PENDAHULUAN
Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal
dimasyawakat awam sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang
sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering
menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut dengan appendiks memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. 1
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan
berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur,
hanya pada anak kurang dari 1 tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens
pada lelaki lebih tinggi. 1
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa
apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena
daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang. Manajemen klinis massa
periapendikular dan apendisitis akut sangat berbeda. Apendisitis perlu dilakukan
apendektomi
sedangkan
massa
periapendikular
memerlukan
pengobatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
Gambar 1. Apendiks 3
2.2
Fisiologi
Apendiks menghasilkan lender sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir itu
Histologi
Gambaran mikroskopis appendix vermiformis secara struktural mirip
kolon , terdapat empat lapisan yaitu, mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan
tunika serosa. kecuali beberapa modifikasi yang khas untuk appendix.
Terdapat beberapa persamaan antara mukosa appendix dan kolon: epitel pelapis
dengan banyak sel goblet; lamina propria di bawahnya yang mengandung kelenjar
intestinal (kripti lieberkuhn) dan mukosa muskularis. Kelenjar intestinal pada
appendix kurang berkembang, lebih pendek, dan sering terlihat berjauhan
letaknya. Jaringan limfoid diffus di dalam lamina propria sangat banyak dan
sering terlihat sampai ke submukosa berdekatan.
Di sini terdapat sangat banyak limfonoduli dengan pusat germinal, dan
sangat khas untuk appendix. Noduli ini berawal di lamina propria namun karena
ukurannnya besar, noduli ini meluas dari epitel permukaan sampai ke submukosa.
Di tunika muskularis terdapat tempat pertemuan gabungan dari taenia coli.
Submukosanya sangat vaskular dengan banyak pembuluh darah. Muskularis
eksterna terdiri atas lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar. Ketebalan lapisan
otot ini bervariasi. Ganglia parasimpatis pleksus mesenterikus Auerbach terlihat di
antara lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar. Lapisan terluar apendiks
adalah serosa.
Periapendikular Flegmon
2.4.1
Definisi
Periapendikular flegmon merupakan nama lain dari massa apendikular.
Massa apidikular adalah massa yang terbentuk akibat proses radang dari apendiks.
Pada saat apendiks meradang, terjadi proses walling of yang merupakan suatu
proses untuk membatasi penyebaran proses radang, penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk
massa (appendiceal mass). 6
Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke 3-5 sejak peradangan
apendiks dimula. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima
tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan
omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang. 6
Epidemiologi
Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang lebih umum, dan
itu adalah salah satu penyebab paling umum dari sakit perut. Di Amerika Serikat,
250.000 kasus apendisitis dilaporkan setiap tahun, mewakili 1 juta pasien-hari
masuk. Insiden apendisitis akut telah menurun terus sejak akhir 1940-an, dan
kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per 100.000 penduduk. Apendisitis
terjadi pada 7% dari populasi Amerika Serikat, dengan kejadian 1,1 kasus per
1.000 orang per tahun. Beberapa predisposisi familial ada. 7
Di negara-negara Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut mungkin
rendah karena kebiasaan makan penduduk wilayah geografis tersebut. Insiden
apendisitis lebih rendah dalam budaya dengan asupan tinggi serat makanan. Serat
pangan diperkirakan akan menurunkan viskositas kotoran, mengurangi waktu
Pasien
inflamasi
apendisektomi
yang
ditawarkan
menghilang.
Baru-baru
telah dipertanyakan,
interval
ini,
apendisektomi
kebutuhan
dengan jumlah
konservatif
untuk
penulis
setelah
interval
mengadopsi
semifinal
interval.
Sedangkan
keuntungan
dari
pendukung
menghindari
interval
apendisektomi
terulangnya
gejala
dan
langsung.
Para
pendukung
pendekatan
yang
konservatif
Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Berbagai hal
2.4.4
Patogenesis
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen appendix dari berbagai
10
rentetan
peristiwa
tersebut
tergantung
pada
virulensi
11
2.4.5
Gambaran Klinis 1
Tanda awal
Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi
Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
lokal di titik McBurney
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan
2.4.6 Diagnosis
Anamnesis
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting
adalah :
a. Nyeri mula mula di epigastrium ( nyeri viseral ) yang beberapa waktu
kemudian menajalar ke perut kanan bawah
b. Muntah oleh karena nyeri visceral
c. Panas ( karena kuman yang menetap di dinding usus )
d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri
Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu
aksilar dan rektal sampai 10C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler
terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.
12
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri di perut
kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau
retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang
dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada
fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed
dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks
intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal Toucher) sebagai
massa yang hangat.
Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok
dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat
hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator
digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan
m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada
apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.
13
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat
itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan (tanda bintang).
Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan
kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver
(pemeriksaan).
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat
itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan
rotasi femur kedalam. Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan
apendiks dipelvis yang kontak denhgan otot obturator internus yang
meregang saat dilakukan manuver.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis
akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus
dengan komplikasi. 1
Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan
fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis
permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat
gambar fekalit. 8
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan
kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.
Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih
dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran
kanan bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal,
divertikulum meckels, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease
(PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG. 8
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG.
Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi
14
(diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat
inflamasi pada periapendik. 8
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi
untuk
apendisitis
akut
pemeriksaan
barium
enema
merupakan
2.4.7
Penatalaksanaan
Pada kasus periapendikuler flegmon diperlukan terapi antibiotik sebelum
15
2.4.8
Usus buntu membawa tingkat komplikasi dari 4-15%, serta biaya yang terkait dan
ketidaknyamanan rawat inap dan operasi. Oleh karena itu, tujuan dari ahli bedah
adalah untuk membuat diagnosis yang akurat sedini mungkin. Tertunda diagnosis
dan pengobatan untuk akun banyak mortalitas dan morbiditas terkait dengan usus
buntu. 11
Angka kematian keseluruhan 0,2-0,8% disebabkan komplikasi penyakit
daripada intervensi bedah. Tingkat kematian pada anak-anak berkisar antara 0,1%
16
sampai 1%; pada pasien yang lebih tua dari 70 tahun, tingkat naik di atas 20%,
terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapeutik. 11
Perforasi appendix dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas meningkat
dibandingkan dengan usus buntu nonperforating. Risiko kematian akut tetapi tidak
gangren usus buntu kurang dari 0,1%, namun risiko meningkat menjadi 0,6%
pada apendisitis gangren. Tingkat perforasi bervariasi dari 16% sampai 40%,
dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada kelompok usia muda (40-57%)
dan pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun (55-70%), di antaranya misdiagnosis
dan diagnosis tertunda umum. Komplikasi terjadi pada 1-5% pasien dengan
radang usus buntu, dan infeksi luka pasca operasi account untuk hampir sepertiga
dari morbiditas terkait. 11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1
Identitas
Nama
: Ny. I
Umur
: 40 tahun
: Garuda Atas
17
3.2
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
mmHg
P: 18 x/menit
x/menit
S: 37.3 C
Kepala:
Normocephal
Konjungtiva anemia (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Leher
:
Pembesaran Kelenjar Thyroid (-)
Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Paru-paru
-
Jantung
-
18
Abdomen
kasti
Perkusi
Inferior
ROM
NVD
Status Lokalis:
Pada pasien ini dapatkan massa seperti yang terlihat pada gambar, dengan ukuran
seperti bola kasti, tepat di regio iliaca dextra, yang teraba kenyal dan halus serta
tidak berpindah posisi meskipun pasien dalam keadaan ekspirasi maupun
inspirasi.
19
3.4
Pemeriksaan Penunjang
Laboatorium :
3.5
Darah Lengkap
Hasil
Nilai Rujukan
WBC
11.3
4.8-10.8 uL
RBC
4.5
4.7-6.1 uL
HGB
10.4
14-18 g/dL
HCT
31.4
42-52 %
PLT
340
150-450 uL
GDS
USG
Diagnosis Kerja :
Periapendikuler Flegmon
3.6
Rencana Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa
1. Bed rest
2. Diet
Medikamentosa
1. RL 28 tpm
2. Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
3. Metronidazol 0.5 gr/ 8j/iv
4. Inj ranitidin 1amp/8j/iv
5. Inj ketorolak 1amp/8j/iv
Observasi selama 6-8 minggu sampai tanda-tanda inflamasi menghilang
( leukosit, LED, dan massa)
20
Follow Up
Hari dan
Tanggal
Sabtu
Follow Up
Terapi
RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1g/12j
Inj Ranitidin 1amp/8j
Inj Ketorolac 1amp/8j
Bed Rest
Diet
RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1g/12j
Inj Ranitidin 1amp/8j
Inj Ketorolac 1amp/8j
Bed Rest
Diet
RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1g/12j
Inj Ranitidin 1amp/8j
Inj Ketorolac 1amp/8j
Bed Rest
Diet
RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1g/12j
Inj Ranitidin 1amp/8j
Inj Ketorolac 1amp/8j
Bed Rest
Diet
Rabu
RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1g/12j
Inj Ranitidin 1amp/8j
Inj Ketorolac 1amp/8j
Bed Rest
Diet
Cefadroxil 2 x 500 mg
Meloxicam 2 x 7.5 mg
Ranitidin 2 x 1 tab
Pasien
di
bolehkan
BAB IV
22
pulang ke rumah.
Kontrol
bedah.
ke
poliklinik
PEMBAHASAN
Pasien perempuan umur 40 tahun masuk dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah. Nyeri perut kanan bawah merupakan suatu tanda untuk peradangan
apendiks. Nyeri perut dirasakan sejak kurang lebih 20 hari yang lalu sebelum
pasien masuk rumah sakit, ini menunjukkan proses radang sudah terjadi. Pasien
ini juga mengeluh mual dan penurunan nafsu makan ini merupakan gejala
pertanda adanya peradangan pada apendiks.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peristaltik usus kesan normal, nyeri
tekan pada daerah Mc. Burney, yang merupakan titik acuan letak apendiks, dan
dapat dirasakan adanya massa yang fix di regio iliaca dextra yang berukuran
seperti bola kasti. Massa ini teraba kenyal dan halus, serta tidak berpindah posisi
pada saat pasien inspirasi maupun ekspirasi. Hasil pemeriksaan fisik tersebut
didukung oleh teori tentang periapendikuler flagmon.
Pada pemeriksaan penunjang, pemeriksaan darah lengkap pasien ini
menunjukan adanya peningkatan leukosit (leukositosis) yang juga merupakan
tanda terjadinya suatu peradangan dari apendiks.
Pada pemerisaan ultrasonography (USG) didapatkan massa mixechoid
pada area Mc.Burney yang memberi kesan susgestif appendisiti infiltrat.
Pada pasien ini diberikan antibiotik dan analgetik, ini sesuai dengan
metode F regimen OCHSNER-SHERREN (6F) yaitu:
proses walling-off dari rongga peritoneum oleh omentum dan usus yang
berdekatan sehingga teraba massa di fossa iliaka kanan. Ini merupakan kasus
23
bedah yang terjadi sekitar 2-6% pada pasien dengan apendisitis akut. Pemikiran
awal menganggap kondisi ini untuk dikelola secara konservatif, dengan salah satu
yang terkenal menjadi rejimen Ochsner-Sherren. Ide di balik ini adalah bahwa,
operasi akan berbahaya dan meningkatkan angka kematian.
Ahli bedah yang memegang pilihan ini, berbeda pendapat apakah ada
kebutuhan untuk apendektomi interval dalam waktu 3-6 minggu setelah
manajemen konservatif. Ide di balik usus buntu interval untuk mencegah
terulangnya apendisitis akut dan untuk mengecualikan patologi pencernaan
lainnya terutama keganasan. Tingkat kekambuhan apendisitis akut pada pasien
dengan massa apendiks yang diperlakukan secara konservatif sekitar 5-13,7%.
Namun, studi menunjukkan bahwa tidak ada pembenaran untuk apendisektomi
interval rutin setelah manajemen konservatif berhasil pada pasien asimtomatik
(DE Deakin, 2007)
Sementara itu, pada pasien lebih dari 40 tahun, penyebab patologis lainnya
massa iliaka kanan harus dikeluarkan oleh penyelidikan lebih lanjut (kolonoskopi
dan komputerisasi tomografi scan), dan dekat tindak lanjut diperlukan.
(Meshikhes AW, 2008).
Manajemen konservatif massa apendiks dapat diringkas oleh mnemonic
"ABCDEF" yang
A: Analgesik, Antibiotik, antipiretik
B: Istirahat
C: Charting (tanda vital, ukuran massa)
D: Diet (Keep Nil by Mouth)
E: Eksplorasi laparotomi.
F: pemeliharaan Fluid
Pada waktu sebelumnya, manajemen operasi awal tidak disukai karena
asumsi bahwa operasi semacam ini pasien akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Namun, tren saat ini menunjukkan bahwa operasi awal diterima dan
terkait dengan morbiditas yang rendah, mengurangi tinggal di rumah sakit, biaya
rendah, dan meningkatkan kepatuhan pasien.
24
Oleh karena itu, operasi awal sekarang menganggap sebagai metode yang
disukai. Apendisektomi laparoskopi aman dan harus menjadi metode yang disukai
dibandingkan dengan membuka operasi meskipun dalam pengaturan darurat.
Sebagai kesimpulan, tiga metode yang diusulkan untuk manajemen massa
apendiks yang 1) manajemen konservatif, 2) apendektomi Interval, 3) intervensi
bedah dini. Pemilihan metode tergantung pada preferensi ahli bedah dan kondisi
pasien.
Pada pasien ini dilakukan penanganan secara konservatif terlebih dahulu.
BAB V
PENUTUP
25
DAFTAR PUSTAKA
1. DE JONG
26
http://www.jacknaimsnotes.com/2011/05/management-for-appendicularmass.html
27