Anda di halaman 1dari 24

Case Report Session

Peritonitis Lokal ec Apendisitis Akut

Oleh :
Ridwan Fajri 1740312623

Preseptor :
dr. Risbenny, Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit pada apendiks merupakan salah satu kasus tersering di instalasi
gawat darurat, dengan angka kejadian per tahunnya menacapai 100 per 100.000
penduduk. Faktor risiko pada laki-laki dan perempuan adalah 8,6% dan 6,7%
dengan insiden tertinggi pada dekade kedua dan ketiga kehidupan.
Nyeri di kuadran kanan bawah, gejala-gejala gatsrointestinal yang muncul
setelah onset nyeri, dan respon inflamasi sistemik dengan leukositosis dan
neutrofilia, peningkatan konsentrasi protein C-Reactive, dan demam merupakan
poin-poin yang dapat dipertimbangkan untuk mendiagnosis apendisitis. Pada
beberapa penelitian meunjukkan bahwa misdiagnosis masih sering terjadi
terutama pada perempuan hamil dan pada usia ekstrim (terlalu muda atau tua).
apendisitis Inflammatory Response Score atau Alvarado Score dapat membantu
meningkatkan akurasi diagnosis.
Perforasi atau apendisitis dengan komplikasi sering terjadi pada pasien
dengan usia sangat muda (< 5 tahun) dan usia sangat tua (> 65 tahun). Peranan
terapi non-medikamentosa pada apendisitis tanpa komplikasi masih kontroversi.
Saat ini, apendektomi merupakan prosedur standar untuk terapi apendisitis.
Laparoscopic appendectomy memiliki beberapa keuntungan daripada open
appendectomy.
1.2 Batasan Masalah
Case report ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasi pada
apendisitis.
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, patogenesis,
diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasi pada apendisitis.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur dan kasus yang ditemukan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering2. Apendisitis akut
menjadi salah satu pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau
pasien yang menunjukkan gejala iritasi peritoneal.
2.2 Epidemiologi
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari3.
Apendisitis terjadi pada 8,6% laki-laki dan 6,7% perempuan dengan
insiden tertinggi pada dekade kedua dan ketiga kehidupan. Angka prosedur
apendektomi pada apendisitis telah berkurang sejak tahun 1950 pada kebanyakan
negara. Di Amerika Serikat telah mencapai insiden terendah, yaitu sekitar 15 per
10.000 penduduk pada tahun 1990. Sejak digunakan modalitas pencitraan dapat
mendeteksi apendisitis ringan sehingga mengurangi kejadian apendisitis
perforasi2.
2.3 Anatomi
Appendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendix
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia bayi.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak dan geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya1,6.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala
klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks1,6.

4
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di
sekitar umbilicus1,6.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene1,6.
Menurut letaknya, apendiks dibagi menjadi beberapa macam :
 Appendix retrocecalis, terletak dibelakang coecum
 Appendix pelvicum, terletak menyilang a. iliaca externa dan masuk ke
dalam pelvis
 Appendix postcecalis terletak dibelakang atas kiri dari ileum
 Appendix retroileal
 Appendix decendentis, terletak descenden ke caudal.
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dan patogenesis terjadinya apendisitis masih beum diketahui
dengan jelas. Obstruksi lumen akibat fekalit atau hipertropi jaringan limpoid
diduga sebagai faktor etiologi utama terjadinya apendisitis akut. Kekerapan
terjadinya obstruksi meningkat seiring beratnya proses inflamasi1. Kira-kira 60%
kasus berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid,
35% menunjukkan hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda
asing dan 1% kaitannya dengan stiktur atau tumor dinding apendiks ataupun
sekum. Hiperplasi limfatik penting pada obstruksi dengan frekuensi terbanyak
terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid folikel adalah respon apendiks
terhadap adanya infeksi. Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi pada orang
tua. Adanya fekalit didukung oleh kebiasaan, seperti pada orang barat urban yang
cenderung mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam
diet mereka4. Fecalith dan kalkuli ditemukan pada 40% apendisitis akut simpel,
65% pada apendisitis gangren tanpa ruptur, dan 90% apendisitis gangren yang
disertai perforasi. Penyebab yang lebih jarang adalah barium yang mengering
pada pemeriksaan sinar X, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris
vermicularis1,3.

5
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat
dengan kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan
berhubungan dengan kondisi tertentu pada pencernaan. Apendisitis, penyakit
Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di
atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan
serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada
perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai
kecenderungan untuk timbul fecalith3,5.
Obstruksi apendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya
jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum
seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya apendisitis.
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya apendisitis adalah trauma, stress
psikologis, dan herediter1,5.

2.5 Patofisiologi
Ada beberapa rangkaian proses yang terjadi pada apendisitis akut.
Obstruksi yang terjadi di proksimal lumen apendiks menghasilkan sebuah
obstruksi tertutup, namun sekresi normal dari mukosa lumen apendiks tetap
berlangsung. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga terjadi distensi dengan cepat.
Distensi yang terjadi pada apendiks menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen yang merangsang ujung saraf dari serat viseral aferen yang berinersi di
Torakal X, menghasilkan nyeri yang samar-samar, tumpul, dan menyebar di
bagian tangah perut atau dibawah epigastrium. Ini menyebabkan mual dan
muntah dan nyeri viseral meningkat.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, multiplikasi yang cepat dari bakteri apendiks, dan ulserasi
mukosa. Karena tekanan di intralumen meningkat, tekanan vena juga
ditingkatkan. Kapiler dan venul tertutup tapi aliran arteri tetap berlanjut sehingga
terjadi kongesti vaskular. Proses ini disebut juga dengan catarrhal appendicitis1,4.
Bila proses tersebut terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah. Mukosa apendiks

6
mengalami penurunan suplai aliran darah, integritasnya terganggu sehingga
memudahkan invasi bakteri. Bakteri akan menembus dinding apendiks
(translokasi bakteri). Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri somatis di daerah kanan bawah. Keadaan
ini disebut sebagai apendisitis supuratif akut1,2.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi disfungsi sirkulasi dan
akan menghasilkan infark dinding apendiks. Hasilnya, apendiks berubah menjadi
merah gelap dengan area nekrotik yang yang diikuti gangren. Stadium ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi1,2. Biasanya peritonitis bersifat lokal di regio
ileocaecal.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang2.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi terutama difus.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah2.
Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
penderita harus benar-benar istirahat (bedrest)2.
2.6 Manifestasi Klinis
2.6.1 Gejala
Apendisiti biasanya diawali dengan nyeri periumbilikal dan difus yang
pada akhirnya akan terlokalisir di kuadran kanan bawah. Meskipun nyeri di

7
kuadran kanan bawah merupakan salah satu gejala yang sensitif pada apendisitis,
nyeri pada lokasi atipikal atau nyeri yang minimal sering ditemukan pada temuan
awal.Variasi lokasi anatomis dari apendiks diduga dapat menyebabkan perbedaan
presentasi nyeri somatik1.
Apendisitis juga berhubungan dengan gejala gastrointestinal seperti mual,
muntah, dan anoreksia. Gejala gastrointestinal yag terjadi sebelum onset nyeri
diduga berasal dari etiologi yang berbeda seperti gastroenteritis. Beberapa pasien
juga mengeluhkan obstipasi sebelum onset nyeri dan merasa dengan defekasi
nyerinya akan menghilangkan rasa nyeri. Diare dapat terjadi pada kasus perforasi
terutama pada anak-anak1.
2.6.2 Tanda
Pada temuan awal, tanda-tanda vital mungkin akan turun. Suhu tubuh dan
denyut nadi bisa normal atau sedikit meningkat. Perubahan yang signifikan
menunjukkan adanya komplikasi atau penyakit lain yang menyertai.
Pasien dengan apendisitis biasanya bergerak dengan lambat dan lebih
cenderung tidur posisi telentang karena iritasi peritoneum. Pada palpasi abdominal
terdapat nyeri di titik McBurney atau sekitarnya. Ketika tekanan di dinding perut
tersebut dilepaskan, pasien akan merasakan nyeri yang tiba-tiba disebut dengan
nyeri lepas (rebound tenderness). Rovsing’s sign (nyeri di kuadaran kanan bawah
ketika penekanan di kuadran kiri bawah) dan indirect rebound tenderness
(Blumberg sign) merupakan inidikasi kuat adanya iritasi peritoneum. Rebound
tenderness dapat memberikan sensasi nyeri yang tajam dan sangat tidak nyaman
bagi pasien. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan blumberg sign dan nyeri perkusi
direk terlebih dahulu. Pada palpasi yang lebih dalam, kadang didapatkan tahanan
musukular (defans muskular) di fossa iliaka kanan yang dapat dibandingkan
dengan sisi kiri1.
Variasi anatomis lokasi apendiks akan memeberikan temuan fisik yang
berbeda dari biasanya. Pada apendiks retrocaecum keluhan nyeri abdomen tidak
begitu mencolok dan nyeri lebih dirasakan di daerah panggul (flank). ketika
apendiks menempel di pelvis maka kemungkinan masalah abdomen sama sekali
tidak ada, terkadang terjadi misdiagnosis. Biasanya pada kondisi ini terdapat nyeri
di sisi kanan rektum namun nilai diagnosisnya rendah. Nyeri pada ekstensi

8
tungkai kanan (psoas sign) menunjukkan fokus iritasi berada di proksimal dari
muskulus psoas kanan. Hal yang sama, peregangan muskulus obturator internus
dengan gerakan rotasi interna pada paha yang difleksikan (obturator sign)
menunjukkkan ada iritasi di sekitar otot tersebut1.
Gambaran klinis apendisitis akut
 Tanda awal  nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis
disertai mual dan anoreksia
 Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum local dititik McBurney
 Nyeri tekan
 Nyeri lepas
 Defans muskuler
 Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
 Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)
 Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg sign)
 Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan
Tabel 2.1 Gambaran klinnis apendisitis akut3
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Leukositosis ringan biasanya terjadi pada apendisitis akut tanpa
komplikasi dan diirini dengan peningkatan sel PMN yang mencolok. Pada
apendisitis tanpa komplikasi biasanya jumlah leukosit tidak melebih 18.000/mm3.
Apabila melebihi nilai tersebut memungkinkan terjadi perforasi dengan atau tanpa
abses. Peningkatan konsentrasi C-reactive protein merupakan indikator kuat
terjadi apendisitis, terutama apendisitis dengan komplikasi. Pemeriksaan urinalisis
membantu untuk membedakan apendisitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal.
Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi
appendiks terjadi di dekat ureter1.
Foto polos abdomen menunjukkan lokal ileus kuadran kanan bawah atau
fecalith radiopak. Psoas line dan pre peritoneal fat line dapat menghilang pada
perforasi difus. Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan

9
untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala apendisitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis
apendisitis akut adalah apendiks dengan diameter anteroposterior 7 mm atau
lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periapendiks.
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder apendiks sebagai hasil
dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat
muncul karena letak apendiks yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi
banyak udara yang menghalangi apendiks3.
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis apendisitis akut jika diagnosisnya tidak jelas. Sensitifitas dan
spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis
tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai
pilihan test diagnostik. Diagnosis apendisitis dengan CT-scan ditegakkan jika
apendiks dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada apendiks
yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo”3.
2.8 Diagnosis
Clinical Scoring System dapat membantu mengarahkan diagnosis
apendisitis secara objektif. Penilaian ini terdiri dari beberapa variabel terdiri dari
klinis dan pemeriksaan laboratorium sederhana. Skor Alvarado adalah sistem
skoring yang dipakai secara luas. The apendisitis Inflammatory Response Score
adalah sistem penilaian lain yang hampir sama dengan Skor Alvarado namun
memiliki lebih banyak variabel termasuk interprtasi dari C-Reactive Protein1,3.
Diagnosa pasti dari apendisitis akut hanya bisa dilakukan pada
peneriksaan patologi anatomi (PA). Organ apendiks yang telah dipotong pada
prosedur apendektomi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan
hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang
akut, atau merupakan sebuah keganasan1,3.

10
Tabel 2.2 Skoring Alvarado dan appendicitis inflammatory response score
2.9 Diagnosa Banding
Diagnosis banding dari apendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia
dan jenis kelamin Pada anak-anak balita antara lain intususepsi, divertikulitis, dan
gastroenteritis akut. Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia
dibawah 3 tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan apendisitis. Nyeri
divertikulitis hampir sama dengan apendisitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada
daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass
di daerah abdomen tengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah
gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan apendisitis,
yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses1,3.
Pada anak-anak usia sekolah diagnosis banding yang sering adalah
gastroenteritis, konstipasi, dan infark omentum. Pada gastroenteritis, didapatkan
gejala-gejala yang mirip dengan apendisitis, tetapi tidak dijumpai adanya
leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen pada
anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat
11
dijumpai pada anak-anak dan gejalagejalanya dapat menyerupai apendisitis. Pada
infark omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak
berpindah1,3.
Pada pria dewasa muda diagnosis banding yang sering muda adalah
Crohn’s disease, kolitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada
skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada
epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya1,3.
Pada wanita usia muda diagnosis banding apendisitis lebih banyak
berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory
disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya
bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat
dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi. Pada usia lanjut apendisitis sering sukar
untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini
adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi,
divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT
Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada apendisitis. Pada orang tua,
divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan apendisitis, karena lokasinya
yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya
yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT
Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium1,3.
2.10 Tatalaksana1,3
Apendiktomi adalah terapi utama. Antibiotic pada apendisitis digunakan
sebagai:
a. Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk
mengurangi kejadian infeksi pasca pembedahan. Pemberian antibiotika
preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post operasi.
Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan
anaerob. Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli
bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai.
Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih
karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,

12
Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans,
Klebsiella, dan Bacteroides.
b. Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa
komplikasi apendisitis
1. Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus
apendisitis ruptur atau dengan abses.
2. Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis
rupture dengan peritonitis diffuse.
2.11 Komplikasi1,3
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :
1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi.
Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh
perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan
sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri
abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus
menghilang.
3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis
generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif

13
ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi,
terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa
apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan
umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis,
teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil
normal.
2.12 Prognosis1
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik.
Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi
infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa3.

14
BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : SR

Umur : 14 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Siswa

Alamat : Mandiangin, Bukittinggi

Tanggal masuk : 17 Januari 2019

RM : 514609

3.1 Anamnesa

Keluhan Utama

Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

- Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Nyeri awalnya terasa di ulu hati 2 hari yang lalu, lalu pindah ke bagian

kanan bawah. Nyeri timbul mendadak, berlangsung menetap,

bertambah saat bergerak, dan mengganggu aktivitas.

- Nafsu makan biasa

- Mual ada, muntah tidak ada

- Demam tidak ada

- Buang air besar ada, warna biasa, konsistensi biasa

- Flatus ada

- Buang air kecil ada, warna biasa

- Tidak ada riwayat trauma di bagian parut sebelumnya


15
- Riwayat menstruasi: siklus teratur, mens terakhir 9 hari yang lalu

- Riwayat batu-batuk (-), diare (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah menderita keluhan nyeri perut seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien.

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, dan kebiasaan

Pasien seorang siswa. Pasien tidak suka makan sayur-sayuran.

3.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)

Tekanan Darah :110/80 mmHg

Nadi : 102 kali/menit

Nafas : 22 kali/menit

Suhu : 36,1°C

Status Internus

Rambut : Hitam, , tidak mudah rontok

Kulit : Turgor kulit baik, tidak ada ikterik

Kepala : normochepal

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan : Tidak hiperemis

16
Gigi dan mulut : Tidak ditemukan kelainan

Leher : Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

Dinding dada : Normochest

Paru :

 Inspeksi : Simetris, kiri = kanan, jejas (-)

 Palpasi : Fremitus kiri = kanan

 Perkusi : Sonor

 Auskultasi : Suara napas Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung :

 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

 Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

 Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), Gallop (-)

Status Lokalis

Regio Abdomen :

 Inspeksi : Distensi (-), benjolan(-),

 Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) nyeri lepas (+) di McBurney

point, rovsing’s sign (-), blumberg sign (-), hepar

dan lien tidak teraba

 Perkusi : Timpani

 Auskultasi : Bising usus (+) N

Psoas sign (-), obturator sign (+)

Rectal touche: fisura (-), skintag (-), TSA normotoni, ampula normal, mukosa

licin, nyeri goyang arah jam 11.

17
Skor Alvarado : 7

3.3 Diagnosis Kerja

Peritonitis lokalec Susp Apendisitis akut

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Hb : 14,1 gr%

Leukosit : 17.500 /mm3

Trombosit : 402.000/mm3

Hematokrit : 41,2 %

Eosinofil : 2,6%

Basofil : 0,1%

Neutrofil : 65,9%

Limfosit : 4,36%

Monofil : 6,5%

Kesan : Leukositosis
18
Pemeriksaan Radiologi

Kesan: psoas line (+) pre peritoneal fat line (+)

3.5 Diagnosis Akhir

Peritonitis lokal ec susp Apendisitis akut

19
3.6 Tatalaksana

- konsul bagian obgyn -- > USG:

Kesan: tidak ada kelainan pada organ genitalia interna


- ceftriaxon 1 x 2 gram iv
- ketorolac 3 x 30 mg iv
- ranitidin 2 x 20 mg iv
- IVFD RL 20 tpm
- Pro Apendiktomi

20
3.7 Laporan Operasi

Hari, tanggal : Jumat, 18 Januari 2019

Tindakan pembedahan : Appendectomy

DO:

1. Appendiks oedema, erektil, hiperemi

Teknik Operasi:

 Pasien dalam anestesi umum, posisi supine

 Desinfeksi lapangan operasi

 Insisi transvers melewati titik McBurney

 Perdalam hingga fasia, buka fasia secara tajam, lakukan muscle


splitting

 Buka peritoneum, didapat DO 1

 Bebaskan apendiks dari mesoapendiks, lakukan apendectomi


dengan jahitan full string pada caecum

 Rawat perdarahan

 Cuci luka operasi

 Tutup luka operasi lapis demi lapis

 Operasi selesai

Komplikasi inraoperasi : -

Jumlah perdarahan minimal

Diagnosis Pasca bedah : peritonitis lokal ec apendisitis akut

21
22
BAB 4
DISKUSI

Seorang perempuan umur 14 tahun datang dengan keluhan nyeri perut


kanan bawah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri awalnya timbul di
bagian ulu hati 2 hari sebelumnya dan menetap di perut kanan bawah. Pasien juga
mengeluhkan mual, pada pemeriksaan abdomen juga ditemukan nyeri tekan, nyeri
lepas. Hal ini sesuai dengan tanda apendisitis yang terdapat pada skor alvarado.

Nyeri yang awalnya berada di ulu hati menandakan fase apendisitis


catharral, iritasi pada mukosa. Nyeri ini merupakan nyeri viseral apendiks yang
yang inervasi persarafannya berasal dari spinal chord Torakal X, XI, XII. Nyeri
yang berpindah ke kuadran kanan bawah menandakan terjadinya apendisiits
supuratifa yang telah mengenai lapisan serosa apendiks, menghasilkan nyeri lokal.
Keluhan mual yang dirasakan pasien merupakan keluhan gastrointestinal
yang disebabkan apendisitis, meliputi anoreksia, mual dan muntah. Apendisitis
biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Selain itu makanan juga berpengaruh terhadap
terbentuknya fecalith, sesuai dengan Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah
serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang
mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.

Pada pemeriksaan fisik di temukan nyeri tekan, nyeri lepas, obturator sign,
rovsing’s sign, dan nyeri goyang arah jam 11 pada colok dubur. Hal ini
merupakan manifestasi dari adanya inflamasi pada apendiks dan terjadi peritonitis
lokal. Peningkatan leukosit terjadi akibat respons inflamasi dan menguatkan
diagnosis untuk apendisitis.

Perlu ditanyakan riwayat batuk-batuk, dan mencret untuk mencurigai


etiologi hiperplasia limfoid yang serinng meragukan pada anak. Kebiasaan pasien
yang kurang suka makan sayur dapat meningkatkan faktor risiko etiologi
penumpukan fekalit pada apendisitis. Riwayat menstruasi dan penyakit yang

23
berhubungan dengan genitalia interna ditanyakan untuk menyingkirkan etiologi
akibat kelainan organ genital yang sering meragukan pada pasien perempuan.

Pada pasien ini dilakukan tindakan apendektomi yang merupakan


tatalaksana utama pada pasien apendisitis akut. Keputusan ini juga berdasarkan
klinis pasien dan diarahkan oleh skor Alvarado.

24

Anda mungkin juga menyukai