Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal
dimasyawakat awam sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang
sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering
menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut dengan appendiks memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. 1
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan
berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur,
hanya pada anak kurang dari 1 tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens
pada lelaki lebih tinggi. 1
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa
apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena
daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang. Manajemen klinis massa
periapendikular dan apendisitis akut sangat berbeda. Apendisitis perlu dilakukan
apendektomi

sedangkan

massa

periapendikular

konservatif diikuti oleh apendektomi. 2

memerlukan

pengobatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10

cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian


proximal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kea rah ujungnya.
Keadaan ini mungkin yang menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia
tersebut. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini
memungkinkan apendiks bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. 1

Gambar 1. Apendiks 3

Gambar 2. Letak Posisi Apendiks 4


Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala
klinis apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. 1
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti
arteri mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangan persarafan
simpatis berasal dari nervus torakalis X. oleh karena itu nyeri viseral pada
apendisitis bermula di sekitar umbilikus. 1
Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada
infeksi, apendiks akan mengalami gangren. 1

2.2

Fisiologi
Apendiks menghasilkan lender sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir itu

normalnya disurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.


Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
apendisitis. 1
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah
IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak memengaruhi system imun tubuh
karena jumlah jaringan di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya
disaluran cerna dan di seluruh tubuh.
2.3

Histologi
Gambaran mikroskopis appendix vermiformis secara struktural mirip

kolon , terdapat empat lapisan yaitu, mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan
tunika serosa. kecuali beberapa modifikasi yang khas untuk appendix.
Terdapat beberapa persamaan antara mukosa appendix dan kolon: epitel pelapis
dengan banyak sel goblet; lamina propria di bawahnya yang mengandung kelenjar
intestinal (kripti lieberkuhn) dan mukosa muskularis. Kelenjar intestinal pada
appendix kurang berkembang, lebih pendek, dan sering terlihat berjauhan
letaknya. Jaringan limfoid diffus di dalam lamina propria sangat banyak dan
sering terlihat sampai ke submukosa berdekatan.
Di sini terdapat sangat banyak limfonoduli dengan pusat germinal, dan
sangat khas untuk appendix. Noduli ini berawal di lamina propria namun karena
ukurannnya besar, noduli ini meluas dari epitel permukaan sampai ke submukosa.
Di tunika muskularis terdapat tempat pertemuan gabungan dari taenia coli.
Submukosanya sangat vaskular dengan banyak pembuluh darah. Muskularis
eksterna terdiri atas lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar. Ketebalan lapisan
otot ini bervariasi. Ganglia parasimpatis pleksus mesenterikus Auerbach terlihat di

antara lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar. Lapisan terluar apendiks
adalah serosa.

Gambar 3. Histologi Apendiks 5


2.4

Periapendikular Flegmon

2.4.1

Definisi
Periapendikular flegmon merupakan nama lain dari massa apendikular.

Massa apidikular adalah massa yang terbentuk akibat proses radang dari apendiks.
Pada saat apendiks meradang, terjadi proses walling of yang merupakan suatu
proses untuk membatasi penyebaran proses radang, penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk
massa (appendiceal mass). 6
Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke 3-5 sejak peradangan
apendiks dimula. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima
tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan
omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang. 6

Apendiks yang meradang, omentum yang lebih besar, sekum edema,


dilatasi peritoneum parietal dan ileum (Ileus) membentuk massa di fosa iliaka
kanan. Massa ini lembut, halus, tegas, baik lokal, tidak bergerak dengan respirasi,
tidak mobile, semua perbatasan baik terbuat (terlokalisisr dengan baik) dan
resonansi pada perkusi. Pasien mungkin mengalami demam dan peningkatan
leukosit. 6

Gambar 4. Massa Apendikular Massa terlokalisir baik.6

Gambar 5. Massa apendikularis dibentuk oleh ileum yang melebar; omentum


yang lebih besar; apendiks yang meradang dan sekum. Ini resonansi, halus, tegas,
dan lembut dengan batas yang terlokalisir dengan baik yang tidak bergerak
dengan respirasi dan tidak memiliki mobilitas. 6
2.4.2

Epidemiologi
Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang lebih umum, dan

itu adalah salah satu penyebab paling umum dari sakit perut. Di Amerika Serikat,
250.000 kasus apendisitis dilaporkan setiap tahun, mewakili 1 juta pasien-hari
masuk. Insiden apendisitis akut telah menurun terus sejak akhir 1940-an, dan
kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per 100.000 penduduk. Apendisitis
terjadi pada 7% dari populasi Amerika Serikat, dengan kejadian 1,1 kasus per
1.000 orang per tahun. Beberapa predisposisi familial ada. 7
Di negara-negara Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut mungkin
rendah karena kebiasaan makan penduduk wilayah geografis tersebut. Insiden
apendisitis lebih rendah dalam budaya dengan asupan tinggi serat makanan. Serat
pangan diperkirakan akan menurunkan viskositas kotoran, mengurangi waktu

transit usus, dan mencegah pembentukan fecaliths, yang mempengaruhi individu


untuk penghalang dari lumen appendix. 7
Dalam beberapa tahun terakhir, penurunan frekuensi usus buntu di negaranegara Barat telah dilaporkan, yang mungkin terkait dengan perubahan asupan
serat makanan. Bahkan, insiden yang lebih tinggi dari apendisitis diyakini terkait
dengan asupan serat miskin di negara-negara tersebut. 7
Ada dominan laki-laki sedikit 3: 2 pada remaja dan dewasa muda; pada
orang dewasa, kejadian apendisitis adalah sekitar 1,4 kali lebih besar pada pria
dibandingkan pada wanita. Insiden usus buntu utama adalah kira-kira sama pada
kedua jenis kelamin. 7
Insiden apendisitis secara bertahap naik dari lahir, puncak di masa remaja
akhir, dan secara bertahap menurun di tahun-tahun geriatri. Usia rata-rata saat
usus buntu terjadi pada populasi pediatrik 6-10 tahun. Hiperplasia limfoid diamati
lebih sering pada bayi dan orang dewasa dan bertanggung jawab untuk
peningkatan insiden apendisitis pada kelompok usia ini. Anak-anak muda
memiliki tingkat yang lebih tinggi perforasi, dengan tingkat dilaporkan 50-85%.
Usia rata-rata di usus buntu adalah 22 tahun. Meskipun jarang, neonatal dan
bahkan prenatal usus buntu telah dilaporkan. Dokter harus mempertahankan
indeks kecurigaan yang tinggi pada semua kelompok umur. 7
Massa apendiks adalah hasil akhir dari walling-off perforasi apendiks dan
merupakan spektrum patologis mulai dari phlegmon ke abscess. Ini adalah entitas
bedah umum, dihadapi dalam 2% -6% dari pasien dengan appendicitis akut.
Manajemen dari massa appendix kontroversial dengan tiga pendekatan umum
biasanya digunakan. Manajemen Klasik melibatkan manajemen konservatif awal
dengan broadspectrum antibiotik dan cairan intravena sampai massa inflamasi
sembuh.
tanda

Pasien

inflamasi

apendisektomi

yang

ditawarkan

menghilang.

Baru-baru

telah dipertanyakan,

interval
ini,

apendisektomi
kebutuhan

dengan jumlah

konservatif

untuk

penulis

setelah
interval

mengadopsi
semifinal

Pendekatan dengan apendisektomi langsung atau pendekatan yang konservatif


tanpa interval appendicectomy. 6
Pendekatan semi-konservatif yaitu melakukan apendisektomi langsung
setelah massa inflamasi menghilang. Para pendukung apendisektomi langsung
keuntungan disebutkan menghindari kebutuhan untuk pendaftaran kembali untuk
apendisektomi
menggambarkan

interval.

Sedangkan

keuntungan

dari

pendukung
menghindari

interval

apendisektomi

terulangnya

gejala

dan

misdiagnosis massa apendiks. Mereka berpendapat bahwa apendisektomi interval


kurang berbahaya dan operasi tidak penuh tantangan, dibandingkan dengan segera
apendisektomi

langsung.

Para

pendukung

pendekatan

yang

konservatif

mengklaim apendisektomi, apakah interval (tertunda) atau langsung (sejak awal),


adalah tidak perlu. 6
2.4.3

Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Berbagai hal

berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor


yang diajukan sebagai faktor pencetur. Penyebab paling umum dari obstruksi
lumen termasuk hiperplasia limfoid sekunder untuk penyakit radang usus (IBD/
inflammatory bowel disease) atau infeksi (lebih umum selama masa kanak-kanak
dan dewasa muda), stasis tinja dan fecaliths (lebih umum pada pasien usia lanjut),
parasit (terutama di negara-negara Timur) , atau, lebih jarang, benda asing dan
neoplasma. 8
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan
mempermudah terjadinya apendisits akut. 1

2.4.4

Patogenesis
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen appendix dari berbagai

penyebab. Obstruksi diyakini menyebabkan peningkatan tekanan dalam lumen.


Seperti peningkatan terkait dengan sekresi terus menerus cairan dan lendir dari
mukosa dan stagnasi. Pada saat yang sama, bakteri usus dalam apendiks
berkembang biak, menyebabkan perekrutan sel darah putih dan pembentukan
nanah dan sehingga tekanan intraluminal tinggi. 9,10
Jika obstruksi appendix berlanjut, menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, mengakibatkan hilangnya integritas epitel dan
memungkinkan invasi bakteri dari dinding appendix. 9,10
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. 9,10
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut. 9,10
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. 9,10
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang

10

disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses


atau menghilang. 9,10
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 9,10
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah. 9,10
Kecepatan

rentetan

peristiwa

tersebut

tergantung

pada

virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,


usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 9,10
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 9,10

11

2.4.5

Gambaran Klinis 1

Tanda awal
Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi
Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
lokal di titik McBurney
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan
2.4.6 Diagnosis
Anamnesis
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting
adalah :
a. Nyeri mula mula di epigastrium ( nyeri viseral ) yang beberapa waktu
kemudian menajalar ke perut kanan bawah
b. Muntah oleh karena nyeri visceral
c. Panas ( karena kuman yang menetap di dinding usus )
d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri
Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu
aksilar dan rektal sampai 10C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler
terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.

12

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri di perut
kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau
retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang
dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada
fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed
dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks
intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal Toucher) sebagai
massa yang hangat.
Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok
dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat
hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator
digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan
m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada
apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.

13

Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat
itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan (tanda bintang).
Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan
kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver
(pemeriksaan).
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat
itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan
rotasi femur kedalam. Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan
apendiks dipelvis yang kontak denhgan otot obturator internus yang
meregang saat dilakukan manuver.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis
akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus
dengan komplikasi. 1
Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan
fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis
permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat
gambar fekalit. 8
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan
kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.
Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih
dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran
kanan bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal,
divertikulum meckels, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease
(PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG. 8
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG.
Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi

14

(diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat
inflamasi pada periapendik. 8
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi
untuk

apendisitis

akut

pemeriksaan

barium

enema

merupakan

kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture apendiks. 8


Dapat juga digunakan score Alvarado untuk mendiagnosis apendisitis.

2.4.7

Penatalaksanaan
Pada kasus periapendikuler flegmon diperlukan terapi antibiotik sebelum

dilakukan apendektomi. Ini dilakukan karena pada periapendikuler flagmon yang


langsung di operasi memiliki resiko terjadi perdarahan yang lebih besar, sehingga
perlu di lakukan pengobatan konservatif dengan menggunakan antibiotik
sprektrum luas. 6
Konservatif (Ochsner-Sherren Regimen), infeksi yang sudah terlokalisasi,
jika sekarang diganggu akan menyebabkan fistula fekal. Yang diamati adalah: 6
o Temp, BP, grafik Pulse
o Menandai massa untuk mengidentifikasi perkembangan / regresi
o Antibiotik (Ampicillin, metronidazol, gentamisin, atau obat lain
mengingat tergantung pada tingkat keparahan dan persyaratan)
o cairan IV
o Analgesik

15

Pasien biasanya menunjukkan respon oleh 48 sampai 72 jam dan massa


mengurangi ukuran, suhu dan denyut nadi menjadi normal. Nafsu makan kembali
membaik. 90% dari pasien menanggapi terapi konservatif. 6
Pasien dipulangkan dan disarankan untuk datang untuk interval
apendisektomi setelah 6 minggu. 6

2.4.8

Gambar. McBurneys Point


Konsevatif dengan metode F regimen OCHSNER-SHERREN (6F)
Fowler Posistion (semi)
Fluids by mouth atau intravena
Four hourly atau lebih sering, observasi nadi dan 2x sehari ukur suhu.
Feel, palpasi massa apakah mngecil atau makin membesar
Fungi, antibiotik
Forbidden analgetik.
Prognosis
Apendisitis akut adalah alasan paling umum untuk operasi perut darurat.

Usus buntu membawa tingkat komplikasi dari 4-15%, serta biaya yang terkait dan
ketidaknyamanan rawat inap dan operasi. Oleh karena itu, tujuan dari ahli bedah
adalah untuk membuat diagnosis yang akurat sedini mungkin. Tertunda diagnosis
dan pengobatan untuk akun banyak mortalitas dan morbiditas terkait dengan usus
buntu. 11
Angka kematian keseluruhan 0,2-0,8% disebabkan komplikasi penyakit
daripada intervensi bedah. Tingkat kematian pada anak-anak berkisar antara 0,1%

16

sampai 1%; pada pasien yang lebih tua dari 70 tahun, tingkat naik di atas 20%,
terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapeutik. 11
Perforasi appendix dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas meningkat
dibandingkan dengan usus buntu nonperforating. Risiko kematian akut tetapi tidak
gangren usus buntu kurang dari 0,1%, namun risiko meningkat menjadi 0,6%
pada apendisitis gangren. Tingkat perforasi bervariasi dari 16% sampai 40%,
dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada kelompok usia muda (40-57%)
dan pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun (55-70%), di antaranya misdiagnosis
dan diagnosis tertunda umum. Komplikasi terjadi pada 1-5% pasien dengan
radang usus buntu, dan infeksi luka pasca operasi account untuk hampir sepertiga
dari morbiditas terkait. 11

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1

Identitas

Nama

: Ny. I

Umur

: 40 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Ruangan

: Garuda Atas

17

3.2

Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri Perut Kanan Bawah


Anamnesis Terpimpin : Keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 20 hari yang
lalu. Pasien mengeluh nyeri perut dirasakan semakin hari semakin memberat
sehingga pasien datang untuk berobat. Pasien juga mengeluh mual, namun tidak
sampai muntah. Pasien mengaku kalau nafsu makannya menurun sejak pasien
merasakan sakit tersebut. Riwayat demam ada. Riwayat BAB berdarah tidak ada.
BAK lancar. Riwayat menstruasi lancar.
3.3

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sakit Sedang


Tanda Vital : TD : 120/70
N : 88

mmHg

P: 18 x/menit

x/menit

S: 37.3 C

Kepala:
Normocephal
Konjungtiva anemia (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Leher

:
Pembesaran Kelenjar Thyroid (-)
Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)

Paru-paru
-

Inspeksi : Pengembangan dada simetris ki = ka


Palpasi
: Vokal Fremitus ki = ka
Perkusi : Sonor
Auskultasi
: Vesiculer +/+, Rh -/-, Wh -/-

Jantung
-

Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak


Palpasi
: Ictus kordis teraba di ICS V linea mid clavikula
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Auskultasi
: Bunyi jantung murni regular, murmur (-)

18

Abdomen

Inspeksi : Tampak cembung, tidak tampak benjolan


Auskultasi
: Peristaltik (+)
Palpasi
: Nyeri tekan regio iliaca dextra, teraba massa seperti bola

kasti
Perkusi

: Tympani, pekak pada regio iliaca dextra.

Genitalia : Tidak tampak kelainan


Ekstremitas
-

Superior : akral hangat, edema (-)

Inferior

ROM

: dalam batas normal

NVD

: sensibilitas normal, CRT 2 detik

: akral hangat, edema (-)

Status Lokalis:

Pada pasien ini dapatkan massa seperti yang terlihat pada gambar, dengan ukuran
seperti bola kasti, tepat di regio iliaca dextra, yang teraba kenyal dan halus serta
tidak berpindah posisi meskipun pasien dalam keadaan ekspirasi maupun
inspirasi.

19

3.4

Pemeriksaan Penunjang
Laboatorium :

3.5

Darah Lengkap

Hasil

Nilai Rujukan

WBC

11.3

4.8-10.8 uL

RBC

4.5

4.7-6.1 uL

HGB

10.4

14-18 g/dL

HCT

31.4

42-52 %

PLT

340

150-450 uL

GDS

: 89 mg/dL (170 mg/dL)

USG

: Sugestif App Infiltrat

Diagnosis Kerja :
Periapendikuler Flegmon

3.6

Rencana Penatalaksanaan

Nonmedikamentosa
1. Bed rest
2. Diet
Medikamentosa
1. RL 28 tpm
2. Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
3. Metronidazol 0.5 gr/ 8j/iv
4. Inj ranitidin 1amp/8j/iv
5. Inj ketorolak 1amp/8j/iv
Observasi selama 6-8 minggu sampai tanda-tanda inflamasi menghilang
( leukosit, LED, dan massa)

20

Follow Up
Hari dan
Tanggal
Sabtu

Follow Up

Terapi

S: Nyeri perut kanan bawah berkurang


O: TD : 120/80 mmHg
30-05-2015
N : 72 x/menit
P : 18 x/menit
S : 36.7 C
Massa masih teraba dengan ukuran

RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1g/12j
Inj Ranitidin 1amp/8j
Inj Ketorolac 1amp/8j
Bed Rest
Diet

masih sama dengan semula, dan masih


nyeri saat di lakukan palpasi.
A: Periapendikuler Flagmon
Minggu
S: Nyeri perut kanan bawah berkurang
O: TD : 110/70 mmHg
31-05-2015
N : 84 x/menit
P : 18 x/menit
S : 36.6 C
Massa masih teraba dengan ukuran

RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1g/12j
Inj Ranitidin 1amp/8j
Inj Ketorolac 1amp/8j
Bed Rest
Diet

masih sama dengan semula, dan masih


nyeri saat di lakukan palpasi.
A: Periapendikuler Flagmon
Senin
S: Nyeri perut kanan bawah berkurang
O: TD : 110/70 mmHg
01-06-2015
N : 78 x/menit
P : 18 x/menit
S : 36.7 C
Massa masih teraba dengan ukuran

RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1g/12j
Inj Ranitidin 1amp/8j
Inj Ketorolac 1amp/8j
Bed Rest
Diet

masih sama dengan semula, dan masih


nyeri saat di lakukan palpasi.
A: Periapendikuler Flagmon
Selasa
S: Nyeri perut kanan bawah berkurang
O: TD : 120/80 mmHg
02-06-2015
N : 72 x/menit
P : 18 x/menit
S : 36.7 C
Massa masih teraba dengan ukuran
yang lebih kecil daripada saat masuk
A: Periapendikuler Flagmon
21

RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1g/12j
Inj Ranitidin 1amp/8j
Inj Ketorolac 1amp/8j
Bed Rest
Diet

Rabu

S: Nyeri perut kanan bawah berkurang


O: TD : 120/70 mmHg
03-06-2015
N : 82 x/menit
P : 18 x/menit
S : 36.7 C
Massa masih teraba dengan ukuran

RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1g/12j
Inj Ranitidin 1amp/8j
Inj Ketorolac 1amp/8j
Bed Rest
Diet

yang lebih kecil daripada saat masuk.


A: Periapendikuler Flagmon
Kamis
S: Nyeri perut kanan bawah berkurang
O: TD : 120/80 mmHg
04-06-2016
N : 76 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36.6 C
Massa masih teraba sudah lebih

Cefadroxil 2 x 500 mg
Meloxicam 2 x 7.5 mg
Ranitidin 2 x 1 tab
Pasien
di
bolehkan

mengecil dari awal masuk.


A: Periapendikuler Flagmon

BAB IV
22

pulang ke rumah.
Kontrol
bedah.

ke

poliklinik

PEMBAHASAN
Pasien perempuan umur 40 tahun masuk dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah. Nyeri perut kanan bawah merupakan suatu tanda untuk peradangan
apendiks. Nyeri perut dirasakan sejak kurang lebih 20 hari yang lalu sebelum
pasien masuk rumah sakit, ini menunjukkan proses radang sudah terjadi. Pasien
ini juga mengeluh mual dan penurunan nafsu makan ini merupakan gejala
pertanda adanya peradangan pada apendiks.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peristaltik usus kesan normal, nyeri
tekan pada daerah Mc. Burney, yang merupakan titik acuan letak apendiks, dan
dapat dirasakan adanya massa yang fix di regio iliaca dextra yang berukuran
seperti bola kasti. Massa ini teraba kenyal dan halus, serta tidak berpindah posisi
pada saat pasien inspirasi maupun ekspirasi. Hasil pemeriksaan fisik tersebut
didukung oleh teori tentang periapendikuler flagmon.
Pada pemeriksaan penunjang, pemeriksaan darah lengkap pasien ini
menunjukan adanya peningkatan leukosit (leukositosis) yang juga merupakan
tanda terjadinya suatu peradangan dari apendiks.
Pada pemerisaan ultrasonography (USG) didapatkan massa mixechoid
pada area Mc.Burney yang memberi kesan susgestif appendisiti infiltrat.
Pada pasien ini diberikan antibiotik dan analgetik, ini sesuai dengan
metode F regimen OCHSNER-SHERREN (6F) yaitu:

Fowler Posistion (semi)


Fluids by mouth atau intravena
Four hourly atau lebih sering, observasi nadi dan 2x sehari ukur suhu.
Feel, palpasi massa apakah mngecil atau makin membesar
Fungi, antibiotik
Forbidden analgetik.
Usus buntu yang meradang akut dapat terjadi perforasi dan kemudian terjadi

proses walling-off dari rongga peritoneum oleh omentum dan usus yang
berdekatan sehingga teraba massa di fossa iliaka kanan. Ini merupakan kasus
23

bedah yang terjadi sekitar 2-6% pada pasien dengan apendisitis akut. Pemikiran
awal menganggap kondisi ini untuk dikelola secara konservatif, dengan salah satu
yang terkenal menjadi rejimen Ochsner-Sherren. Ide di balik ini adalah bahwa,
operasi akan berbahaya dan meningkatkan angka kematian.
Ahli bedah yang memegang pilihan ini, berbeda pendapat apakah ada
kebutuhan untuk apendektomi interval dalam waktu 3-6 minggu setelah
manajemen konservatif. Ide di balik usus buntu interval untuk mencegah
terulangnya apendisitis akut dan untuk mengecualikan patologi pencernaan
lainnya terutama keganasan. Tingkat kekambuhan apendisitis akut pada pasien
dengan massa apendiks yang diperlakukan secara konservatif sekitar 5-13,7%.
Namun, studi menunjukkan bahwa tidak ada pembenaran untuk apendisektomi
interval rutin setelah manajemen konservatif berhasil pada pasien asimtomatik
(DE Deakin, 2007)
Sementara itu, pada pasien lebih dari 40 tahun, penyebab patologis lainnya
massa iliaka kanan harus dikeluarkan oleh penyelidikan lebih lanjut (kolonoskopi
dan komputerisasi tomografi scan), dan dekat tindak lanjut diperlukan.
(Meshikhes AW, 2008).
Manajemen konservatif massa apendiks dapat diringkas oleh mnemonic
"ABCDEF" yang
A: Analgesik, Antibiotik, antipiretik
B: Istirahat
C: Charting (tanda vital, ukuran massa)
D: Diet (Keep Nil by Mouth)
E: Eksplorasi laparotomi.
F: pemeliharaan Fluid
Pada waktu sebelumnya, manajemen operasi awal tidak disukai karena
asumsi bahwa operasi semacam ini pasien akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Namun, tren saat ini menunjukkan bahwa operasi awal diterima dan
terkait dengan morbiditas yang rendah, mengurangi tinggal di rumah sakit, biaya
rendah, dan meningkatkan kepatuhan pasien.

24

Oleh karena itu, operasi awal sekarang menganggap sebagai metode yang
disukai. Apendisektomi laparoskopi aman dan harus menjadi metode yang disukai
dibandingkan dengan membuka operasi meskipun dalam pengaturan darurat.
Sebagai kesimpulan, tiga metode yang diusulkan untuk manajemen massa
apendiks yang 1) manajemen konservatif, 2) apendektomi Interval, 3) intervensi
bedah dini. Pemilihan metode tergantung pada preferensi ahli bedah dan kondisi
pasien.
Pada pasien ini dilakukan penanganan secara konservatif terlebih dahulu.

BAB V
PENUTUP

25

Appendisitis infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya


riwayat apendisitis akut dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik dan penunjang
yang mendukung. Diagnosis apendisitis infiltrat dapat dibingungkan dengan
penyakit lain pada kuadran kanan abdomen dengan massa diantaranya tumor
cekum, lymfoma maligna intra abdomen, apendisitis tuberkulosa, amuboma,
penyakit crohn, dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun kista
ovarium terpuntir.
Terapi appendisitis infiltrat adalah operasi elektif appendiktomy jika massa
dianggap tenang dengan sebelumnya diberikan terapi konservatif dengan
kombinasi antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob selama 6-8
minggu. Apabila massa mengecil pembedahan dapat dibatalkan tetapi apabila
massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan
massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase. Komplikasi yang dapat terjadi
yaitu perforasi apendisitis yang dapat mengakibatkan peritonitis yang pada
akhirnya akan terjadi kegagalan organ dan kematian. Komplikasi terjadi biasanya
akibat keterlambatan diagnosa apendisitis akut.

DAFTAR PUSTAKA
1. DE JONG
26

2. Available From URL:


http://www.snm.org.tw/revista2005/200507/pdf/v16n1/AnnNuclMedSCi0
3-16-17(3-Sun).pdf
3. Available From URL: http://medicine.academic.ru/95046/%5C/
%5C/tg.delnapb.com/%5C/%5C/tg.delnapb.com/%5C/
%5C/tg.delnapb.com/?id=276422&t=iframe
4. Available From URL: http://web.uniplovdiv.bg/stu1104541018/docs/res/skandalakis%27%20surgical
%20anatomy%20-%202004/Chapter%2017_%20Appendix.htm
5. Available From URL: https://noeyudha.wordpress.com/referat/appendixvermiformis/
6. Bhat. M.S., SRBS Manual of Surgery. 3rd ed. NewDelhi. JayPee: 2009
7. Available From URL: http://emedicine.medscape.com/article/773895overview#a0156
8. Available From URL: http://emedicine.medscape.com/article/773895overview#aw2aab6b2b4aa
9. Klingensmith. M.E., et al. The Washington Manual of Surgery. 6th ed.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia: 2012
10. Available From URL: Pathophysiology.
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a0104
11. Available From URL: Prognosis
(http://emedicine.medscape.com/article/773895overview#aw2aab6b2b7aa)
12. Available From URL:

http://www.jacknaimsnotes.com/2011/05/management-for-appendicularmass.html

27

Anda mungkin juga menyukai