Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN DENGAN GIGITAN ULAR (SNAKE BITE)

DisusunOleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Agus floriyanto
Ela adelia
Deviani G
Faizal rizal
Priagung Mustika M
Yulianto

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG


DINAS KESEHATAN
AKEDEMI KEPERAWATAN PEMKAB LUMAJANG
2015
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA PASIEN DENGAN SNAKE BITE
1. DEFINISI
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular
berbisa.Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek
fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan,

terutama neurologik, kardiovaskuler sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan


Brenda G. Bare, 2001: 2490)
2. CIRI-CIRI ULAR BERBISA
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa
spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun,
beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan
suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah
bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan
terdapat bekas taring.
Ciri Ular
Bentuk kepala
Gigi taring
Bekas gigitan
Warna

Tidak berbisa
Bulat
Gigi kecil
Lengkung seperti U
Warna-warni

Berbisa
Elips
2 gigi taring besar
Terdiri dari 2 titik
Gelap

3. JENIS ULAR BERBISA


Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Sebenarnya dari
kira kira ratusan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali yang berbisa, dan
dari golongan ini hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia. (de Jong, 1998)
Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang
berbisa hanya sekitar 250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular
dapat diklasifikasikan ke dalam 4 familli utama yaitu:

Famili Elapidae misalnya ular weling, ular welang, ular sendok, ular

anang dan ular cabai


Familli Crotalidae/ Viperidae, misalnya ular tanah, ular hijau dan ular

bandotan puspo
Familli Hydrophidae, misalnya ular laut
Familli Colubridae, misalnya ular pohon

4. ETIOLOGI
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan
Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi

pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak
terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam .
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam:
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang
dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan
stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur
dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut,
hidung, tenggorokan, dan lain-lain
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati
dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf
pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan
jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
maemotoksin.Myoglobulinuria

yang

menyebabkan

kerusakan

ginjal

dan

hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.


d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada
tempat gigitan.
g. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
5. TANDA DAN GEJALA
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan sistemik antara lain:
5.1 Gejala Lokal

: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit

kegelapan karena darah yang terperanglap di jaringan bawah kulit).

5.2 Gejala Sistemik : hipotensi, otot melemah, menggigil, berkeringat, mual,


hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan
kabur.
Tanda dan Gejala berdasarkan derajat gigitan ular:
5.1 Derajat 0
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
5.2 Derajat I
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dengan diameter 1-5 cm
- Tidak ada tanda- tanda sistemik sampai 12 jam
5.3 Derajat II
- Sama dengan derajat I
- Ptekie, ekimosis
- Nyeri hebat dalam 12 jam
5.4 Derajat III
- Sama dengan derajat I dan II
- Syok
- Distress nafas, atau ptekie, ekimosis seluruh tubuh
5.5 Derajat IV
- Sangat cepat memburuk
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah
lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah,
BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.
7. PENCEGAHAN
Mencegah agar tidak digigit ular adalah; jangan membuat koleksi dari ular,
tinggalkan/jangan ganggu ular. beberapa orang digigt karena berusaha membunuh
atau mencoba mendekat. Di daerah yang banyak ular, pakai sepatu, kaos kaki dan
jeans apabila keluar rumah , jangan masukkan tangan dicelah-celah timbunan
kayu atau sampah, Bila berjalan di semak belukar usahakan membuat suara
berisik agar ular tahu keberadaan kita dan menyingkir, hati-hati bila berjalan di
rumput yang tebal dan potong pendek rumput di sekitar rumah, tempat kerja dan
sekolah dan pergunakan senter bila berjalan di malam hari.

8. PENATALAKSANAAN
8.1 PRE HOSPITAL
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera
cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip
RIGT, yaitu:
R: Reassure
Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan akan
menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke
tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
I: Immobilisation
Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan atau lari.
Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut
tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat
prosedur pressure immobilization (balut tekan).
G: Get
Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T: Tell the Doctor
Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban.
Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
1) Balut tekan pada kaki:
a) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
b) Keringkan sekitar luka gigitan.
c) Gunakan pembalut elastis.
d) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
e) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki
naik ke atas.
f) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
g) Jangan melepas celana atau baju korban.
h) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai
menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap
pink).
i) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
2) Balut tekan pada tangan:
a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
d) Pasang papan sebagai fiksasi.
e) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
8.2 INTRA HOSPITAL

Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagai


berikut:

Penatalaksanaan jalan napas


Penatalaksanaan fungsi pernapasan
Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid
Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat

dan luas diatas luka, imobilisasi (dengan bidai)


Ambil 5 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu
trotombin, APTT, D-dimer, fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin,
urea N, elektrolit (terutama K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit,

menunjukkan kemungkinan adanya koagulopati


Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang

dilemahan), polivalen 1 ml berisi:


10-50 LD50 bisa Ankystrodon
25-50 LD50 bisa Bungarus
25-50 LD50 bisa Naya Sputarix
Fenol 0.25% v/v. Teknik pemberian: 2 vial @5ml
intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80
tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak
dianjurkan.
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah

pemberiann antivenom
Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak

meningkat, waktu pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian

SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya, dst.


Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat,
waktu pembekuan menurun) maka monitor ketat kerusakan dan ulangi
pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikkannya. Monitor dilanjutkan 2x24
jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati berulang. Perhatian untuk
penderita dengan gigitan Viperidae untuk tidak menjalani operasi minimal 2
minggu setelah gigitan
Terapi suportif lainnya pada keadaan :
Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-

frizen (dan antivenin)

Perdarahan:

beri

tranfusi

darah

komponen darah, fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit

segar

atau

Hipotensi: beri infus cairan kristaloid


Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat
Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan

atau anggota badan

Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi


Gangguan
neurologik:
beri
Neostigmin

(asetilkolinesterase), diawali dengan sulfas atropin


Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan
Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau

kodein, hindari penggunaan obat obatan narkotik depresan


Terapi profilaksis
Pemberian antibiotika spektrum luas.

Kaman

terbanyak yang dijumpai adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp,


B.fragilis
Beri toksoid tetanus
Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi

(Sudoyo, 2006)

9. ASUHAN KEPERAWATAN
9.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data
pengkajian pasien, yaitu:
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Malaise.
b. Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil
curah jantung tetap

meningkat).

Denyut

perifer

kuat,

cepat,

(perifer

hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).


c. Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri.
d. Eliminasi
Gejala: Diare.
e. Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual/muntah.
Tanda: Penurunan berat badan,
(malnutrisi).
f. Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.

penurunan

lemak

subkutan/massa

otot

Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.


g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.
h. Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal,
kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
i.
Seksualitas
Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.
j. Integumen
Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.
k. Penyuluhan
Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit jantung,
kanker, DM, keadaan klien sudah membaik.
9.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
sepsis. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000), yaitu:
a. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
b. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga
oral, respon fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri, berhati-hati
dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,
dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus,
perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.
d. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah
sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau
kecacatan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk
mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
9.3 INTERVENSI
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan
infeksi gigitan ular. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges
(2000).
9.3.1 Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi
endotoksin.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal,


bebas dispnea/sianosis.
Intervensi:
1. Pertahankan jalan napas klien.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.
2. Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi
endotoksin.
3. Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan
indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
4. Sering ubah posisi.
Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi
ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.
5. Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.
Rasional:

O2 memperbaiki

hipoksemia/asidosis.

Pelembaban

menurunkan

pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.


9.3.2 Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah/postur
tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
2) Kaji karakteristik nyeri.
Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui
penyebab nyeri.
3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.
4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.
Rasional: Menurunkan spasme otot.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk membantu
penyembuhan luka.

9.3.3Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,


penyakit, dehidrasi, efek

langsung dari sirkulasi endotoksin

pada

hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.


Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari kedinginan.
Intervensi:
1) Pantau suhu klien.
Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk
mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan suhu
tubuh.
3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat
kulit kering.
5) Berikan selimut pendingin.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.
6) Berikan Antiperitik sesuai program.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
9.3.4 Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di
rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman
kematian atau kecacatan.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang sehat,
mengatakan ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat ditangani,
menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dengan penggunaan sumber yang
efektif.
Intervensi:
1)
Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur
perawatan.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas,
memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.
2)
Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila
prosedur bebas dari nyeri.

Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan


tersedia dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya
merawat luka.
3)
Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.
Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk
menurunkan

dan

menyaring

informasi

keseluruhan.

Beberapa

pasien

menunjukkan tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi


kenyataan, yang juga merupakan mekanisme perlindungan.
4)
Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.
Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk
membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.
5)
Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya
dan berikan jawaban terbuka/jujur.
Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat
membantu pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang
terjadi.
9.3.5 Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan
untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak
demam.
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.
2) Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada organisme
infeksius.
3) Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.
Rasional: Mencegah kontaminasi luka.
4) Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
5) Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau luka.
Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan) dan
memberikan deteksi dini infeksi luka.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.

Golden periode: Tidak boleh lebih dari 8 jam.


Di Rs: buka torniket, Pemeriksaan darah (PTT),masukan SABU(membuat pasien
alergi oplos NaCl) jika alergi beri anti alergi misal dexamitaxon dll, tetanus 1500
unit SC/IM, obervasi pasien,prioritas:ganggua pola nafas.
DAFTAR PUSTAKA
De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Sudoyo, A.W., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
http://jurnallkeperawatan.blogspot.com/2013/05/pertolongan-pertama-padagigitan-ular.html
http://dr-medical.blogspot.com/2008/12/snake-bite-gigitan-ular.html
http://askepsnakebite.blogspot.com/2011/08/askep-snake-bite.html

Anda mungkin juga menyukai