Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

VULNUS MORSUM

OLEH

YUSTINA PRIMA MATUR

21203005

PPROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2022/2022

1
A. Pengertian
 Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh yang
terjadi akibat kekerasan (Mansjoer, 2000)
Bekas gigit (Bite Mark) dapat berupa luka lecet tekan berbentuk garis
lengkung terputus-putus hematoma tau luka robek dengan tepi rata, luka
gigitan umumnya masih baik strukturnya sampai 3 jam pasca trauma,
setelah itu dapat beruba bentuk akibat elastisitas kulit (Mansjoer,2000)
Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat
berupa memar yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia
(Morison J,2003)
B. Etiologi
1. Gigitan ular berbisa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Famili Elipadae, terdiri dari :
 Najabungarus (King Cobra), berwarna coklat hijau dan terdapat di
Sumatra dan Jawa
 Najatripudrat sputatrix (Cobra Hitam, ular sendok) panjangnya
sekitar 1,5 meter terdapat di Sumatra dan di Jawa
 Najabungarus Candida (Ular sendok berkaca mata) sangat
berbahaya dan terdapat di India
b. Famili Viperidae, terdiri dari :
 Ancistrodon rodostom (Ular tanah)
 Lacheis Graninius (Ular hijau pohon)
 Micrurus Fulvius (Ular batu koral)
c. Famili Hydrophydae
Gigitan Anjing, virus rabies yang bersifat neurotropik dan
menyebabkan ensefalitis virus serta infeksi melalui saliva dan
gigitan anjing, kucing, rubah, srigala, kelelawar yang menderita
rabies.

2
C. Patofisiologi
Rabies melibatkan masuknya virus dan liur hewan penular melalui
bagian kulit yang terbuka akibat gigitan atau cakaran, replikasi virus
secara lokal, penyebaran virus secara neuronal dari saraf perifer ke sistem
saraf pusat , serta diseminasi virus ke seluruh tubuh yang diperantarai
saraf perifer. Hal ini menjadi dasar mengapa virus rebies dapat
ditemukan pada berbagai sampel jaringan pada penetuan diagnosis post
mortem.
Virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi,
menularkan kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan atau
melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh .
Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis
dan otak, yang merupakan tempat mereka berkembang biak dengan
kecepatan 3mm / jam. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui
saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada
tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Biasanya dimulai dengan
periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan
dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak
terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.
Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit
yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak
yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan
mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh
karena itu penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut
hidrofobia (takut air). Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada
seluruh tubuh, termasuk pada otot-otot pernafasan sehingga
menyebabkan depresi pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian.

3
(gigitan binatang)

Traumatik jaringan

Terputusnya
kontinuitas jaringan

Kerusakan syaraf
perifer

Kerusakan kulit Menstimulasi Perdarahan berlebih


↓ pengeluaran ↓
Rusaknya barier tubuh neurotransmitter Perpindahan
↓ (prostaglandin, cairan
Terpapar dengan histamine, bradikinin, intravaskuler ke
lingkungan serotonin) ekstravaskuler
↓ ↓ ↓
Resti infeksi Serabut eferen Keluarnya cairan dari
↓ dalam tubuh
Medula spinalis ↓
↓ Kekurangan volume
Korteks serebri cairan
↓ ↓
Serabut aferen Resti syok hipovolemik

Nyeri

D. Manifestasi Klinik

4
1. Gigitan Ular
Keluhan dan gejala tergantung pada jenis ular :
 Pada gigitan ular family elapidae keluhan dan gejala berupa nyeri,
edema, pitosis, sengau, kelumpuhan lidah dan faring, mual, muntah,
salivasi, hematuri, melena, kelumpuhan leher dan kelumpuhan
anggota gerak serta pernafasan.
 Gigitan ular family viperdae, keluhan dan gejalanya berupa nyeri,
ekimosis, gagal ginjal akut, sputum bercampur darah
 Gigitan ular hydrophydae, keluhan dan gejala berupa nyeri, kekakuan
otot, nyeri pada otot sampai pada 1 jam setelah gigitan, kelumpuhan
otot, oftalmoplegi, disfagia, mioglobinuri (3 sampai 6 jam setelah
gigitan)
Klasifikasi keracunan akibat gigitan ular berbisa :
 Derajat 0
Dengan tanda-tanda tidak keracunan, hanya ada bekas taring dan
gigitan ular, nyeri minimal dan terdapat edema dan eritema kurang
dari 1 inci dalam 12 jam, pada umumnya gejala sistemik yang lain
tidak ada
 Derajat 1
Terjadi keracunan minimal, terdapat bekas taring dan gigitan, terasa
sangat nyeri dan edema serta eritema seluas 1-5 inci dalam 12 jam,
tidak ada gejala sistemik
 Derajat 2
Terjadi keracunan tingkat sedang terdapat bekas taring dan gigitan,
terasa sangat nyeri dan edema serta eritemayang terjadi meluas antara
6-12 inci dalam 12 jam. Kadang- kadang dijumpai gejala sistemik
seperti mual, gejalaneurotoksi, syok, pembesaran kelenjar getah
beningregional

 Derajat 3

5
Terdapat gejala keracunan yang hebat, bekas taring dan gigitan, terasa
sangat nyeri, edema dan eritema yang terjadi luasnya lebih dari 12 inci
dalam 12 jam. Juga terdapat gejala sistemik seperti hipotensi,
petekhiae, dan ekimosis serta syok
 Derajat 4
Gejala keracunan sangat berat, terdapat bekas taring dan gigitan yang
multiple, terdapat edema dan lokal pada bagian distal ekstremitas dan
gejala sistemik berupa gagal ginjal, koma sputum berdarah.
2. Gigitan Anjing
Terdiri dari beberapa stadium :
 Stadium Prodromal
Pada stadium ini gejalanya tidak spesifik, nyeri kepala, demam yang
kemudian diikuti dengan anoreksia, mual muntah, malaise, kulit
hipersensitif, serak dan pembesaran kelenjar limfe regional
 Masa Perangsangan Akut (Agitasi), stadium ini ditandai adanya
kecemasan, berkeringat, gelisah oleh suara atau cahaya terang, salvias,
insomnia, nervouseness, spasme otot kerongkongan, tercekik, sukar
menelan cairan atau ludah, hidrofobia, kejang-kejang, kaku
 Masa Kelumpuhan, terjadi akibat kerusakan sel saraf, penderita menjadi
kebingungan, sering kejang-kejang, inkontinensiaurin, stupor, koma,
kelumpuhan otot-otot dan kematian.
E. Komplikasi
 Gigitan ular, gejala sistemik berupa gagal ginnjal, syok dan koma dan
bisa menyebabkan kematian
 Gigitan anjing, kerusakan sel syaraf, kelumpuhan otot-otot serta
kematian
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gigitan ular
 Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai hipoprototrombinemia,
trombositopenia, hipofibrinogenemia dan anemia

6
 Pada foto rontgen thoraks dapat dijumpai emboli paru dan atau edema
paru
2. Gigitan anjing
 Diagnosis pada manusia ditegakkan dengan tes antibodi netraslisasi
rabies yang positif dan
 Diagnosis pada hewan ditegakkan dengan pemeriksaan otak secara
otopsi. Pada otopsi otak akan ditemukan badan inklusivirus (Negri’s
bodies) didalam sel saraf
G. Penatalaksanan
a. Gigitan ular
Cegah penyebaran bisa dari daerah gigitan
 Pasang tourniquet didaerah proksimal daerah gigitan atau
pembengkakan untuk membendung sebagian aliran limfe dan vena
 Letakkan daerah gigitan lebih rendah dari tubuh
 Boleh diberikan kompres es local
 Usahakan penderita setenang mungkin, bisa diberikan petidine 50 mg
im untuk menghilangkan nyeri
Perawatan luka
 Hindari kontak luka dengan larutan asam KmnO4, yodium, atau benda
panas
 Zat anestetik disuntikkan disekitar luka, jangan kedalam luka bila
perlu pengeluaran dibantu dengan penghisapan melalui breast pump
1. Bila mungkin berikan suntikkan anti bisa (antivenin) dengan dosis 4-5
ampul dewasa, anak-anak dengan dosis yang lebih besar (2-3 kali)
2. Perbaikan sirkulasi
-  Kopi pahit pekat
-   Kafein Na benzoate 0,5 g/iv
-   Bila perlu diberikan vasokonstriktor, misal epedrin 10-25 mg dalam
500-100 ml cairan/drip
3.  Obat lain

7
-   ATS 1500-3000 ui
-   Toksoid tetanus 1ml
-   Antibiotik
b. Gigitan anjing
1. Luka dibersihkan dengan sabun dan air berulang-ulang
2. Irigasi dengan larutan betadine, bila perlu lakukan debridement
3. Jangan melakukan anestesi infiltrasi local tetapi anestesi dengan cara
blok atau umum
4.  Balut luka secara longgar dan observasi luka 2 kali sehari
5. Berikan ATS atau HTIG
6. Bila luka gigitan berat berikan suntikkan infiltrasi serum anti rabies
disekitar luka
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengakjian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur jenis kelamin, agama, pendidikan, status
perkawinan, perkejaan, alamat, diagnosa medik, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit, dan tanggal pengkajian.
2. Identitas penanggung jawab
Meliputi Nama, Umur, Hubungan dengan pasien, Pekerjaan dan Alamat
3. Alasan masuk RS
Alasan yang bisa menyebabkan kenapa pasien bisa masuk ke rumah
sakit (contoh : jatuh, sesak nafas dll)
4. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien
sebelum masuk ke rumah sakit
b. Riwayat kesehatan sekarang
1. Waktu terjadinya sakit: Berapa lama sudah terjadinya sakit.
2. Proses terjadinya sakit: Kapan mulai terjadinya sakit, Bagaimana
sakit itu mulai terjadi.

8
3. Upaya yang telah dilakukan: Selama sakit sudah berobat kemana,
Obat-obatan yang pernah dikonsumsi.
4. Hasil pemeriksaan sementara / sekarang: TTV meliputi tekanan
darah, suhu, respiratorik rate, dan nadi. Adanya patofisiologi lain
seperti saat diauskultasi adanya ronky, wheezing.
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1. Riwayat merokok, Anamnesa harus mencakup: Usia mulai merokok
secara rutin. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap setiap hari. Usai
menghentikan kebiasaan merokok.
2. Pengobatan saat ini dan masa lalu
3. Alergi
4. Tempat tinggal
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dengan pasien.
a) Pola kebiasaan sehari-hari
b) Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian,
eliminasi, mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik
tangga.
 Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan
otot–otot aksesoris pernapasan (retraksi otot interkosta)
 Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea,
takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahan
ronkhi, pekak pada perkusi
 Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat
kesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
c) Pola istirahat tidur

9
- Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
- Kualitas dan kuantitas jam tidur
d) Pola nutrisi – metabolic
- Berapa kali makan sehari
- Makanan kesukaan
- Berat badan sebelum dan sesudah sakit
- Frekuensi dan kuantitas minum sehari
e) Pola eliminasi
- Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
- Nyeri
- Kuantitas
f) Pola kognitif perceptual
Ada tidaknya gangguan penglihatan, pendengaran, penciuman (Panca
Indra)
g) Pola konsep diri
1. Gambaran diri
2. Identitas diri
3. Peran diri
4. Ideal diri
5. Harga diri
6. Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
h) Pola seksual – reproduksi
Ada tidaknya gangguan pada alat kelaminya.
i) Pola peran hubungan
- Hubungan dengan anggota keluarga
- Dukungan keluarga
- Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
j) Pola nilai dan kepercayaan
- Persepsi keyakinan
- Tindakan berdasarkan keyakinan

10
a. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
Wajah terlihat pucat, meringis, lemas, banyak keringat, sesak nafas,,
adanya PCH, takipnea sangat jelas, penggunaaan otot aksesori
pernafasan,, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi abdomen, sputum
pirulen, berbusa, bersemu darah,non produktif-produktif, demam,
menggigil, faringitis.
- Palpasi
Denyut nadi meningkat dan bersambungan (bounding), nadi biasanya
meningkat sekitar 10x per meni, turgor kulit menurun, peningkatan
tektil fremitus disisi yang sakit, hati mungkin membesar
- Perkusi
Perkusi pekak pada bagian dada dan suara redup paru yang sakit
- Auskultasi
Terdengar stridor bunyi nafas brpnkovesikuler atau bronkial, egofoni,
(bunyi mengembik yang terauskultasi ), bisikan pectoriloquy (bunyi
bisikan yang terauskultasi melalui dinding dada), ronchi pada lapang
paru,. Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik
melalui jaringan padat / tebal (konsolidasi) daripada melalui jaringan
normal.
Abdomen :
1.  Bentuk : simetris
2.  Bising usus dalam batas normal (6-10x/mnt)
3.  Ada mual dan muntah
Ekstremitas :
1.  Akral dingin
2.   Edema
3.   Kekakuan otot
4.   Nyeri
5.   Kekuatan otot menurun

11
B.    Diagnosa keperawatan
1.       Gangguan perfusi jaringan perifer b.d adanya edema
2.       Kekurangan volume cairan b.d anoreksia, nausea vomiting dan intake tidak
adekuat
3.       Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan kulit
C.    Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama perawatan , gangguan perfusi jaringan perifer
tidak terjadi dengan kriteria :
-       Nadi teratur (60-100 x/menit)
-       TD dalam batas normal
-       Tidak ada edema
No Intervensi Rasional
1 Obsevasi warna, sensasi, gerakan nadiPembentukan odema dapat
perifer melalui dopler dan pengisian kapilersecara cepat menekan
pada ekstremitas luka, bandingakan denganpembuluh darah sehingga
ekstremitas yang tidak sakit mempengaruhi sirkulasi

2 Tinggikan eksteremitas yang sakit denganMeningkatkan sirkulasi


tepat sistemik atau aliran balik vena
dan dapat menurunkan edema
3 Ukur TD pada ekstremitas yangDapat mengetahui secara
mengalami luka, lepaskan manset TDberkesinambungan TD dan
setelah mendapatkan hasil menentukan intervensi yang
tepat, dengan dibiarkan manset
pada tempatnya dapat
meningkatkan pembentukan
edema
4 Dorong latihan gerak aktif pada bagianMeningkatkan sirkulasi local
tubuh yang tidak sakit dan sistemik
5 Observasi nadi secara tertur Disritmia jantung dapat terjadi

12
akibat perpindahan elektrolit

Diagnosa 2
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama perawatan kebutuhan cairan terpenuhi dengan
kriteria :
-          TTV dalam batas normal
-          Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan
-          Haluaran urine normal
No Intervensi Rasional
1 Awasi tanda vital, CVP, perhatikan Memberi pedoman untuk
pengisian kapiler dan kekuatan nadi perifer penggantian cairan dan
mengkaji respon kardiovaskuler
2 Awasi haluaran urine dan observasi warnaPenggantian cairan harus
urine difiltrasi untuk meyakinkan
rata-rata atau balance haluaran
urine dan pemasukan
3 Observasi mual muntah sesuai denganUntuk mengobservasi output
frekuensinya cairan dan menyesuaikan intake
cairan
4 Berikan penggantian cairan IV yangResusitasi cairan menggantikan
dihitung, elektrolit, plasma dan albumin kehilangan cairan elektrolit dan
membantu pencegahan
komplikasi
5 Observasi pemeriksaan laboratorium ( Hb,Mengidentifikasi kehilangan
Ht, elektrolit dan natrium urine ) darah atau kerusakan sel darah
merah dan kebutuhan
penggantian cairan dan
elektrolit

Diagnosa 3
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keprawtan, nyeri berkurang dengan kriteria :

13
-       Ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
-       Dapat beristirahat dengan tepat
-       Nyeri berkurang/ terkontrol dengan TTV dalam keasaan normal.
No Intervensi Rasional
1 Tutup luka sesegera mungkin Suhu dan gerakan udara dapat
menyebabbkan nyeri pada
pemajanan ujung saraf
2 Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasiPerubahan lokasi/ karakter/
atau karakter, intensitas intersitas nyeri dapat
mengidentifikasi terjadinya
komplikasi
3 Jelaskan prosedur/ berikan informasiDukungan empati dapat
setelah debridement luka membantu mengurangi nyeri
atau meningkatkan relaksasi
4 Dorong ekspresi perasaan teentang nyeri Pernyataan memungkinkan
pengungkapan emosi dan dapat
meningkatkan mekanisme
koping
5 Dorong penggunaan tekhnik manajemenMemfokuskan kembali
stress dan tekhnik relaksasi perhatian dan meningkatkan
relaksasi

DAFTAR PUSTAKA
Aziz (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Salemba Medika : Jakarta
Brunner and suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8.
Volume 1. Jakarta : EGC 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah.
Edisi 8.
Volume 2. Jakarta : EGC 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah.
Edisi 8.
Volume 3. Jakarta : EGC
Cecily. L. Betz (2002). Buku Saku Keperawatan pediatrik. Edisi 3. Jakarta : ECG
Corwin. J. Elizabeth (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doenges. Marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk

14
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC
Donna L Wong (2003). Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC
Gallo and hudak. 1997. Keperawatan kritis pendekatan holistik jilid 1. Jakarta :
EGC 1997. Keperawatan kritis pendekatan holistik jilid 1. Jakarta : EGC
Halloway. Brenda. 2003. Rujukan Cepat Keperawatan Klinis. EGC : Jakarta
EGMansjoer. Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta : EGC
Nelson (1999). Ilmu Kesehatan Anak.Edisi 14. Jakarta : EGC
Ngastiyah (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Oman. Kathleen.2008. Panduan Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC
Purwandianto.Agus. 1979. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan
praktis edisi 3. PT Bina Rupa Aksara: Jakarta
Sumiardi. 1995. Bedah Minor. Hipocrates: Jakarta
Sylvia. A. 1997. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC
Tambunan. 1990. Buku panduan penatalaksanaan gawat darurat. Fakultas
kedokteran universitas indonesia. Jakarta
Tantowo. 2007. Keperawatan medikal bedah, gangguan sistem pernafasan.
Sagung seto. Jakarta
Tim Training dan Tim Pengkaji Medis Internasional SOS. 2008. PPGD
(Pertolongan Pertama Gawat Darurat) Level 2. International SOS Training
Departement: Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai