Anda di halaman 1dari 14

VULNUS MORSUM ( GIGITAN ULAR DAN ANJING )

A. Pengertian
- Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh yang terjadi akibat
kekerasan (Mansjoer, 2000)
- Bekas gigit (Bite Mark) dapat berupa luka lecet tekan berbentuk garis lengkung
terputus-putus hematoma tau luka robek dengan tepi rata, luka gigitan umumnya
masih baik strukturnya sampai 3 jam pasca trauma, setelah itu dapat beruba bentuk
akibat elastisitas kulit (Mansjoer,2000)
- Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat berupa memar
yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia (Morison J,2003)

B. Etiologi

1. Gigitan ular berbisa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Famili Elipadae, terdiri dari :


· Najabungarus (King Cobra), berwarna coklat hijau dan terdapat di Sumatra dan
Jawa
· Najatripudrat sputatrix (Cobra Hitam, ular sendok) panjangnya sekitar 1,5 meter
terdapat di Sumatra dan di Jawa
· Najabungarus Candida (Ular sendok berkaca mata) sangat berbahaya dan
terdapat di India
b. Famili Viperidae, terdiri dari :
· Ancistrodon rodostom (Ular tanah)
· Lacheis Graninius (Ular hijau pohon)
· Micrurus Fulvius (Ular batu koral)
c. Famili Hydrophydae

2. Gigitan Anjing, virus rabies yang bersifat neurotropik dan menyebabkan


ensefalitis virus serta infeksi melalui saliva dan gigitan anjing, kucing, rubah,
srigala, kelelawar yang menderita rabies
C. Manifestasi Klinik
1. Gigitan Ular
Keluhan dan gejala tergantung pada jenis ular :
- Pada gigitan ular family elapidae keluhan dan gejala berupa nyeri, edema,
pitosis, sengau, kelumpuhan lidah dan faring, mual, muntah, salivasi, hematuri, melena,
kelumpuhan leher dan kelumpuhan anggota gerak serta pernafasan
- Gigitan ular family viperdae, keluhan dan gejalanya berupa nyeri, ekimosis,
gagal ginjal akut, sputum bercampur darah
- Gigitan ular hydrophydae, keluhan dan gejala berupa nyeri, kekakuan otot,
nyeri pada otot sampai pada 1 jam setelah gigitan, kelumpuhan otot, oftalmoplegi,
disfagia, mioglobinuri (3 sampai 6 jam setelah gigitan)
Klasifikasi keracunan akibat gigitan ular berbisa :
- Derajat 0
Dengan tanda-tanda tidak keracunan, hanya ada bekas taring dan gigitan ular, nyeri
minimal dan terdapat edema dan eritema kurang dari 1 inci dalam 12 jam, pada
umumnya gejala sistemik yang lain tidak ada
- Derajat 1
Terjadi keracunan minimal, terdapat bekas taring dan gigitan, terasa sangat nyeri dan
edema serta eritema seluas 1-5 inci dalam 12 jam, tidak ada gejala sistemik
- Derajat 2
Terjadi keracunan tingkat sedang terdapat bekas taring dan gigitan, terasa sangat
nyeri dan edema serta eritemayang terjadi meluas antara 6-12 inci dalam 12 jam.
Kadang- kadang dijumpai gejala sistemik seperti mual, gejalaneurotoksi, syok,
pembesaran kelenjar getah beningregional
- Derajat 3
Terdapat gejala keracunan yang hebat, bekas taring dan gigitan, terasa sangat nyeri,
edema dan eritema yang terjadi luasnya lebih dari 12 inci dalam 12 jam. Juga terdapat
gejala sistemik seperti hipotensi, petekhiae, dan ekimosis serta syok
- Derajat 4
Gejala keracunan sangat berat, terdapat bekas taring dan gigitan yang multiple,
terdapat edema dan lokal pada bagian distal ekstremitas dan gejala sistemik berupa
gagal ginjal, koma sputum berdarah.
2. Gigitan Anjing
Terdiri dari beberapa stadium :
- Stadium Prodromal
Pada stadium ini gejalanya tidak spesifik, nyeri kepala, demam yang kemudian diikuti
dengan anoreksia, mual muntah, malaise, kulit hipersensitif, serak dan pembesaran
kelenjar limfe regional
- Masa Perangsangan Akut (Agitasi), stadium ini ditandai adanya kecemasan,
berkeringat, gelisah oleh suara atau cahaya terang, salvias, insomnia, nervouseness,
spasme otot kerongkongan, tercekik, sukar menelan cairan atau ludah, hidrofobia,
kejang-kejang, kaku
- Masa Kelumpuhan, terjadi akibat kerusakan sel saraf, penderita menjadi
kebingungan, sering kejang-kejang, inkontinensiaurin, stupor, koma, kelumpuhan otot-
otot dan kematian.

D. Komplikasi
- Gigitan ular, gejala sistemik berupa gagal ginnjal, syok dan koma dan bisa
menyebabkan kematian
- Gigitan anjing, kerusakan sel syaraf, kelumpuhan otot-otot serta kematian

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gigitan ular
- Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai hipoprototrombinemia, trombositopenia,
hipofibrinogenemia dan anemia
- Pada foto rontgen thoraks dapat dijumpai emboli paru dan atau edema paru
2. Gigitan anjing
- Diagnosis pada manusia ditegakkan dengan tes antibodi netraslisasi rabies yang
positif dan
- Diagnosis pada hewan ditegakkan dengan pemeriksaan otak secara otopsi. Pada
otopsi otak akan ditemukan badan inklusivirus (Negri’s bodies) didalam sel saraf

F. Penatalaksanan
a. Gigitan ular
Cegah penyebaran bisa dari daerah gigitan
- Pasang tourniquet didaerah proksimal daerah gigitan atau pembengkakan untuk
membendung sebagian aliran limfe dan vena
- Letakkan daerah gigitan lebih rendah dari tubuh
- Boleh diberikan kompres es local
- Usahakan penderita setenang mungkin, bisa diberikan petidine 50 mg im untuk
menghilangkan nyeri

Perawatan luka
- Hindari kontak luka dengan larutan asam KmnO4, yodium, atau benda panas
- Zat anestetik disuntikkan disekitar luka, jangan kedalam luka bila perlu
pengeluaran dibantu dengan penghisapan melalui breast pump
1. Bila mungkin berikan suntikkan anti bisa (antivenin) dengan dosis 4-5 ampul
dewasa, anak-anak dengan dosis yang lebih besar (2-3 kali)
2. Perbaikan sirkulasi
- Kopi pahit pekat
- Kafein Na benzoate 0,5 g/iv
- Bila perlu diberikan vasokonstriktor, misal epedrin 10-25 mg dalam 500-100 ml
cairan/drip
3. Obat lain
- ATS 1500-3000 ui
- Toksoid tetanus 1ml
- Antibiotik

b. Gigitan anjing
1. Luka dibersihkan dengan sabun dan air berulang-ulang
2. Irigasi dengan larutan betadine, bila perlu lakukan debridement
3. Jangan melakukan anestesi infiltrasi local tetapi anestesi dengan cara blok atau
umum
4. Balut luka secara longgar dan observasi luka 2 kali sehari
5. Berikan ATS atau HTIG
6. Bila luka gigitan berat berikan suntikkan infiltrasi serum anti rabies disekitar luka
PATOFLOW
Etiologi vulnus morsum
( gigitan manusia, binatang,
dll )

Traumatik jaringan

Terputusnya kontinuitas
jaringan

Kerusakan syaraf perifer

Menstimulasi pengeluaran
Kerusakan kulit neurotransmitter Perdarahan berlebih
↓ (prostaglandin, histamine, ↓
Rusaknya barier tubuh bradikinin, serotonin) Perpindahan cairan
↓ ↓ intravaskuler ke
Terpapar dengan lingkungan Serabut eferen ekstravaskuler
↓ ↓ ↓
Resti infeksi Medula spinalis Keluarnya cairan tubuh
↓ (ketidakseimbangan)
Korteks serebri ↓
↓ Kekurangan volume cairan
Serabut aferen ↓
↓ Resti syok hipovolemik
Nyeri

Kemempuan ambang batas
tubuh tidak menahan

Syok neurogenik
Stress

Ansietas

Gangguan pola istirahat
dan tidur

Aktifitas motorik
terbatas

Kekuatan otot menurun

Gangguan mobilisasi fisik

Defisit
perawatan diri
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kedaruratan

A. Pengkajian
1. Airway
· Tidak adanya sputum atau secret
· Tidak adanya lender dan darah
· Tidak adanya benda asing pada saluran pernafasan
2. Breathing
· Tidak adanya sesak nafas ataupun tidak menggunakan nafas tambahan, seperti
retraksi dan pernafasan cuping hidung serta apneu
· Frekuensi nafas dalam batas normal
· Irama teratur tidak dalam maupun dangkal
· Nafas tidak berbunyi dan suara nafas vesicular tidak wheezing dan ronchi
· Reflek batuk ada
· AGD dalam batas normal (PO2 35-45 mmhg dan PCO2 80-100 mmhg)
3. Circulation
· Nadi menurun dan teratur
· Tekanan menurun
· Distensi vena jugularis tidak kiri dan kanan tidak ada
· Crt dalam batas normal
· Warna kulit kemerahan dan edema
· Sianosis
· Sirkulasi jantung (irama jantung teratur, bunyi jantung jantung normal S1dan
S2, nyeri dada tidak ada)
4. Disability
- Terjadi penurunan kesadaran (GCS) pada pada daerah ekstremitas
- Drugs, pemberian antivenin (anti bisa), analgetik (petidine)
5. Exposure
· Adanya edema
· Adanya kemerahan
· Kekakuan otot
6. Fluid
· Output, nausea vomiting, anoreksia dan , berkeringat.
7. Good Vital
· Terjadi penurunan pada tekanan darah
· Pada nadi terjadi penurunan
· Pernafasan dalam batas normal
· Suhu dalam batas normal
8. Head to-toe
· Kepala :
Bentuk simetris, distribusi rambut merata, kebersihan rambut.
1. Mata : bentuk simetris, tidak anemis,pupil isokor
2. Hidung : Bentuk simetris
3. Telinga : bentuk simetris kiri dan kanan
4. Bibir : Bentuk simetris
· Leher :
Tidak ada pembesaran vena jugularis dan pembesaran kelenjar getah bening
· Dada :
Paru-paru : frekuensi > 24x/mnt, irama teratur
· Jantung :
Bunyi jantung : normal S1 dan S2, HR menurun
· Abdomen :
1. Bentuk : simetris
2. Bising usus dalam batas normal (6-10x/mnt)
3. Ada mual dan muntah
· Ekstremitas :
1. Akral dingin
2. Edema
3. Kekakuan otot
4. Nyeri
5. Kekuatan otot menurun

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d adanya edema
2. Kekurangan volume cairan b.d anoreksia, nausea vomiting dan intake tidak
adekuat
3. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan kulit

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama perawatan , gangguan perfusi jaringan perifer tidak
terjadi dengan kriteria :
- Nadi teratur (60-100 x/menit)
- TD dalam batas normal
- Tidak ada edema

No Intervensi Rasional
1 Obsevasi warna, sensasi, gerakan nadiPembentukan odema dapat
perifer melalui dopler dan pengisiansecara cepat menekan
kapiler pada ekstremitas luka,pembuluh darah sehingga
bandingakan dengan ekstremitas yangmempengaruhi sirkulasi
tidak sakit
2 Tinggikan eksteremitas yang sakit denganMeningkatkan sirkulasi
tepat sistemik atau aliran balik
vena dan dapat menurunkan
edema
3 Ukur TD pada ekstremitas yangDapat mengetahui secara
mengalami luka, lepaskan manset TDberkesinambungan TD dan
setelah mendapatkan hasil menentukan intervensi yang
tepat, dengan dibiarkan
manset pada tempatnya dapat
meningkatkan pembentukan
edema
4 Dorong latihan gerak aktif pada bagianMeningkatkan sirkulasi local
tubuh yang tidak sakit dan sistemik
5 Observasi nadi secara tertur Disritmia jantung dapat
terjadi akibat perpindahan
elektrolit

Diagnosa 2
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama perawatan kebutuhan cairan terpenuhi dengan
kriteria :
- TTV dalam batas normal
- Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan
- Haluaran urine normal
No Intervensi Rasional
1 Awasi tanda vital, CVP, perhatikanMemberi pedoman untuk
pengisian kapiler dan kekuatan nadipenggantian cairan dan
perifer mengkaji respon
kardiovaskuler
2 Awasi haluaran urine dan observasiPenggantian cairan harus
warna urine difiltrasi untuk meyakinkan
rata-rata atau balance
haluaran urine dan
pemasukan
3 Observasi mual muntah sesuai denganUntuk mengobservasi output
frekuensinya cairan dan menyesuaikan
intake cairan
4 Berikan penggantian cairan IV yangResusitasi cairan
dihitung, elektrolit, plasma dan albumin menggantikan kehilangan
cairan elektrolit dan
membantu pencegahan
komplikasi
5 Observasi pemeriksaan laboratoriumMengidentifikasi kehilangan
( Hb, Ht, elektrolit dan natrium urine ) darah atau kerusakan sel
darah merah dan kebutuhan
penggantian cairan dan
elektrolit

Diagnosa 3
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keprawtan, nyeri berkurang dengan kriteria :
- Ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
- Dapat beristirahat dengan tepat
- Nyeri berkurang/ terkontrol dengan TTV dalam keasaan normal.
No Intervensi Rasional
1 Tutup luka sesegera mungkin Suhu dan gerakan udara
dapat menyebabbkan nyeri
pada pemajanan ujung saraf
2 Observasi keluhan nyeri, perhatikanPerubahan lokasi/ karakter/
lokasi atau karakter, intensitas intersitas nyeri dapat
mengidentifikasi terjadinya
komplikasi
3 Jelaskan prosedur/ berikan informasiDukungan empati dapat
setelah debridement luka membantu mengurangi nyeri
atau meningkatkan relaksasi
4 Dorong ekspresi perasaan teentang nyeri Pernyataan memungkinkan
pengungkapan emosi dan
dapat meningkatkan
mekanisme koping
5 Dorong penggunaan tekhnik manajemenMemfokuskan kembali
stress dan tekhnik relaksasi perhatian dan meningkatkan
relaksasi

DAFTAR PUSTAKA

Aziz (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Salemba Medika : Jakarta

Brunner and suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Volume 1.
Jakarta : EGC

................................ 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Volume 2.


Jakarta : EGC
................................ 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta : EGC

Cecily. L. Betz (2002). Buku Saku Keperawatan pediatrik. Edisi 3. Jakarta : ECG

Corwin. J. Elizabeth (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Doenges. Marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC

Donna L Wong (2003). Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC

Gallo and hudak. 1997. Keperawatan kritis pendekatan holistik jilid 1. Jakarta : EGC

......................... 1997. Keperawatan kritis pendekatan holistik jilid 1. Jakarta : EGC

Halloway. Brenda. 2003. Rujukan Cepat Keperawatan Klinis. EGC : Jakarta

EGMansjoer. Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta : EGC

Nelson (1999). Ilmu Kesehatan Anak.Edisi 14. Jakarta : EGC

Ngastiyah (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Oman. Kathleen.2008. Panduan Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC

Purwandianto.Agus. 1979. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan praktis edisi 3.


PT Bina Rupa Aksara: Jakarta

Sumiardi. 1995. Bedah Minor. Hipocrates: Jakarta

Sylvia. A. 1997. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC


Tambunan. 1990. Buku panduan penatalaksanaan gawat darurat. Fakultas kedokteran
universitas indonesia. Jakarta
Tantowo. 2007. Keperawatan medikal bedah, gangguan sistem pernafasan. Sagung seto.
Jakarta

Tim Training dan Tim Pengkaji Medis Internasional SOS. 2008. PPGD (Pertolongan
Pertama Gawat Darurat) Level 2. International SOS Training Departement: Jakarta
Asuhan Keperawatan pada pasien mual dan muntah

Mual merupakan perasaan ingin muntah subjektif. Muntah adalah pengeluaran isi
lambung melaui osofagus dan mulut. Mual dan muntah merupakan pengalaman
yang hamper dirasakan semua orang. Muntah juga merupakan mekanisme
pertahanan tubuh dari bahan yang berbahaya dari saluran pencernaan. Reflek
muntah dikontrol oleh pusat muntah di otak. Mekanisme terjadinya mutah sangat
komplek. Banyak penyebab yang dapat menyebabkan muntah yaitu:

1. infeksi virus
2. stress
3. kehamilan
4. obat
5. myocardial infark
6. uremia
7. kondisi lain

Intervensi terapeutik

Mual dan muntah sangat sedikit memerlukan intervensi. Akan tetapi jika dibiarkan
akan menyebabkan dehidrasi dan ketidak seimbangan elektrolit. Kehilangan asam
klorida dari lambung dapat menyebabkan terjadinya metabolic alkalosis. Muntah
yang hitam seperti kofi menunjukan muntah bercampur dengan darah. Proteksi pada
jalam napas selama muntah merupakan tindakan yang ling penting untuk mencegah
adanya aspirasi. Resiko aspirasi meningkat pada pasien dengan penurunan
kesadaran, orang tua, dan kegagalan reflek gag. Tepatkan pasien dalam posisi yang
nyaman sehingga muntahan keluar. Pemukulan punggung saat muntah dapat
menyebabkan aspirasi.

Proses Keperawatan pada Pasien Mual dan Muntah

Pengkajian/pengumpulan data

1. Episode mual dan muntah


2. Kondisi medis
3. Obat yang dikonsumsi
4. pengobatan yang sedang dilakukan

Tanda kehilangan cairan awal:

1. kelemahan
2. sakit kepala
3. tidak mampu untuk berkonsentrasi
4. postural hypotensi

Tanda kehilangan cairan lanjut:

1. bingunng
2. oliguria
3. kulit dingin dan lembab
4. nyeri dada dan perut

Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, dan Implementasi

Mual berhubungan dengan berbagai penyebab causes

Hasil yang diinginkan: pasien menyatakan mual dan muntah tidak ada

1. reda, bebas bau lingkunga bersih sehingga tidak menyebabkan mual


2. berikan anti emetic
3. perawatan oral untuk mengurangi emesis dan meningkatkan kenyamanan
4. menjelaskan kepada pasien untuk menjauhi penyebab atau makanan yang
dapat menyebabkan muntah

Resiko aspirasi berhubungan dengan penunrunan gag reflek atau penuruanan


kesadara

Hasil yang diinginkan: Jalan napas dan suara paru pasien bersih

1. kaji apakah pasien dalam keadaan resiko untuk aspirasi


2. tempatkan pasien dalam posisi yang dapat mencegah aspirasi.

Kekurangan Cairan
Hasil yang diinginkan: tanda vital pasien dalam batas normal

1. monitor adanya tanda hypovolemia untuk mencegah adanya komplikasi yang


mungkin terjadi
2. timbang berat badan tiap hari
3. monitor intake output dan tanda vital, dan tanda vital tekanan darah
ortohstatik
4. berikan cairan per IV
5. monitoring pengeluaran cairan selama pengobatan untuk mencegah deficit
dan kelebihan cairan

Evaluasi

Pasien menunjukan mual tidak ada, suara paru bersih, dan tanda vital normal.

Diposkan oleh kujang di 11:31


Label: Asuhan Keperawatan pada pasien mual dan muntah

Anda mungkin juga menyukai