Anda di halaman 1dari 93

Penyakit

Neuromuscular
dan Neuropati

Dept. Neurologi
FK UNUSA – RSI Jemursari Surabaya

1
SISTEM SUSUNAN SARAF
• SUSUNAN SARAF
PUSAT
– OTAK
– MEDULA SPINALIS

• SUSUNAN SARAF TEPI


– SARAF KRANIAL
– SARAF SPINAL

2
Pendahuluan
• Penyakit neuromuscular dan neuropati termasuk kelainan
pada sistem saraf tepi.

• Letak kelainannya dimulai dari inti saraf yang bersangkutan


sampai dengan otot yang dipersarafi.

3
Pendahuluan
• Kelainan sistem saraf tepi adalah kelainan saraf yang
memberikan gejala neurologis berupa kelumpuhan flaksid
dan atrofi otot.

• Pada pemeriksaan fisik akan dijumpai adanya reflex fisiologis


yang menurun tanpa disertai reflex patologis.

4
Gejala kelainan susunan saraf:
• Saraf pusat  UMN
• spastik
• Refleks fisiologis :
• Refleks patologis : (+)
• Refleks cutaneus superfisialis : (-)
• Atrofi : (-)
• Saraf tepi  LMN
• Flaksid
• Refleks fisiologis : 
• Refleks patologis : (-)
• Refleks cutaneus superfisialis : (+)
• Atrofi : (+)
5
SISTEM SARAF
TEPI

6
Beberapa penyakit yang sering terjadi pada kelainan sistem
saraf tepi, antara lain:
• Saraf cranialis: parese n. VII perifer (Bell’s palsy)
• Saraf spinalis :
• Cornu anterior  poliomyelitis dan ALS
• Radix saraf spinalis  radiculopati
• Pleksus Brachialis dan Lumbosacral  trauma dan radiasi
• Saraf tepi 
• General : polineuropati, Guillain Barre Syndrome (GBS)
• Mononeuropati : Carpal Tunnel Syndrome (CTS), Saturday Night palsy,
Tarsal Tunnel Syndrome, Peroneal palsy
• Neuromuscular junction : Myasthenia Gravis, Lambert Eaton
Syndrome
• Otot: Duchenne Muscular Dystrophy
7
HORNER SYNDROME

Dept. Neurologi
FK Unusa – RSI Jemursari Surabaya

8
Definisi
Suatu sindrom yang timbul akibat adanya kerusakan
system saraf simpatis yang memberikan inervasi
pada daerah wajah dan mata.

9
Etiologi

• Lesi yang mengenai jaras simpatis di daerah cervical, antara


lain:
• Tumor yang mengenai myelum dan radiks saraf C8-Th1
• Radikulopati C8-Th1
• Tumor yang mengenai a. carotis

10
Gejala klinis
• Anhidrosis pada wajah ipsilateral
• Ptosis
• Enophtalmus
• Miosis

 digunakan sebagai dasar diagnosis

11
Tata Laksana
• Bila etiologinya tumor  operasi
• Radikulopati  immobilisasi, obat-obatan anti nyeri muscle relaxant,
operasi

12
NEUROFIBROMATOSIS

Dept. Neurologi
FK UNUSA – RSI Jemursari Surabaya

13
Definisi
• Merupakan bagian dari sindrom neurokutaneus,
yaitu kelainan kulit dan saraf
• Suatu kelainan herediter yang sifatnya autosomal
dominan

• Dibagi 2 tipe:
• Tipe I von Recklinghousen’s disease
• Tipe II  bilateral acoustic neuronoma

14
Etiologi

• Kelainan genetik berupa mutasi pada


• kromosom 17q11.2 (tipe I)
• Kromosom 22q11-22q12 (tipe II)

15
Gambaran Klinis
• Von Recklinghouse’s disease memberikan gejala:
• Café au lait  macula kulit kecoklatan, bentuk oval, batas tegas, diameter 10mm
• Lisch nodule
• Multiple neurofibroma
• Gejala neurologi yang menyertai antara lain:
• Megalencephaly
• Meningocele
• Tumor otak/medulla spinalis
• Learning disability
• Epilepsi
• Retardasi mental
16
Penatalaksanaan

• Sesuai gejala yang timbul

17
NEUROPATI

Dept. Neurologi
FK UNUSA – RSI Jemursari Surabaya

18
Batasan

• Kelainan sistem saraf perifer (neuropati) mempunyai gambaran klinis


dan penyebab yang bervariasi.
• Kelainan yang terjadi mungkin terlokalisir di proksimal atau distal
sepanjang saraf,
• Bisa mempengaruhi saraf secara difus atau individual,
• Terkait serat motorik, sensorik atau otonom,
• Dan mungkin secara primer mempengaruhi myelin atau akson.

19
• Neuropati adalah penyakit atau cedera dari saraf sensorik, motorik
atau otonom perifer.
• Neuropati bisa terjadi secara simetris (polineuropati), terjadi pada
satu saraf saja (mononeuropati), atau terjadi dalam kondisi tersebar
beberapa saraf (neuropati multifokal).

20
Patogenesa
• Saraf perifer terdiri dari inti yang aktif secara elektrik (akson) dan
bagian luar yang terdiri dari jaringan lemak (myelin).
• Keutuhan akson sangat penting untuk potensial aksi baik saraf
motorik maupun sensorik.
• Cedera apapun pada akson bisa memblok transmisi impuls.
• Myelin juga penting untuk transmisi impuls yaitu untuk memperkuat
kecepatan konduksi.
• De-myelinisasi akan memperlambat kecepatan konduksi saraf.

21
Klasifikasi
Secara patologis, cedera saraf bisa dibagi menjadi:
1. Degenerasi neuronal: terjadi karena kerusakan pada tubuh
sel saraf motorik atau sensorik
2. Degenerasi Wallerian: terjadi karena kerusakan akson di
tubuh sel, dengan degenerasi distal dari cedera
3. Degenerasi aksonal: terjadi karena kerusakan akson yang
menyeluruh.
4. De-myelinasasi segmental: terjadi karena kerusakan
selubung myelin tanpa cedera akson.

22
Klasifikasi
Menurut waktu (onset), neuropati dibagi menjadi:
1. Akut.
2. Subakut.
3. Kronik.
Menurut gejala, neuropati dibagi menjadi:
1. Neuropati motorik.
2. Neuropati sensorik.
3. Neuropati otonom.
4. Neuropati campuran.
23
Klasifikasi
Menurut distribusi/lokasinya, neuropati dibagi menjadi:
1. Distal (radikulopati) atau proksimal.
2. Simetris, asimetris (polineuropati) atau multifokal
(neuropati multifokal).
Pembagian lain seperti cedera selektif yang dialami:
1. Neuronopati/cedera pada tubuh sel dari akson
2. Radikulopati/cedera pada akar saraf tidak jauh dari sumsum
tulang belakang
3. Pleksopati/cedera pada pleksus lumbosakral atau brakhial. 24
Pendekatan Diagnosis Umum
1. Anamnesis yang komprehensif
2. Pemeriksaan fisik umum
3. Pemeriksaan neurologis
4. Pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang seperti tes darah (
serum elektrolit standar; kadar glukosa, kadar hemoglobin; kadar
magnesium, kalsium dan fosfat; kadar kreatin kinase; vitamin B12 dan
homosistein; darah lengkap; laju endap darah; tes fungsi tiroid, hepar, dan
ginjal)
5. Lumbal pungsi, penting pada diagnosis GBS dan variannya
6. Elektromyografi (EMG) dan pemeriksaan konduksi saraf (NCS)
25
Tatalaksana
• Tergantung penyebab

26
GUILLAIN BARRE
SYNDROME

Dept. Neurologi
FK Unusa – RSI Jemursari Surabaya

27
Subtipe GBS

1. Acute inflammatory demyelinating polyneuropathy (AIDP)


Temuan klinis: paralisis ascending, gejala sensorik ringan.
Temuan EMG/NCS: pada NCS ditemukan demyelinisasi, gelombang F
menghilang.

2. Acute motor axonal neuropathy (AMAN)


Temuan klinis: paralisis flasid, sering dengan infeksi Campylobacter
jejuni.
Temuan EMG/NCS: amplitudo motor berkurang, pemeriksaan
sensori normal.
28
Subtipe GBS
3. Acute motor sensory axonal neuropathy (AMSAN)
Temuan klinis: akut (<1 minggu, quadriparesis berat, sering
membutuhkan ventilator.

Temuan EMG/NCS: amplitudo motor berkurang atau menghilang,


amplitudo sensorik berkurang atau menghilang, pada EMG didapatkan
cedera aksonal.

4. Sindroma Miller Fisher


Temuan klinis: ataksia, arefleksia, ophthalmoplegia.

Temuan EMG/NCS: potensial aksi saraf sensorik menurun, konduksi


motor sering normal.
29
Temuan Klinis
• 85-90% adalah AIDP
• Kelemahan ekstremitas (>1 alat gerak) progresif + hipo/arefleksia (refleks
fisiologis)
• Onset 1-3 minggu setelah infeksi
• 70% keluhan awal: parestesi atau mati rasa (tebal) yang ringan pada tangan dan
kaki
• Kelemahan komplit dalam 2 minggu (>50% pasien) dan dalam 1 bulan (>90%
pasien)
• Kelemahan ASCENDING dimulai dari distal (gejala khas), meskipun paralisis
descending dengan kelemahan proksimal lebih dominan bisa terjadi
30
Temuan Klinis
• Kelemahan wajah (50% pasien AIDP) dan ophthalmoparesis dan neuropati
kranial yang lebih bawah bisa menyebabkan disartria dan disfagia
• Kelemahan yang simetris dan bervariasi dari quadriparesis flasid ringan
sampai berat.
• Pemeriksaan sensoris biasanya normal meskipun ada keluhan, dan gangguan
vibrasi distal yang ringan bisa didapatkan.
• Refleks fisiologis menurun atau hilang, tapi tonus sfingter normal.
• Bisa didapatkan impending gagal napas, dan pada pasien yang mengalami
gangguan otonom bisa terjadi aritmia kardiak, fluktuasi tekanan darah,
flushing atau berkeringat, dan abnormalitas dari gerakan gastrointestinal.
31
Diagnosis
• Anamnesis • Pemeriksaan Neurologi
• Penyakit berjalan mendadak, • Kelemahan tipe flasid mengenai
progresif, naik dari tungkai otot proksimal dan distal.
bawah ke anggota gerak atas. • Gangguan rasa raba, rasa getar,
• Faktor pencetus, misalnya dan rasa posisi lebih terkena
infeksi virus (infeksi saluran dibandingkan rasa nyeri dan suhu.
napas atas atau saluran • Gangguan saraf otak terutama N.
cerna). VII perifer, gangguan menelan (N.
IX, X) serta kadang-kadang
disertai gangguan otot
ekstraokuler.
32
Planning Diagnostik
1. Pemeriksaan darah rutin dan untuk infeksi, dan penyakit vaskuler
kolagen, serum elektrolit, faktor koagulasi, fungsi ginjal dan hepar
2. Elektrokardiografi
3. Chest X-Ray
4. Pungsi lumbal
Disosiasi sitoalbumin (kenaikan kadar protein tanpa diikuti kenaikan sel)
pada minggu kedua (pada minggu pertama kadar protein masih normal)
5. EMG

33
Diagnosis Banding
1. Myelopati akut, myelitis transversus.
2. Iskemik pada batang otak (contoh: sindroma locked-in).
3. Myasthenia gravis, intoksikasi botulinum.
4. Neuropati porfiria, neuropati difteri, multipleks mononeuropati,
neuropati toksik (contoh: organofosfat, arsenik).

34
Planning Terapi
1. Perawatan umum (5B)
ditujukan pada: Bila ada tanda-tanda
• Pernapasan (breathing), KELUMPUHAN OTOT NAPAS,
• Kontrol tekanan darah (blood harus secepatnya
pressure), dirujuk/dikonsulkan ke bagian
• Keseimbangan cairan & elektrolit
(bladder), anestesiologi.
• Nutrisi dan vitamin (bowel),
• Perawatan badan & kulit (body & Intubasi endotrakeal dikerjakan
skin care), bila kapasitas vital menurun 25-
• Mata dan mulut.
30% normal.

35
Planning Terapi
2. Pengobatan
• Imunoglobulin intravena/IVIG (0,4 g/kgbb/hari selama 5 hari), atau
• Plasmaferesis (5-6 kali dalam 1-2 minggu).

Keduanya sama efektif saat diberikan dalam 2 minggu awal setelah onset.
Terapi kombinasi keduanya tidak punya manfaat yang lebih baik.
Plasmaferesis lebih baik dihindari pada pasien yang hemodinamiknya tidak
stabil.
36
Prognosis
• Sebagian besar pasien GBS dapat kembali ke fungsi normal.
• 5% meninggal biasanya dari komplikasi gagal napas atau disfungsi
otonom.

37
CARPAL TUNNEL
SYNDROME

Dept Neurologi
FK Unusa – RSI Jemursari Surabaya

38
BATASAN
• Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah gejala neuropati
kompresi pada nervus medianus di pergelangan tangan,
ditandai dengan peningkatan tekanan dalam terowongan
karpal dan penurunan/gangguan fungsi saraf.

39
ANATOMI PERGELANGAN TANGAN

40
EPIDEMIOLOGI
• Prevalensi 2,7/1000 populasi
• Umur 30-50 tahun
• Wanita : pria = 5:1
• Penyebab: trauma, entrapment, inflamasi
• Faktor resiko:
-Hamil, premenstrual, menopause
-Rheumatoid arthritis, gagal ginjal, DM, kegemukan, hipotiroid, HT
-Trauma pada pergelangan tangan
-Pekerjaan dengan gerakan repetitif pada pergelangan tangan (mis: ibu
rumah tangga, penjahit, tukang ketik, buruh pabrik rokok, buruh cuci,
tukang cat, dll)
41
PATOFISIOLOGI

• Umumnya pada CTS terjadi penebalan fleksor retikulum


(transvere carpal ligament) disertai pembesaran tendon otot-otot
di pergelangan tangan tekanan terhadap N.medianus

• Tekanan yang berulang dan lama  peningkatan tekanan


intrakanal  kongesti vena intrakanal ggn.mikrosirkulasi 
iskemi N.medianus  timbul gejala klinis CTS

42
GEJALA KLINIS (1)

• Nyeri, kesemutan, mati rasa,


dan atau kelemahan pada
pergelangan tangan dan jari-
jari (terutama jari 1,2,3, & ½
radial jari ke-4).
• Nyeri dapat menjalar hingga
ke siku dan bahu.

43
GEJALA KLINIS (2)

• Pada kasus ringan keluhan tersebut hilang timbul dan sering


memberat pada malam hari.
• Keluhan berkurang dengan mengibaskan tangan (flick sign)
atau memijat tangan yang terkena
• Penurunan kekuatan cengkraman jari-jari
• Sensasi jari terasa bengkak
• Sulit melakukan pekerjaan detail dengan jari tangan seperti
menulis, mengikat sepatu

44
PEMERIKSAAN FISIK (1)

• Phalen’s test: penderita diminta fleksi tangan maksimal selama 60


detik  CTS (+) jika timbul kesemutan/mati rasa pada telapak tangan
dan atau jari-jari

45
PEMERIKSAAN FISIK (2)

• Tinnel’s test: perkusi pada terowongan karpal dg posisi tangan sedikit


dorsofleksi  CTS (+) jika timbul nyeri menjalar atau parestesia

46
PEMERIKSAAN FISIK (3)

• Pressure test: N.medianus ditekan di terowongan karpal dengan


menggunakan telunjuk/ibu jari. Jika dalam waktu <120 detik timbul
gejala CTS, maka tes ini menyokong diagnosis

47
PEMERIKSAAN FISIK (4)

• Flick sign: penderita diminta mengibas-ngibaskan tangan  CTS (+)


jika keluhan berkurang dg gerakan tsb
• Thenar wasting: pada inspeksi & palpasi dapat ditemukan atrofi otot
thenar
• Luthy’s sign (bottle’s sign): penderita diminta melingkarkan ibu jari
dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Jika kulit tangan tidak
dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, maka tes positif &
mendukung diagnosa
• Pemeriksaan kekuatan motorik jari-jari tangan
• Pemeriksaan sensibilitas telapak tangan dan jari-jari
48
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• EMG: penurunan kecepatan hantar saraf & masa laten distal


memanjang
• USG : melihat pembesaran diameter N.medianus
• X-ray pergelangan tangan: untuk menyingkirkan adanya fraktur,
kelainan sendi, dll
• CT-scan dan MRI: untuk kasus selektif, terutama yang akan dioperasi
• Lab: skrining faktor resiko (gula darah, DL, kadar hormon tiroid, dll)

49
DIAGNOSIS BANDING
• Tenosinovitis
• Rheumatoid arthritis
• de Quarvain syndrome
• Cervical radiculopathy
• Brachial plexopathy
• Pronator teres syndrome

50
TERAPI KONSERVATIF

• Istirahatkan pergelangan tangan


• Pemasangan bidai pada posisi netral
• Farmakologi:
-NSAID: mefenamat, ibuprofen, ketoprofen, dll
-Obat neuropatik: gabapentin, pregabalin
-Injeksi steroid lokal : triamcinolon
-vitamin B6 (piridoksin) 100-300mg/hari
• Fisioterapi

51
52
TERAPI PEMBEDAHAN

INDIKASI:
• Terapi konservatif dengan semua
modalitasnya gagal
• Atrofi otot-otot tenar
• Gangguan sensorik berat
• Didapatkan adanya tumor/massa
sebagai penyebab CTS

53
PENCEGAHAN CTS

• Mengurangi gerakan repetitif, gerakan kaku, atau getaran peralatan


tangan saat bekerja
• Desain peralatan kerja dibuat supaya tangan dalam posisi netral
• Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan
• Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja

54
55
PROGNOSA

• Pada kasus CTS ringan, terapi konservatif umumnya memberikan


prognosa baik
• Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif, maka
tindakan bedah dapat dilakukan
• Secara umum prognosa pembedahan juga baik

56
TARSAL TUNNEL
SYNDROME

Dept Neurologi
FK Unusa – RSI Jemursari Surabaya

57
ANATOMI
• Terowongan tarsal merupakan celah sempit yang terletak di bagian
medial pergelangan kaki.
• Terowongan tsb ditutupi oleh ligamen tebal (retinakulum fleksor).
• Struktur di dalamnya: arteri, vena, tendon, dan nervus tibialis
posterior.

58
59
BATASAN
• Adalah berbagai gejala yang timbul akibat penekanan atau kompresi
terhadap N.tibialis posterior di dalam terowongan tarsal.
• Merupakan salah satu penyebab tersering dari keluhan nyeri kaki dan
pergelangan kaki pada orang dewasa
• Mekanismenya serupa dengan carpal tunnel syndrome (CTS)

60
GEJALA KLINIS (1)
• Nyeri disertai rasa tebal/ kesemutan/ tersetrum /terbakar pada
bagian medial dan/atau tumit kaki

61
GEJALA KLINIS (2)
• Pada beberapa kasus nyeri dapat menjalar hingga ke telapak kaki, jari-
jari, maupun betis.
• Gejala memberat saat malam & setelah pasien berdiri lama, berjalan,
berlari, atau saat melakukan program olahraga yang baru
• Kadang didapatkan instabilitas pada kaki akibat kelemahan jari kaki

62
PEMERIKSAAN FISIK
• Tinnel’s test pada TTS:
- serupa dengan tes tinnel pada CTS
- dilakukan perkusi pada area bawah belakang dari malleolus
medial  timbul gejala TTS
• Pemeriksaan kekuatan motorik jari-jari kaki  pada beberapa
kasus didapatkan kelemahan musculus lumbricales. Jarang
didapatkan atrofi otot
• Pemeriksaan sensibilitas telapak kaki, tumit, bagian medial
pergelangan kaki

63
PENYEBAB & FAKTOR
RESIKO
• Flat feet
• Pembesaran struktur atau adanya massa
di dalam terowongan tarsal. Misal:
varicose vein, ganglion cyst, swollen
tendon, arthritic bone spur.
• Ankle injury
• Kegemukan/ obesitas
• Penyakit sistemik seperti DM & arthritis

64
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• EMG/NCV (electromyoghrapy/ nerve conduction velocity)


• MRI

65
DIAGNOSIS BANDING
• Rheumatoid arthritis
• Lumbar radiculopathy
• Polineuropathy DM

66
TATALAKSANA
•Istirahatkan kaki
•Kompres es
•Pemasangan bidai /splint pada pergelangan kaki
•Pemakaian sepatu khusus atau orthotic device
•Farmakologi:
-NSAID: mefenamat, ibuprofen, ketoprofen, dll
-Obat neuropatik: gabapentin, pregabalin, dll
-Injeksi steroid lokal : triamcinolon
-vitamin B6 (piridoksin) 100-300mg/hari
•Fisioterapi
•Bedah: jika tidak membaik dengan terapi konservatif atau
didapatkan massa sebagai penyebab TTS 67
MYASTHENIA GRAVIS

Dept. Neurologi
FK UNUSA – RSI Jemursari Surabaya

68
BATASAN
• Suatu penyakit autoimun yg disebabkan oleh gangguan imunologis
pada reseptor astilkolin di neromuscular junction (NMJ) pasca sinaps.
Pada MG, didapatkan antibodi terhadap reseptor asetilkolin sehingga
otot tidak mampu menerima sinyal dari saraf dan menyebabkan
kelemahan

69
EPIDEMIOLOGI
• Angka kejadian 20/100.000 populasi
• Wanita >> pria
• Usia 20-50 tahun
• Banyak pada ras Asian
• 10% pasien MG menderita tumor thymus
(thymoma)

70
PATOFISIOLOGI
• Adanya antibodi (Ab) yg menyerang reseptor asetilkolin (Ach)
menyebabkan blok teradap reseptor Ach & terjadi rapid endocytosis,
sehingga jumlah reseptor pada membran pasca sinaps menjadi
berkurang  penurunan efisiensi transmisi neuromuskular
• Pada beberapa pasien MG, bisa jg muncul Ab terhadap mucle-spesific
tyrosine kinase (MuSK)
• Dapat juga muncul Ab terhadap muscle protein titin dan ryanodine
pada pasien dengan thymoma.

71
72
73
GEJALA KLINIS (1)

Gejala khas:
• kelemahan otot yang fluktuatif
• memburuk seiring berjalannya hari
• memberat dengan aktivitas
• membaik dengan istirahat..

74
GEJALA KLINIS (2)

Pada 40% pasien :


• ptosis,
• diplopia,
• gangguan gerakan bola mata

Pada 15% pasien :


• kesulitan mengunyah,
• menelan, atau
• berbicara
75
GEJALA KLINIS (3)
Pada 10% kasus :
• kelemahan ekstrimitas
• kelemahan otot ringan pagi hari dan memberat jika siang,
seiring aktiitas
• Kelemahan otot tubuh dan ekstremitas proksimal lebih
berat daripada distal. Lengan lebih terkena daripada
tungkai.
• kelemahan bersifat progresif
• setelah 15-20 tahun kelumpuhan

Pada kasus berat: kelumpuhan otot napas


76
KLASIFIKASI berdasarkan Myasthenia Gravis Foundation of America
(MGFA)
Kelas I Adanya kelemahan otot okular & kelemahan pada saat
menutup mata. Kekuatan otot-otot lain normal
Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta
adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, ekstremitas, atau keduanya.
Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Kelas IIb Mempengaruhi terutama otot-otot orofaringeal, otot
pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota
tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.
Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular.
Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami
kelemahan tingkat sedang
Kelas III a Mempengaruhi otot-otot ekstremitas, otot-otot aksial, atau
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot
orofaringeal yang ringan
77
KLASIFIKASI berdasarkan Myasthenia Gravis Foundation of America
(MGFA)
Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot
ekstremitas, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat
ringan.
Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan
dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular
mengalami kelemahan dalam berbagai derajat
Kelas IV a Secara predominan mempengaruhi otot-otot ekstremitas dan
atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan
dalam derajat ringan
Kelas IV b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau
keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat
kelemahan pada otot-otot ekstremitas, otot-otot aksial, atau
keduanya dengan derajat ringan. Penderita
menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik

78
KLASIFIKASI menurut Osserman (1)
1. Ocular myasthenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia
sangat ringan dan tidak ada kematian
2. Generalized myasthenia
a) Mild generalized myasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan
meluas ke otot-otot skelet dan bulbar. Sistem pernafasan
tidak terkena. Respon terhadap obat baik.
b) Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon
terhadap obat tidak memuaskan.
79
KLASIFIKASI menurut Osserman (2)
3. Severe generalized myasthenia
a) Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan,
progresi penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon
terhadap obat kurang memuaskan, aktivitas penderita
terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma
b) Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II
progresif dari myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau
mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon
terhadap obat dan prognosis jelek
4. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita MG 80
Myasthenic Crisis

Kondisi dimana menjadi cepat buruknya klinis penderita


MG, hal ini dapat disebabkan oleh:
 Pekerjaan fisik yang berlebihan, emosi, infeksi virus,
hypothyroid, siklus menstruasi, melahirkan anak, panas badan,
progresi dari penyakit.
 Obat – obatan yang dapat menyebabkan blok pada transmisi
neuromuskuler, mis: streptomisin, neomisin, kurare, kina,
kinidin, kloroform, eter, morfin, sedativa, muscle relaxan,
penggunaan urus-urus (enema)

81
Cholinergic Crisis

• Memburuknya kondisi klinis penderita MG yang disebabkan


oleh pengunaan anticholinesterase/ obat-obat cholinergic
yang berlebihan.
• Hal ini menyebabkan blok depolarisasi dari transisi
neuromuskular.
• Diagnosis ditegakkan dengan tanda klinis: diare, myosis,
bronchospasme, emesis, lakrimasi dan hypersalivasi.

82
DIAGNOSTIK

• Anamnesa: khas kelemahan otot yang fluktuatif


• Pemx fisik:
Ptosis, parese flaccid terutama otot proksimal
Tes: tensilon/prostigmin,watenberg, keping es, pita suara
• Laboratorium: DL, LFT, RFT, SE, GDA, BGA, titer antibodi thdp
reseptor asetilkolin (Ab AChR)
• Radiologis :Thoraks foto, Ct-scan thorax  deteksi thymoma
• Elektrodiagnostik : EMG-RNS

83
TES-TES PADA MG (1)

•Tes pita suara: pasien diminta menghitung/ membaca keras selama 3


menit  suara akan menghilang/ parau. Setelah itu pasien diminta
istirahat beberapa menit maka suara akan normal kembali setelah
istirahat.
•Tes watenberg: pasieen diminta untuk mengedipkan mata terus-
menerus, lama-lama akan timbul ptosis. Setelah itu pasien diminta
istirahat beberapa menit maka ptosis akan menghilang setelah
istirahat.
•Tes keping es: pasien diminta menempelkan sekeping es pada mata
yang ptosis selama 2 menit  akan terjadi perbaikan pada ptosisnya

84
TES-TES PADA MG (2)
• Uji Tensilon (edrophonium chloride):
Tensilon 2mg disuntikkan iv, jika tidak terdapat reaksi maka
disuntikkan lagi sebanyak 8mg iv. Segera setelah disuntikkan
harap diperhatikan otot-otot yang mengalami kelemahan,
misalnya ptosis kelopak mata. Jika memang kelemahan tsb
akibat MG, maka ptosis akan hilang setelah injeksi tensilon.
• Uji prostigmin:
Injeksikan 3cc atau 1,5mg prostigmin secara im dan
perhatikan otot-otot yang mengalami kelemahan. Jika
memang kelemahan tsb akibat MG, maka ptosis atau
kelemahan lain akan hilang setelah injeksi prostigmin

85
86
DIAGNOSIS BANDING
• Guillane Barre Syndrome
• Neuropati perifer
• Poliomiositis
• Botulismus
• Lambert eaton syndrome
• Periodic paralisis hipokalemia

87
PENYULIT
• Myasthenic crisis
• Cholinergic crisis
• Pneumonia
• Gagal napas

88
TATALAKSANA UMUM
• Hindari rasa lelah yang berlebihan
• Tidur secukupnya
• Menutup mata beberapa menit dalam 1 jam
• Diit banyak mengandung potasium
• Hindari suhu terlalu panas atau terlalu dingin
• Hindari stress

89
TATALAKSANA KHUSUS
• Antikolinesterase: piridostigmin bromida (Mestinon)
dosis 3-6 x 60mg
• Kortikosteroid: mulai dosis rendah prednison 12-50mg/hr, max 50-
60mg
• Imunosupresan: azathioprine, cyclosporine, cyclophosphamide
• Intravenous immunoglobulin (IVIG)
dosis 0,4 g/kg/hr selama 5 hari
• Plasmafaresis / plasma exchange
• Timektomi
90
OBAT YANG
MEMPERBERAT MG
• Antibiotik (sering), golongan aminoglikosida
• β-blocker
• Ca chanel blocker
• Kloroquin
• D-Penicillamine
• Ionated kontras
• Litium
• Nondepolarizing dan depolarizing meuromuscular blocking agent
• Phenothiazine
• Procainamide
• Quinidine
• Quinine 91
PROGNOSIS
• Progresi penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3-5 tahun,
kemudian berangsur membaik dalam 15-20 tahun. Sekitar 20%
mengalami remisi.
• 80% pasien berkembang menjadi generalized MG. Untuk pasien
terbatas pada okuler, antikolinesterase, dosis rendah kortikosteroid
bisa cukup untuk mengontrol gejala.
• Kebanyakan pasien generilized MG dapat hidup normal jika
pengobatan memadai.
• Pasien dengan thymoma cenderung perjalanan penyakitnya cepat.

92
SEMOGA BERMANFAAT

93

Anda mungkin juga menyukai