Apendisitis Akut
Oleh:
Suciliani Deyosky
1740312438
Preseptor:
dr. Anbiar Manjas Sp.B-KBD
PENDAHULUAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Apendisitis akut
merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis
dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa
Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh
dunia 3.
Appendisitis yang bersifat akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Appendisitis
dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kuarng dari 1 tahun jarang dilaporkan.
Insiden tertinggi terjadi pada usia 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada laki-laki
Appendisitis akut yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan appendisitis
perforasi. Perforasi pada appendiks dapat menyebabkan terbentuknya kavitas dengan abses yang
berisis pus, yang dapat pecah dan menyebabkan peritonitis. Pada kasus seperti ini, laparotomi
emergensi dan irigasi dari rongga peritoneal sangat penting untuk dilakukan. Bila tidak segera
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan tentang
\appendisitis perforasi.
Penulisan makalah ini menggunakan metode penulisan tinjauan pustaka yang merujuk
TINJAUAN PUSTAKA
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dari negara berkembang. Namun,
dalam 3-4 dasawarsa terakhir angka kejadian menurun secara bermakna. Hal ini diduga
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, namun insiden pada anak kurang dari 1 tahun
jarang dilaporkan. 1 Apendisitis pada neonatus pada umumnya disebabkan oleh adanya neonatal
Apendisitis merupakan kelainan abdomen pada bagian bedah yang paling umum
ditemukan pada anak-anak di atas usia 2 tahun. Apendisitis terdiagnosa hanya 1-8 % dari seluruh
pasien anak-anak yang datang ke instalasi gawat darurat. Angka kejadian terbesar berada pada
rentang usia 6-10 tahun. Di Amerika Serikat angka insiden berkisar 1-2 kasus per 10.000 anak
pertahun pada usia 0-4 tahun, 4 kasus per 1.000 anak pertahun pada usia 6-10 tahun, dan pada
usia 10-17 tahun berkisar 25 kasus per 10.000 anak pertahun. Resiko perforasi sekitar 17-40%,
dan semakin meningkat pada anak yang berusia lebih muda yakni 50-85%. Angka mortalitas
pada anak berkisar 0,1-1%. Pada bayi, apendisitis jarang terjadi karena perbedaan struktur
anatomi, namun apabila terjadi apendisitis diagnosa sulit ditegakkan sehingga sering terjadi
perforasi.2,7
2.2 Embriologi
Apendiks berasal dari sekum dan menjadi matur pada trimester kedua. Sekum mulai
berkembang pada minggu ke lima janin, tumbuh sebagai divertikulum dari distal primitive
9
intestinal loop sebelum berdiferensiasi menjadi usus besar dan usus kecil. Distal primitive
intestinal loop merupakan bagian dari midgut. Karakteristik perkembangan usus tengah berupa
10
elongasi cepat dari usus dan mesentriumnya, menghasilkan primary intestinal loop. Bagian
apeks dari distal primitive intestinal loop kemudian berkembang menjadi distal dari duodenum,
jejunum dan ileum, sementara bagian kaudal menjadi bagian bawah dari ileum, sekum, apendiks,
Primary intestinal loop kemudian akan mengalami pertambahan panjang yang cepat
terutama di bagian kranial. Pertumbuhan yang cepat dan membesarnya hati yang terjadi serentak
menyebabkan rongga perut sementara menjadi terlampau kecil untuk menampung semua usus
dan gelung usus akan masuk ke rongga selom ekstraembrional di dalam tali pusat selama
perkembangan minggu ke enam (Hernia umbilikalis fisiologis). Pada minggu ke sepuluh, gelung
usus yang mengalami herniasi, kembali ke dalam rongga abdomen. Bagian proksimal dari
jejunum merupakan bagian pertama yang masuk kembali ke rongga abdomen dan terletak di sisi
kiri. Bagian dari gelung usus yang masuk setelahnya akan terletak semakain ke kanan. Tunas
sekum, yang tampak pada minggu ke enam sebagai pelebaran kecil berbentuk kerucut di bagian
kaudal primary intestinal loop, merupakan bagian yang terakhir masuk ke rongga abdomen,
terletak pada kuadran kanan bagian atas, di bawah bagian kanan dari hepar. 10
Bagian tunas sekum kemudian bergerak turun menuju ke dalam fossa iliaka kanan dan
membentuk kolon asendens dan fleksura hepatika pada bagian kanan dari rongga abdomen.
Selama proses ini, bagian ujung distal dari tunas sekum membentuk divertikulum sempit yaitu
apendiks primitif. Apendiks berkembang saat perkembangan kolon asendens, sehingga posisi
akhir dari apendiks pada umumnya terletak posterior dari sekum atau kolon, yaitu
retrosekalis/retrokolika. 10
Apendiks adalah suatu kantong yang terbentuk dari sekum dan terletak di inferior
ileocecal jungtion. Pada neonatus panjang apendiks sekitar 4,5 cm dan pada dewasa sekitar 9,5
cm, dengan diameter dinding terluar 2-8 mm dan diameter lumen 1-3 mm. Pada neonatus dan
bayi bentuknya seperti kerucut, sehingga memperkecil kemungkinan untuk terjadinya obstruksi,
semakin bertambahnya usia bentuknya akan berubah menjadi seperti tabung. Ujung dari
apendiks biasanya terletak pada kuadran kanan bawah rongga pelvis, namun juga dapat
bervariasi. Pada 65% kasus apendiks terletak intra peritoneal, karena letak tersebut
memungkinkan apendiks untuk bergerak dan ruang geraknya tergantung pada panjang
belakang sekum, dibelakang kolon asendens atau tepi lateral kolon asenden. Gejala klinis
berasal dari cabang nervus vagus yang berasal dari pleksus mesentrika superior yang mengikuti
arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus thorakalis X oleh karena itu nyeri viseral pada apendiks bermula disekitar umbilikus.
Perdarahan apendiks berasal dari areteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangren. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendik menuju ke nodus
2.5 Patofisiologi
Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
dipahami. Salah satu yang dikatakan pentik adalah terjadi produksi imunglobulin oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama dengan lapisan
pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit dan minimal,
pengangkatan apendiks dikatakan tidak mempengaruhi sistem perhanan mukosa saluran cerna.
Apendiks juga menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan dialirkan ke
sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis seringkali terjadi
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat
infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang
terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebakan tekanan intralumen
meningkat, apendiks memiliki kapasitas lumen sekitar 0,1 ml jika sekresi sekitar 0,5 % dapat
meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60 cmH2O. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat drainase aliran limfe, terjadi ulserasi
mukosa, dan terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada daerah tersebut.
Infeksi pada apendiks menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah dan semakin iskemik
karena terjadi trombosis pembuluh dara intramural. Pada saat ini terjasi apendisitis akut fokal
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekana akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di
daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. 1
Bila sekresi teleh menymbat arteri, akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini dikenal dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang rapuh
tersebut pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila proses yang telah dijelaskan sebelumnya
berjalan lambat, omentum dan usus akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrate apendikularis, peradangan yang ada sebelumnya dapat menjadi abses
atau menghilang. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk
menjadi abses sehingga menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits.
Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi.
Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu
dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan
tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko
Gejala klasik apendisitis yang pertama adalah nyeri daerah paraumbilikus yang diikuti mual,
nyeri perut kanan bawah, dan muntah disertai demam pada tahap lanjut. Namun gejala ini hanya
ditemukan pada 50% pasien dewasa dan sangat sedikit pada anak-anak. Kebanyakan gejala klinis
tergantung umur, pengetahuan mengeai gejala klinis tersebut akan lebih menunjang akurasi diagnosa.
Untuk kasus neonatus, gejala klinis umunya tidak spesifik seperti letargi, distensi abdomen, muntah,
tidak nafsu makan yang hal tersebut mirip dengan kelainan abdomen lain pada neonatus. Pada anak
usia sekolah, penemuan apendisitis meningkat yang didukung dari anamnesa dan pemeriksaan fisik
yang lebih reliabel. Anak dapat mendeskripsikan onset dari nyeri serta perpindahan nyeri kuadran
Nyeri Perut
Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan apendisitis
akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena nyeri perut pada
Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen) yang
kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri viseral yang
dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus
menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri
somatik umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari spina
iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih tajam, dengan
intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa neyri perut yang
berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat untuk
Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada retrosekal
atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks retrosekal menimbulkan gejala
nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena terlindungi sekum sehingga rangsangan ke
peritoneum minimal. Nyeri perut pada apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien
berjalan dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor secara dorsal. 2,3
Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau anoreksia
Gejala Gastrointestinal
Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk diare
maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan adanya diare 1-2 kali akibat
respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan dinding rektum oleh peradangan
pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks retrosekal.
Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat penyakit penyerta lain.
Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan ketika pasien
Keadaan Umum
Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang atau nyeri
akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan. Demam pada apendisitis
umumnya sekitar 37,5 – 38,5°C. Demam yang terus memberat dan mencapai demam tinggi perlu
Keadaan Lokal
Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung pada
menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan bawah, terutama pada
titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat
deffense muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang terjadi secara lokal.
Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing sign yang
menandakan nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan penekanan pada titik McBurney.
Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan pelepasan pada
Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul akan tetapi
dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan Obturator sign. Tanda psoas adalah nyeri
timbul apabila pasien melakukan ekstensi maksimal untuk meregangkan otot psoas. Secara
praktis adalah dengan fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan.
Hal ini akan menimbulkan rangsangan langsung antara apendiks dengan otot psoas sehingga
timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul yang
menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan muskulus obturator internus. Biasanya untuk
mengetahui terdapat tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai timbulnya nyeri
2.7 Diagnosis
Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis mengenai
gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas pada apendisitis.
Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan penyakitnya, gejala penyerta seperti
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah dapat
mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam sedang merupakan tanda-tanda yang
sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut, sering ditemukana adanya lidah kering dan
terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari
auskultasi sering ditemukan bising usus menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi,
dapat ditemukan bahwa dinding perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi.
Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular).
Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney, uji Rovsig,
dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan
diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan darah perifer
lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi secara umum, yaitu
adanya leukositosis.
Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alat bantu
untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai lebih dari 7,
maka apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan.5 Komponen Alvarado Score adalah :
Periksaan Laboratorium2,7
diagnosis pasti. Pada pemeriksaan darah rutin jumlah leukosit meningkat 70-90% kasus
apendisitis, namun juga dapat meningkat pada kondisi lainnya. Jumlah leukosit >15.000/mm3
kemungkinan besar sudah terh=jadi perforasi. Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk melihat
apendisitis ditemukan gambarab radiologis yang normal. Tnada yang dapat ditemukan seperti
gambaran psos line kanan yang kabur, air fluid level pada perut kanan bawah, dan gambaran
udara pada apendiks. USG merupakan salahsatu pilihan untuk mengevaluasi apendisitis pada
anak. Beberapa tanda yang dijumpai pada USG adalah dilatasi apendiks, pada perforasi
ditemukan formasi abses, terdapat cairan di lumen apendiks dan diameter transversum apendiks
> 6 mm.
2.8 Penatalaksanaan
Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada apendisitis
adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk persiapan operasi untuk mengurangi
Medikamentosa
antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali datang
dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga analgetik perlu diberikan.
Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis
biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan
Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post
imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga masih diteliti.
Akan tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja.
Apendektomi
Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan adalah
segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat. Beberapa
penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini
(kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-
operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap
Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan Laparoskopi.
1. Insisi gridiron, insisi pada titik McBurney yang dilakukan tegak lurus terhadap garis
khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah pengaruh anestesi, dapat dilakukan
diligasi dan dipisahkan. Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi.
2. Lanz transverse insicion, insisi diakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal
pada garis mid klavikula sampai mid inguinal. Insisi iini memiliki keuntungan
3. Insisi paramedian kanan bawah, insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di
4. Insisi suprainguinal, insis perluasan dari insisi di titik Mc Burney, insisi ini dilakukan
Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun
belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan pengurangan
kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis
masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik.
Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode
ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan infeksi luka tidak terlalu berpengaruh
karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal. 1,12
Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses
inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian antibiotik
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakuka penanganan
segera adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya diawali dengan adanya masa
periapendikuler terlebih dahulu. Masa periapendikuler terjadi apabila gangren apendiks masih
berupa penutupan lekuk usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini dapat diremisi
oleh tubuh setelah inflamasi akut sudah tidak terjadi. Akan tetapi, risiko terjadinya abses dan
penyebaran pus dalam infilitrat dapat terjadei sewaktu-waktu sehingga massa periapendikuler ini
Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis karena selain
angka morbiditas yang tinggi, penanganan akan menjadi semakin kompleks. Perforasi dapat
menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai nyeri hebat seluruh perut, demam tinggi, dan
gejala kembung pada perut. Bisis usus dapat menurun atau bahkan menghilang karena ileus
paralitik yang terjadi. Pus yang menyebar dapat menjadi abses inttraabdomen yang paling umum
dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata laksana yang dilakukan pada kondisi berat
ini adalah laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang ada. Sekarang ini sudah
dikembangkan teknologi drainase pus dengan laparoskopi sehingga pembilasan dilakukan lebih
mudah. 1
2.10 Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas
penyalit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
bila terjadi komplikasi. Serangan berulang akan sering terjasi bila apendiks tidak diangkat. 1
2.1 Appendiks
Apendiks (umbai cacing) merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen
bagian kanan bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang ±10 cm dan berpangkal di
sekum. Lumen apendiks sempit dibagian proksimal dan melebar di distal. Sedangkan pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut yaitu melebar di proksimal dan menyempit di distal. Apendiks
memiliki beberapa kemungkinan posisi, yang didasarkan pada letak terhadap struktur-struktur
sekitarnya yaitu retrosekal, retroileal, ileosekal dan di rongga pelvis1,2. Apendiks dipersarafi oleh
persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan persarafan simpatis dari nervus torakalis
X. Persarafan ini yang menyebabkan radang pada apendiks akan dirasakan periumbilikal.
Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri apendikularis yang tidak memiliki kolateral.3
Gambar 2.3 Variasi Posisi Appendix4
Fungsi appendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
dipahami. Salah satu yang dikatakan penting adalah terjadi produksi imunglobulin oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama dengan lapisan
pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit dan minimal,pengangkatan
apendiks dikatakan tidak mempengaruhi sistem perhanan mukosa saluran cerna. Appendiks juga
menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan dialirkan ke sekum dan
berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Appendisitis seringkali terjadi karena
BAB 3
LAPORAN KASUS
Nama : An. QA
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Nyeri perut sebelah kanan bawah sejak 18 jam sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri perut sebelah kanan bawah sejak 18 jam sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya nyeri di rasakan sekitar pusat kemudian nyeri berpindah ke perut kanan
bawah. Nyeri perut hilang timbul ada sejak seminggu SMRS, kemudian nyeri
dirasakan terus menerus sejak 18 jam SMRS. Nyeri perut seperti di tekan
dirasakan terus menerus, nyeri meningkat saat bergerak. Pasien mengaku belum
berobat ke dokter, hanya minum obat maag tapi nyeri perut kanan bawah tetap
dirasakan.
Demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Batuk tidak ada, sesak tidak ada.
Pasien mengeluhkan mual
Muntah 1 kali, isi apa yang dimakan.
BAK (+) normal, BAB belum ada sejak pagi sebelum masuk rumah sakit.
Nafsu makan menurun (+)
Haid terakhir + 1 bulan SMRS. Tidak mengalami keputihan.
Riwayat Pengobatan
Tidak ada riwayat penyakit seperti ini maupun keganasan pada keluarga pasien
Riwayat Alergi
Alergi ikan laut. Pada hari pertama rawatan, di lakukan skin test, pasien alergi
ceftrixin dan ranitidine.
Status Interna
Laboratorium
Pemeriksaan Anjuran
- USG Abdomen
Appendisitis akut
Ureterolitiasis
Divertikulitis
Peritonitis
3.7 Tatalaksana
Pre Op
Pasien dipuasakan
Rehidrasi : IVFD RL 12 jam/ kolff
Terapi medikamentosa
Ceftazidime 2 x 1 gram (iv)
Omeprazol 2 x 1 gram (iv)
Ketorolac 3 x 1 gram (iv)
Paracetamol infuse 3 x 2,5 (iv)
Laparoscopy Apendektomi
Post op
Omeprazol 2 x 1 gr (iv)
Ceftazidim 2 x 1 gr (iv)
Ketorolac 3 x 1 gr (iv)
BAB 4
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan berusia 14 tahun di bangsal bedah dengan
Awalnya, dari hasil anamnesis ditemukan keluhan utama pasien adalah Awalnya nyeri di rasakan
sekitar pusat kemudian nyeri berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri perut hilang timbul ada
sejak seminggu SMRS, kemudian nyeri dirasakan terus menerus sejak 18 jam SMRS. Nyeri
perut seperti di tekan dirasakan terus menerus, nyeri meningkat saat bergerak. Nyeri yang
dialami pasien tersebut merupakan gejala khas nyeri perut pada penyakit appendisitis.
Peradangan terjadi akibat adanya obstruksi lumen yang biasanya disebabkan oleh adanya fecolith
meningkat sehingga dapat mengganggu aliran limfatik yang selanjutnya dapat menjadi faktor
resiko infeksi di lumen tersebut. Mulanya peradangan dimulai dari mukosa, serosa dan ketika
sudah sampai di peritoneum viseral maka akan terasa nyeri di sekitar umbilikus akibat adanya
saraf otonom nervus torakal X di daerah tersebut. Bila peradangan telah sampai ke peritoneum
parietal, maka nyeri menjadi somatik dan berpindah menjadi nyeri di iliaka kanan bawah.
Apabila hal ini terus berlanjut, maka proses peradangan akan mengenai arteri pada appendiks
sehingga menyebabkan nekrosis yang dapat mengalami perforasi. Sel-sel radang akan keluar dan
memenuhi rongga peritoneal yang akan bermanifestasi menjadi nyeri di seluruh lapangan perut
dan distensi.
Pada pemeriksaan fisik, pasien demam suhu tubuh 37,5 C, menandakan adanya proses
radang. Status generalisata dalam batas normal. Status lokalis abdomen pada inspeksi tidak
terlihat adanya distensi, auskultasi bising usus ada dalam batas normal. Pada palpasi ditemukan
nyeri tekan di titik McBurney positif dan nyeri lepas positif. Tidak ditemukan tanda defans
retrosekal. Psoas signpositif akibat adanya kontak muskulus psoas dengan peritoneum di dekat
appendiks. Rovsing’s sign pada pasien juga ditemukan positif. Pada perkusi didapatkan hasil
timpani.
jumlah leukosit 18.960/mm3. Leukositosis menandakan adanya peningkatan produksi sel darah
Tatalaksana pada pasien ini adalah laparoscopi apendektomi segera, pre-operasi yang
diberikan pada pasien ini adalah terapi cairan yakni ringer laktat yang diberikan 1 kolff tiap 12
jam. Tatalaksana medikamentosa yang diberikan adalah ceftazidim yang merupakan obat
omeprazole termasuk obat Proton Pump Inhibitor (PPI).Obat ini diberikan untuk menurunkan
asam lambung yang berlebihan. Dan diberikan paracetamol infuse untuk mengurangi gejala
generasi ketiga yakni untuk mengatasi infeksi dan mencegah infeksi bakteri lainnya. Terapi
farmakologis lainnya yang diberikan adalah ketorolak yang merupakan golongan NSAID untuk
menurunkan reaksi inflamasi di sekitar luka bekas operasi. Untuk mengatasi efek ketorolac yang
1. Hamami, AH, dkk. Usus Halus Apendiks, kolon, dan anorektum dalam Sjamsuhidrajat R,
De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC : Jakarta. 2010. 755-762.
2. Tucker Jeffry. 2004. Appendicitis. http://www.emedicine.com/ped/topic127 [Diakses 11
April 2016].
3. Sadovsky, Richard. 2005. Diagnosis of acute appendicitis in children.
http://www.aafp.org/afp/20010115/tips8 [Diakses 11 April 2016].
4. Richard E et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17 Edition. Philadelphia : Saunders.
2004. Chapter 324.
5. Sola JE, Mc Bride W, Rachadell J. Current Diagnosis and Management og Appendicitis
in Children. Miami : University of Miami. 2000. Volume 15.
6. Stephen et al. The diagnosis of Acute Appendicitis in a Pediatric Population : to CT or
not to CT. Massacussetts : Departement of Pediatric surgery Massacussetts General
Hospital. 2003. Volume 38.
7. Rothrock SG, Pagame J. Acute Appendicitis in Children : Emergency Departement
diagnosis and management. Orlando : Departement of Emergency Medicine, Orlando
Regional Medical Centre. 2004. 39-47.
8. Zinner MJ, Ashley SW. Maingot’s Abdominal operation 11th edition. The McGraw-Hill’s
Companies : 2007. Chapter 21.
9. Fenoglio-Preiser CM, Noffsinger AE, Stammermann GN, et al. Gastrointestinal
pathology: an atlas an text. Edisi 3. Philadelphia: Lippincott –Raven Publishers. 2008.
497-523.
10. Sadler TW. Langman’s Medical Embriology. Edisi ke 10. EGC : Jakarta. 2009. 239-267.
11. Williams, Norman S, Bulstrode, Christoper JK, O’Connel, P. Ronan. The vermiform
appendix. In: Bailey and Love’s Short Paractice of surgery 26 Edition. Boca Raton: CRC
Press. 2013. 1204-1218
12. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3rd ed. Blackwell
Publishing; 2006. H. 123-127.
13. Morris PJ, Wood WC. Oxford’s Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford. eBook.