Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendiks adalah salah satu organ visceral sistem gastrointestinal yang sering

menimbulkan masalah kesehatan.1Peradangan pada apendiks vermiformis disebut

dengan apendisitis.2Apendisitis merupakan penyebab umum nyeri abdomen yang

membutuhkan pembedahan darurat pada setiap kelompok umur dan jenis kelamin.

Angka kejadian apendisitis di dunia mencapai 3442 juta kasus tiap tahun.

Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat oleh

karena pola dietnya yang mengikuti orang Barat. Faktor resiko yang

mempengaruhi terjadinya apendisitis akut ditinjau dari teori Blum dibedakan

menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi antara lain usia, jenis kelamin, dan ras.

Kedua adalah faktor lingkungan dimana terjadi karena obstruksi lumen akibat

infeksi bakteri, virus, parasit, cacing dan benda asing serta sanitasi lingkungan

yang kurang baik. Faktor resiko lain adalah perilaku seperti asupan rendah serat

yang dapat mempengaruhi defekasi dan fekalit yang menyebabkan obstruksi

lumen sehingga memiliki risiko apendisitis yang tinggi.Faktor resiko selanjutnya

adalah pelayanan kesehatan dan perilaku.1

Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan dasar dalam diagnosis

apendisitis dengan tingkat akurasi 76-80%. Pemeriksaan penunjang seperti

Ultrasonography (USG) dan Computed Tomography Scan (CT scan) dapat

meningkatkan akurasi diagnosis hingga 90%. Gejala dan tanda apendisitis yang

tidak khas akan menyulitkan dokter dalam menegakkan diagnosis, sehingga

1
dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.

Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan

hitung jumlah leukosit. Pemeriksaan ini merupakan suatu pemeriksaan yang

tersedia di semua rumah sakit, murah dan cepat. Pemeriksaan penunjang berupa

hitung jumlah leukosit menunjukkan sembilan puluh persen pasien apendisitis

akut mengalami peningkatan hitung jumlah leukosit antara 10.000 sel/μl sampai

dengan 15.000 sel/μl. Peningkatan hitung jumlah leukosit melebihi 18.000-20.000

sel/μl menandakan kemungkinan telah terjadi perforasi apendiks.3

Apendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan komplikasi.

Salah satu komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi. Perjalanan

dari mulai timbulnya gejala menuju perforasi terjadi begitu cepat. 20% kasus

perforasi apendiks terjadi 48 jam, bahkan dapat 36 jam setelah timbulnya gejala.

Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya perforasi sangat cepat sehingga perlu

mendapatkan perhatian yang lebih serta penanganan yang tepat dari para

dokter.4Perforasi apendisitis berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi.

Pasien yang mengalami apendisitis akut angka kematiannya hanya 1,5%, tetapi

ketika telah mengalami perforasi angka ini meningkat mencapai 20%-35%,5,6

karena apendiks yang telah menjadi gangren dapat menyebabkan pus masuk ke

dalam rongga abdomen, sehingga terjadi peritonitis umum dimana jika tidak

ditangani dengan baik akan mengakibatkan sepsis, yang ditandai dengan

leukositosis, suhu tubuh yang meningkat, frekuensi nafas >20x/menit, dan

meningkatnya denyut nadi >90x/menit.

2
1.2 Tujuan Penulisan
1) Melengkapi syarat tugas stase bedah.
2) Melengkapi syarat Kepanitreraan Klinik Senior (KKS)di RSUD
Mohammad Natsir Solok.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apendiks

2.1.1 Anatomi Apendiks

Apendiks merupakan salah satu organ visceral dimana apendiks

memilikibentuk seperti tabung, dengan panjang kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm),

dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di

bagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit kearah ujungnya.1,7

Proyeksi dari basis apendiks vermiformis terletak pada pertemuan antara 1/3

lateral dan 1/3 tengah garis dari SIAS sampai umbilicus, atau yang dikenal dengan

titik Mc. Burney8

Gambar 2.1Anatomi Apendiks9

4
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti A.

mesenterika superior dan A. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari N. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula

disekitar umbilikus.10 Pendarahan apendiks berasal dari A. apendikularis. Jika

arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,apendiks akan

mengalami gangren.1,11

2.1.2 Histologi Apendiks

Secara histologis, gambaran mikroskopis apendiks secara struktural mirip

dengan colonyaitu terdapat empat lapisan yaitu, mukosa, submukosa, tunika

muskularis, dan tunika serosa. Apendiks dan colon memiliki beberapa persamaan

pada mukosanya, diantaranya adalah epitel pelapis yang mengandung banyak sel

goblet, lamina propria di bawahnya mengandung kelenjar intestinal (Kriptus

Lieberkuhn), dan terdapat muskularis mukosa. Kelenjar intestinal di apendiks

kurang berkembang, lebih pendek, dan sering berjauhan letaknya dibandingkan di

colon. Jaringan limfoid difus di dalam lamina propria sangat banyak dan sering

terlihat di submukosa.12,13

Gambar 2.2Potongan melintang apendiks vermiformis.3

5
2.1.3 Fisiologi Apendiks

Fisiologi pada apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu

normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum.

Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis

apendisitis. Pada keadaan normal tekanan pada lumen caecum antara 15-25 cm

H2O dan meningkat menjadi 30-40 cm H2O pada waktu kontraksi. Pada keadaaan

normal tekanan pada lumen caecum antara 3-4 cm H2O, sehingga terjadi

perbedaan tekanan berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk ke

sekum. 11,14

Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk

apendiksialah Immunoglobulin A(IgA). Immunoglobulin ini sangat efektif

sebagaipelindung terhadap infeksi.1 Namun demikian, pengangkatan apendiks

tidakmemengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe lebih kecil

jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.6

2.2 Apendisitis

Apendisitis adalahinflamasi dari apendiks vermiformis dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering terjadi dalam bidang bedah.

Apendisitis merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat tersumbatnya lumen

apendiks oleh berbagai hal seperti cacing, konstipasi, benda asing (biji), dan

tumor usus. Sumbatan ini menyebabkan produksi lendir apendiks tidak

tersalurkan ke usus besar, dan berakibat pada pembengkakan serta terjadinya

6
infeksi di apendiks. Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera

untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.1Apendisitis merupakan

sebab terlazim abdomen akut bedah pada pasien dibawah usia 30 tahun dan suatu

penyakit protipe yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemik

didalam jangka waktu bervariasi.15

2.2.1 Epidemiologi Apendisitis

Apendisitis merupakan salah satu kasus tersering dalam bidang bedah

abdomen. Rata-rata 7% populasi di dunia menderita apendisitis dalam hidupnya. 16

Selain itu, juga di laporkan hasil survey angka insidensi apendisitis, dimana

terdapat 11 kasus apendisitis pada setiap 1000 orang di Amerika. Menurut WHO

(World Health Organization), insidensi apendisitis di Asia pada tahun 2004

adalah 4,8% penduduk dari total populasi. Menurut Departemen Kesehatan RI

2008 didapatkan bahwa insidens apendisitis di Indonesia menempati urutan

tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainnya.

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari

satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,

setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding,

kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada laki - laki lebih tinggi.

2.2.3 Faktor Resiko Apendisitis

a. Usia

Apendisitis relatif jarang terjadi pada bayi dan menjadi semakin umum

pada usiaanak-anak dan dewasa awal, mencapai puncak insiden pada

remaja dan awal 20-an. Setelah usia dewasa tua, risiko terjadinya

7
apendisitis cukup kecil. Pada remaja dan dewasa muda, rasio laki – laki

dan perempuan meningkat menjadi 3: 2.3

Pada usia anak – anak biasanya terjadi apendisitis perforasi, hal ini

disebabkan karena anak – anak tidak mengerti secara pasti apa yang ia

rasakan ketika mengalami gejala dari apendisitis, sehingga penanganan

awal seringkali terlambat. Selain pada anak-anak, orang yang sudah berusia

lanjut pun memiliki faktor resiko yang cukup tinggi mengalami apendisitis

perforasi. Pasien apendisitis yangtelah berusia lanjut juga memiliki tingkat

kematian tinggi dibanding kelompokusia lain. Hal ini disebabkan faktor

usia yang sudah tua akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti

peningkatan ambang rasa nyeri, perubahan penurunan fungsi pada sistem

imun, serta gejala-gejala yang tidak khas membuat diagnosis jadi tertunda.

b. Jenis kelamin

Kejadian apendisitis 1,4 kali lebih tinggi pada pria dibandingkan

dengan wanita.17 Beberapa ahli berpendapat bahwa hal ini berkaitan

dengan aktivitas fisik laki-laki yang lebih banyak dari perempuan. Dengan

banyaknya pergerakan, feses lebih mudah untuk masuk ke dalam apendiks

dan menyumbat. Tapi hal ini juga masih bersifat teori dan belum dapat

dipertanggungjawabkan.

8
c. Peranan Lingkungan ( Diet dan Higiene )

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan serat

dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasiakan

menaikkan tekanan intracaecum yang berakibat sumbatan fungsional

apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal colon. Semuanya

ini akan mempermudah timbulnya apendisitis. Diet memainkan peran

utama pada pembentukan sifat feses,yang mana penting pada pembentukan

fekalit.

d. Obstruksi

Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid

submukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab

lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh fekalit, benda asing misalnya

parasit dan cacing. Selain itu juga disebabkan oleh sumbatan lumen

apendiks, tumor, kebiasaan makan makanan yang rendah serat, dan

struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya. Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis

akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis,

Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Erosi

mukosa appendiks misalnya oleh E.Hystolitica juga dapat berpengaruh.

2.2.4 Patofisiologi Apendisitis

Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang disebabkan oleh

beberapa faktor pencetus, sehingga mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan yang diakibatkan oleh obstruksi pada lumen apendiks, hal tersebut

9
akan mengakibatkan media bakteri pada dinding apendiks semakin meningkat,

menjadikan mukus semakin banyak dan caecum mengalami peningkatan tekanan,

dengan meningkatnya tekanan akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia

danmenghambat aliran limfe, selanjutnya terjadi ulserasi mukosa dan invasi

bakteri. Infeksi tersebut menyebabkan apendiks mengalami pembengkakan

(oedema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah pada

dinding apendiks. Pada keadaan inilah terjadi apendisitis yang ditandai oleh nyeri

pada epigastrium.1

Pada apendisitisperforasi, apendiks mengalami oedema, sekresi mukus terus

berlanjut dan tekanan intralumen semakin meningkat, sehingga mengakibatkan

bakteri dapat menembus dinding apendiks hingga radang meluas sampai

mengenai peritonium setempat, hal itulahyang menimbulkan nyeri didaerah kanan

bawah abdomen, keadaan ini yang biasa disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Apabila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark pada dinding apendiks yang

diikuti dengan gangren, dan akan menjadi apendisitisgangrenosa. Selanjutnya,

dinding apendiks yang telah rapuh itu pecah, maka terjadiapendisitisperforasi.18

10
Seperti yang dijelaskan pada skema dibawah ini :

-Hiperplasia jaringan limfoid Obstruksi Mukosa Media bakteri


-Feses semakin
pada lumen mengalami
-Sumbatan benda keras
apendiks bendungan banyak

Aliran limfe terhambat, Apendiks Peningkatan Mukus


terjadi ulserasi mukosa mengalami tekanan semakin
& invasi bakteri Hipoksia sekum banyak

Sekresi mukus Bakteri menembus


Apendiks
berlanjut, peningkatan dinding apendiks,
mengalami edema radang meluas &
tekanan intralumen
mengenai peritonium
setempat
Apendisitis ( Nyeri
Epigastrium)

Arteri terganggu, Apendisitis supuratif


Apendisitis infark dinding akut ( Nyeri daerah
gangrenosa apendiks yang diikuti abdomen kanan bawah)
gangren

Dinding apendiks Apendisitis


pecah Perforasi

Gambar 2.3 Patofisiologi Apendisitis

2.2.5 Klasifikasi Apendisitis


2.2.5.1 Apendisitis Akut

Apendisitis akut merupakan inflamasi yang terjadi pada apendiks

vermiformis, dan merupakan salah satu penyebab akut abdomen yang paling

sering terjadi yang memerlukan tindakan pembedahan. Apendisitis akut jarang

11
ditemukan pada zaman dahulu. Sejak Hippocrates sampai Moses Maimonides,

data mengenai apendisitis masih belum tercatat.19 Penyakit ini selalu memerlukan

pembedahan dan merupakan salah satu indikasi gawat darurat bedah pada anak.20

Batasan apendisitis akut adalah apendisitis yang terjadi secara akut yang

memerlukan intervensi bedah2, biasanya memiliki durasi tidak lebih dari 48 jam,

ditandai dengan nyeri abdomen kuadran kanan bawah dengan nyeri tekan lokal

dan nyeri alih, nyeri otot yang ada diatasnya, dan hiperestesia kulit. 2Apendisitis

akut relatif jarang terjadi pada bayi dan menjadi semakin umum pada masa kanak-

kanak dan kehidupan dewasa awal, apendisitis akut mencapai puncak insiden pada

remaja dan awal 20-an. Setelah usia dewasa tua, risiko terkena apendisitis cukup

kecil. Kejadian apendisitissebanding antara laki - laki dan perempuan sebelum

masa pubertas. Pada kelompok usia dewasa muda, rasio laki – laki dan perempuan

meningkat menjadi 3: 2 pada usia 25 tahun, setelah itu insiden apendisitis akut

pada laki - laki usia dewasa tua mengalami penurunan.3

2.2.5.2 Apendisitis Kronik

Apendisitis kronis adalah apendisitis yang ditandai dengan

penebalanfibrotic dinding organ tersebut akibat peradangan akut sebelumnya. 2

Apendisitis kronis dapat mengalami peradangan akut lagi yang disebut

eksaserbasi akut.Apendisitis kronis terjadi apabila ada rasa nyeri di perut bagian

kanan bawah yang tidak berat, tetapi bisa menyebabkan aktivitas penderita

terganggu dan lebih dari dua minggu. Nyeri yang dirasakan dapat berlangsung

secara terus-menerus dan bisa bertambah berat parah kemudian mereda lagi.1

12
Diagnosa apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua

syarat tersebut, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan

keluhan menghilang setelah apendektomi. Kriteria mikrokopik apendisitis kronik

adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen

apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel

inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen. Diagnosa

apendisitis kronik biasa ditegakkan dengan appendikogram, appendikogram

merupakan salah satu jenis pemeriksaan radiografi yang digunakan dalam

mendiagnosis apendisitis. Pemeriksaan ini menggunakan BaSO4 (Barium Sulfat)

yang diencerkan dengan air menjadi suspensi barium dan dimasukkan secara oral.

Selain secara oral, barium juga dapat dimasukkan melalui anus (Barium

Enema).Pemeriksaan penunjang lainnya adalah Ultrasonografi (USG) yang biasa

digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding.1

2.2.5.3 Apendisitis Perforasi

Apendisitisperforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang

menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis

umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan

nekrotic. Adanya fekalit di dalam lumen, usia (orang tua atau anak muda), dan

keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya

perforasiapendiks. Dilaporkan insidens apendisitisperforasi 60% pada penderita

diatas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasipada

orang tua adalah adanya gejala yang samar, keterlambatan berobat, adanya

13
perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan arteriosklerosis.

Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis,

anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis dan proses

chemotaksis kurang sempurna, omentum anak belum berkembang sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya perforasi.1,15

2.2.6 Manifestasi Klinis Apendisitis

Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan

sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring

dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah disertai dengan keluhan

mual dan muntah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan

perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis apendiks dapat mengubah gejala

nyeri yang terjadi. Dalam beberapa jam nyeri akan migrasi ke titik McBurney

yaitu pada kuadran kanan bawah abdomen, dimana nyeri dirasa lebih tajam dan

jelas letaknya sehinggu merupakan nyeri somatik setempat. Rasa nyeri pada

kuadran kanan bawah abdomen tidak begitu jelas apabila letak apendiks di

retrocaecal retroperitoneal, rasa nyeri lebih dirasa kearah abdomen sisi kanan dan

timbul ketika sedang berjalan karena kontraksi M. Psoas Major yang menegang

dari dorsal.1

Anak-anak, dengan letak apendiks yang retrocaecal atau pelvis, nyeri dapat

mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri padaperiumbilikus.

Nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum

pada anak dengan apendisitis retrocaecal atau pelvis. Jika inflamasi dari

apendiksterjadi di dekat ureter, gejala dapat berupa nyeri saat kencing atau

14
perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan distensi kandung kemih.

Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset

terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi

sekunder dan iritasi pada caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi

sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain apendisitis.

Pada keluhan gastrointestinal ringan seperti perubahan bowel habit dapat

terjadi pada anak dengan apendisitis. Pada apendisitistanpa komplikasi biasanya

demam ringan (37,5 - 38,5C). Jika suhu tubuh diatas 38,6C, menandakan terjadi

perforasi. anak dengan apendisitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki

kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan caecum hingga isi

caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat

dipercaya dapat menurun atau menghilang. Anak dengan apendisitis biasanya

menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur

dengan kadang-kadang lutut diflexikan. Anak yang menggeliat dan berteriak-

teriak jarang menderita apendisitis, kecuali pada anak dengan

apendisitisretrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter.3

2.2.7 Pemeriksaan Fisik

Apendisitis sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada

pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal

beberapa manuver diagnostik, yaitu:

 Rovsing’s sign : pemeriksaan fisik ini dikatakan positif jika tekanan yang

diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ),

15
menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik20.

Pemeriksaan rovsing’s sign biasa dilakukan pada apendisitis akut.

Gambar 2.4 Rovsing’s Sign Apendisitis

 Psoas sign: dilakukan dengan cara menegangkan otot pada posisi

hiperextensi hip secara pasif atau mengkontraksikan otot flexi hip aktif.

Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah apendiks yang terinflamasi

yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat

dilakukan manuver ini, pemeriksaan ini biasa dilakukan untuk

mendiagnosa apendisitis akut20

Gambar 2.5 Psoas Sign Apendisitis

 Obturator sign: dilakukan dengan cara pasien tidur terlentang dengan kaki

kanan diflexikan90 derajat, kemudian pemeriksa memegang sendi ankle

16
kanan dengan tangan kanan pemeriksa, dan lakukan endorotasi. Bila terasa

nyeri maka diduga apendiksyang terletak di pelvis mengalami inflamasi,

membesar sehingga menyentuh m. Obturator internus.

Gambar 2.6 Obturator Sign Apendisitis

 Blumberg’s signatau rebound tenderness:Melakukan penekanan perlahan,

lalu melepaskan penekanan tersebut secara tiba – tiba. Penekanan

dilakukan secara tegak lurus di empat kuadran abdomen. Dikatakan positif

apabila terdapat nyeri lepas pada sepanjang titik penekanan yang bisa

menjalar hingga daerah kuadran kanan bawah, biasanya akan terasa nyeri

pada titik McBurney.

 Dunphy sign : Dilakukan dengan cara menyuruh pasien batuk, apabila

terasa nyeri pada saat batuk, menandakan bahwa adanya inflamasi dititik

nyeri.

Gambar 2.7 Dunpy Sign Apendisitis

17
 Skor Alvarado

Skor alvarado adalah sistem skoring sederhana untuk mendiagnosis

apendisitis akut. Sistem skoring ini dibuat oleh Alfredo Alvarado pada

tahun 1986 untuk mendiagnosis pasien apendisitis. Sistem Skoring ini

didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium

sederhana yang sering didapatkan pada pasien apendisitis akut.18

Tabel 2.1 Alvarado Score

Symptoms Score
Migratory right iliac fossa pain 1
Nausea / Vomitting 1
Anorexia 1
Signs
Tenderness in right iliac fossa 2
Rebound tenderness in right iliac fossa 1
Elevated temperature 1
Laboratory Findings
Leucocytosis 2
Shift to the left of neutrophils 1
Total 10

Keterangan:

0-4 : kemungkinan Apendisitis kecil

5-6 : bukan diagnosis Apendisitis

7-8 : kemungkinan besar Apendisitis

9-10 : hampir pasti menderita Apendisitis

*Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila

skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

18
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.2.8.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorum pada apendisitisterdiri dari pemeriksaan darah

lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pemeriksaan laboratorium berupa hitung

jumlah leukosit merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu

menegakkan diagnosis apendisitis. Pemeriksaan hitung jumlah leukosit ini

tersedia di semua rumah sakit, murah dan cepat.23 Pada pemeriksaan darah

lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis).

Peningkatan jumlah leukosit dalam darah sebagai akibat adanya proses inflamasi.

Leukositosis apabila jumlah leukosit dalam darah melebihi 10.000 sel/mm3

(normal 5.000-10.000 sel/mm3 ) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP

ditemukan jumlah serum yang meningkat.18

2.2.8.2 Pemeriksaan Radiologi

Terdiri dari pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan.

a. Ultrasonografi : Pemeriksaan USG dianggap tidak invasif dan tidak

memberikan efek radiasi sehingga sangat berguna untuk ibu hamil dan

anak – anak, dengan tingkat keakuratan paling tinggi sebanyak 93-

98%, terutama untuk menyingkirkan diagnosa banding pada

perempuan misalnya, Pelvic Inflammatory Disease, Tuba Ovarium

Abses, Ruptur Kista Ovarium, Torsi Ovarium dan hamil ektopik. 21

b. CT-scan : Pada pemeriksaan CT-Scan ditemukan bagian

menyilang dengan fekalit serta perluasan dari apendiks yang

mengalami inflamasi serta pelebaran caecum. Biasanya, CT-Scan

19
digunakan pada pasien usia lanjut.21 CT-Scanjuga digunakan untuk

menyingkirkan diagnosa banding pada apendisitis.

2.2.8.3 Laparoskopi Diagnostik

Laparoskopi mulai ada sejak awal abad ke-20, namun penggunaannya

untuk kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang

bedah, laparoskopi dapat digunakan sebagai alat diagnosis dan terapi, disamping

dapat mendiagnosis apendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digunakan

untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat

terutama pada pasien wanita dan pasien obesitas.21

2.2.9 Diagnosa Banding

Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis apendisitis

karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan

apendisitis, diantaranya3 :

a. Pada anak – anak :

- Intususepsi :  merupakan sebuah kondisi ketika dinding usus yang saling

tumpang tindih dan menekan satu sama lain.Intususepsi paling sering

didapatkan pada anak – anak berusia dibawah 3 tahun.

- Divertikulitis : nyeri divertikulitis hampir sama dengan apendisitis, tetapi

lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal dan dapat diketahui

adanya inflammatory mass di daerah tersebut

- Konstipasi : konstipasi merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen

pada anak – anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam

20
- Infark Omentum : infark omentum dapat dijumpai pada anak – anak dan

gejalanya dapat menyerupai apendisitis. Pada infark omentum, dapat

teraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah.

b. Pada Laki - Laki :

- Pyelonefritis : Nyeri dan kekakuan pada pyelonefritis ditemukan pada

daerah panggul dan disertai demam tinggi dan peningkatan leukosit.

- Colitis : Colitis sering disertai diare, dan lokasi nyeri pada colon. Pada

apendisitis, jarang ditemukan diare, namun terdapat pola serangan yang

berulang.

- Divertikulitis : divertikulitis biasanya memburuk dari hari ke hari dan

mengenai area yang lebih luas dibandingkan apendisitis.CT scan sangat

berguna untuk mengidentifikasi divertikulum dan mengetahui adanya

penebalan dinding.

- Epididimitis : pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu

menyingkirkan diagnosis pada epididimitis. Pada epididimitis, pasien

merasa sakit pada skrotum-nya.

c. Pada Perempuan :

Diagnosis banding pada wanita biasanya lebih banyak berhubungan

dengan kondisi – kondisi ginekologik, seperti :

- Pelvic Inflammatory Disease (PID) : pada penderita pelvic inflammatory

disease nyerinya bilateral dan dapat dirasakan nyeri pada bagian abdomen

bawah

- Tuba Ovarium Abses

21
- Ruptur Kista Ovarium

- Torsi ovarium

- Hamil ektopik : pada hamil ektopik hampir selalu ada riwayat terlambat

haid dengan keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus.

Kehamilan yang disertai dengan pendarahan menimbulkan nyeri

mendadak di pelvis dan bisa terjadi syok hipovolemik.

2.2.10 Tatalaksana Apendisitis

a. Apendektomi Konvensional

Pada apendektomi konvensional ahli bedah harus menentukan lokasi

apendiks dengan menggunakan beberapa penilaian fisik agar dapat

menentukan lokasi insisi yang ideal. Tindakan ini dilakukan dengan

membuka dinding abdomen dan juga digunakan untuk melihat apakah ada

komplikasi pada jaringan apendiks maupun di sekitar apendiks. Tindakan

laparatomi dilakukan dengan membuang apendiks yang terinfeksi melalui

suatu insisi di regio kanan bawah perut dengan lebar insisi sekitar 2 hingga

3 inci. Setelah menemukan apendiks yang terinfeksi, apendiks dipotong dan

dikeluarkan dari perut kemudian lapisan otot dan kulit dijahit kembali.1,15

22
Gambar 2.8 Apendektomi Konvensional

b. Apendektomi Laparoskopi

Tata laksana pada apendektomi laparoskopi dilakukan dengan

menggunakan tiga lubang sebagai akses utama, lubang pertama dibuat

dibawah umbilikus, fungsinya untuk memasukkan kamera supermini yang

terhubung ke monitor kedalam tubuh, lewat lubang itu pula sumber cahaya

dimasukkan, sementara dua lubang lain diposisikan sebagai jalan masuk

peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Kemudian kamera dan alat –

alat khusus dimasukkan melalui sayatan tersebut dengan bantuan peralatan

tadi. Selanjutnya apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat,

23
kemudian apendiks diangkat, dan dipisahkan dari caecum. Apendiks

dikeluarkan melalui salah satu sayatan.26 Beberapa studi telah melaporkan

bawah laparoskopi mempunyai resiko ILO lebih rendah daripada operasi

terbuka.15

2.2.11 Komplikasi Apendisitis

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, caecum

dan letak usus halus.1

Komplikasi apendisitis juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,

obstruksi usus,feses dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian. Selain itu,

terdapat komplikasi akibat tindakan operatif. Komplikasi utama apendisitis adalah

perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses.

Insidens perforasi adalah 10 – 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan

lansia.

2.2.12 Prognosis Apendisitis

Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, serta kondisi penyakit pada

waktu intervensi bedah. Apendisitis yang tidak mengalami komplikasi memiliki

mortalitas kurang dari 0,1%, Sedangkan pada apendisitis yang disertai dengan

komplikasi angka kematiannya telah berkurang menjadi 2-5%, tetapi tetap tinggi

(10-15%) pada anak kecil dan orang tua.15 Pengurangan mortalitas lebih lanjut

harus dicapai dengan intervensi bedah lebih dini.20

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, D. J. W. Buku Ajar Ilmu Bedah. (EGC, 2010).
2. Dorland, W. Kamus Saku Kedokteran Dorland. (EGC, 2012).
3. Love’s, B. Short Practice of Surgery. (CRCPRESS, 2018).
4. Mazziotti MV, M. R. Appendicitis: Surgical Perspective. (2015).
5. Vasser HM, A. DA. Acute Appendicitis. (Sunders Elsevier, 2012).
6. Riwanto I, Hamami AH, Pieter J, Tjambolang T, A. I. Buku Ajar Ilmu
Bedah: Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. (EGC, 2010).
7. Snell, R. S. Anatomi Klinik. (EGC, 2006).
8. Ellis, H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Student & Junior
Doctors. (Blackwell Publishing, 2006).
9. Paulsen F. & J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Organ -
Organ Dalam. (EGC, 2013).
10. Junqueira LC, Cameiro J, K. R. Histologi Dasar. (EGC, 2005).
11. Riwanto I, Hamami AH, Pieter J, Tjambolang T, A. I. Buku Ajar Ilmu
Bedah: Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. (EGC, 2010).
12. Eroschenko, V. Atlas Histologi diFiore dengan korelasi fungsional. (EGC,
2010).
13. Junqueira LC, Cameiro J, K. R. Histologi Dasar. (EGC, 2005).
14. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. (EGC, 2011).
15. Sabiston, D.C. Jr, M. . Sabiston Buku Ajar Bedah. (EGC, 2004).
16. Agrawal, C. et al. Role of Serum C-Reactive Protein and Leukocyte Count
in the Diagnosis of Acute Appencitis in Nepalase Population. (Nepal Med
Coll J, 2008).
17. Sandy, C. Acute Appendicitis. (2010).
18. Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran. (Media Aesculapius, 2010).
19. Petroianu, A. Diagnosis of acute apppendicitis: International journal of
surgery. 10, 115–9 (2012).
20. Johns Hopksin. Pediatric Appendectomy. Med. Heal. Libr. (2014).
21. Robbins. Buku Ajari Patologi. (EGC, 2007).

26

Anda mungkin juga menyukai