PENDAHULUAN
Apendiks adalah salah satu organ visceral sistem gastrointestinal yang sering
membutuhkan pembedahan darurat pada setiap kelompok umur dan jenis kelamin.
Angka kejadian apendisitis di dunia mencapai 3442 juta kasus tiap tahun.
Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat oleh
karena pola dietnya yang mengikuti orang Barat. Faktor resiko yang
menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi antara lain usia, jenis kelamin, dan ras.
Kedua adalah faktor lingkungan dimana terjadi karena obstruksi lumen akibat
infeksi bakteri, virus, parasit, cacing dan benda asing serta sanitasi lingkungan
yang kurang baik. Faktor resiko lain adalah perilaku seperti asupan rendah serat
meningkatkan akurasi diagnosis hingga 90%. Gejala dan tanda apendisitis yang
1
dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.
tersedia di semua rumah sakit, murah dan cepat. Pemeriksaan penunjang berupa
akut mengalami peningkatan hitung jumlah leukosit antara 10.000 sel/μl sampai
dari mulai timbulnya gejala menuju perforasi terjadi begitu cepat. 20% kasus
perforasi apendiks terjadi 48 jam, bahkan dapat 36 jam setelah timbulnya gejala.
Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya perforasi sangat cepat sehingga perlu
mendapatkan perhatian yang lebih serta penanganan yang tepat dari para
Pasien yang mengalami apendisitis akut angka kematiannya hanya 1,5%, tetapi
karena apendiks yang telah menjadi gangren dapat menyebabkan pus masuk ke
dalam rongga abdomen, sehingga terjadi peritonitis umum dimana jika tidak
2
1.2 Tujuan Penulisan
1) Melengkapi syarat tugas stase bedah.
2) Melengkapi syarat Kepanitreraan Klinik Senior (KKS)di RSUD
Mohammad Natsir Solok.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apendiks
bagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
Proyeksi dari basis apendiks vermiformis terletak pada pertemuan antara 1/3
lateral dan 1/3 tengah garis dari SIAS sampai umbilicus, atau yang dikenal dengan
4
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti A.
dari N. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula
mengalami gangren.1,11
muskularis, dan tunika serosa. Apendiks dan colon memiliki beberapa persamaan
pada mukosanya, diantaranya adalah epitel pelapis yang mengandung banyak sel
colon. Jaringan limfoid difus di dalam lamina propria sangat banyak dan sering
terlihat di submukosa.12,13
5
2.1.3 Fisiologi Apendiks
Fisiologi pada apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu
apendisitis. Pada keadaan normal tekanan pada lumen caecum antara 15-25 cm
H2O dan meningkat menjadi 30-40 cm H2O pada waktu kontraksi. Pada keadaaan
normal tekanan pada lumen caecum antara 3-4 cm H2O, sehingga terjadi
sekum. 11,14
tidakmemengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe lebih kecil
2.2 Apendisitis
penyebab abdomen akut yang paling sering terjadi dalam bidang bedah.
apendiks oleh berbagai hal seperti cacing, konstipasi, benda asing (biji), dan
6
infeksi di apendiks. Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera
sebab terlazim abdomen akut bedah pada pasien dibawah usia 30 tahun dan suatu
Selain itu, juga di laporkan hasil survey angka insidensi apendisitis, dimana
terdapat 11 kasus apendisitis pada setiap 1000 orang di Amerika. Menurut WHO
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada laki - laki lebih tinggi.
a. Usia
Apendisitis relatif jarang terjadi pada bayi dan menjadi semakin umum
remaja dan awal 20-an. Setelah usia dewasa tua, risiko terjadinya
7
apendisitis cukup kecil. Pada remaja dan dewasa muda, rasio laki – laki
Pada usia anak – anak biasanya terjadi apendisitis perforasi, hal ini
disebabkan karena anak – anak tidak mengerti secara pasti apa yang ia
awal seringkali terlambat. Selain pada anak-anak, orang yang sudah berusia
lanjut pun memiliki faktor resiko yang cukup tinggi mengalami apendisitis
imun, serta gejala-gejala yang tidak khas membuat diagnosis jadi tertunda.
b. Jenis kelamin
dengan aktivitas fisik laki-laki yang lebih banyak dari perempuan. Dengan
dan menyumbat. Tapi hal ini juga masih bersifat teori dan belum dapat
dipertanggungjawabkan.
8
c. Peranan Lingkungan ( Diet dan Higiene )
fekalit.
d. Obstruksi
submukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
parasit dan cacing. Selain itu juga disebabkan oleh sumbatan lumen
bendungan yang diakibatkan oleh obstruksi pada lumen apendiks, hal tersebut
9
akan mengakibatkan media bakteri pada dinding apendiks semakin meningkat,
(oedema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah pada
dinding apendiks. Pada keadaan inilah terjadi apendisitis yang ditandai oleh nyeri
pada epigastrium.1
bawah abdomen, keadaan ini yang biasa disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Apabila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark pada dinding apendiks yang
10
Seperti yang dijelaskan pada skema dibawah ini :
vermiformis, dan merupakan salah satu penyebab akut abdomen yang paling
11
ditemukan pada zaman dahulu. Sejak Hippocrates sampai Moses Maimonides,
data mengenai apendisitis masih belum tercatat.19 Penyakit ini selalu memerlukan
pembedahan dan merupakan salah satu indikasi gawat darurat bedah pada anak.20
Batasan apendisitis akut adalah apendisitis yang terjadi secara akut yang
memerlukan intervensi bedah2, biasanya memiliki durasi tidak lebih dari 48 jam,
ditandai dengan nyeri abdomen kuadran kanan bawah dengan nyeri tekan lokal
dan nyeri alih, nyeri otot yang ada diatasnya, dan hiperestesia kulit. 2Apendisitis
akut relatif jarang terjadi pada bayi dan menjadi semakin umum pada masa kanak-
kanak dan kehidupan dewasa awal, apendisitis akut mencapai puncak insiden pada
remaja dan awal 20-an. Setelah usia dewasa tua, risiko terkena apendisitis cukup
masa pubertas. Pada kelompok usia dewasa muda, rasio laki – laki dan perempuan
meningkat menjadi 3: 2 pada usia 25 tahun, setelah itu insiden apendisitis akut
eksaserbasi akut.Apendisitis kronis terjadi apabila ada rasa nyeri di perut bagian
kanan bawah yang tidak berat, tetapi bisa menyebabkan aktivitas penderita
terganggu dan lebih dari dua minggu. Nyeri yang dirasakan dapat berlangsung
secara terus-menerus dan bisa bertambah berat parah kemudian mereda lagi.1
12
Diagnosa apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat tersebut, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel
yang diencerkan dengan air menjadi suspensi barium dan dimasukkan secara oral.
Selain secara oral, barium juga dapat dimasukkan melalui anus (Barium
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotic. Adanya fekalit di dalam lumen, usia (orang tua atau anak muda), dan
orang tua adalah adanya gejala yang samar, keterlambatan berobat, adanya
13
perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan arteriosklerosis.
Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis,
dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah disertai dengan keluhan
mual dan muntah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan
nyeri yang terjadi. Dalam beberapa jam nyeri akan migrasi ke titik McBurney
yaitu pada kuadran kanan bawah abdomen, dimana nyeri dirasa lebih tajam dan
jelas letaknya sehinggu merupakan nyeri somatik setempat. Rasa nyeri pada
kuadran kanan bawah abdomen tidak begitu jelas apabila letak apendiks di
retrocaecal retroperitoneal, rasa nyeri lebih dirasa kearah abdomen sisi kanan dan
timbul ketika sedang berjalan karena kontraksi M. Psoas Major yang menegang
dari dorsal.1
Anak-anak, dengan letak apendiks yang retrocaecal atau pelvis, nyeri dapat
Nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum
pada anak dengan apendisitis retrocaecal atau pelvis. Jika inflamasi dari
apendiksterjadi di dekat ureter, gejala dapat berupa nyeri saat kencing atau
14
perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan distensi kandung kemih.
Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset
terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi
sekunder dan iritasi pada caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi
demam ringan (37,5 - 38,5C). Jika suhu tubuh diatas 38,6C, menandakan terjadi
kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan caecum hingga isi
caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat
menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur
pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal
Rovsing’s sign : pemeriksaan fisik ini dikatakan positif jika tekanan yang
15
menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik20.
hiperextensi hip secara pasif atau mengkontraksikan otot flexi hip aktif.
yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat
Obturator sign: dilakukan dengan cara pasien tidur terlentang dengan kaki
16
kanan dengan tangan kanan pemeriksa, dan lakukan endorotasi. Bila terasa
apabila terdapat nyeri lepas pada sepanjang titik penekanan yang bisa
menjalar hingga daerah kuadran kanan bawah, biasanya akan terasa nyeri
terasa nyeri pada saat batuk, menandakan bahwa adanya inflamasi dititik
nyeri.
17
Skor Alvarado
apendisitis akut. Sistem skoring ini dibuat oleh Alfredo Alvarado pada
didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium
Symptoms Score
Migratory right iliac fossa pain 1
Nausea / Vomitting 1
Anorexia 1
Signs
Tenderness in right iliac fossa 2
Rebound tenderness in right iliac fossa 1
Elevated temperature 1
Laboratory Findings
Leucocytosis 2
Shift to the left of neutrophils 1
Total 10
Keterangan:
18
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pemeriksaan laboratorium berupa hitung
tersedia di semua rumah sakit, murah dan cepat.23 Pada pemeriksaan darah
Peningkatan jumlah leukosit dalam darah sebagai akibat adanya proses inflamasi.
(normal 5.000-10.000 sel/mm3 ) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP
memberikan efek radiasi sehingga sangat berguna untuk ibu hamil dan
19
digunakan pada pasien usia lanjut.21 CT-Scanjuga digunakan untuk
bedah, laparoskopi dapat digunakan sebagai alat diagnosis dan terapi, disamping
untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat
karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan
apendisitis, diantaranya3 :
20
- Infark Omentum : infark omentum dapat dijumpai pada anak – anak dan
- Colitis : Colitis sering disertai diare, dan lokasi nyeri pada colon. Pada
berulang.
penebalan dinding.
c. Pada Perempuan :
disease nyerinya bilateral dan dapat dirasakan nyeri pada bagian abdomen
bawah
21
- Ruptur Kista Ovarium
- Torsi ovarium
- Hamil ektopik : pada hamil ektopik hampir selalu ada riwayat terlambat
haid dengan keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus.
a. Apendektomi Konvensional
membuka dinding abdomen dan juga digunakan untuk melihat apakah ada
suatu insisi di regio kanan bawah perut dengan lebar insisi sekitar 2 hingga
dikeluarkan dari perut kemudian lapisan otot dan kulit dijahit kembali.1,15
22
Gambar 2.8 Apendektomi Konvensional
b. Apendektomi Laparoskopi
terhubung ke monitor kedalam tubuh, lewat lubang itu pula sumber cahaya
peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Kemudian kamera dan alat –
23
kemudian apendiks diangkat, dan dipisahkan dari caecum. Apendiks
terbuka.15
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, caecum
obstruksi usus,feses dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian. Selain itu,
Insidens perforasi adalah 10 – 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan
lansia.
Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, serta kondisi penyakit pada
mortalitas kurang dari 0,1%, Sedangkan pada apendisitis yang disertai dengan
komplikasi angka kematiannya telah berkurang menjadi 2-5%, tetapi tetap tinggi
(10-15%) pada anak kecil dan orang tua.15 Pengurangan mortalitas lebih lanjut
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, D. J. W. Buku Ajar Ilmu Bedah. (EGC, 2010).
2. Dorland, W. Kamus Saku Kedokteran Dorland. (EGC, 2012).
3. Love’s, B. Short Practice of Surgery. (CRCPRESS, 2018).
4. Mazziotti MV, M. R. Appendicitis: Surgical Perspective. (2015).
5. Vasser HM, A. DA. Acute Appendicitis. (Sunders Elsevier, 2012).
6. Riwanto I, Hamami AH, Pieter J, Tjambolang T, A. I. Buku Ajar Ilmu
Bedah: Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. (EGC, 2010).
7. Snell, R. S. Anatomi Klinik. (EGC, 2006).
8. Ellis, H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Student & Junior
Doctors. (Blackwell Publishing, 2006).
9. Paulsen F. & J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Organ -
Organ Dalam. (EGC, 2013).
10. Junqueira LC, Cameiro J, K. R. Histologi Dasar. (EGC, 2005).
11. Riwanto I, Hamami AH, Pieter J, Tjambolang T, A. I. Buku Ajar Ilmu
Bedah: Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. (EGC, 2010).
12. Eroschenko, V. Atlas Histologi diFiore dengan korelasi fungsional. (EGC,
2010).
13. Junqueira LC, Cameiro J, K. R. Histologi Dasar. (EGC, 2005).
14. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. (EGC, 2011).
15. Sabiston, D.C. Jr, M. . Sabiston Buku Ajar Bedah. (EGC, 2004).
16. Agrawal, C. et al. Role of Serum C-Reactive Protein and Leukocyte Count
in the Diagnosis of Acute Appencitis in Nepalase Population. (Nepal Med
Coll J, 2008).
17. Sandy, C. Acute Appendicitis. (2010).
18. Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran. (Media Aesculapius, 2010).
19. Petroianu, A. Diagnosis of acute apppendicitis: International journal of
surgery. 10, 115–9 (2012).
20. Johns Hopksin. Pediatric Appendectomy. Med. Heal. Libr. (2014).
21. Robbins. Buku Ajari Patologi. (EGC, 2007).
26