Anda di halaman 1dari 36

KASUS

A. IDENTITAS
Nama
Umur
Alamat
Agama
Status
Masuk RS
No RM
Ruangan

: Tn. Z.M
: 70 tahun
: Kobo besar, Kotamobagu Timur
: Islam
: Menikah
: 9 September 2015
: 101364
: Marwah bawah

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 7 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dating dengan kel;uhan sesak sejak 7 hari SMRS. Sesak dirasakan saat
melakukan aktivitas sedang maupun saat berjalan 100 meter. Sesak nafas berkurang
apabila pasien beristirahat dan pasien tidur dengan menggunakan 2 bantal. Keluhan
disertai dengan kedua kaki bengkak. Kedua kaki bengkak sejak 7 bulan yang lalu
bersifat hilang timbul. Pasien sering terbangun dimalam hari karena sesak. Batuk
disangkal pasien, pasien mengaku sering merasa mual. Pasien merasa nafsu makannya
berkurang dan pasien mengeluh berat badannya menurun. Pasien terkadang mengeluh
pusing dan lemas. Pasien mengaku sering BAK, BAB dalam batas normal. Demam
disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami keluhan sesak seperti ini dalam 7 bulan terkahir
Asam urat (12 tahun yang lalu )
Riwayat bengkak pada ektremitas 7 bulan terakhir bersifat hilang timbul

Riwayat Penyakit keluarga


o Bapak pasien menderita HT
o Kakak pasien menderita HT dan DM
o Kakak pasien no.2,4,5 menderita jantung

Riwayat psikososial
Riwayat merokok (-), alkohol (-)
1

Riwayat Pengobatan

Pasien mengkosumsi obat allopurinol dan piracetam


Riwayat Alergi
Alergi Makanan (-) dan Alergi Obat (-) disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
KU
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah : 170/90 mmHg
Nadi
: 100x/menit
Pernapasan
: 22 x/menit
Suhu
: 36,70C
Status gizi
Berat badan (sakit): 60 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Status gizi
: BB/TB2 = 24 (Beresiko )
Status generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+), isokor kanankiri.
Kulit : Ikterik (-), eritema (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), darah (-).
Telinga : Normotia, otore (-/-)
Mulut : Mukosa bibir tidak sianosis, Bibir lembab (+)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5+2 meningkat
PARU-PARU
Inspeksi

: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri,skar (-),retraksi otot

pernapasan (-), bagian dada tertinggal (-/-)


Palpasi
: Vokal fremitus kanan dan kiri normal, nyeri tekan (-)
Perkusi
: Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi
: Vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing(-/-)
JANTUNG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Ictus cordis tidak terlihat


: Ictus cordis teraba, ICS 5 midclavicularis dextra
:sulit dinilai
: BJ 1 dan 2 reguler, Murmur(-), Gallop (-).

ABDOMEN

Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

: Cembung, skar (-),distensi (-)


: Bising usus (+) normal 8 kali per menit
:sulit dinilai
: Asites (+), shifting dullness (+)

EXTREMITAS : Atas
Akral
: hangat
Edema
: (-/-)
Palmar eritem : (-/-) (-/-)
Luka
: (-/-)

Bawah
hangat
(+ / +)
(-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Radiologi

Kesan :- Cardiomegali
- Edema Paru
- Efusi Pleura kanan

Gambaran EKG

Kesan:
Irama sinus takikardi
5

HR: 107 x/menit


ST elevasi (-)

RESUME
Seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan keluhan sesak sejak 7 hari SMRS. Sesak
dirasakan saat melakukan aktivitas sedang maupun saat berjalan sejauh 100 meter. Sesak
yang dirasakan pasien sejak 7 bulan terakhir dan memperberat sejak 7 hari SMRS. Sesak
nafas berkurang apabila beristirahat atau tiduran dengan menggunakan 2 bantal. Keluhan
disertai dengan kedua kaki bengkak. Kedua kaki bengkak sejak 7 bulan yang lalu bersifat
hilang timbul. Pasien sering terbangun dimalam hari karena sesak. Pasien sering merasa mual
tetapi tidak sampai muntah. Pasien terkadang mengeluh pusing dan lemas. Riwayat Penyakit
Dahulu : Pasien pernah mengalami keluhan sesak seperti ini dalam 7 bulan terkahir, Asam
urat (12 tahun yang lalu ), Riwayat bengkak pada ektremitas 7 bulan terakhir bersifat hilang
timbul.

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum : tampak sakit sedang.
TTV :
TD

: 170/90 mmHg

Nadi

: 100 x/menit

RR

: 22 kali/menit

Status gizi

: Beresiko

Status Generalis
Paru auskultasi : Vesikuler (+/+) , ronkhi (+/+)
Perkusi

: Asites (+), shifting dullness (+)

Extremitas bawah : edema (+/+).


Hasil lab :Kreatinin 4,8 mg/dl , ureum 117 mg/dl, kalium 6,7 mEq/L, clorida 113 mEq/L
DAFTAR MASALAH :
Dispnea e.c CHF
CKD
DM tipe 2

ASSESSMENT
S: Sesak dirasakan dalam 7 bulan terakhir memberat 2 hari SMRS saat aktivitas dan
saat beristirhat, pasien sering terbangun dimalam hari kiarena sesak, riwayat sesak
sejak 7 bulan terakhir, riwayat kaki bengkak sejak 7 bulan terakhir.
O:
TD

: 130/90 mmHg

Pernapasan : 26 x/menit
Nadi

: 100 x/menit

JVP 5+2 meningkat


Auskultasi paru : Ronkhi (+/+)
Edema extemitas bawah (+/+)
Hasil radiologi: kardiomegali
A : Dispnea e.c CHF fc II
P: R.Monitoring : Foto rontgen, EKG

R.Terapi
Edukasi

: O2 , 2- 4 L sampai klinis membaik, Furosemid 40 mg


: banyak istirahat

ANALISA KASUS
Diagnosis dari gagal jantung dapat didasarkan atas kriteria Framingham

Klasifikasi New York Heart Association


Derajat I

Derajat II

Tanpa keterbatasan pada aktivitas fisik.

Ada limitasi aktifitas fisik, timbul sesak

Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan

napas, rasa lelah, palpitasi, dengan

keletihan, palpitasi, sesak, atau nyeri dada

aktifitas fisik biasa namun nyaman


dengan istirahat

Derajat III

Derajat IV

Aktifitas fisik sangat terbatas. Aktifitas

Ketidakmampuan untuk menjalani

fisik kurang dari biasa sudah

aktivitas fisik apapun

menimbulkan gejala, tetapi nyaman


sewaktu istirahat

Setiap aktivitas fisik dilakukan, maka rasa


tidak nyaman semakin meningkat.

Dari klasifikasi diatas, berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada pasien maka pasien
mengarah pada klasifikasi derajat II

Klasifikasi Dekompensasi Kordis

TINJAUAN PUSTAKA
CONGERSTIVE HEART FAILURE

A. PENDAHULUAN
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan
peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994) Dekompensasi
kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang
berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998; Price ,1995). Gagal jantung
kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai
pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi
keperluan-keperluan tubuh. Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh:
1. Penyakit arteri koroner
2. Penyakit-penyakit jantung kongenital
3. Penyakit-penyakit pada otot-otot jantung
4. Penyakit-penyakit pada katup-katup jantung
Diagnosis dari gagal jantung dapat didasarkan atas kriteria Framingham yaitu 2 dari kriteria
mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor pada saat bersamaan
Kriteria Mayor

Kriteria minor

1. Paroksismal nocturnal dispnea

1. Edema pergelangan kaki

2. Peningkatan tekanan vena jugularis

2. Batuk malam hari

3. Rhonki basah tidak nyaring

3. Dyspneu deffort

4. Kardiomegali

4. Hepatomegali

5. Edema paru akut

5. Efusi pleura
6. Kapasitas
10

vital

berkurang

6. Irama derap S3

menjadi maksimum

7. Peningkatan tekanan vena 16cm

7. Takikardi

H2O
8. Refluks hepatojugular

Kapasitas

Klasifikasi New York Heart Association Penilaian

Fungsional

Objektif

Class I

Pasien dengan penyakit jantung namun tanpa keterbatasan


pada

aktivitas

fisik.

Aktivitas

fisik

biasa

tidak

menyebabkan keletihan, palpitasi, sesak, atau nyeri anginal

Class II

Pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan


keterbatasan aktivitas fisik ringan. Pasien merasa nyaman
pada waktu istirahat. Aktivitas fisik biasa mengakibatkan
kelemahan, palpitasi, sesak, atau nyeri anginal.

Class III

Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan


keterbatasan bermakna pada aktivitas fisik. Pasien merasa
nyaman pada waktu istirahat. Aktivitas fisik yang lebih
ringan dari biasanya menyebabkan keletihan, palpitasi,
sesak, dan nyeri anginal..

11

Kapasitas

Klasifikasi New York Heart Association Penilaian

Fungsional

Objektif

Class IV

Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan


ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas fisik apapun
tanpa rasa tidak nyaman. Gejala gagal jantung atau
sindroma angina dapat dialami bahkan pada saat istirahat.
Jika aktivitas fisik dilakukan, maka rasa tidak nyaman
semakin meningkat.

Sumber: Adaptasi dari New York Heart Association, Inc., Diseases of the Heart and Blood
Vessels: Nomenclature and Criteria for Diagnosis, 6th ed. Boston, Little Brown, 1964, p.
114.
B. EPIDEMIOLOGI
30% kematian didunia diakibatkan karena kardiovaskular disease, Gagal jantung
mempengaruhi lebih dari 20 juta pasien di dunia, meningkat seiring pertambahan usia, dan
mengenai pasien usia lebih dari 65 tahun sekitar 6-10%, lebih banyak mengenai laki-laki
dibandingkan dengan wanita, Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat.
Dimana jenis penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah Congestive
Heart Failure (CHF). Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia
25 tahun.3 Sedang pada anak anak yang menderita kelainan jantung bawaan, komplikasi
gagal jantung terjadi 90% sebelum umur 1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5
15 tahun.
C. ETIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitasmiokardium.Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta,
dan cacat septumventrikel.Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
atau hipertensisistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau
kardiomyopati.Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah
gangguan pengisisanventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian
dan ejeksi ventrikel(perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab
12

tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam
sistesis atau fungsi protein kontraktil( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :
Stroke volume : isi sekuncup, Kontraksi kardiak, Preload dan afterloadMeliputi :
1. meningkatnya beban awal jantung (preload) :regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel
2. meningkatnya beban akhir jantung (afterload) : stenosis aorta dan hipertensi sistemik
3. Terganggunya kontraktilitas jantung : Infark miokardium dan kardiomiopati.
4. Faktor sistemik :tirotoksikosis, hipoksia, anemia,ketidakseimbangan elektrolit.
5. Ateriosklerosis koroner.
6. Degenerative
Decompensai cordis terbagi atas dua macam meliputi :
1. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir
sistolterdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa
diastol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan diastol semakin tinggi, makin
lama terjadi bendungan didaerah atrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas
normal padaatrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena
pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat
memompadarah terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan
hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan
terjadi transudasicairan dari pembuluh kapiler paru-paru..Pada saat peningkatan tekanan
arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi transudasi cairanintertisiel bronkus
mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya ditemukanadanya bunyi
eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada
gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah
akan keluar dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk,menampungnya
(>25 mmHg) sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yangmakain lama akan
menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru disertai
sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak cardiogenik diatandai
dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta perfusi menjadi sangat
kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat kematian.Gagalnya
kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung oksigentubuh
yang berakibat dua Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de
13

effort (sesak nafas padaakktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring dan dapat
dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural paroksimalis (sesak nafas
pada malam hari atau sesak pada saat terbangun), Dan kongesti paru seperti menurunnya
tonus simpatis, darah balik yang bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru,
takikakrdia, Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses aktif
yangtergantung pada energi) dan kekakuan dindiing ventrikel.
2. Decompensasi cordis kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan
yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi
sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk
kedalam(edema perifer) (long, 1996). Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat
khususnya ventrikel kanantidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan
diatrium kanan dan venacavasuperior dan inferiordan tampak gejala yang ada adalah
edemaperifer, hepatomegali,splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang
cepat., hal ini akibaat vetrikelkanan pada saat sisitol tidak mampu memompa darah keluar
sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin meningkat demikin
pula mengakibatkan tekanan dalam atriummeninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava
supperior dan vena kava inferior serta selruhsistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya
bendungan vena jugularis eksterna, bvenhepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis
(splenomegali) dan bendungan-bedungan pada padaena-vena perifer. Dan apabila tekanan
hidristik pada di pembuluh kapiler meningkat melampuitakanan osmotik plasma maka
terjadinya edema perifer.
D. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat
dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai berikut:I. Pasien dg P. Jantung tetapi tidak memiliki
keluhan pd kegiatan sehari-hariII. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan
hambtan aktivitas hanya sedikit, akantetapi jika ada kegaiatn berlebih akan menimbulkan
capek, berdebar, sesak serta anginaIII. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas
jasmani sangat terbatas dan hanya merasasehat jika beristirahat.IV. Pasien dengan penyakit
jantung yang sedikit saja bergerak langsung menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga
menimbulkan sesak nafas.Konsep terjadinya gagal jantung dan efeknya terhadap pemenuhan
kebutuhan dasar dapat dilihat pada gambar berikut :

14

Hipertensi,iskhemia,infak,mitral valve/ aorta valve defect


Penurunan kontraktilitas miokardium
Penurunan curah jantung
volume darah arteri efektif
lepasnya muatan saraf simpatis

Meningkatkan pelepasan

renin angiotensin II
Tekanan darah dipertahankan

Mekan tekanan vena

Menurunkan GFR nefron

vasokontriksi ginjal

mekan sekresi aldosteron

mekan reabsorbsi NA+ dan HO di tubulus

Menurunkan eksresi Na+ dan HO dalam urin


Maningkatkan Na dan HO total tubuh
Edema
E. GEJALA KLINIS
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individual-individual menurut
sistim-sistim organ tertentu yang terlibat dan tergantung pada kemampuan tubuh dalam
mengkompensasi kelemahan otot jantung.Penderita gagal jantung yang tidak terkompensasi
akan merasakan lelah dan lemah jika melakukan aktivitas fisik karena otot-ototnya tidak
mendapatkan jumlah darah yang cukup.Pembengkakan juga menyebabkan berbagai gejala.
Selain dipengaruhi oleh gaya gravitasi, lokasi dan efek pembengkakan juga dipengaruhi oleh
sisi jantung yang mengalami gangguan.Gagal jantung kanan cenderung mengakibatkan
pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Hal ini menyebabkan
pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, hati dan perut. Gagal jantung kiri
menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner), yang
menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya terjadi pada saat
melakukan aktivitas, tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit, sesak nafas juga akan
timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas.Kadang sesak nafas terjadi pada malam
15

hari ketika penderita sedang berbaring, karena cairan bergerak ke dalam paru-paru. Penderita
sering terbangun dan bangkit untuk menarik nafas atau mengeluarkan bunyi mengi. Duduk
menyebabkan

cairan

mengalir

dari

paru-paru

sehingga

penderita

lebih

mudah

bernafas. Untuk menghindari hal tersebut, sebaiknya penderita gagal jantung tidur dengan
posisi setengah duduk. Pengumpulan cairan dalam paru-paru yang berat (edema pulmoner
akut) merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan pertolongan segera dan bisa
berakibat fatal.

1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada tidak/dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah
pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat hipertensi, infark miokard baru/akut, episode gagal
jantung kongestif sebelumnya,

penyakit

jantung, bedah jantung ,

endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :
i. Tekanan Darah

; mungkin rendah (gagal pemompaan).

ii. Irama Jantung

; Disritmia.

iii. Frekuensi jantung

; Takikardia.
16

iv. Bunyi jantung

; S3 (gallop), S4 dapat terjadi, S1 dan S2

mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolic.


v. Warna

; Kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.

vi. Punggung kuku

; Pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler

lambat.
vii. Hepar

; Terdapat pembesaran/dapat teraba.

viii. Bunyi napas

; Ronkhi.

ix. Edema

; Pitting khususnya pada ekstremitas.

3. Metabolis
a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
4. Asupan makanan/cairan
a. Gejala :

Kehilangan

nafsu

makan,

mual/muntah,

penambahan

berat

badan yang signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah.


b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta
edema.
5. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk

dengan/tanpa

pembentukan

sputum,

riwayat

penyakit

kronis, penggunaan alat bantu pernapasan.


b. Tanda :
i. Pernapasan

; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori

pernpasan.
ii. Batuk

Kering/nyaring/non

produktif

atau

mungkin

batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.


iii. Sputum

; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema

pulmonal)
F. PENUNJANG
Foto rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan redistribusinya ke
apeks paru, peningkatan tekanan vaskular pulmonal,kadang efusi pleura.
Elektrokardiografi : membantu menunjukan etiologi gagal janjung (infark, iskemia,
hipertrofi,dll) dapat ditemukan low voltage, T inversi, QS, deprresi ST,dll.

17

Laboratorium : kimia darah (ureum, creatinin, glukosa, elektrolit), Hb,tes fungsi tiroid,
fungsi hati, lipid darah
Urinalisa, utk deteksi proteinuria atau glukosuria
G. DIAGNOSIS
1. Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis
2. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut,
dan gunamengkaji kompensaai sepperti hipertropi ventrikel
3. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau
nekrotik pada penyakit jantung kotoner
4. Rontgen thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran
jantung
5. Eschocardiogram,

gated

pool

imaging,

dan

kateterisasi

arteri

polmonal.untuk menyajikandata tentang fungsi jantung.


F. PENATALAKSANAAN
Farmako Terapi
Sampai akhir-akhir ini, pilihan dari obat-obat yang tersedia untuk perawatan gagal
jantung kongestif terbatasnya membuat frustrasi dan terfokus terutama pada mengontrol
gejala-gejala. Obat-obat sekarang telah dikembangkan yang melakukan kedua-duanya yaitu
memperbaiki gejala-gejala, dan yang penting, memperpanjang kelangsungan hidup.

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors


Kelompok obat-obat ini telah dipelajari secara ekstensif dalam merawat gagal jantung

kongestif. Obat-obat ini menghalangi pembentukan dari angiotensin II, hormon dengan
banyak efek-efek merugikan yang potensial pada jantung dan sirkulasi pada pasien-pasien
dengan gagal jantung. Dari bukti yang mendukung penggunaan dari ACE inhibitors ini pada
gagal jantung adalah begitu kuat sehingga ACE inhibitors harus dipertimbangkan pada semua
pasien-pasien dengan gagal jantung, terutama mereka yang dengan kelemahan otot jantung.
Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini termasuk:
18

batuk kering,

tekanan darah rendah,

perburukan fungsi ginjal.

Jika digunakan secara hati-hati dengan pengamatan yang tepat, bagaimanapun, mayoritas dari
pasien-pasien gagal jantung kongestif mentolerir obat-obat ini tanpa persoalan-persoalan
yang signifikan. Contoh-contoh dari ACE inhibitors termasuk:

captopril (Capoten),

enalapril (Vasotec),

lisinopril (Zestril, Prinivil),

benazepril (Lotensin), dan

ramipril (Altace).

Untuk pasien-pasien yang tidak mampu untuk mentolerir ACE inhibitors, kelompok
alternatif dari obat-obat, yang disebut angiotensin receptor blockers (ARBs), mungkin
digunakan. Obat-obat ini bekerja pada jalur hormon yang sama seperti ACE inhibitors,
namun sebagai gantinya menghalangi aksi dari angiotensin II pada tempat reseptornya secara
langsung. Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini adalah serupa pada yang
berhubungan dengan ACE inhibitors, meskipun batuk keringnya jauh kurang umum. Contohcontoh dari kelompok obat-obat ini termasuk:

losartan (Cozaar),

candesartan (Atacand),

telmisartan (Micardis),

valsartan (Diovan), dan

19

irbesartan (Avapro).

Beta-blockers

Beta-blockers adalah agen-agen yang menghalangi aksi dari hormon-hormon yang


menstimulasi reseptor-reseptor beta dari jaringan-jaringan tubuh. Karena diasumsikan bahwa
menghalangi reseptor-reseptor beta lebih jauh menekan fungsi dari jantung, beta-blockers
secara tradisi telah tidak digunakan pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif.
Beta-blockers umumnya harus tidak digunakan pada orang-orang dengan penyakit-penyakit
signifikan yang tertentu (contohnya, asma, emphysema). carvedilol (Coreg) dan Metoprolol
(Toprol XL) sangat efektif pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif.

Digoxin

Digoxin (Lanoxin) telah digunakan dalam perawatan dari gagal jantung kongestif. Digoxin
menstimulasi otot jantung untuk berkontraksi lebih kuat. Efek-efek sampingan yang potensial
termasuk:

mual,

muntah,

gangguan irama jantung,

disfungsi ginjal, dan

ganguan elektrolit tubuh.

Diuretics

Diuretics adalah komponen yang penting dari perawatan gagal jantung kongestif untuk
mencegah atau mengurangi gejala-gejala dari retensi cairan. Obat-obat ini membantu
menahan pembetukan cairan dalam paru-paru dan jaringan-jaringan lain. Efek samping yang
potensial dari diuretics termasuk:
20

dehidrasi,

ganguan elektrolit tubuh,

tekanan darah rendah.

Contoh dari diuretics termasuk:

furosemide (Lasix),

hydrochlorothiazide (Hydrodiuril),

bumetanide (Bumex),

torsemide (Demadex),

spironolactone (Aldactone), dan

metolazone (Zaroxolyn).

Obat untuk Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut

Dosis Permulaan

Dosis Maksimal

Nitroglycerin

20 g/menit

40400 g/menit

Nitroprusside

10 g/menit

30350 g/menit

Nesiritide

Bolus 2 g/kg

0.010.03

Vasodilators

21

g/kg

per

menita

Dosis Permulaan

Dosis Maksimal

Dobutamine

12 g/kg per menit

210

Milrinone

Bolus 50 g/kg

0.10.75

Dopamine

12 g/kg per menit

24

Levosimendan

Bolus 12 g/kg

0.10.2

Dopamine for hypotension

5 g/kg per menit

515 g/kg per menit

Epinephrine

0.5 g/kg per menit

50 g/kg per menit

Phenylephrine

0.3 g/kg per menit

3 g/kg per menit

Vasopression

0.05 units/menit

0.10.4 units/ menit

Inotropes

g/kg

per

g/kg

g/kg

per

per

g/kg

per

Vasoconstrictors

Obat yang digunakan dalam penatalaksanaan Gagal Jantung (EF <40%)


22

menitb

menitb

menitb

menitc

Dosis Awal

Dosis Maksimal

Furosemide

2040 mg qd or bid

400

mg/da

Torsemide

1020 mg qd bid

200

mg/da

Bumetanide

0.51.0 mg qd or bid

10

mg/da

Hydrochlorthiazide

25 mg qd

100

mg/da

Metolazone

2.55.0 mg qd or bid

20

mg/da

Diuretics

Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors

Captopril

6.25 mg tid

50 mg tid

Enalapril

2.5 mg bid

10 mg bid

Lisinopril

2.55.0 mg qd

2035 mg qd

Ramipril

1.252.5 mg bid

2.55 mg bid

23

Trandolapril

Dosis Awal

Dosis Maksimal

0.5 mg qd

4 mg qd

Angiotensin Receptor Blockers

Valsartan

40 mg bid

160 mg bid

Candesartan

4 mg qd

32 mg qd

Irbesartan

75 mg qd

300

Losartan

12.5 mg qd

50 mg qd

Carvedilol

3.125 mg bid

2550 mg bid

Bisoprolol

1.25 mg qd

10 mg qd

mg

Receptor Blockers

Metoprolol

succinate 12.525 mg qd

Target dose 200 mg qd

CR

Additional Therapies

Spironolactone

12.525 mg qd

2550 mg qd

Eplerenone

25 mg qd

50 mg qd

24

qdb

Kombinasi

Dosis Awal

Dosis Maksimal

1025 mg/10 mg tid

75 mg/40 mg tid

hydralazine/isosorbide
dinitrate

Dosis

tetap 37.5 mg/20 mg (one tablet) 75 mg/40 mg (two tablets) tid

hydralazine/isosorbide tid
dinitrate

Digoxin

<0.375 mg/db

0.125 mg qd

Non medikamentosa
Anjuran Umum :
a. edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
b. aktivitas social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa, sesuaikan
kemampuan fisik dengan profesi yg masih bias dilakukan
c. gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang
d. vaksinasi terhadap virus influenza dan pneumokokus bila mampu
Tindakan Umum :
a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g untuk gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal
jantung berat, jumlah cairan 1,5 L pada gagal jantung ringan, dan 1 L pada gagal jantung
berat
b. hentikan merokok
c. hentikan alcohol pada kardiomiopati : batasi 20-30g/hari pada yg lainnya
d. aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5x/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis
5x/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal
jantung ringan dan sedang)
e. IStirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

25

Intervensi Mekanik dan Operasi


Jika intervensi farmakologik gagal menstabilkan pasien dengan HF refrakter maka
intervensi mekanis dan invasive dapat memberikan dukungan sirkulasi yang lebih efektif.
Terapi ini termasuk intraaortic balloon counter pulsation, alat bantuan LV, dan transplantasi
jantung.
G. PROGNOSIS
Pada bayi dan anak lebih baik daripada orang dewasa bila ditolong dengan segera. Hal
ini disebabkan oleh karena belum terjadi perburukan pada miokardium.,Ada beberapa faktor
yang menentukan prognosa, yaitu :

Waktu timbulnya gagal jantung.

Timbul serangan akut atau menahun.

Derajat beratnya gagal jantung.

Penyebab primer.

Kelainan atau besarnya jantung yang menetap.

Keadaan paru

Cepatnya pertolongan pertama.

Respons dan lamanya pemberian digitalisasi.

Seringnya gagal jantung kambuh

Gagal ginjal kronik (GGK)

A. DEFINISI
Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi denganetiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan
26

klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu saat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.Glomerulonefritis dalam beberapa bentuknya merupakan penyebab paling banyak
yang

mengawali

gagal

ginjal

kronik.Kemungkinan

disebabkan

oleh

terapi

glomerulonefritis yang agresif dan disebabkan oleh perubahan praktek program penyakit
ginjal tahap akhir yang diterima pasien, diabetes mellitus dan hipertensi sekarang adalah
penyebab utama gagal ginjal kronik.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan hebatnya tanda
dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang lain, tergantung paling
tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal yang masih berfungsi dan kecepatan
hilangnya fungsi ginjal.
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain1:
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
- kelainan patologis
- terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m selama 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3
bulan dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m, tidak termasuk kriteria
penyakit ginjal kronik.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat
(stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat
atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai
berikut:

27

LFG (ml/menit/1,73m) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)


*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Deraja

Penjelasan

LFG(ml/mnt/1,73m)

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

> 90

Kerusakan ginjal dengan LFGringan

60-89

Kerusakan ginjal dengan LFGsedang

30-59

Kerusakan ginjal dengan LFGberat

15- 29

Gagal ginjal

< 15 atau dialysis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit

Tipe mayor (contoh)


28

Penyakit ginjal diabetes

Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes

Penyakit glomerular(penyakit otoimun,


infeksi sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi,mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis
kronik, batu, obstruksi, keracunanobat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi

Rejeksi kronik
Keracunanobat(siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

C. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar
8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus
baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini
diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan
fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi kompensatori ini akibat hiperfiltrasi
adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
29

progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas
aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis
renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming
growthfactor . Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointerstitial.Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,
mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang
dan penurunan berat badan.Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15%
akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
E. PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeks traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus
Sistemik (LES),dll.

30

b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar
kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa

melewati

filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras


terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

31

F. PENATALAKSANAAN
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya
Deraja

LFG(ml/mnt/1,73m)

Rencana tatalaksana

> 90

terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi

t
1

pemburukan

(progession)

fungsi

ginjal,

memperkecil resiko kardiovaskuler


2

60-89

menghambat pemburukan (progession) fungsi


ginjal

30-59

evaluasi dan terapi komplikasi

15-29

persiapan untuk terapi pengganti ginjal

<15

terapi pengganti ginjal

Terapi Nonfarmakologis:
a. Pengaturan asupan protein:
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG 60 ml/mnt, sedangkan diatas
nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. protein diberikan 0,6 0,8/kgBB/hari, yang 0,35 - 0,50 gr diantaranya merupakan protein biologi tinggi. Jumlah
kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur
terhadap status nutrisi pasien.bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat
ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam
tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan
melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfat, dan
ion unorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada pasien dengan Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan
substansi nitrogen dan ion organik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic
yang disebut uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan
berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih (protein
32

overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran


darah

dan

tekanan

intraglomerulus

(intraglomerulus

hyperfiltration),

yang

akan

meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga


berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari
sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.

Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK


LFG

Asupan protein g/kg/hari

ml/menit
>60

tidak dianjurkan

25-60

0,6-0,8/kg/hari

5-25

0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino esensial atau asam


keton

<60

0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau 0,3 g/kg tambahan


asam amino esensial atau asam keton.

b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari


c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama
antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari
h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
i. Besi: 10-18mg/hari
j. Magnesium: 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD: 5mg
33

l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

Terapi Farmakologis :
a. Kontrol tekanan darah
- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II evaluasi kreatinin dan kalium
serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus
dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
b. Kontrol gula darah
Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat-obat
sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai
normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.
c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
Anemia terjadi pada 80 - 90 % pasien penyakit ginjal kronik.Anemia pada penyakit
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal - hal lain yang ikut
berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah (misal,
perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya
hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses
inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin 10
% atau hematokrit

30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber

perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.


Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan
tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal.
d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering terjadi.
Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan
pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbs fosfat di saluran cerna.
34

Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga ikut berperan dalam mengatasi
hiperfosfatemia.
e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
f. Koreksi hiperkalemia
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.Pembatasan
kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.Oleh
karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi
kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5
mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema.
Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan
derajat edema yang terjadi.
g. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
h. Terapi ginjal pengganti.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 mL/menit.Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,
peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik adalah Penyakit
kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit, osteodistrofi renal
dan anemia.

DAFTAR PUSTAKA

35

1. Lily ismudiati rilanto dkk, (2001). Buku Ajar Kardiologi, penerbit Fakultas
Kedokteran Unversitas Indonesia, Gaya Baru Jakarta.
2. Arthur C. Guyton, dkk. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC
3. Sylvia A. Price, dkk. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid III. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI .Jakarta :
2006.
5. Sugeng dan Sitompul. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta : 2003.
6. Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
7. Ganiswarna, S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta
8. PBPAPDI, 2009, Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia. Interna Publishing : Jakarta

36

Anda mungkin juga menyukai