Anda di halaman 1dari 5

APENDISITIS

A. KONSEP PENYAKIT
a. Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada usus buntu atau apendiks.
Usus buntu merupakan organ berbentuk kantong kecil dan tipis, berukuran
sepanjang 5 hingga 10 cm yang terhubung pada usus besar. Saat menderita
radang usus buntu, penderita dapat merasa nyeri di perut kanan bagian bawah.
Jika dibiarkan, infeksi dapat menjadi serius dan menyebabkan usus buntuh
pecah, sehingga menimbukan keluhan rasa nyeri hebat hingga membahayakan
nyawa penderitanya.

b. Penyebab/etiologi
Penyakit usus buntu terjadi karena rongga usus buntu mengalami infeksi.
Dalam kondisi ini, bakteri berkembang biak dengan cepat sehingga
membuat usus buntu meradang, bengkak, hingga bernanah. Banyak faktor
yang diduga membuat seseorang mengalami radang usus buntu, di antaranya:

 Hambatan pada pintu rongga usus buntu


 Penebalan atau pembengkakan jaringan dinding usus buntu karena infeksi di
saluran pencernaan atau di bagian tubuh lainnya
 Tinja atau pertumbuhan parasit (misalnya infeksi cacing
kremi atau ascariasis) yang menyumbat rongga usus buntu
 Cedera pada perut.
 Kondisi medis, seperti tumor pada perut atau inflammatory bowel disease.

Kendati demikian, penyebab penyakit usus buntu tetap belum dapat


dipastikan. Berbagai mitos yang menyebabkan bahwa makanan tertentu,
seperti biji cabai, dapat memicu terjadinya usus buntu juga belum terbukti
kebenarannya. Berbagai cara mencegah usus buntu juga belum terbukti efektif
sepenuhnya dan siapa pun bisa terkena penyakit ini.
Obstruksi total dalam lumen apendiks akan menimbulkan peningkatan tekanan
sehingga terjadi sekresi cairan dan mukus yang terus-menerus dari mukosa
apendik dan stagnasi material yang menyebabkan obstruksi tersebut.
Bersamaan dengan itu, bakteri intestinal dalam apendiks akan berkembangbiak
menjadi banyak, dan mengundang leukosit, sehingga terbentuklah pus,
mengakibatkan tekanan intraluminal apendiks menjadi semakin tinggi.

Obstruksi yang berkelanjutan terus akan meningkatkan tekanan intraluminal di


atas kapasitas yang dapat ditahan oleh vena-vena apendiks, sehingga aliran
darah dalam pembuluh darah ini ikut terobstruksi. Sebagai konsekuensinya,
terjadi iskemia pada dinding apendiks, lalu kekuatan epitelial akan menurun,
dan mengundang invasi bakteri ke dalam dinding apendiks.

Dalam beberapa jam, situasi terlokalisir ini dapat memburuk, karena bisa
terjadi trombosis arteri dan vena, memungkinkan terjadinya perforasi dan
gangren. Apabila proses ini berlanjut, dapat terjadi abses, atau peritonitis
periapendikular. Appendicitis dapat menjadi kronis, apabila obstruksi hanya
parsial, transien, atau intermiten. Karenanya, penderita akan mengalami
appendicitis berulang, dengan gambaran klinis nyeri abdomen kuadran kanan
bawah yang hilang timbul. Hal ini dapat mengaburkan diagnosis sebenarnya,
dan membuat dokter mendiagnosis sebagai penyakit gastrointestinal yang lain.

c. Gejala Penyakit
Gejala utama pada penyakit usus buntu adalah nyeri pada perut. Nyeri ini
disebut kolik abdomen. Rasa nyeri tersebut dapat berawal dari pusar, lalu
bergerak ke bagian kanan bawah perut. Namun, posisi nyeri dapat berbeda-
beda, tergantung usia dan posisi dari usus buntu itu sendiri. Dalam waktu
beberapa jam, rasa nyeri dapat bertambah parah, terutama saat kita bergerak,
menarik napas dalam, batuk, atau bersin. Selain itu, rasa nyeri ini juga bisa
muncul secara mendadak, bahkan saat  penderita sedang tidur. Bila radang
usus buntu terjadi saat hamil, rasa nyeri bisa muncul pada perut bagian atas,
karena posisi usus buntu menjadi lebih tinggi saat hamil.
Gejala nyeri perut tersebut dapat disertai gejala lain, di antaranya:

 Kehilangan nafsu makan


 Perut kembung
 Tidak bisa buang gas (kentut)
 Mual
 Konstipasi atau diare
 Demam

h. Pemeriksaan penunjang

Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat, dilakukan untuk membantu


mendiagnosis penyakit usus buntu, antara lain:

 Pemeriksaan laboratorium darah. Dari pemeriksaan darah dapat diketahui


ada atau tidaknya peningkatan dari sel darah putih dan laju darah yang
mengindikasikan adanya suatu infeksi dan peradangan.
 Pemeriksaan urine. Pemeriksaan urine dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis lain, seperti infeksi saluran kemih atau batu pada
saluran kemih yang dapat memberikan gejala nyeri yang menyerupai
penyakit usus buntu.
 Pemeriksaan pencitraan. USG adalah pemeriksaan pencitraan yang paling
sering digunakan untuk mendiagnosis penyakit usus buntu. Selain USG, CT-
Scan, dan foto X-ray abdomen juga dapat digunakan untuk memastikan
diagnosis dari usus buntu, tetapi lebih jarang dilakukan.

d. Penatalaksanaan medis

Tata laksana definitif appendicitis adalah appendektomi. Terapi antibiotika


biasanya diberikan, dengan tujuan untuk eradikasi infeksi dan mencegah
komplikasi. Edukasi dilakukan kepada pasien dan keluarganya mengenai situasi
sakit yang diderita pasien.
 Informed consent sangat penting mengenai tindakan medis yang akan
dilakukan, risiko, dan upaya penanganan yang perlu dilakukan untuk
kesembuhan pasien.
 Terapi antibiotika biasanya diberikan, dengan tujuan untuk eradikasi infeksi
dan mencegah komplikasi.
 Edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai situasi sakit yang diderita
pasien.
 Informed consent mengenai tindakan medis yang akan dilakukan, risiko, dan
upaya penanganan yang perlu dilakukan untuk kesembuhan pasien.

e. Terapi Farmakologi

Pendekatan secara farmakologi yaitu dengan pemberian obat-obatan


analgesik dan penenang. Sedangkan pendekatan secara non-farmakologi
manajemen nyeri dengan melakukan relaksasi, merupakan intervensi eksternal
yang mempengaruhi respon internal klien terhadap nyeri. Manajemen nyeri
dengan intervensi relaksasi mencakup latihan pernafasan dalam, relaksasi
progesif, relaksasi guided imagery, dan meditasi ( Brunner & Suddart, 2014).
Pengkombinasian intervensi antara farmaapenkologi dan non-farmakologi
adalah cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri terutama nyeri yang sangat
hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari
( Smeltzer & Bare, 2014).

f. Non farmakologi

terapi non farmakologi merupakan terapi yang secara mandiri di lakukan


oleh perawat dengan macam-macam teknik manajemen nyeri seperti hal nya
teknik relaksasi musik, aromaterapi, stimulus dan imajinasi terbimbing, teknik
pemijatan (massage) .Terapi non farmako ini miliki keuntungan di antaranya
tidak menimbulkan efeksamping, simple dan tidak membutuhkan biaya yang
mahal (Rosdalth & Kawalski, 2015). Terapi non farmakologis dapat menurunkan
intensitas nyeri sampai dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien
dengan teknik foot massage.

Massage efektif dalam memberikan relaksasi fisik dan mental, mengurangi


nyeri dan meningkatkan keefektifan dalam pengobatan . Massage pada daerah
yang diinginkan selama 20 menit dapat merelaksasi otot dan memberikan
istirahat yang tenang dan kenyamanan (Potter & Perry, 2010) . Foot massage
therapy merupakan gabungan dari empat teknik massage yaitu effleurage
(mengusap), petrissage (memijat), friction (menggosok) dan tapotement
(menepuk) . Dimana kaki mewakili dari seluruh organ-organ yang ada dalam
tubuh. Foot massage merupakan mekanisme modulasi nyeri yang
dipublikasikan untuk menghambat rasa sakit dan memblokir transmisi implus
nyeri sehingga menghasilkan analgetik dan nyeri yang dirasakan oleh pasien
setelah operasi diharapkan berkurang ( Chanif, 2012).

B. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Data wawancara

Anda mungkin juga menyukai