 Autosomal dominan
 Klinis: kelemahan otot skelet dan otot wajah (ptosis dan bibir
turun), atropi otot temporalis, katarak, endokrinopati
(hipotiroidisme, resistensi insulin), kardiomiopati
 Tanda khas : kontraksi otot yang secara tidak sadar dan terus
menerus (sulit melepas genggaman)
 Pengulangan trinukeotida “CTG” pada gen DMPK
(Dystrophia Myotonica Protein Kinase) sampai ribuan kali
(normal 30x pengulangan)  semakin panjang
pengulangan  semakin berat manifestasi klinis
 Defek gen ClC1 (mengatur kanal kloride)  tidak ada
relaksasi/kontraksi terus menerus
Miotonik Distropi
Variasi
fibrosis ukuran
miofiber

central nuclei

Nukleus yang berderet


panjang
Emery Dreifuss Muscular Dystrofi (EMD)
 Onset 5-15 tahun
 EMD1
 X-link (kromoson Xq28)
 Mutasi gen yang mengkode protein emerin
 Keterlibatan jantung (aritmia, bradikardia, palpitasi) dan retardasi mental
 EMD2
 Autosomal dominan (kromosom 1q)
 Mutasi gen yang mengkode lamin A/C
 Kelemahan otot skelet tendo dan kontraktur achiles
 Fungsi protein emerin dan lamin A/C  protein penstabil membran
nukleus otot selama kontraksi / stress mekanik.
 Trias:
 Kelemahan scapulo humeroperoneal (humerus dan fibula) progresif
 Kardiomiopati dan aritmia  kematian 40%
 Kontraktur tendon achillers, tulang belakang, lutut dan siku.
Muskular Distrofi Limb Girdle
6 tipe  autosomal dominan
 15 tipe  autosomal resesif
 Klinis: Kelemahan otot proximal batang tubuh
dan extrimitas.
 Beberapa mutasi yang melibatkan
 kompleks distrofin-glikoprotein
 Protein transport dan perbaikan membrane sel
setelah cidera (kaveolin-3 dan disferin)
 Protein sitoskeletal
Distrofi Facioscapulohumeral
 Onset <20 tahun
 Autosomal dominan
 Delesi
region kromosom 4q35 
Overekspresi gen DUX4
 Klinis:
 Kelemahan otot terutama wajah  ptosis,
wajah seperti depresi atau marah, sulit
mengeja huruf M, B, P,
 Kelemahan
bahu dan lengan atas  sulit
mengangkat tangan.
Atrofi otot spinal
 Autosomal resesif
 1:6000 kelahiran
 Mutasi gen SMN 1 (survival of motor
neuron-1)  defek motor neurons di
spinal cord  atrofi otot berat
bercampur dengan miofiber yang
hipertrofi dan yang normal.

Atrofi
Jarang
myofiber
hipertrof
i
myofibe
r
Miopati RAGGED RED
FIBER
Mitokondrial
 Mutasi mtDNA  defek
mitokondria dalam
menghasilkan ATP 
kelemahan otot, rhabdomyolisis
 peningkatan kadar kreatin
kinase serum
 Mutasi terkait X-link
 Morfologi: agregasi mitokondria
abnormal berupa granullar Abnormal
kemerahan subsarkolema mitokondria
“RAGGED RED FIBER” membentuk cincin
membran konsentris
“phonograph
records”
TUMOR SELUBUNG SARAF
PERIFER
Schwannoma

Neurofibroma
Malignant Peripheral Nerve Sheath
Tumors (MPNST)
Neurofibromatosis tipe I dan II
SCHWANNOMA
 Tumor jinak differensiasi dari sel Schwann
 Salah satu komponen dari Neurofibroma
tipe II
 Bersifat sporadic
 Protein merlin (Neurofibromin
2 / schwannomin) yang di kode oleh gen
NF 2 (gen suppressor tumor) di kromosom
22 berfungsi untuk membatasi EGFR (tumor
suppressor protein) Mutasi gen NF-2 
hiperproliferasi sel schwann
 Makroskopis: massa abu-abu, berkapsul,
berbatas tegas, tertempel pada saraf
tanpa menginfiltrasi.
• Ciri sel schwann: inti memanjang spindle dan bergelombang /
melengkung
• Mikroskopis:
• Antoni A: seluller, padat eosinofilik, mengandung sel spindle dengan nucleus yang
tersusun palisading (▄) diantara “zona bebas nucleus” yang disebut Verocay
Bodies (▲)
• Antoni B: hiposeluler, longgar, sel spindle tersebat dengan matriks ekstraseluler yang
miksoid( pembentukan microcyst).
Hialinisasi
Antoni A pembuluh
darah

Antoni B
 Schwannoma yang tidak memiliki area Antoni B karena aktivitas
mitosis yang aktif  menyerupai sarkoma
 Perubahan degenerative: pleomorfisme nuclear, hialinisasi vaskuler,
perubahan mikrokistik, nekrosis, dan aktivitas mitosis.
 Klinis:
 kompresi saraf local atau struktur disekitarnya.
 Kebanyakan muncul di area cerebellopontine, menempel pada saraf
vestibular  tinnitus, tuli
 Pemeriksaan IHC  S-100
 Schwannoma dapat kambuh local jika tidak direseksi menyeluruh
 Transformasi ganas sangat jarang
NEUROFIBROMA
 Tumor jinak dari selubung myelin yang
lebih heterogen dari schwannoma
 Sifat:
 Single  mutasi sporadik
 Multipel  mutasi NF1
 Campuran dari: sel schwann, fibroblast,
kolagen.
 Patogenesis Neurofibroma : Mutasi NF1 
hilangnya Neurofibromin / protein merlin
 GTPase menurun  GTP tidak dapat
dihidrolisa menjadi GDP RAS aktif terus
menerus  proliferasi terus menerus.
Neurofibroma Kutaneus Neurofibroma Diffuse Neurofibroma Plexiform
Jenis Superfisial
Lesi di dermis atau subkutan Tumbuh menginfiltrasi dermis Lokasi dapat superfisial atau
Neurofibroma Lesi berbatas tegas berupa
dan subkutan, dan menekan
struktur lemak
dalam.

nodul bertangkai Berbentuk nodul yang


Peninggian kulit berupa plak berkapsul
Lesi dapat tunggal (mutasi yang lebar
sporadik) atau multiple (mutasi Melibatkan saraf besar atau
NF1) Dapat tumbuh dalam ukuran radiks
yang besar.
Morfologi: relative hiposeluler, Dapat berubah menjadi MPNST
terdiri dari sel schwann, Mutasi NF1 akibat delesi besar pada gen
bercampur sel spindle CD 34+, NF 1 (5-10%)
sel mast, fibroblast, dan Ciri morfologi : sama dengan
kolagen. neurofibroma kutaneus Morfologi: sama dengan
superfisial neurofibroma lainnya.
• Tumbuh ke dalam dan
Terdapat sel yang menyerupai meluas hingga ke fasikel
corpus Meissner disebut saraf, mengurung akson
pseudo-Meissner corpuscles yang terkait.
atau tactile-like bodies • Penebalan multiple dari
fasikel  gambaran “bag
of worms”
• Matriks ekstraselular
bervariasi dari longgar dan
myxoid (fibrosis dan
kolagen).
• Gabungan Kolagen
memperlihatkan gambaran
“shredded carrot”
pseudo-Meissner corpuscles

Infiltrasi fasikel
saraf

“bag of worms”
shredded carrot
Malignant Peripheral Nerve Sheath Tumors (MPNST)
 Nama lain: “Malignant schwannoma", "neurofibrosarcoma", and
"neurosarcoma"
 Hasil transformasi ganas dari Neurofibroma plexiform
 85%  high grade tumor (Poorly differentiated)
 Melibatkan saraf perifer di dada, abdomen, pelvis, leher.
 Tumor berbatas tidak tegas, menginfiltrasi sepanjang sumbu saraf
dan jaringan sekitar.
 Morfologi:
 Sel spindle atipik dengan kontur ireguler, inti berbentuk
bergelombang/ melengkung/koma, tersusun dalam fasikel,
sangat selular, variasi sel menyerupai “marmer”,
 Sering didapatkan mitosis, nekrosis, dan anaplasia nucleus,
 Divergent Differentiation (15% kasus) : adanya area fokus yang
menunjukkan diferensiasi kelenjar, cartilago, osseus, atau
rhabdomyoblastik Triton tumor
Neurofibromatosis Tipe I dan II
 Neurofibromatosis tipe 1
 Penyakit sistemik yang berhubungan dengan manifestasi non neoplastic pada
beberapa tumor ex: Neurofibroma, MPNST, glioma saraf optikus, glial tumors
lainnya, hamartoma, and pheochromocytomas.
 Isidensi 1:3000
 Autosomal dominan  mutasi gen NF1 (kromosom 17q11.2) yang mengkode
protein suppressor tumor neurofibromin
 Manifestasi klinis: mental retardasi, kejang, nodul berpigmen di iris (Lisch nodules),
dan macula kutaneus hiperpigmentasi (café au lait spots)
 Neurofibromatosis tipe 2
 Autosomal dominan  mutasi gen NF2 (kromosom 22q12) yang mengkode protein
suppressor tumor merlin/ Neurofibromin 2/schwannomin
 Insidensi 1: 40.000-50.000.
 Sering menyebabkan  schwannoma saraf ke 8 bilateral (saraf vestibulocochlear)
dan multiple meningioma
 Sering menyebabkan lesi non noeplastik:
 Schwannosis (pertumbuhan sel schwann di sumsum tulang belakang)
 Meningioangiomatosis (proliferasi sel meningen dan pembuluh darah di otak)
SOAL-SOAL
1. Anak laki-laki 12 tahun dibawa ke dokter oleh orangtuanya karena
timbul banyak bercak coklat dan benjolan kecil berdiameter 0.5- 1cm
di kulit ekstremitas atas. Dilakukan eksisi pada beberapa tumor dan
dilakukan pemeriksaan. Gambaran mikroskopoik menunjukkan
adanya proliferasi sel berbentuk kumparan sebagian dengan inti
melekuk, sitoplasma sebagian miksoid. Diagnosis apakah yang paling
tepat?
A. Schwannoma D. Lipoma
B. Neurofibroma. E. Fibroma
C. Benign fibrous histiocytoma
2. A 35 years old female with a soft nodule, 1cm in diamater, in her
lower left arm. Macroscopic picture showed a well circumsribed
mass, tan to white and glistering. Microscopis picture composed of
spindle cells with wavy appearing nuclei, arranged in a palisading
fashion. There were areas of hypercellular that alternate with areas of
hypocellular.
What is the diagnosis of the disease?
A. Neurofibroma D.Fibrolipoma
B. Fibrohistiocytoma E.Noduler Facsiitis
C. Schwannoma.
3. A 41-year-old man had an influenza-like illness for 1 week, followed 4
days later by rapidly progressive, ascending motor weakness requiring
mechanical ventilation. On physical examination, he is now afebrile
and has 3/5 motor strength in his extremities. A lumbar puncture is done
and yields clear, colorless cerebrospinal fluid under normal pressure. This
fluid has a slightly elevated protein concentration, but a normal glucose
level, and a cell count with only a few mononuclear cells. He recovers
in 3 weeks. If lymphocytic infiltrates were seen in peripheral nerves
along with segmental demyelination at the time he initially saw his
physician, what would be the most likely diagnosis?
A Amyotrophic lateral sclerosis
B Guillain-Barré syndrome.
C Multiple sclerosis
D Varicella-zoster virus infection
E Vitamin B12 (cobalamin) deficiency
4. Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke rumah sakit mengeluh
kesulitan mendengar yang semakin parah dalam beberapa tahun
terakhir. Pemeriksaan fisik menunjukan defisit sensori neural mendengar
bilateral. MRI menunjukan adanya tumor pada angulus cerebropotin
bilateral yang sesuai dengan schwannoma. Riwayat keluarga dari garis
ibu menunjukan adanya tumor jinak seperti low grade glioma &
meningioma. Apakah diagnosis yang paling mungkin ?
A. neurofibromatosis tipe I
B. Neurofibromatosis tipe II.
C. MPNST
D. Neurofibroma
TERIMAKASIH
Onset Awal Gejala Lanjutan Degenerasi Progresif
Keterlambatan berjalan saat Degenerasi otot digantikan Kematian disebabkan karena
balita  tidak bisa mengikuti gagal nafas, decomp cordis,
langkah temannya.
jaringan adipose dan
fibrosis endomisium pneumonia (usia rata-rata 25-
Kelemahan otot terutama 30 tahun)
pada pelvis  meluas ke otot Kontraktur sendi, skoliosis,
bahu hiventilasi saat tidur,
lumpuh.
Pseudohipertrofia
(pembesaran myofiber otot Kreatin kinase tidak ada
betis)
Jantung: CHF, aritmia
Kadar keratin kinase masih maligna
tinggi
SSP: gangguan kognitif,
Kardiomiopati terisolasi / retardasi mental
asimptomatik Usia rata-rata
ketergantungan kursi roda
±9,5 tahun.
REAKSI DARI SERAT OTOT
Perubahan patologis dapat terlihat pada miopati serta penyakit yang sekunder melibatkan sel-
sel otot. Bentuk reaksi yang paling umum termasuk yang berikut:
 Nekrosis segmental, penghancuran sebagian panjang miosit, dapat diikuti oleh
myophagocytosis karena makrofag menginfiltrasi region. Hilangnya serat otot pada
waktunya menyebabkan pengendapan kolagen dan infiltrasi lemak yang ekstensif.
 Pengeringan, perubahan dalam protein struktural atau organel, dan akumulasi deposit
intracytoplasmic dapat dilihat pada banyak penyakit.
 Regenerasi terjadi ketika sel-sel prekursor satelit berproliferasi dan menyusun kembali bagian
serat yang hancur. Hipertrofi serat terjadi sebagai respons terhadap peningkatan beban,
baik dalam pengaturan olahraga atau dalam kondisi patologis di mana serat otot terluka.
 Hipertrofi serat terjadi sebagai respons terhadap peningkatan beban, baik dalam
pengaturan olahraga atau dalam kondisi patologis di mana serat otot terluka.

Anda mungkin juga menyukai