APENDISITIS
Disusun oleh :
22010117220089
Pembimbing :
NIM : 22010117220089
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior di Bagian Ilmu Bedah Fakultas
PENDAHULUAN
Apendisitis atau yang disebut juga dengan istilah umbai cacing/usus buntu dalam
masyarakat awam adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermiformis. Apendiks
merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan
bawah. Organ yang umumnya tidak diketahui fungsinya ini ternyata seringkali menimbulkan
masalah bagi kesehatan. Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling
sering ditemukan. Peradangan akut pada apendiks / appendicitis akuta dapat mengenai semua
kelompok usia, hanya saja jarang dilaporkan kasus apendiks pada anak kurang dari umur satu
tahun. Insidensi tertinggi apendisitis terjadi pada kelompok usia 20-30 tahun, dengan rasio
angka kejadian sebesar 30-35 juta kasus/tahun. Di Asia Tenggara, Indonesia menempati
urutan pertama sebagai negara dengan angka kejadian apendisitis tertinggi yaitu 0,05%
mengalahkan Filipina dan Vietnam. Pada tahun 2014, juga dilaporkan bahwa angka kejadian
kasus apendisitis yang dirawat di rumah sakit berjumlah 4351 kasus. Insidensi apendisitis
akut juga lebih tinggi pada negara maju daripada negara berkembang, namun dalam 30-40
tahun terakhir kejadiannya menurun secara bermakna, hal ini diduga disebabkan oleh
Apendisitis akut tidak menunjukkan gambaran klinis yang khas. Hal ini membuat
sudah dalam tahap komplikasi yaitu sudah terjadi peritonitis dan sepsis. Peradangan akut
bagi calon dokter umum agar mampu menegakkan diagnosis dengan cepat dan tepat agar
terapi yang relevan dapat segera diberikan sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insidensi apendisitis pada usia ini. Apendiks
(mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum
taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi,
letak pangkal apendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik yang berjarak 1/3
dan colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan apendiks
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada caeacum. Awalnya
apendiks berada pada apeks caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih
mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Apendiks
selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir apendiks
kolon ascendens, atau di tepi lateral kolon ascendens. Jadi meskipun dasar apendiks
berhubungan dengan Taenia caecalis pada dasar caecum, ujung apendiks memiliki
variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Variasi lokasi inilah yang
akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila apendiks mengalami
peradangan.
dari n. Torakalis X. Karena itu nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
cabang dari a. ileocolica. Rasa nyeri dari apendiks dialirkan melalui serabut afferen
Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen apendiks
permukaan. Pada epitel ini terdapat sel-sel absorbtif, sel-sel goblet, sel-sel neuro
endokrin dan beberapa sel paneth. Lamina propia dari mukosa adalah lapisan
seluler dengan dengan banyak komponen sel-sel migratory dan agregasi limfoid.
Berbeda dengan di colon dimana limfoid folikel tersebar, pada apendiks folikel
limfoid ini sangat banyak dijumpai terutama pada apendiks individu berusia muda.
Lapisan terluar dari mukosa adalah muskularis mukosa, yang merupakan lapisan
Lapisan ini tersusun longgar oleh jaringan serat kolagen dan elastin serta fibroblast.
sel-sel limfoid, sel-sel plasma serta sel mast. Pembuluh darah dan limfe merupakan
komponen yang dominan pada lapisan ini. Pembuluh limfatik terdapat jelas
dibawah dasar dari folikel limfoid. Dilapisan ini juga terdapat struktur neural
Lapisan otot polos yang tebal berada diantara submukosa dan serosa,
merupakan lapisan muskularis eksterna dari apendiks. Lapisan ini terpisah menjadi
dua bagian yaitu lapisan sirkular di dalam dan lapisan longitudinal di sebelah luar.
Diantara dua lapisan otot ini terdapat pleksus auerbach yang serupa secara
terluar dari apendiks adalah lapisan serosa. Lapisan serosa ini merupakan selapis
sel-sel mesotelial kuboid, yang terdapat pada lapisan tipis jaringan fibrosa.
Gambar 4. Histologi apendiks
2.2 FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan 1-2 ml lendir per hari. Lendir ini secara normal
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks yaitu IgA. Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Pada seseorang yang telah dilakukan
pengangkatan apendiks, hal itu tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
Apendisitis merupakan penyebab bedah akut abdomen yang sering ditemukan. Dalam
kasus ringan apendisitis dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi untuk mengambil apendiks yang terinfeksi. Bila tidak
dikelola secara cepat dan tepat, apendiks yang terinfeksi dapat mengalami perforasi
secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup orang-orang di
sendiri terdapat sekitar 250.000 kasus apendisitis yang terjadi setiap tahunnya.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, namun pada anak usia kurang dari 1
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi laki-laki yang
Beberapa hal yang dapat menjadi faktor pencetus apendisitis akut yaitu :
Obstruksi
apendiks antara lain fekalit, hiperplasia jaringan limfe, biji, tumor apendiks,
mukosa yang terjadi terus menerus sampai melebihi kapasitas lumen normal
yaitu 0,1 mL dan akibat adanya multiplikasi cepat dari bakteri dalam
dengan pergeseran atau nyeri yang lebih hebat ke kuadran kanan bawah.
menyebabkan mual dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri
perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan
diagnosis lain.
Mikroorganisme
peritoneum parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan
peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien
dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap
hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada
bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada
terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk
terjadi abses. Abses tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi
abdomen pada saat pemeriksaan fisik. Selain itu gangguan mukosa yang
terjadi dapat disebabkan oleh erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti
E. hystolitica.
Flora pada apendiks yang meradang berbeda dengan flora apendiks
oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemia dinding lumen. Flora normal
didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi. Flora normal pada apendiks sama dengan bakteri pada
kolon normal. Flora pada apendiks akan tetap konstan seumur hidup kecuali
variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.
Gaya hidup
kolon biasa.
Apendisitis akut
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
Apendisitis infiltrat
Apendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya
di fossa iliaka kanan, lateral dari caecum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.
Apendisitis perforasi
jaringan nekrotik.
Apendisitis kronis
baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut
kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara
infiltrat sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis
propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak mengalami dilatasi.
apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya pertahanan tubuh berusaha
membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang lebih dikenal
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses apendisitis akan
sembuh dan masa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh
dengan sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan
bawah. Suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan akut lagi dan dinyatakan
Apendisitis akut sering muncul dengan gejala khas yang didasari oleh
setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsang peritoneum lokal.
Gejala klasik apendisitis yaitu nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual
dan kadang ada muntah. Umumnya, pasien mengeluh adanya penurunan nafsu
makan. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc
Burney. Disini, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila
kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena
apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri
timbul saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat dan
pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi
rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih. Gejala apendisitis akut pada
anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering hanya menunjukkan gejala rewel dan
tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Beberapa jam
kemudian, anak akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik. Karena gejala
yang tidak khas tadi, apendisitis sering baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada
hati atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksia, kemudian nyeri menjalar dan
pindah ke daerah kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal
di titik Mc Burney, terdapat nyeri tekan di titik Mc Burney, nyeri lepas (Blumberg
sign) di titik Mc Burney, nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung berupa nyeri
daerah kanan bawah pada tekanan perut kiri bawah (Rovsing sign), nyeri kanan
bawah bila tekanan sebelah kiri dilepaskan (Blumberg sign), dan nyeri kanan bawah
bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan.
lanjut, gejalanya sering samar-samar saja sehingga banyak pasien baru dapat
adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Hal ini perlu dicermati karena pada
kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan
kenaikan temperatur 1º C. Posisi yang nyaman bagi pasien adalah posisi seperti
fetus atau telentang dengan tungkai ditarik, terutama tungkai kanan. Apendiks
anterior akan memberikan nyeri tekan maksimum, kekakuan otot (defans muskular),
dan nyeri lepas pada titik Mc Burney. Hiperestesa kutaneus mungkin dapat
ditemukan dini dalam daerah yang dipasok oleh saraf spinalis kanan T10, T11, T12.
Tanda rovsing (nyeri kuadran kanan bawah dengan palpasi dalam kuadran kiri
bawah) menandakan adanya iritasi peritoneum. Tanda psoas (dengan perlahan paha
kanan pasien diekstensikan pada saat berbaring pada sisi kiri) memperlihatkan
inflamasi di dekatnya pada saat meregangkan otot iliopsoas. Tanda obturator (rotasi
internal pasif dari paha kanan yang difleksikan dengan pasien dalam posisi
Douglas.
A. Anamnesis
Nyeri/sakit perut
terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada
bersifat somatik.
dan makin lama makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena
terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik
yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat.
Hal tersebut timbul oleh karena appendix dan illeum mempunyai persarafan
yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah
di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri
vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria timbul apabila
datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut
rectum.
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara
37,5° – 38,5°C. Bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Pada anak-anak
Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam
kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargi.
terjadi perforasi.
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari
separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
Pada wanita
gejalanya serupa dengan appendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses
nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa
timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan
B. Pemeriksaan Fisik
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu
1. Inspeksi
perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
perut.
2. Palpasi
(Blumberg)
penonjolan di perut kanan bawah. Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien
pada saat itu ada hambatan pada pinggul/pangkal paha kanan. Dasar anatomi dari tes
psoas: Appendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada
tahanan pada sisi samping dari lutut, menghasilkan rotasi femur kedalam. Dasar
Anatomi dari tes obturator: Peradangan appendix dipelvis yang kontak dengan otot
obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.
untuk menentukan letak appendix, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat
dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan appendix yang
Pada pemeriksaan didapat tonus musculus sfingter ani baik, ampula kolaps,
nyeri tekan pada daerah jam 9-12, serta terdapat massa yang menekan rectum (jika
ada abses). Pada appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci
3. Perkusi
kostovertebralis punggung.
4. Auskultasi
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya
90%.
Pemeriksaan Radiologi
- Skoliosis ke kanan
Gambar 8. Appendikogram
kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau
appendicolith
o Laparoskopi
o Histopatologi
apendisitis akut :
di lapisan epitel.
SISTEM SCORING
2.9 DIAGNOSIS BANDING APENDISITIS
diagnosis banding :
rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas.
Demam dengue (DHF). Demam dengue dapat dimulai dengan rasa sakit
ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual,
menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dulu.
Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasanya hilang dalam waktu 24 jam,
tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari. Jarang disertai dengan
nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika
uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk
diagnosis banding.
dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus
tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut,
colok vagina, atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan USG
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan yang baik adalah dengan dilakukan apendektomi. Pada apendisitis
tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis
apandektomi terbuka, insisi Mc Burney paling banyak dipilih. Pada penderita yang
Pemeriksaan laboratorium dan USG dapat dilakukan bila dalam observasi masih
Gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik
insisi panjang supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus
maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah serta pembersihan kantong
nanah.
Terapi Medikamentosa
Inisial kesuksesan terapi dengan medikamentosa sebesar 95%, akan tetapi
dengan follow up yang singkat didapatkan angka rekurensi sebesar 35%. Karena
adanya rekurensi yang tinggi inilah, standar terapi untuk appendicitis akut adalah
operatif.
Open Appendectomy
mengenai cutis, subcutis, dan fascia. Otot-otot dinding perut dibelah secara
dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat
tubuh dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena
sulit diperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat
diagnosis yang harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, lebih banyak
banyak, masa istirahat pasca bedah lebih lama karena adanya benjolan yang
teknik ini dapat dipakai pada kasus-kasus appendiks yang belum pasti dan
caecum, kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar, dan
Appendektomi laparoskopi
bawah, epigastrium, dan kuadran kanan atas tergantung lokasi dari appendiks.
Obesitas
meninggalkan bekas
Bila hal-hal tersebut tejadi, maka lebih baik dilakukan open appendektomi.
atau lebih untuk resusitasi cairan sebelum operasi. Pasien dengan appendicitis
membutuhkan waktu lebih lama, bisa 7 sampai 10 hari atau setelah pasien
luas kurang dari 24 jam untuk appendicitis non perforasi dan kurang dari 5 jam
Resusitasi
terbukti terjadi toksik sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk
harus dipasang pengukur tekanan vena sentral. Cairan atau berupa ringer
mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik.
Darah diberikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara
bersamaan.
Antibiotik
Pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri
atau perforasi.
tindakan, karena tindakan operasi pada kasus ini lebih sulit dan banyak
diberi antibiotik. Terapi adalah konservatif dulu baru dilakukan operasi bila
infeksi.
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
terjadi pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di
bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. Anak-anak memiliki dinding appendiks
yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna sehingga
Massa Periapendikuler
Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Hal ini terjadi
yang belum sempurna dapat terjadi penyebaran pus ke ke seluruh rongga peritoneum
jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasinya masih mudah. Pada anak,
dipersiapkan operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa
dirawat terlebih daulu dan diberi antibiotik sambil dilakukan pemantauan terhadap
suhu tubuh, ukuran massa, dan luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,
massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan
apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat
perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk
abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi,
kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, 6-8 minggu kemudian
dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan usia lanjut, jika cara
dilakukan operasi secepatnya. Bila sudah terjadi abses, dianjurkan untuk dilakukan
drainase dan apendektomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika, pada saat
apendektomi.
Perforasi
perforasi pada usia di atas 60 tahun dilaporkan terjadi sekitar 60%. Pada orangtua,
oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komnikatif sehingga
Perforasi yang terjadi dapat berupa perforasi bebas maupun perforasi pada
apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri
dari kumpulan apendiks, caecum, dan lekuk usus halus. Perforasi jarang terjadi
dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50 C, tampak toksik, nyeri
peritonitis.
Peritonitis
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Pecahnya appendiks yang
purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat pada seluruh
perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskular
juga terjadi di seluruh perut, dengan punctum maksimum di regio iliaca kanan,
peristaltik usus dapat menurun sampai hilang akibat ileus paralitik. Dapat juga
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit
perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
Mortalitas apendisitis adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah, dan
15% jika pecah pada orang tua. Kematian biasanya disebabkan oleh sepsis, emboli
paru, atau aspirasi. Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum ruptur dan
pemberian antibiotik dan pembedahan. Keterlambatan diagnosis akan
appendicitis adalah usia pasien dan terjadinya perforasi. Pada orang tua dengan
dbandingkan dengan orang muda tanpa perforasi. Tingkat kematian pada anak-
anak berkisar antara 0,1% sampai 1%; pada pasien yang lebih tua dari 70 tahun,
tingkat naik di atas 20%, terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapeutik.
Risiko kematian apendisitis akut tetapi tidak gangren kurang dari 0,1%, namun
KESIMPULAN
panjang yang sangat bervariasi, yaitu 2-15 cm. Peradangan yang terjadi pada
abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Penyebab
Gejala khas dari penyakit ini adalah nyeri di kuadran kanan bawah abdomen
disertai demam, mual, dan muntah. Pada pemeriksaan rovsing sign, psoas sign
serta obturator sign didapatkan hasil positif dan pada pemeriksaan leukosit
Terapi yang dapat dilakukan meliputi terapi secara konservatif dan operatif.
1. Jaffe, B M., Berger, D H. 2005. The appendix. In Schwartz’s Principles of Surgery. 8th
Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2011. P. 124-1257
Surgical Diagnosis and Treatment. International Edition. 12th Edition. McGraw Hill.
10. Mescher AL. The Male Reproductive System In Junqueira’s Basic Histology Text
publication.php?doc=PI08.
12. Widjaja IH. Anatomi Abdomen. Jakarta: EGC. 2008. Hal 87-94