Appendicitis
Diajukan sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Bedah di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Oleh :
Munawarah
Bustanil Fadli
Preseptor :
dr. T. Yusrialdi, Sp B, Sp BA
BAGIAN/SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus dalam
menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian/SMF Ilmu Kardiologi dengan judul
Appendicitis dengan baik dan semaksimal mungkin.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun referat ini penulis banyak menemukan
berbagi hambatan ataupun kesulitan. Namun atas bantuan dari berbagai pihak maka
penulis pun dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini tepat pada waktunya. Tidak lupa
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada kedua orangtua kami, kepada preseptor
dan pembimbing kami dr. T. Yusrialdi, Sp B, Sp BA, kepada staf perawat, administrasi,
rekan-rekan dokter muda, serta pihak-pihak lain yang telah membantu penyelesaian dari
laporan kasus ini.
Tak lupa penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dalam
penulisan laporan kasus ini. Kiranya buku laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi dunia
kesehatan untuk bangsa dan negara.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.5 PATOGENESIS
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-
36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess
setelah 2-3 hari Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain
obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis),
akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh
proses peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi
fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada anak dengan appendicitis akut
dan 30-40% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks
juga dapat menyababkan obstruksi lumen.
Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid
yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya
akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti
Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.
Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik, seperti
measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis memiliki
peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi
mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika
tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin,
biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress
psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis. Awalnya, pasien
akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan
kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting
pada diagnosis appendicitis, khususnya pada anak-anak. Distensi appendiks
menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan sebagai nyeri di
daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam, tumpul, berlokasi di dermatom
Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam
beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat
dipikirkan diagnosis lain. Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
bakteri untuk berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfe, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan
menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan
gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam,
takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan
yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan
peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan l
okal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burneys. Nyeri jarang timbul hanya
pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks
retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak
mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi.
Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang.
Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat
menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi
ureter atau vesica urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih,
atau nyeri seperti terjadi retensi urine. Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya
abscess lokal atau peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas
ke arah perforasi dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda
perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000,
dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi
perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi.
Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko
perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan
lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya
abscess yang dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik. Konstipasi
jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-
anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya
diare dapat mengin dikasikan adanya abscess Pelvis.
Gambar 3. Patogenesis Appendisitis
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pasien rujukan dari RSU Jeumpa Hospital Bireun, datang ke IGD RSUDZA dengan
keluhan nyeri di seluruh lapangan perut yang dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah 4 hari yang lalu, dan dalam
2 hari terakhir menjalar hingga ke seluruh lapangan perut. Pasien mengeluhkan adanya
riwayat demam , mual dan muntah.
Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, riwayat operasi
sebelumnya (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-), gastritis (-), hemorroid (-).
Dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini, riwayat keganasan tidak ada.
Riwayat Pengobatan :
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
Tekanan Darah :-
Nadi : 100 x/menit
Napas : 20 x/menit
Suhu : 39,7o C
Berat Badan : 15 kg
Tinggi Badan : 106 cm
Status Generalisata
Kepala : Normocephal, rambut warna hitam, rontok (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Tidak tampak adanya deformitas, tidak tampak adanya secret, tidak tampak
adanya perdarahan/epistaksis.
Leher : Pembesaran KGB, pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB supraklavikula (-).
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka bekas operasi
Palpasi : tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, nyeri tekan (-), vokal fremitus
sama simetris dekstra sinistra.
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikular (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
BJ I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi abdomen (+), luka bekas operasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : defans mukuler (+) di seluruh lapangan perut
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
Ekstremitas atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 12.4 12-16 g/L
Hematokrit 35 37-47 %
Eritrosit 4,7 4,2-5,4 10 /L
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
GDS 57 <200 Mg/dl
Fungsi ginjal
Ureum 15 10-50 Mg%
Kreatinin 0,40 0,5-1,0 Mg%
Albumin 3,13 Gr/dl
Elektrolit
Natrium (Na) 128 135-148 mEq/L
Kalium (K) 3,5 3,50-5,30 mEq/L
Calium ion 103 1,15-1,29 Mmol/L
IMUNOSEROLOGI
Hepatitis marker
HbsAg Reaktif Non reaktif Index
Clothing Time 8 detik
Bleeding Time 3 Detik
Assesment :
Terapi :
1. NGT dekompresi
2. Pasang catheter urine
3. IVFD RL 1250 cc/24 jam
4. IV ceftriaxone 750 mg/12 jam
5. IV mekimizol sodium 150 mg/8 jam
6. Drip paracetamol 150 mg/8 jam
Konsultasi Divisi Bedah Anak:
1. Persiapan laparotomi eksplorasi
2. Koreksi Natrium:
NaCl 3% 150 cc habis dalam 1 jam, dilanjutkan NaCl 0,9% 150 cc habis dalam 1 jam
3. Drip metronidazole 100 mg setelah koreksi Natrium
Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
BAB !V
PEMBAHASAN
Anak usia 5 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri di seluruh lapangan perut
yang dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengeluhkan
nyeri perut kanan bawah 4 hari yang lalu, dan dalam 2 hari terakhir menjalar hingga ke
seluruh lapangan perut. Pasien mengeluhkan adanya riwayat demam , mual dan muntah.
Gejala klasik appendisitis adalah tidak nyaman di perut, berupa nyeri. Nyeri
dilaporkan terasa di daerah periumbilikus pada awalnya lalu berpindah ke kuadran kanan
bawah. Seiring dengan menyebarnya peradangan ke permukaan peritoneum parietal, nyeri
semakin somatik, menetap dan lebih parah serta diperberat oleh gerakan atau batuk
(Dunphy sign +). Gejala klinis yang sering dijumpai adalah mual-muntah, anoreksia,
disuria, obstipasi atau diare, demam, leukositosis, nyeri tekan Mc Burney, Rovsing sign,
Psoas sign, obturator sign.