Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN OKSIGENASI

A. Pengertian

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam
tubuh, oksigen berperan penting bagi proses metabolisme sel secara fungsional. Tidak adanya
oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau bahkan dapat
menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling
utama dan sangat vital bagi tubuh.
Oksigenasi adalah sebuah proses dalam pemenuhan kebutuhan O 2 dan pembuangan CO2.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara
fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen
akan mengalami gangguan. Apabila lebih dari 4 menit seseorang tidak mendapatkan oksigen,
maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan kemungkinan berujung
fatal seperti meninggal (Kusnanto, 2016).

B. Etiologi

Menurut Ambarwati (2014) dalam Eki (2017), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kebutuhan oksigen, seperti faktor fisiologis, status kesehatan, faktor
perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.

1. Faktor fisiologis

Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan oksigen seseorang.
Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi pernapasannya diantaranya adalah :
a. Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau pada saat terpapar zat
beracun
b. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi

c. Hipovolemia

d. Peningkatan laju metabolik

e. Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti kehamilan, obesitas dan
penyakit kronis

2. Status kesehatan

Pada individu yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar oksigen yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada individu yang sedang mengalami
sakit tertentu, proses oksigenasi dapat terhambat sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan
oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem pernapasan, kardiovaskuler dan penyakit kronis.
3. Faktor perkembangan

Tingkat perkembangan juga termasuk salah satu faktor penting yang mempengaruhi
sistem pernapasan individu. Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi individu
berdasarkan tingkat perkembangan :

 •Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan


 •Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut
 •Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok
 •Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan stres
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
 •Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun

4. Faktor perilaku

Perilaku keseharian individu tentunya juga dapat mempengaruhi fungsi pernapasan. Status
nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional dan penggunaan zatzat tertentu
secara sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.

5. Lingkungan

Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen. Kondisi lingkungan


yang dapat mempengaruhi pemenuhan oksigenasi yaitu :
a. Suhu lingkungan
b. Ketinggian
c. Tempat kerja (polusi)

C. Tanda Dan Gejala

alaanya penurunan tekanan inspirasi ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi.


Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk bernafas. pernafasan
nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek,
posisi tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan
diameter anterior-posterior. frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda
dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi
(NANDA. 2018).

D. Patofisiologi

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses
ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru),
apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan
sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan
pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang
terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses
ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup,
afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Sasmi, 2016).

• PATWAY
E. Klasifikasi

Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan yaitu ventilasi,
difusi dan transportasi.

1. Ventilasi

Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer kedalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain:

a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi


tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya.
b. Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam melaksanakan
ekspansi atau kembang kempis.
c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas
berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf
otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi
sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau
proses penyempitan.
d. Adanya reflek batuk dan muntah Adanya peran mukus sillialis sebagai
penangkal benda asing yang mengandung interferon dan dapat mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience recoil. Complience
yaitu kemampuan paru untuk meengembang dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu adanya sulfaktor pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkan
tidak terjadinya kolaps dan gangguan thoraks.

2. Disfusi Gas

Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kamler paru dan CO2, di
kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. Luasnya permukaan paru.


b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara epitel alveoli
dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan.
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagai mana O2 dari
alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dari rongga alveoli lebih
tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara
berdifusi ) dan PaCO. Dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam
alveoli.
d. Afinitas gas Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb.

3. Transportasi Gas

Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh CO2, jaringan


tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan berikatan dengan hb membentuk
oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam plasma (3 %) sedangkan co2 akan berikatan dengan
hb membentuk karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma (50%) dan sebagaian
menjadi Hco3 berada pada darah (65%). Transpotasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya:

a. Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah. Normalnya 5
L/menit. Dalam kondisi patologi yang dapat menurunkan kardiak output (misal
pada kerusakan otot jantung, kehilangan darah) akan mengurangi jumlah oksigen
yang dikirim ke jaringan umumnya jantung menkompensasi dengan menambahkan
rata-rata pemompaannya untuk meningkatkan transport oksigen.
b. Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain secara langsung berpengaruh
terhadap transpor oksigen bertambahnya latihan menyebabkan peningkatkan
transport o2 (20 x kondisi normal). Meningkatkan kardiak output dan penggunaan
o2 oleh sel.(Pradana, 2019)

PENATALAKSANAAN
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan pemberian
oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi
oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik,
mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta
mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi pemberian oksigen dapat
dilakukan pada :

1) Perubahan frekuensi atau pola napas


2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas

3) Hipoksemia

4) Menurunnya kerja napas

5) Menurunnya kerja miokard

6) Trauma berat
Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa metode,
diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian oksigen), fisiotrapi dada, napas dalam dan
batuk efektif, dan penghisapan lender atau subtioning (Abdullah ,2014).

a. Inhalasi oksigen Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara


memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui saluran pernapsan dengan
menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan
melalui tiga cara, yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi
kebutuhan oksigen dan mencega terjadinya hipoksia.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), terdapat dua sistem inhalasi oksigen yaitu
sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.

1) Sistem aliran rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan
oksigen dan masih mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal.
Sistem ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian
oksigen diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana,
sungkup muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong
non rebreathing.

a) Nasal kanula/binasal kanula. Nasal kanula merupakan alat yang


sederhana dan dapat memberikan oksigen dengan aliran 1 -6
liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%.

b) Sungkup muka sederhana Sungkup muka sederhana diberikan secara


selang-seling atau dengan aliran 5 – 10 liter/menit dengan konsentrasi
oksigen 40 - 60 %.

c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing Sungkup muka dengan


kantong rebreathing memiliki kantong yang terus mengembang baik
pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi, oksigen
akan masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong
reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam
lubang ekspirasi pada kantong. Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit,
dengan konsentrasi 60 – 80%.

d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing Sungkup muka


nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup terbuka pada saat
inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu katup yang
fungsinya mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan
membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran

10 – 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 – 100%

2) Sistem aliran tinggi Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih
stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah
konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi
adalah dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran
sekitar 2 – 15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah
oksigen yang menuju sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi
dapat diatur sesuai dengan warna alat, misalnya : warna biru 24%, putih 28%,
jingga 31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.

b. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola
pernapasan dan membersihkan jalan napas (Eki, 2017)

1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada punggung pasien
yang menyerupai mangkok dengan kekuatan penuh yang dilakukan secara
bergantian dengan tujuan melepaskan sekret pada dinding bronkus sehingga
pernapasan menjadi lancar.

2) Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara memberikan getaran
yang kuat dengan menggunakan kedua tangan yang diletakkan pada dada pasien
secara mendatar, tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan turbulensi udara yang
dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus terlepas.

3) Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran sekret dari
berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan dalam
pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen paru.

4) Napas dalam dan batuk efektif


Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi
alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan
efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan batuk efektif merupakan cara yang
dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki kemampuan batuk secara efektif
dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau
benda asing di jalan napas (Eki, 2017)

5) Penghisapan lendir
Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lender sendiri. Tindakan
ini memiliki tujuan untuk membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan
oksigen (Eki,
2017)

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

Menurut Brunner & Suddarth (2016), pengkajian keperawatan untuk pasien gagal jantung
berfokus pada pemantauan keefektifan terapi dan kemampuan pasien untuk memahami dan
menjelaskan strategi manajemen diri. Tanda dan gejala kongesti paru dan kelebihan beban cairan
harus segera dilaporkan yang akan mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen atau timbulnya
masalah oksigenasi.

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

b. Anamnese

1) Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,


status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Batuk, sesak nafas, dahak tidak bisa keluar dan demam tidak terlalu tinggi tiga hari
yang lalu.

3) Riwayat kesehatan sekarang


Berisi tentang kapan terjadinya sesak nafas, penyebab terjadinya sesak nafas,
serta upaya yang telah dilakukan oleh pasien untuk mengatasinya.

4) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat sesak nafas atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan pernafasan pada kasus terdahulu serta tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat sakit yang sama pada keluarga atau penyakit lain yang
berpotensi menurun atau menular pada anggota keluarga lain

6) Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami


penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.

c. Pemeriksaan fisik

1) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda-tanda vital.

2) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal,
ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

3) Sistem integument

Kaji seluruh permukaan kulit, adakah turgor kulit menurun, luka atau warna
kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit, tekstur rambut dan kuku.

4) Sistem pernafasan
Biasanya terdapat sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan terdapat retraksi
dinding dada, serta suara tambahan nafas.

5) Sistem kardiovaskuler

Pengkajian untuk mengetahui adakah perfusi jaringan menurun, nadi perifer


lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.

6) Sistem gastrointestinal

Pengkajian untuk mengetahui adakah polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,


konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

7) Sistem urinary

Pengkajian untuk mengetahui adakah poliuri, retensio urine, inkontinensia


urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

8) Sistem musculoskeletal

Kaji penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan,


apakah cepat lelah, lemah dan nyeri, apakah adanya gangren di ekstrimitas.

9) Sistem neurologis

Pengkajian untuk mengetahui apakah terjadi penurunan sensoris, parasthesia,


anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, dan disorientasi.

d. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:

1) Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan


leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma

2) Analisa gas darah:

 Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian
PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk.
 Kadang – kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi.
 Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
 Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3) Pemeriksaan sputum:

 Kristal –kristal charcotleyden yang merupakan degranulasi dari kristal


eosinofil.
 Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus.
 Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
 Terdapatnya neutrofileosinofil.

e. Pemeriksaan Radiologi

Foto Thoraks:

1) Jika disertai dengan bronkhitis, bercakanhilus akan bertambah.


2) Jika terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
3) Jika terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada
paru.

f. Lain –Lain

1) Tes fungsi paru: Untuk mengetahui fungsi paru, menetapkan luas beratnya
penyakit, mendiagnosis keadaan.
2) Spirometristatik: Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.

2. Diagnosa

a. Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu diatas normal.


b. Defisit Nutrisi b.d ketidak mampuan menelan makanan d.d nafsu makan menurun.
c. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d pola napas
abnormal.
d. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d batuk yang tidak
efektif.
e. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d dispnea.

Anda mungkin juga menyukai