Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SNAKE BITE

DISUSUN OLEH :
SITI NUR HALISA
NIM. 201701003
SEMESTER 8

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUANA HUSADA PONOROGO
TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dengan “SNAKE BITE” yang disusun oleh :

Nama : Siti Nur Halisa

NIM : 201701003

Semester :8

Prodi : S1 Keperawatan

Ponorogo,

Mahasiswa Pembimbing Praktek Klinik

Siti Nur Halisa Ani Rosita, S.Kep., M.Kes


A. PENGERTIAN
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai
efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem
multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler sistem pernapasan.
(Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)

B. ETIOLOGI
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae,
dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti
edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan
lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit.
Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan
dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular
yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah
merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel
darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut
(hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender)
pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-
jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-
jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar
luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran
dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat
dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf
pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh,
ialah melalui pembuluh limfe.
3. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal
dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
4. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan
otot jantung.
5. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya
berakibat terganggunya kardiovaskuler.
6. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di
jaringan pada tempat gigitan.
7. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran
bisa.

C. PATOFISIOLOGI
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin.
Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat
mengganggu berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem
kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat
mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang
dapat mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga
menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem
pernapasan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi
koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.
D. PATHWAY

E. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada
semua gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan,
ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan
bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus
gigitan ular berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada
tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat),
paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness
(denyutan).
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan
ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang
progresif. Bila timbul parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau
fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi.
Bahaya gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul setelah
satu atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala hemorrhage
(pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi,
bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada
pori-pori kulit seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita
lihat pada air kencing (urine) atau hematuria, yaitu pendarahan
melalui saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan
seperti usus dan lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus).
Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-pusing
kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa
lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya
mati.

F. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah,
Hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang,
waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,hitung trombosit,
urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit.
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi
bekuan.

G. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
b. Menetralkan bisa.
c. Mengobati komplikasi.
2. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah
pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban.
Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:
a. R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan
istirahatkan korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah
dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh.
Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
b. Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan
korban untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit
pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan
(pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan
atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan)
c. G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman
mungkin.
d. T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang
muncul ada korban.
3. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
a. Balut tekan pada kaki:
1) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
2) Keringkan sekitar luka gigitan.
3) Gunakan pembalut elastis.
4) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
5) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal
jari kaki naik ke atas.
6) Biarkan jari kaki jangan dibalut dan Jangan melepas celana
atau baju korban.
7) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan
sampai menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna
jari kaki yang tetap pink).
8) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
b. Balut tekan pada tangan:
a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak
dibalut).
b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan dan
pasang papan sebagai fiksasi.
d) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
4. Penatalaksanaan selanjutnya:
a. Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi
toksin 50%.
b. IVFD RL 16-20 tpm.
c. Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
d. ATS profilaksis 1500 iu.
e. ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40
menit.
f. Heparin 20.000 unit per 24 jam.
g. Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik,
tambah 2 flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1
flacon = 10 cc).
h. Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria
atau hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100
mg IV.
i. Kalau perlu dilakukan hemodialise.
j. Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
k. Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
5. Pemberian ABU
Tabel. Pemberian ABU sesuai derajat parrish

Derajat Parrish Pemberian ABU

0-1 Tidak perlu


2 5-20 cc (1-2 ampul)
3-4 40-100 cc (4-10 ampul)
Tabel. Klasifikasi derajat parrish
Derajat
Ciri
Parrish
1. Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca
0 gigitan.
2. Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
1. Bekas gigitan 2 taring
I 2. Bengkak dengan diameter 1-5 cm.
3. Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
1. Sama dengan derajat I
II 2. Petechie, echimosis
3. Nyeri hebat dalam 12 jam
1. Sama dengan derajat I dan II
III 2. Syok dan distress napas, echimosis seluruh
tubuh
IV Sangat cepat memburuk.

H. KOMPLIKASI
1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Kematian
4. Gagal napas

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873),
dasar data pengkajian pasien, yaitu:
a) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Malaise.
b) Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan
normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut
perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik), lemah/lembut/mudah
hilang, takikardi, ekstrem (syok).
c) Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis,
ketergantungan, menyangkal, menarik diri.
d) Eliminasi
Gejala: Diare.
e) Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual/muntah.
Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak
subkutan/massa otot (malnutrisi).
f) Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi,
delirium/koma.
g) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus
umum.
h) Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi
mungkin normal, kadang subnormal (dibawah 36,63 oC),
menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
i) Seksualitas
Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.
j) Integumen
Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba
hangat.
k) Penyuluhan
Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati,
ginjal, sakit jantung, kanker, DM, keadaan klien sudah membaik.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien dengan sepsis. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn
E. Doenges (2000), yaitu:
a) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi
endotoksin.
b) Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa
gaster, rongga oral, respon fisik, proses infeksi, misalnya
gambaran nyeri, berhati-hati dengan abdomen, postur tubuh
kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.
c) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat
metabolisme, penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi
endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi
temperatur, proses infeksi.
d) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi,
perawatan di rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat
pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.
e) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun,
kegagalan untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
3. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien
dengan infeksi gigitan ular. Maka rencana keperawatan menurut
Marilynn E. Doenges (2000).
a. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi
endotoksin.
a. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan
dalam rentang normal, bebas dispnea/sianosis.
b. Intervensi:
1) Pertahankan jalan napas klien.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.
2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena
hipoksemia, stres, dan sirkulasi endotoksin.
3) Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi
adventisius merupakan indikator dari kongesti
pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
4) Sering ubah posisi.
Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan
untuk mengurangi ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.
5) Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.
Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis.
Pelembaban menurunkan pengeringan saluran
pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
a. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan
ekspresi wajah/postur tubuh tubuh rileks, berpartisipasi
dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat.
b. Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk
menentukan intervensi selanjutnya.
2) Kaji karakteristik nyeri.
Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas
dan mengetahui penyebab nyeri.
3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.
4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.
Rasional: Menurunkan spasme otot.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan
untuk membantu penyembuhan luka.
d. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat
metabolisme, penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi
endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi
temperatur, proses infeksi.
a. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC),
bebas dari kedinginan.
b. Intervensi:
1) Pantau suhu klien.
Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit
infeksi akut.
2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang
disukai untuk mempertahankan keseimbangan antara
asupan dan haluaran.
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu
menurunkan suhu tubuh.
3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat
tidur sesuai indikasi.
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan
alkohol.
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena
alkohol dapat membuat kulit kering.
5) Berikan selimut pendingin.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.
6) Berikan Antiperitik sesuai program.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan
aksi sentralnya pada hipotalamus.
e. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi,
perawatan di rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat
pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.
a. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan
cara yang sehat, mengatakan ansietas/ketakutan menurun
sampai tingkat dapat ditangani, menunjukkan keterampilan
pemecahan masalah dengan penggunaan sumber yang
efektif.
b. Intervensi:
1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang
prosedur perawatan.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan
ketakutan dan ansietas, memperjelas kesalahan konsep
dan meningkatkan kerja sama.
2) Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara
pada pasien bila prosedur bebas dari nyeri.
Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk
mengetahui bahwa dukungan tersedia dan bahwa
pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya
merawat luka.
3) Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.
Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan
penyangkalan dan represi untuk menurunkan dan
menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien
menunjukkan tenang dan status mental waspada,
menunjukkan disosiasi kenyataan, yang juga merupakan
mekanisme perlindungan.
4) Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.
Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi
terus menerus untuk membuat beberapa rasa terhadap
situasi apa yang menakutkan.
5) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan
kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban
terbuka/jujur.
Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas
situasi yang dapat membantu pasien/orang terdekat
menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun,
kegagalan untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
a. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat
purulen dan tidak demam.
b. Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.
2) Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti
septik.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah
terpajan pada organisme infeksius.
3) Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan
membasahi daerah luka.
Rasional: Mencegah kontaminasi luka.
4) Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
klien.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan
resiko infeksi.
5) Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan
penampilan, bau luka.
Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan
(granulasi jaringan) dan memberikan deteksi dini infeksi
luka.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.
DAFTAR PUSTAKA

Agus P, dkk : Kedaruratan Medik : Edisi Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta,


2000

Daley eMedicine – Snakebite : Article by Brian James, MD, MBA, FACS,


2006 available at URL :
http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient
Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 :


Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi,
EGC : Jakarta, Mei 1997. Hal. 99-100. 2.

Anda mungkin juga menyukai